Anda di halaman 1dari 7

PRODUKSI SERAT ALAM DI INDONESIA1

oleh : Rizki Utami2


NPM : 16030078

Abstrak
Serat alam adalah serat yang efektif di produksi di Indonesia karena faktor sumber daya alam di
Indonesia sangat melimpah, serat alam sangat beragam dan didalam makalah ini dipaparkan
mengenai serat apa yang efektif di produksi di Indonesia, faktor mengapa serat tersebut
dikatakan efektif diproduksi di Indonesia, bagaimana proses produksi dan apa saja kendala yang
dihadapi saat proses produksi. Tidak lupa solusi solusi tentang semua masalah juga dipaparkan
didalam makalah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini ketersediaan serat alam lebih sedikit dibandingkan serat buatan (sintetis), dikarenakan
serat buatan lebih mudah dibuat dibandingkan serat alam. Proses serat alam yang panjang dan
membutuhkan waktu yang panjang juga menjadikan ketersediaan serat buatan lebih banyak
dibaningkan serat alam, serat buatan diproduksi melalui mesin pemintalan sementara serat buatan
sendiri diproduksi melalui tahapan penanaman, pemanenan, perendaman dan pembusukan,
dekortisasi dan tahapan akhir nya penjemuran, biaya yang dipakai untuk produksi serat buatan
lebih sedikit dibandingkan serat alam.
Produksi serat dari tahun ke tahun saat ini dikatakana tetap, belum ada peningkatan signifikan
pada produksi serat alam yang dibutuhkan dunia, hal ini mungkin dipengaruhi sumber daya
manusia yang belum memadai karena jika hal ini terjadi karena pengaruh kurang nya sumber daya
alam itu tidak mungkin terjadi. Contohnya coco fiber atau serat sabut kelapa, Indonesia merupakan
Negara penghasil kelapa no.1 dunia namun belum dapat memenuhi kebutuhan dunia akan
kekurangan serat sabut kelapa tersebut. Hal ini di pengaruhi oleh belum tersedia nya sumber daya
manusia yang dapat mengolah sabut kelapa yang mempunyai nilai jual rendah menjadi serat yang
di butuhkan dunia.
Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting bagi aspek social dan budaya.
Potensi produksi sabut kelapa belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif, saat
ini sabut kelapa belum memiliki nilai jual tinggi. Sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk kegiatan
yang kurang produktif, padahal jika sumber daya manusia memadai untuk megolah sabut kelapa
menjadi serat yang dibutuhkan dunia maka sabut kelapa akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dan bisa dijadikan sumber penghasilan untuk warga sekitar yang juga berarti hal ini bisa
meningkatkan perekonomian warga
Saat ini sabut kelapa pada umumnya hanya digunakan untuk bahan bakar, misalnya warga
memasak menggunakan tungku dan sabut kelapa ini digunakan untuk bahan bakar pengganti kayu,
padahal lebih dari itu sabut kelapa bisa menghasilkan serat yang bisa dipasarkan sampai ke Dunia.

1
Judul Makalah yang dipilih untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
2
Nama Penulis Makalah, mahasiswi politeknik stttekstil 2016
Dari tahun ke tahun kebutuhan dunia aakan serat sabut kelapa (cocofiber) terus meningkat, hal
ini ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga meningkat. Banyak ditemukan
produk produk yang berbahan baku serat sabut kelapa
Negara tetangga sudah menjadikan sabut kelapa sebagai komoditi ekspor, sementara Indonesia
dengan penghasil kelapa no.1 Dunia belum bisa memasok kebutuhan Dunia. Beberapa factor yang
menyebabkan Indonesia belum bisa memasok kebutuhan dunia akan serat sabut kelapa sudah
disebutkan diatas, yaitu kurangnya sumber daya manusia dan kurangnya informasi yang diterima
masyarakat Indonesia mengenai potensi serat cocofiber.
Setelah diproduksi menjadi serat, hasil samping produksi masih memiliki nilai jual dipasaran, sisa
sisa produksi sabut kelapa masih bisa digunakan untuk beberapa keperluan rumah tangga. Jadi
selain sabut kelapa nya sendiri, sisa sisa produksi serat masih bermanfaat untuk kehidupan sehari
hari.
Sabut kelapa dihasilkan dari buah kelapa yang sudah tua lalu diambil dalamnya untuk
dimanfaatkan sebagai bahan makanan, kelapa memiliki pohon yang menjulang tinggi dan harus
memiliki jarak tertentu antar pohon supaya pohon dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan
kelapa yang berkualitas pula. Maka dari itu dibutuhkan lahan yang cukup luas untuk menanam
pohon kelapa (cikal bakal serat cocofiber)
Keterbatasan modal juga mungkin saja menjadi kendala bagi produksi serat ini, biaya yang
harus dikeluarkan untuk awal produksi tidak sedikit maka dari itu dicari solusi untuk keterbatasan
modal bisa saja dengan cara dana usaha dll.
Di Indonesia juga terkendala dengan informasi pasar yang belum menyebar luas, kebanyakan
perkebunan berada dipedesaan sementara masyarakat pedesaan belum dapat mengakses informasi
pasar Dunia dengan mudah sehingga apabila serat sudah diproduksi akan sulit untuk memasarkan
hasil produksi.
Belum diketahui kualitas serat sabut kelapa yang diproduksi di Indonesia, namun dunia sendiri
memiliki standar serat yang baik digunakan seperti apa, maka dari itu kualitas serat saat produksi
perlu sangat diperhatikan agar saat akan memasok serat, serat yang diproduksi di Indonesia
memenuhi standar Dunia
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pemanfaatan serat sabut kelapa, bahwa sabut kelapa
dapat dimanfaatkan lebih dari sekedar bahan bakar, akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi
apabila masyarakat dapat memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan sabut kelapa. Efeknya
pun akan bisa dinikmati oleh masyarakat sendiri. Cepat atau lambat hal ini dapat meningkatkan
ekonomi masyarakat.
Rumusan Masalah 1)Bagaimana kriteria serat yang efektif di Indonesia. 2)Apa alasan serat alam
tersebut efektif di produkasi di Indonesia.3)Bagaimana proses permbuatannya.
Tujuan penulisan 1)Untuk mendapatkan jenis serat yang efektif di produksi di Indonesia.
2)Untuk menguatkan anggapan bahwa serat tersebut efektif di peroduksi di Indonesia. 3)Untuk
menjelaskan bagaimana proses pembuatan serat yang efektif di produksi di Indonesia.
Manfaat
Untuk penulis diharapkan dengan di tulisnya makalah ini dapat menambah ilmu dan
wawasan khususnya mengenai serat serabut kelapa, membagi dengan masyarakat luas dan melalui
makalah ini semoga penulis dapat memberikan inspirasi bagi masyarakat yang ingin memulai
usaha, dapat menyadarkan masyarakat tentang besarnya potensi sumber daya alam Indonesia
apabila diolah sedemikian rupa. Dapat meningkatkan kemampuan menulis dan dapat
menyampaikan pesan yang ada di pemikiran penulis melalui tulisan.
Untuk pembaca diharapkan mampu mengambil poin positif dari dibuatnya makalah ini,
dapat memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah dan menjadikannya sesuatu yang lebih
produktif
Untuk masyarakat luas semoga informasi di dalam makalah ini dapat bermanfaat sehingga
bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat melalu bisnis pengolahan sabut kelapa,
masyarakat sekitar perkebunan dapat membuat sabut kelapa memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dan masyarakat luas terdorong untuk mencari tau tentang teknologi, pasar dunia dan cara
pengolahan sabut kelapa sampai menjadi serat. Membuat masyarakat lebih sadar bahwa potensi di
sekitar kita sangat banyak tergantung bagaimana kita memanfaatkan sumber daya alam tersebut.
Membuat masyarakat menemukan hal baru, dan semangat meningkatkan kualitas sumber daya
manusia semakin terpacu sehingga apabila sumber daya manusia berkualitas dengan sumber daya
alam yang melimpah Indonesia dapat melebarkan sayap di dunia perdagangan internasional.
PEMBAHASAN
Ada beberapa kriteria serat yang efektif di produksi di Indonesia, yakni bahan baku serat
mudah di temukan dan jumlahnya banyak serta tumbuh terus menerus dalam artian tidak mengenal
musim karena apabila bahan baku serat banyak pada bulan bulan tertentu saja maka proses
produksi serat tidak akan stabil. ”Indonesia memiliki sumber alam dan keanekaragaman hayati
yang melimpah terutama bahan serat alam (BAB I, p.1)” menurut salah satu sumber, serat alam
lebih efektif di produksi di banding serat buatan, serat buatan yang berasal dari bahan bahan kimia
yang dipintal memiliki tingkat tidak ramah lingkungan lebih tinggi dibandingkan serat alam dan
proses produksi yang lebih beresiko di bandingkan serat alam.
serat alam sangat bermacam macam, namun kita mencari serat yang benar benar efektif
dari segi bahan baku, pengolahan, dan pemasaran. Maka dari itu di perlukan beberapa sumber
untuk perbandingan mana yang memberikan banyak keuntungan ketika di produksi dan apa saja
hal hal yang akan menghambat proses produksi serat tersebut, semua hal pasti memiliki kelemahan
dan keuntungan namun tujuan di buatnya makalah ini adalah untuk mencari serat yang tingkat
kelemahan nya lebih rendah di bandingkan keuntungannya sehingga kendala pada saat produksi
bisa di atasi
Sumber mengatakan bahwa serat alam cocok di produksi di Indonesia karena faktor sumber
daya alam, namun serat alam sangat beragam di bedakan menurut asal usul serat yaitu serat yang
berasal dari tumbuhan dan serat yang berasal dari bahan tambang, namun yang di fokuskan disini
adalah serat yang digunakan pada industri tekstil yang itu artinya serat yang berasal dari bahan
tambang tidak akan dibahas pada makalah ini. Serat alam sangat beragam di bdakan meurut asal
usul nya ada serat yang berasal dari batang tanaman, berasal dari daun tanaman, berasal dari biji
atau buah suatu tanaman, berasal dari bulu hewan, maupun berasal dari salahsatu spesies ulat. dan
proses pembuatan seratnya pun relatif berbeda ada serat alam yang di buat dengan cara di busukan
terlebih dahulu dan ada juga yang tidak, ada serat alam yang harus direndam terlebih dahulu
sebelum proses pembuatan, ada serat yang di sisir dan ada serat alam yang harus di panaskan dalam
suhu tertentu.
” Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi plastik, sejak tahun 1990-an teknologi
komposit bermatrik polimer mengalami perkembangan yang cukup pesat. (BAB I, p.2)” Serat
alam mengalami penurunan sejak pesatnya perkembangan teknologi plastik, namun melihat sifat
serat buatan yang massa jenis nya tinggi, proses pembuatannya tidak ramah lingkungan,
memerlukan energy yang tinggi, dan tidak memiliki sifat insulasi panas yang baik maka
penggunaan serat buatan kembali tergeser oleh penggunaan serat alam. “Menurut Jamasri (2009)
penggunaan kembali serat alam dipicu oleh adanya regulasi tentang persyaratan habis pakai
produk komponen otomotif bagi negara-negara Uni Eropa dan sebagian Asia. (BAB I, p.2)”
Sabut kelapa saat ini hanya di manfaatkan sebagai keperluan rumah tangga yang memiliki
nilai jual relatif rendah seperti kayu bakar dll, padahal lebih dari itu sabut kelapa bisa diolah
menjadi serat sabut kelapa atau lebih dikenal dunia perdagangan internasional sebagai serat
cocofiber hal ini di dukung oleh luasnya perkebunan kelapa yang berada di Indonesia “Potensi
produksi kelapa cukup melimpah di Indonesia.Di tingkat internasional, areal perkebunan kelapa
Indonesia terbesar di dunia yakni pada tahun 1999 seluas 3,712 juta ha (31,2 persen) dari total
areal dunia 11,909 juta ha (100 persen). (Seno Darmanto, 2007, p.66).” dengan lahan seluas itu
Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan dunia akan serat cocofiber yang mana kebutuhan
dunia akan serat cocofiber masih sangat banyak, Negara tetangga yang memiliki luas lahan di
bawah Indonesia sudah bisa ikut memenuhi kebutuhan dunia akan serat tersebut. Pada tahun 2013
total produksi sabut kelapa mencapai 3,05 juta ton, meskipun bobot sabut kelapa hanya 35% dari
total bobot kelapa perbuah namun sabut kelapa adalah bagian terbesar dari buah kelapa sendiri
dengan demikian sangat banyak sabut kelapa yang dihasilkan perkebunan pertahunnya. Belum lagi
waktu pohon kelapa untuk berbuah terbilang cepat
Tidak sampai disitu, hasil samping produksi yang brupa butiran butiran sabut kelapa atau
lebih dikenal dengan nama cocopeat tidak menjadi limbah melainkan masih memiliki nilai jual
karena memiliki sifat fisika dan sifat kimia yang dapat menahan kandungan air dan unsur kimia
pupuk.
Jadi ada banyak hal yang membuat serat sabut kelapa efektif di Indonesia” Sejalan dengan upaya
pemberdayaan kekuatan ekonomi rakyat yang sedang digalakkan pemerintah sejak reformasi
bergulir, maka industri pengolahan sabut kelapa memiliki posisi strategis untuk
dikembangkan.(Adolf Paskaris Sitohang, USU, p.3)” mengacu pada luasnya lahan perkebunan
kelapa dan pada banyak nya bahan baku yang tersedia, serat sabut kelapa sangat strategis untuk di
kembangkan. Sumber daya manusia harus lebih di kembangkan skill nya untuk dapat
memaksimalkan produksi dan upaya pemberdayaan kekuatan ekonomi rakyat yang sedang di
galakkan berhasil. Ekonomi masyarakat akan terbantu, hasil bumi dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin, dan Indonesia akan bisa memasok kebutuhan serat sabut kelapa dunia jika proses
produksi sudah menghasilkan serat yang memenuhi standar dunia dan jumlah produksi telah
banyak. “Dari data Departemen Pertanian menunjukkan bahwa perkembangan tanaman kelapa di
Indonesia terus meningkat. (Seno Darmanto, 2011, p.1)” Saat ini produksi serat alam di katakan
tetap, karena ada beberapa serat alam yang masa penanaman pohon nya cukup lama yang berimbas
pada produksi seratnya maka dengan diproduksinya serat sabut kelapa diharapkan mampu
meningkatkan jumlah produksi serat alam di Indonesia apalagi produksi kelapa yang terus
meningkat, sangat di sayangkan apabila potensi seperti ini belum bisa di manfaatkan untuk
kegiatan yag lebih produktif.
Tahapan pembuatan sabut kelapa menjadi cocofiber yang pertama adalah penguraian
“Bahan baku yaitu sabut kelapa yang telah dikupas kemudian diurai ke dalam mesin pengurai.
Pada proses ini sabut kelapa tersebut akan terurai menjadi coco fiber dan coco peat. (Adolf
Paskaris Sitohang, USU, p.9)” sabut kelapa adalah bagian terluar dari buah kelapa, pada saat
pemanenan buah kelapa dilakukan pemisahan antara tempurung kelapa dan sabut kelapa,
tempurung yang berisi air dan daging kelapa selanjutnya di proses untuk menjadi minyak nabati
sementara sabut nya di masukan ke mesin pengurai. Setelah terurai sabut kelapa akan terbagi
menjadi cocofiber dan cocopeat yang mana cocopeat hanya beruba butiran butiran hasil samping
produksi tapi tetap memiliki manfaat. Ketika tahapan penguraian ini cocofiber dan cocopeat belum
terpisah sempurna dan untuk memisahkannya diperlukan tahapan selanjutnya.
Tahapan kedua adalah proses pengeringan, karena sabut kelapa relatif basah terutama
apabila kelapa di panen dalam keadaan masih muda (masih berwarna kekuningan, belum berwarna
coklat) kadar air yang terkandung semakin banyak maka dari itu di lakukan proses pengeringan
dengan cara penjemuran yaitu
“Coco fiber yang dihasilkan di stasiun penguraian dibawa ke tempat penjemuran. Coco
fiber tersebut dikeringkan dengan menggunakan panas matahari. Proses penjemuran berlangsung
sekitar 2-3 jam setiap harinya. Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga diperoleh
coco fiber yang kering sehingga coco peat yang tersisa dapat terpisah dengan mudah dari coco
fiber.(Adolf Paskaris Sitohang, USU, p,9)”
Proses ini benar benar akan memisahakan cocofiber dengan cocopeat, namun setelah
terpisah cocofiber dan cocopeat tidak bisa di bedakan tempatnya secara manual oleh tangan karena
bentuk cocopeat yang berbetuk butiran butiran, maka dari itu di lakukan proses selanjutnya yaitu
proses pengayakan
“Coco fiber yang dibawa dari stasiun penjemuran masih mengandung coco peat. Proses ini
bertujuan untuk memisahkan coco peat dari coco fiber sehingga diperoleh coco fiber yang murni.
Proses pengayakan menggunakan alat pengayak yang digerakkan dengan dynamo motor. Alat
pengayak mampu mengayak 200 kg coco fiber dalam waktu satu jam. (Adolf Paskaris Sitohang,
USU, p,9)”
Jadi sudah pasti jumlah produksi akan mempengaruhi waktu produksi, untuk produksi
dalam jumlah banyak digunakan mesin penggerak namun ketika produksi dalam jumlah sedikit
mesin penggerak bisa diganti menggunakan tangan tentunya dengan waktu yang dibutuhkan lebih
lama, setelah cocofiber dan cocopeat terpisah maka selanjutnya dilakukan proses pengepresan
“Coco fiber yang telah diayak dibawa ke stasiun pengepresan. Coco fiber dimasukkan ke dalam
mesin press sampai coco fiber menyentuh besi press. Kemudian pintu mesin press ditutup dan
mesin dihidupkan. Mesin press memanfaatkan tenaga hidrolik. Proses pengepresan dilakukan
sampai coco fiber padat. (Adolf Paskaris Sitohang, USU, p.9)” prinsip kerja yang digunakan
mesin kali ini adalah menekan, sehingga setelah cocofiber samasekali tidak mengandung cocopeat
bisa dibentuk menjadi padatan, hal ini dilakukan terkait proses selanjutnya yaitu proses
pengepakan/pengemasan atau packing “Coco fiber hasil dari stasiun pengepresan kemudian
dikemas secara manual dengan menggunakan tali untuk mendapatkan bale-bale coco fiber. Proses
ini dilakukan untuk mendapatkan coco fiber berbentuk bale dengan ukuran 42 x 52 x 80 cm dan
berat 70 kg. (Adolf Paskaris Sitohang, USU, p.9)” setelah di lakukan pengepakan cocofiber tidak
bisa langsung di pasarkan melainkan harus di analisis kelayakan finansialnya
“adapun alat ukur analisis finansial yang digunakan adalah BEP (break even point), R/C
(revenue-cost ratio), PBP (pay-back period), dan ROI (return on 10 investment). Dengan
keterangan nilai BEP, R/C, PBP, dan ROI ditampilkan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1, Nilai Analis, BEP, R/C, PBP, dan Roi usaha cocofiber
NO Analis Finansial Nilai Kriteria
1 BEP
BEP Volume (kg/tahun) 83.147,78 Layak
Bep Harga (Rp/kg) 1.989,86 Layak
2 R/C 1,40 Layak
3 PBP (bulan) 33 Layak
4 ROI (%) 36.26 Layak
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa semua hasil analisa menunjukan kelayakan dan
BEP volume lebih besar dibandingkan BEP penjualan maka dapat di katakana Usaha ini layak
untuk di kerjakan. Sebenarnya produsen serat sabut kelapa telah ada sejak lama namun kuantitas
dari produsen masih terbilang sedikit. Sekarang kelayakan usaha ini telah diuji dan dinyatakan
layak untuk di kerjakan maka di harapkan akan semakin banyak produsen produsen yang
memanfaatkan sabut kelapa untuk kegiatan ini.
Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping produksi serat masih memiliki nilai jual dan
masih menjadi sesuatu yang bermanfaat “Salah satu limbah pertanian yang potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik adalah sabut kelapa (Fani Oktaviani,
p.208)” hal ini dipengaruhi kandungan yang terdapat pada cocopeat3 mengandung unsur karbon,
dan mengandung 10,25 % unsur K2O sehingga dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif.
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah dibuat nya makalah ini maka dapat di simpulkan bahwa produksi serat alam dan serat
buatan di Indonesia lebih banyak serat buatan, dan produksi serat dari tahun ke tahun dikatakan
tetap
Menurut pendapat penulis serat cocofiber atau serat serabut kelapa sangat cocok di produksi di
Indonesia, karena sumber daya alam yang sangat memadai mengingat Indonesia adalah negara
penghasil kelapa no.1 dunia. Saat ini sabut kelapa hanya di manfaatkan sebagai kayu bakar dan
sebagian kecil di manfaatkan untuk kerajinan yang berarti serat sabut kelapa memiliki nilai jual
yang rendah, dengan diproduksi nya serat cocofiber atau serat serabut kelapa maka nilai jual
serabut kelapa akan lebih tinggi dan akan membantu ekonomi masyarakat baik masyarakat sekitar
perkebunan maupun produsen serat cocofiber. namun tentunya terdapat kendala-kendala dalam
mewujudkan produksi serat ini mulai dari terbatasnya modal, sumber daya manusia, dan kurang
nya nformasi pasar. Dalam makalah ini terdapat solusi solusi untuk mengatasi hambatan yang
menyebabkan tidak dapat di produksinya serat cocofiber
Alasan-alasan mengapa serat cocofiber efektif diproduksi di Indonesia sudah diuraikan di atas,
manfaat yang akan kita dapatkan sangat banyak tergantung mampu atau tidaknya masyarakat

3
Hasil sampimg produksi serat sabut kelapa
Indonesia mengatasi hambatan hambatan yang terdapat pada produksi, baik faktor sumberdaya
manusia ataupun faktor kurangnya modal produksi.
Proses produksi serat cocofiber lebih sulit di bandingkan proses pembuatan serat man made atau
serat buatan, namun produksi serat ini dapat banyak membantu masyarakat mulai dari
memanfaatkan sabut kelapa untuk menaikan harga jual sampai untuk membantu Indonesia agar
lebih di kenal dunia melalu kontribusinya memenuhi kebutuhan dunia akan serat sabut kelapa.
Saran
Masyarakat Indonesia harus lebih sigap dalam mencari peluang usaha, mengakses tentang
informasi pasar dunia dan mengeksplorasi sumber daya alam Indonesia yang sangat melimpah.
Makalah ini menguraikan potensi yang dapat banyak membatu masyarakat Indonesia melalui
pemanfaatan sumber daya alam. Sumber daya manusia yang telah tersedia harus lebih ditingkatkan
kualitasnya agar dapat menekan jumlah hambatan hambatan yang mengakibatkan tidak dapat
dilakukannya produksi.
Karena dunia memiliki standar serat seperti apa yang dapat kita ekspor maka saat produksi bahan
baku, mesin produksi, dan produsen harus di perhatikan agar ketika produksi serat sabut kelapa
telah banyak dan siap diekspor ternyata serat tersebut tidak memenuhi standar serat cocofiber yang
di butuhkan dunia
Produksi serat cocofiber sebaiknya tidak hanya untuk ekspor, melainkan di produksi menjadi
barang jadi tekstil, agar masyarakat Indonesia dapat lebih mencintai produk local maka hasil
produksi harus sebaik mungkin karena kualitas produksi berbanding lurus dengan minat
masyarakat terhadap produk tersebut.
Daftar Pustaka
1. Darmanto, dkk. 2007. Kajian Pelepah Kelapa Untuk Serat Komposit. Semarang.
2. Sitohang, dkk. Analisis Finansial Dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Sabut
Kelapa Menjadi Serat Kelapa (COCOFIBER). Sumatera Utara.
3. Darmanto, Seno. 2011. Peningkatan Kekuatan Serat Sabut Kelapa Dengan Perlakuan
Silane. Semarang.
4. Oktavia, Farida. Peran Produk Olahan Serat Sabut Kelapa Sebagai Penunjang Kelestarian
Ekologi. Manado.
5. BAB I.pdf

Anda mungkin juga menyukai