Anda di halaman 1dari 29

PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA FISIK

Ketut Sumada
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jawa Timur
email : ketutaditya@yahoo.com
Pengolahan air limbah secara fisik merupakan pengolahan awal (primary treatment) air
limbah sebelum dilakukan pengolahan lanjutan, pengolahan secara fisik bertujuan
untuk menyisihkan padatan-padatan berukuran besar seperti plastik, kertas, kayu,
pasir, koral, minyak, oli, lemak, dan sebagainya. Pengolahan air limbah secara fisik
dimaksudkan untuk melindungi peralatan-peralatan seperti pompa, perpipaan dan
proses pengolahan selanjutnya. Beberapa unit operasi yang diaplikasikan pada proses
pengolahan air limbah secara fisik diantaranya : penyaringan (screening),
pemecahan/grinding (comminution), penyeragaman (equalization), pengendapan
(sedimentation), penyaringan (flitration), pengapungan (floatation).

a. Screening
Screening merupakan unit operasi yang diaplikasikan pada awal pengolahan air limbah.
Tujuan dari screening ini adalah untuk pemisahan material berukuran besar seperti
kertas, plastik, kayu, kulit udang, sisik ikan, dan sebagainya.

Berdasarkan teknik pengoperasian, screening diklasifikasi menjadi dua (2) klasifikasi


yaitu :

 Screening yang dioperasikan secara maual, screen yang dibersihkan secara manual
(mempergunakan tangan).
 Screening yang dioperasikan secara automatis : screen dengan pemisahan padatan
berlangsung secara kontinyu, pemisahan padatan dapat dilakukan secara mekanik atau
dengan aliran air limbah itu sendiri.

Berbagai jenis screen yang bisa diaplikasikan pada pengolahan air limbah seperti
gambar berikut
Gambar : Screen

b. Pemecah/Grinding (comminution)
Pemecah atau grinding (comminution) merupakan unit operasi yang diaplikasikan untuk
memecah padatan yang berukuran besar menjadi partikel yang mempunyai ukuran
yang kecil dan seragam. Pada umumnya unit operasi ini dipergunakan untuk memecah
padatan yang tertahan pada screen dan padatan ini dapat dikembalikan kedalam aliran
air limbah atau dibuang.

c. Pemisahan pasir (Grit chamber)


Keberadaan bahan padat seperti pasir dalam air limbah merupakan suatu
permasalahan dalam pengolahan air limbah karena pasir dapat menghambat kerja
peralatan pompa, menghambat aliran dalam perpipaan dan mempengaruhi volume
bak,Pemisahan padatan seperti pasir dalam air limbah dapat dilakukan dengan unit
operasi grit chamber.

d. Penyeragaman (Equalization)
Kualitas dan kuantitas air limbah yang dihasilkan suatu industri bervariasi setiap waktu,
hal ini dapat mempengaruhi perancangan instalasi, kebutuhan bangunan, mesin, lahan,
biaya operasional, dan kualitas hasil pengolahan. Dalam rangka mengatasi
permasalahan kualitas dan kuantitas air limbah, dibutuhkan suatu unit operasi seperti
“equalisasi (equalization)”. Equalisasi berfungsi untuk penyeragaman kondisi air
limbah, dan pengendali aliran, dalam equalisasi dapat dilakukan proses pengadukan
untuk menjaga homoginitas, injeksi udara yang bertujuan agar limbah tidak bersifat
septik atau anaerobik. Salah satu bentuk unit operasi equalisasi dalam pengolahan air
limbah seperti gambar 4.4 berikut , Kemiringan atau slope bak equalisasi pada
umumnya mempergunakan perbandingan 3 : 1 atau 2 : 1. Pembangunan bak
equalisasi di beberapa industri biasanya dibangun berbentuk persegi empat panjang
atau rectangular dengan kedalaman 1,5 – 2 m.

e. Sedimentasi (Sedimentation)
Sedimentasi merupakan unit operasi yang sering dipergunakan dalam proses
pengolahan air atau air limbah seperti pemisahan partikel tersuspensi pada awal proses
pengolahan air limbah, proses pemisahan partikel flok pada proses pengolahan air
limbah secara kimia, dan proses pemisahan mikroorganisme (sludge) pada proses
pengolahan air limbah secara biologi.

Proses sedimentasi partikel dapat diklasifikasikan menjadi empat (4) peristiwa yaitu :

1. Partikel Diskrit, sedimentasi partikel terjadi pada konsentrasi padatan rendah dimana
partikel mengendap secara individu serta tidak terjadi interaksi dengan partikel yang
lainnya. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan partikel pasir pada air limbah.
2. Partikel Flokulan, sedimentasi partikel dimana partikel mengalami interaksi dengan
partikel lainnya, pada peristiwa interaksi terjadi penggabungan antar partikel yang
mempercepat kecepatan sedimentasi. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan partikel
yang telah mengalami proses koagulasi/flokulasi.
3. Partikel Hindered, sedimentasi partikel terjadi karena partikel berinteraksi dengan
partikel lainnya pada posisi yang sama, dan partikel mengendap terhambat oleh pertikel
yang berada disekelilingnya dan tampaknya terjadi pengendapan secara massal.
Persitiwa ini dapat terjadi pada konsentrasi padatan yang cukup tinggi. Peristiwa ini
seperti terjadi pada pemisahan mikroba (activated sludge) pada pengolahan air limbah
secara biologi.
4. Partikel kompresi, sedimentasi partikel terjadi karena partikel mengalami penekanan
oleh partikel yang berada diatasnya, peristiwa ini terjadi pada konsentrasi padatan yang
sangat tinggi. Peristiwa ini terjadi pada pemisahan mikroba (activated sludge) pada
pengolahan air limbah secara biologi. Peristiwa sedimentasi partikel activated sludge
(lumpur mikroba) pada suatu tabung gelas ukur dapat dijelaskan melalui gambar 4.5.
berikut

Jenis Tangki Pengendap :

Pengendapan padatan dalam pipa


Waktu se
Tabel 4.1. Data perancangan sedimentasi silinder dan rectangular
Rectangular sedimentation tanks Circular sedimentation tanks
Kedalaman 3 - 5 m (umumnya 3,6 m) 3 - 5 m (umumnya 4,5 m)
Lebar 3 – 24 m (umumnya 6-10 m) Diameter 3,6 – 60 m (umumnya
12-45 m)
Panjang 15 - 90 m (umumnya 25-40 m) -------------
Flight speed 0,6 – 1,2 m/menit (umumnya Scraper’s speed 0.02-0.05/min
1.0 m/menit (umunya 0.03 Rev/min)
Bottom Slope 1 in/ft atau 0.9m/m 60-160 mm/m (umumnya 80 mm/m)

Tabel 4.2. Data perancangan sedimentasi silinder

Primary settling (secondary treatment) Activated sludge


Waktu tinggal 1,5-2,5 jam (umumnya 2 jam ) 1,5 – 2,5 jam (umumnya 2 jam )
Laju alir limpahan
32 – 48 m3/m2.hari 24 – 32 m3/m2.hari
(over flow rate)

Tabel 4.3. Data perancangan sedimentasi silinder


Laju alir limpahan Waktu tinggal (jam)
(m3/m2.hari) Kedalaman Kedalaman Kedalaman Kedalaman
(3,0 m) (3,5 m) (4,0 m) (5,0 m)
24 3,0 3,5 4,0 5,0

32 2,3 2,6 3,0 3,8

48 1,5 1,8 2,0 2,5

60 1,2 1,4 1,6 2,0

80 0,9 1,1 1,2 1,5

100 0,7 0,8 1,0 1,2

130 0,6 0,7 0,8 1,0

Tabel 4.4. Data perancangan sedimentasi silinder untuk pengendapan proses kimia dengan
berbagai jenis koagulan
Jenis Koagulan Laju alir limpahan Waktu tinggal (jam)
Gallon/hari.ft2
Alum (Al) 500 – 800 2–8
Besi (Fe) 700-1000 2–8
Kapur-alum 700 - 1500 4-8
SUMBER : George Tchobanoglous, Franklin L. Burton. 1991

f. Filtrasi (Filtration)
Filtrasi merupakan unit operasi yang dioperasikan dalam pengolahan air dan air limbah.
Dalam pengolahan air limbah filtrasi dioperasikan untuk pemisahan partikel (padatan)
pada effluen (pengeluaran) pengolahan air limbah secara kimia maupun biologi serta
dapat diaplikasikan pada awal pengolahan air limbah.
Pemisahan padatan dilakukan dengan mempergunakan media yang disebut “Media
Filter” merupakan bahan padat seperti pasir, batu bara, kerikil dan sebagainya yang
tersusun sedemikian rupa, padatan yang dipisahkan tertahan pada permukaan dan
sela-sela (porositas) media filter, seperti terlihat dalam gambar 4.9. berikut

MEKANISME FILTRASI
Dalam filtrasi terdapat 4 mekanisme dasar filtrasi yaitu :

1. Sedimentasi (sedimentation), filtrasi terjadi karena partikel yang akan dipisahkan


mengalami gaya gravitasi dan kecepatan pengendapan partikel sehingga partikel
mengendap dan berkumpul pada permukaan media filter.
2. Intersep (interception), filtrasi terjadi karena partikel dalam aliran air berukuran besar
sehingga akan terperangkap, menempel dan dapat menutupi permukaan media filter
3. Difusi brownian (brownian diffusion), filtrasi terjadi pada partikel yang berukuran kecil
seperti virus, partikel dalam aliran air bergerak secara random (gerak brown), karena
terdapat perbedaan kecepatan maka partikel tersebut bergesekan dan menempel
dalam media filter. Mekanisme ini hanya terjadi untuk partikel berdiameter < 1 mikron.
4. Inersia (inertia), filtrasi terjadi karena partikel mempunyai ukuran dan berat jenis yang
berbeda sehingga kecepatan partikel dalam aliran air berbeda-beda, akibatnya partikel
akan menempel pada permukaan media karena gaya inersia, mekanisme ini terjadi jika
partikel yang berukuran lebih besar bergerak cukup cepat dan berbenturan serta
menempel dalam media filter.
Berdasarkan mekanisme tersebut, efektivitas filtrasi akan meningkat dengan
meningkatnya ukuran partikel hal ini terjadi karena dalam filtrasi terjadi mekanisme
intersep dan sedimentasi, tetapi dapat pula terjadi sebaliknya dimana efektivitas filtrasi
akan meningkat dengan menurunnya ukuran partikel hal ini dapat terjadi karena dalam
filtrasi terjadi proses difusi
JENIS FILTER

Berdasarkan jenis filter, flitrasi diklasifikasikan menjadi tiga (3) yaitu :

1. Filtrasi lambat (slow sand filter), pada filtrasi ini dipergunakan media pasir halus (fine
sand) dibagian atas dan dibawahnya kerikil, pada filtrasi ini padatan yang tersisihkan
berada dipermukaan atas pasir yang mengakibatkan aliran air melewati media filter
menjadi lambat. Partikel menumpuk pada bagian atas pasir dan dibersihkan dengan
mensecrap lapisan atas pasir yang mengandung partikel.
2. Filtrasi cepat (rapid sand filter), pada filtrasi ini dipergunakan media pasir berukuran
besar dibagian atas dan dibawahnya kerikil, pada filtrasi ini padatan yang tersisihkan
berada disela-sela (pori-pori) media filter yang dilaluinya. Pembersihan partikel
dilakukan dengan metode “backwashing” dengan air untuk mengeluarkan partikel
dalam media filter.
3. Multimedia fliter (multimedia filters) , pada filtrasi ini dipergunakan dua atau lebih
jenis media yang tersusun sedemikian rupa, media filter mempunyai berat jenis yang
berbeda, biasanya yang dipergunakan antrasit (batu bara), pasir, dan kerikil.
Penggunaan media filter yang berbeda memberikan hasil yang lebih baik dibanding
satu jenis media filter, dan berat jenis yang berbeda akan menempatkan kembali media
filter pada posisi yang semula pada saat dilakukan pencucian dengan metode
backwashing.
Perbandingan operasional filtrasi lambat (slow sand filter) dengan filtrasi cepat (rapid
sand filter seperti tercantum dalam tabel 4.5. berikut

Tabel 4.5. Perbandingan operasional slow sand filter terhadap rapid sand filter

Karakteristik Slow sand filter Rapid sand filter


Gravity pressure
3 2
Laju filtrasi 2-5 m /m .hari 120-360 m3/m2.hari
Ukuran unit filtrasi Besar (2000 m2) Kecil (100 m2)
Tinggi media Kerikil 300 mm dan Kerikil 500 mm, pasir
pasir 1,0 m 0,7-1,0 m
Ukuran pasir efektif 0,35 mm 0,6 – 1,2 mm
Koefisien seragam 2-2,5 1,5-1,7
Hilang tekan <1m <3m
Waktu operasi 20-90 hari 1-2 hari
Metode pembersihan Scrap lapisan atas, Backwashing dengan
pencucian dan air dan udara
pemasangan kembali
Kebutuhan air pencuci 0,2 – 0,6% dari air 3-6 % dari air yang
yang difilter difilter
Konstruksi pake tutup tidak Tergantung/bebas ya
Kemudahan ya ya tidak
operasional
Biaya investasi Tinggi Tinggi Sedang
Biaya operasional Rendah Tinggi Tinggi
Kemampuan supervisi Tidak Membutuhkan Membutuhkan
Penyisihan bakteri 99,99& 90 – 99%

Pengoperasian filtrasi melibatkan dua (2) proses yaitu “Filtrasi dan Backwashing
(pencucian/pengeluaran padatan dari media filter).

KLASIFIKASI SISTEM FILTRASI


Perancangan (design) unit operasi filtrasi dengan media filter padat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa hal meliputi

 Arah aliran
 Jenis dan susunan media filter
 gaya gerak
 Metode pengendalian laju aliran

Berasarkan arah aliran, filtrasi diklasifikasikan menjadi aliran ke bawah (down flow),
aliran keatas (up flow) dan aliran dua arah (biflow)
Berdasarkan jenis dan susunan media filter, jenis media filter yang dipergunakan
seperti pasir, batubara, dan kerikil dengan susunan media filter satu lapisan media, dua
lapisan media, dan tiga lapisan media. Proses backwashing dilakukan dengan
mekanisme “Fluidizing” (fluidisasi) dengan arah aliran keatas.

Berdasarkan gaya gerak, filtrasi terjadi karena gaya gravitasi atau gaya tekan untuk
mengatasi tahanan gesek media filter yang terjadi pada permukaan media filter.
Berdasarkan pengendalian laju aliran, filtrasi dioperasionalkan pada laju aliran air
limbah yang konstan (constant-rate filtration) atau berubah-ubah (variable-rate
filtration).

Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam operasional filtrasi yaitu :

 Karakteristik air limbah, karakteristik air limbah yang perlu diperhatikan diantaranya
konsentrasi padatan, distribusi dan ukuran padatan, serta kekuatan padatan atau flok
(untuk proses kimia)
 Karakteristik media filter, pemakaian media filter dengan ukuran terlalu kecil
mengakibatkan terjadinya peningkatan hambatan aliran, dan ukuran media filter terlalu
besar mengakibatkan beberapa padatan yang kecil tidak tertahan (loslos) dari filtrasi
 Laju alir filtrasi, laju alir filtrasi berkaitan dengan luas penampang unit filtrasi yang
dibutuhkan, laju alir filtrasi dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi padatan, dan
kekuatan flok. Berdasarkan pengamatan laju filtrasi yang sesuai : 2 – 8 gallon/(ft2 menit)
atau 80 – 320 Liter/(m2. Menit).

g. Flotasi (Flotation)
Flotasi (pengapungan) merupakan suatu unit operasi yang dipergunakan untuk
pemisahan padatan tersuspensi, cairan (minyak dan lemak) dalam fase cair (air atau
air limbah). Peristiwa flotasi didasarkan atas adanya gelembung gas, biasanya
menggunakan udara yang diinjeksikan kedalam air limbah. Dalam pengolahan air
limbah, flotasi dipergunakan untuk penyisihan padatan tersuspensi, minyak, lemak, flok
pada proses pengolahan air limbah secara kimia, dan lumpur (mikroba) pada proses
biologi. Keuntungan mendasar flotasi dibanding dengan sedimentasi dalam hal
pemisahan padatan tersuspensi yaitu flotasi dapat memisahkan padatan tersupensi
yang sangat kecil, ringan, dan sulit mengendap dalam waktu relatif cepat. Pada proses
flotasi, udara diinjeksikan ke dalam tangki sehingga terbentuk gelembung yang
berfungsi untuk mengapungkan padatan sehingga mudah dipisahkan. Dengan adanya
gaya dorong dari gelembung tersebut, padatan yang berat jenisnya lebih tinggi dari air
akan terdorong ke permukaan. Demikian pula halnya dengan padatan yang berat
jenisnya lebih rendah dari air. Hal ini merupakan keunggulan teknik flotasi dibanding
pengendapan karena dengan flotasi partikel yang ringan dapat disisihkan dalam waktu
yang bersamaan.

Flotasi pada pengolahan air limbah mempergunakan udara sebagai “Flotation Agent”,
berdasarkan pemanfaatan udara ini, flotasi diklasifikasikan menjadi tiga (3) kategori
yaitu
 Dissolved-air flotation (DAF), proses flotasi dimana udara dilarutkan kedalam air
limbah, tekanan operasi untuk flotasi ini biasanya pada tekanan lebih besar dari
tekanan atmosfir.
 Air flotation, proses flotasi dimana udara diinjeksikan secara langsung kedalam air
limbah, tekanan operasi untuk flotasi ini biasanya pada tekanan atmosfir.
 Vacumn flotation, proses flotasi dimana udara dilarutkan kedalam air limbah hingga
mencapai tingkat kejenuhan yang dapat diperoleh dalam tekanan vacumn atau lebih
kecil dari tekanan atmosfir.

Dissolved-air flotation (DAF), dibagi menjadi tiga (3) model operasi yaitu :
1. Dissolved-air flotation dengan penekanan seluruh atau sebagian air limbah masuk
2. Dissolved-air flotation dengan recycle penekanan
3. Dissolved-air flotation dengan Induced air flotation
Dissolved-air flotation menghasilkan gelembung gas yang lebih kecil ( 50 μm – 100 μm)
dibanding dengan induced air flotation ( 500 μm -1000 μm). Gelembung gas yang Iebih
kecil cenderung mempunyai kemampuan lebih baik untuk menanggulangi padatan
tersuspensi, oli atau minyak. Dissolved-air flotation dengan sistem penekanan penuh
atau penekanan recycle ditunjukkan gambar 4.14 dan dissolved-air flotation dengan
penekanan aliran sebagian atau seluruhnya ditunjukkan pada gambar 4.13. Sistem
penekanan sebagian berguna untuk menurunkan luas area dari flotation. Penekanan
recycle dibutuhkan bila floc atau emulsification masih terikut dalam air limbah, laju alir
recycle menentukan kebutuhan luas daerah flotation. Variabel-variabel perancangan
(design) untuk kedua sistem ini meliputi tekanan, recycle flow, hydraulic loading, solid
loading dan retention period. Solid loading diperlukan bila dissolved air floatation
digunakan untuk sludge thickening. sistem presurisasi biasanya dijaga pada 40-60 psig
(3-5 atm). Besarnya recycle sekitar 30 - 40 % recycle, hydraulic loading bervariasi dari
1 - 4 gpm/ft2 dan retention period umumnya antara 20 - 40 menit
Analisis Flotasi
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan flotasi diantaranya

 Laju alir air limbah dan beban padatan (wastewater flow rate and solid loading)
 Perbandingan udara terhadap padatan (Air/solid ratio), yang dinyatakan sebagai
volume udara/berat padatan atau berat udara/berat padatan, nilai A/S dapat
dipergunakan 0,005 – 0,060 ml/mg atau 0,0065 – 0,08 mg/mg.

 Temperatur operasional, ini berkaitan dengan kelarutan udara dalam air pada
temperatur tertentu.

 Pengolahan awal secara kimia (chemical pretreatment)

 Beban padatan akhir (Lb/jam.ft2)

 Beban aliran hidrolik (gpm/ft2)

 Perbandingan udara terhadap padatan (A/S)

Kinerja sistem flotasi udara terlarut (dissolved-air flotation) pada awalnya tergantung
pada perbandingan jumlah udara (kg) terhadap jumlah partikel (padatan) yang
dibutuhkan untuk mencapai tingkat pemurnian. Besarnya perbandingan Udara/padatan
ini bervariasi untuk jenis padatan yang tersuspensi

h. Adsorpsi (Adsorption)
Adsorpsi (penyerapan) merupakan proses pemisahan atom, ion, biomolekul atau
molekul dalam gas atau cairan dan padatan terlarut dengan mempergunakan media
padat
Berdasarkan gaya tarik yang terjadi antara adsorbat dengan adsorben, peristiwa
adsorpsi dapat diklasifikasikan menjadi dua (2) jenis, yaitu :

 Adsorpsi Fisik (Physisorption)

Adsorpsi fisik terjadi karena adanya gaya van der walls dan biasanya adsorpsi ini
berlangsung secara bolak-balik. Ketika gaya tarik-menarik molekul antara zat terlarut
dengan adsorben lebih besar dari gaya tarik-menarik zat terlarut dengan pelarut, maka
zat terlarut akan cenderung teradsorpsi pada permukaan adsorben.
 Adsorpsi Kimia (Chemisorption)
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang kuat antara adsorben dengan
adsorbat, ikatan ini berlangsung searah (irrreversible). Interaksi suatu senyawa organik
pada permukaan adsorben dapat terjadi melalui tarikan elektrostatik atau pembentukan
ikatan kimia yang spesifik misalnya ikatan kovalen. Sifat-sifat molekul organik seperti
struktur, gugus fungsional dan sifat hidrofobik berpengaruh pada sifat-sifat adsorpsi.
Karakteristik adsorpsi kimia sebagai berikut :
 Terbentuknya ikatan kimia yang kuat antara adsobat dan adsorben sehingga terbentuk
panas
 Terjadi reaksi yang sangat selektif antara adsobat dan adsorben sehingga proses
adsorpsi sangat spesifik
 Temperatur operasi meningkat akibat terjadinya ikatan dan reaksi kimia sehingga proses
adsorpsi meningkatkan dengan naiknya temperatur.
 Ikatan kimia terjadi secara langsung antara adsobat dan adsorben sehingga hanya
terbentuk satu lapisan (single layer)
 Proses adsorpsi berlangsung secara irreversible (searah).

Perbedaan antara adsorpsi fisik dan kimia seperti terlihat dalam tabel 3.5. berikut.

Tabel 3.5. Perbandingan adsorpsi fisik dan kimia

Adsorpsi fisik (Physisorption) Adsorpsi kimia (Physisorption)


Gaya tarik merupakan gaya Vander Gaya tarik merupakan gaya ikatan
Waals kimia
Enthalpi adsorpsi rendah (20-40 Enthalpi adsorpsi tinggi (200-400
kJ/mole) kJ/mole)
Temperatur proses rendah Temperatur proses tinggi
Terbentuk multilayer pada proses Terbentuk monolayer pada proses
Proses berjalan bolak-balik Proses berjalan searah (irreversible)
(reversible)

Jenis Media Adsorpsi (adsoben)


Berbagai jenis media adsorpsi (adsorben) yang diperkenal dalam proses adsorpsi
diantaranya karbon aktif, batubara aktif, silika gel, zeolit, graphit, polimer, tepung tulang,
dan limbah pertanian (biomass). Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi
diantaranya

 Keadaan (kondisi) dari adsorbat dan jenis adsorben

 Keaktifan dari adsorben

 Luas permukaan adsorben

 Distribusi ukuran pori adsorben


 Kondisi operasi yaitu tekanan, temperatur dan sebagainya

Berdasarkan kondisi operasi proses adsorpsi, beberapa model persamaan yang


dapat diaplikasikan pada proses adsorpsi diantaranya : Langmuir dan Freundlich
Isothermal

Maaf, beberapa gambar, model persamaan, dan contoh soal tidak bisa
ditampilkan dalam blog, jika ingin mendapatkan tulisan ini yang lengkap, hubungi email
saya : ketutaditya@yahoo.com atau melalui blog ini "Kirim Masukan"

***********Semoga Bermanfaat
******************************
\
Headline

9 Akibat Gempa Bumi dan Jenisnya

09:04:49 am
Saturday 08th, April 2017 /
26 December,2016

 Home
 Iklim
 Hutan
 Meteorologi
 Tanah
 Hidrologi
 Ilmu Sosial
 Geologi
 Samudera

Sponsors Link

Home » Ilmu Sosial » 5 Pengolahan Limbah Cair Industri secara Fisika

5 Pengolahan Limbah Cair Industri secara


Fisika
Advertisement

Limbah merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang mana limbah tersebut
berasal dari berbagai sumber seperti dari pembuangan rumah tangga, sisa hasil produksi dan
sebagainya. Limbah cair tersebut apabila tidak ditangani sesegera mungkin maka akan
menyebabkan terjadinya pencemaran air yang tentunya akan menimbulkan dampak bagi
lingkungan maupun masyarakat (baca : Bahaya Limbah Bauksit bagi Lingkungan).

Untuk itu limbah cair tersebut perlu diolah lebih lanjut agar tidak memberikan dampak negatif.
Proses pengolahan limbah cair memang sudah dikembangkan menjadi beragam. Proses
pengolahan limbah cair tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan ataupun faktor finansial.
Adapun pengolahannya terbagi atas 5 macam, yaitu pengolahan primer, pengolahan sekunder,
pengolahan tersier, proses desinfeksi dan pengolahan lumpur.

1. Pengolahan Primer
Tahap pertama dari pengolahan limbah cair industri adalah pengolahan primer (primary
treatment), pengolahan ini merupakan pengolahan secara fisika. Adapun tahapan dari
pengolahan primer adalah tahap penyaringan, tahap pengolahan awal, tahap pengendapan dan
terakhir adalah tahap pengapungan.

 Tahap Penyaringan (Screening) – Limbah cair yang terkumpul harus melewati proses
penyaringan terlebih dahulu melalui saluran pembuangan. Metode ini dapat dikatakan
sebagai metode yang efisien dan tentunya tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk
menyaring bahan padat yang terdapat dalam air limbah. ( baca : Ciri-ciri Air yang
Tercemar )
 Tahap Awal (Pretreatment) – Setelah melewati proses penyaringan, maka limbah
tersebut akan disalurkan menuju tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir
dan partikel padat lain yang berukuran besar. Cara kerja dari tangki tersebut adalah
dengan memperlambat aliran air limbah sehingga partikel pasir yang ada akan
mengendap di dasar tangki, sedangkan air limbah akan dialirkan untuk diproses lebih
lanjut.
 Tahap Pengendapan – Setelah melewati proses awal maka air limbah akan ditampung
dalam tangki khusus pengendapan. Metode pengendapan merupakan metode paling dasar
dalam pengolahan untuk mengolah limbah cair. Dalam tangki pengendapan, limbah cair
akan didiamkan dalam jangka waktu tertentu agar partikel padat yang masih ada dapat
mengendap di dasar tangki. Biasanya endapan partikel tersebut berupa lumpur yang
nantinya akan dipisahkan menuju saluran lain untuk diolah lebih lanjut. ( baca : Lumpur
Hidup )
 Tahap Pengapungan (Floation) – Metode terakhir dari proses pengolahan primer adalah
tahap pengapungan. Metode ini sangat efektif digunakan untuk memisahkan polutan
seperti minyak dan lemak. Proses pengapungan ini menggunakan alat yang dapat
menghasilkan gelembung udara, dimana gelembung tersebut akan membawa partikel
polutan menuju permukaan air limbah dan kemudian akan dihilangkan.

Artikel terkait : Cara Pemanfaatan Sampah

Perlu diketahui bahwa apabila limbah cair yang mengandung polutan tadi sudah bersih melalui
proses primer, maka limbah akan langsung dibuang ke perairan. Akan tetapi apabila limbah cair
yang mengandung polutan tadi masih menyisakan polutan lain yang sulit dihilangkan, maka
limbah tadi akan diproses lebih lanjut menuju pengolahan sekunder.

2. Pengolahan Sekunder

Pengolahan sekunder (secondary treatment) merupakan pengolahan limbah cair secara biologis,
yaitu dengan melibatkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik. Salah satu
mikroorganisme yang sering digunakan pada proses ini adalah bakteri aerob. Pengolahan
sekunder secara umum terbagi atas 3 tahapan, yaitu tahap penyaringan dengan tetesan (tricking
filter), tahap lumpur aktif (activated sludge) dan terakhir tahap kolam (treatment ponds).

 Tahap Tricking Filter – Pada tahap ini, bakteri aerob akan digunakan untuk
menguraikan bahan organik yang melekat dan berkembang pada media kasar yang
berupa batuan kecil atau plastik dengan ketebalan 1-3 mili. Limbah cair akan dialirkan ke
media kasar tadi dan dibiarkan agar dapat meresap. Pada proses peresapan tersebut,
bahan organik yang terkandung pada limbah akan diuraikan oleh bakteri aerob dan
selanjutnya hasil resapan tersebut akan sampai pada dasar lapisan media dan kemudian
akan ditampung dalam wadah yang selanjutnya akan disalurkan pada tangki khusus
pengendapan. Endapan tersebut nantinya akan diproses lebih lanjut. ( baca : Proses
Sedimentasi )
 Tahap Lumpur Aktif – Pada tahap ini limbah cair yang telah melewati proses filter akan
ditampung pada tangki khusus yang didalamnya terdapat lumpur yang kaya akan bakteri
aerob. Setelah itu limbah akan disalurkan kembali ke tangki pengendapan yang lainnya
sementara itu lumpur yang mengandung bakteri aerob akan disalurkan pada tangki aerasi.
 Tahap Treatment Ponds – Tahap terakhir pada tahap sekunder adalah treatment ponds
atau kolam perlakuan. Pada tahap ini limbah cair akan ditempatkan pada kolam terbuka
dimana didalamnya terdapat alga yang dapat menghasilkan oksigen. Oksigen inilah yang
nantinya akan digunakan bakteri aero untuk menguraikan bahan organik dalam limbah
cair. Apabila limbah telah mengendap maka air permukaan dapat disalurkan ke
lingkungan untuk diolah dan digunakan lagi. ( baca : Sifat-sifat Air )

Sponsors Link
3. Pengolahan Tersier

Seperti yang telah disinggung diawal bahwa apabila setelah melalui proses pengolahan primer
dan sekunder masih ada zat dalam limbah yang tentunya berbahaya bagi lingkungan dan juga
masyarakat, maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu tertiary treatment. Pengolahan ini
umumnya bersifat khusus yang berarti pengolahan akan disesuaikan dengan kandungan zat yang
tersisa pada lembah cair tersebut.

Adapun zat zat yang biasanya masih tertinggal adalah nitrat, fosfat dan garam. Pengolahan
tersier terdiri atas rangkaian dari proses kimia dan fisika. Metode pengolahan ini sebenarnya
jarang sekali digunakan pada pengolahan limbah cair industri karena biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan proses pengolahan ini cenderung tinggi dan tentunya tidak ekonomis.

Artikel terkait : Pencemaran yang Mengakibatkan Perubahan Alam

Sponsors Link

4. Desinfikasi

Pengolahan limbah cair industri yang berikutnya adalah desinfeksi atau sering disebut sebagai
porses pembunuhan kuman yang tentunya bertujuan untuk membunuh dan mengurangi
mikroorganisme yang ada dalam limbah cair. Mekanisme pada proses ini bersifat kimia yaitu
dengan menambahkan senyawa pada cairan limbah tersebut.

Perlu diketahui bahwa dalam menambahkan senyawa kimia tersebut harus memperhatikan hal-
hal seperti daya tingkat racun, efektivitasnya, dosis yang digunakan, tidak boleh membahayakan
bagi manusia dan hewan, tahan air dan tentunya biayanya terjangkau. Salah satu contoh pada
proses ini adalah dengan menambahkan klorin. Apabila benar-benar sudah bersih maka limbah
sudah aman untuk dibuang ke lingkungan.

Artikel terkait : Pelestarian Lingkungan – Lingkungan Buatan

5. Pengolahan Lumpur
Pengolahan lumpur atau slude treatment adalah
tahap pengolahan paling terakhir yang dilakukan ketika pengolahan limbah cair primer, sekunder
dan tersier yang menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tentunya tidak
dapat dibuang ke lingkungan begitu saja, karena akan mencemari lingkungan. Maka dari itu
lumpur tadi perlu diolah agar ramah lingkungan. Proses pengolahan lumpur ini biasanya dengan
menguraikannya dengan cara aerob yang nantinya akan disalurkan ke beberapa alternatif seperti
dibuang ke laut atau dibuang ke lahan pembuangan khusus, bahkan dapat dijadikan sebagai
pupuk kompos
Pengertian Limbah Cair

by Taboola

Sponsored Links

You May Like

He Took His Wife to Her Final Chemotherapy Session – But She Never Expected What Happened
NextScribol

These are the states where you pay the most and least in taxesUSA Today

ASTALOG.COM – Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis.

Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan
konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah.

Pengertian Limbah Cair


limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang
ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Sedangkan menurut Sugiharto
(1987) air limbah (waste water) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga dan juga yang
berasal dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya.

PELAJARAN TERKAIT:

 Apa Itu Pembiasan Cahaya?


 Cara Mengurangi Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah Rumah Tangga
 Bagaimana Proses Terbentuknya Minyak Bumi?
 Faktor Penyebab Perubahan Benda
 Tuliskan Ciri-ciri Limbah
 Sistem Lapisan Multimedia Pengolah Limbah Cair Industri
 Sebutkan Macam-macam Teori Atom

Begitupun dengan Metcalf & Eddy (2003), mendefinisikan limbah berdasarkan titik sumbernya
sebagai kombinasi cairan hasil buangan rumah tangga (permukiman),instansi perusahaaan,
pertokoan, dan industri dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan

Limbah cair merupakan sisa buangan hasil suatu proses yang sudah tidak dipergunakan lagi, baik
berupa sisa industri, rumah tangga, peternakan, pertanian, dan sebagainya.Komponen utama
limbah cair adalah air (99%) sedangakan komponen lainnya bahan padat yang bergantung asal
buangan tersebut.(Rustama et. al, 1998).

Macam – macam & Sumber Air Limbah


1. Air limbah rumah tangga (domestic wastes water) adalah air limbah yang berasal dari
pemukiman penduduk.
Petunjuk pada umumnya air limbah ini terjadi dari eksreta (tinja dan air seni). Air bekas cucian
dapur dan kamar
mandi (terdiri dari bahan-bahan organic) yang berasal dari sumber lain seperti air hujan yang
bercampur dengan air comberan dan sebagainya.

2. Air buangan industry (industial wastes water) berasal dari berbagai jenis industry akibat proses
produksi.
Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai
oleh masing-masing industry. Misalnya nitrogen, sulfida, garam-garam, zat pewarna, mineral,
logam berat, zat pelarut dan lain-lain

3. Dari perusahaan (comersial waste) air buangan yang berasal dari daerah perkantoran,
perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan lain-lain. Zat-zat yang
terkandung di dalam jenis air limbah ini umumnya sama dengan air limbah rumah tangga.
4. Dari perusahaan (comersial waste) air buangan yang berasal dari daerah perkantoran,
perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan lain-lain. Zat-zat yang
terkandung di dalam jenis air limbah ini umumnya sama dengan air limbah rumah tangga.
Pengolahan Limbah Cair secara Kimia
Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan
kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian
memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Kekeruhan dalam air limbah dapat
dihilangkan melalui penambahan atau pembubuhan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan.
Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli amonium khlorida atau
poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan. Untuk menentukan dosis yang optimal,
flokulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses pengolahan air limbah, secara
sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan test yang merupakan model
sederhana dari proses koagulasi. Dalam pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus
diketahui adalah jenis dan jumlah polutan yang dihasilkan dari proses produksi. Umumnya zat
pencemar industri kain terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan
tersuspensi.
Terdapat 3 (tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu : tahap
pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok dengan cairan.
a. Tahap Pembentukan Inti Endapan
Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan antara koagulan
dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung diperlukan
pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60-100 rpm
selama 1-3 menit; pengaturan pH tergantug dari jenis koagunlan yang digunakan, misalnya untuk
: Alum pH 6- 8, Fero Sulfat pH 8-11, Feri Sulfat pH 5-9, dan PAC pH 6-9,3.
b. Tahap Flokulasi
Pada tahap ini terjadi penggabungan inti inti endapan sehingga menjadi molekul yang lebih
besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40-50 rpm selama 15-30
menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat ditambahkan flokulan misalnya
polielektrolit. Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air proses maupun
untuk pengolahan air limbah industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
nonionik, kationik dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari
penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur( d
ewatering).
c. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok
Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan
cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk
dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok
yang terjadi diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil
dengan menggunakan skimmer. Image Klarifier berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari
cairannya. Dalam klarifier diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak
terbawa oleh aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan perencanaan
pembuatan klarifier yang akurat. Kedalaman klarifier dipengaruhi oleh diameter klarifier yang
bersangkutan. Misalkan dibuat klarifier dengan diameter lebih kecil dari 12m, diperlukan
kedalaman air dalam klarifirer minimal sebesar 3,0 m.
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH SECARA KIMIA
Proses pengolahan kimia digunakan dalam instalasi air bersih dan IPAL. Pengolahan secara
kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk netralisasi limbah asam maupun basa, memperbaiki
proses pemisahan lumpur, memisahkan padatan yang tak terlarut, mengurangi konsentrasi
minyak dan lemak, meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi warna
dan racun.
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani hampir seluruh
polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung
pada perubahan konsentrasi. Namun, pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada
effluent dan meningkatkan jumlah lumpur.
1. Netralisasi
Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa menghasilkan air dan garam. Dalam
pengolahan air limbah, pH diatur antara 6,0 – 9,5. Di luar kisaran pH tersebut, air limbah akan
bersifat racun bagi kehidupan air, termasuk bakteri.
Jenis bahan kimia yang ditambahkan tergantung pada jenis dan jumlah air limbah serta
kondisi lingkungan setempat. Netralisasi air limbah yang bersifat asam dapat menambahkan
Ca(OH)
2
atau NaOH, sedangkan bersifat basa dapat menambahkan H
2
SO
4
, HCl, HNO
3
,H
3
PO
4
,
atau CO
2
yang bersumber dari flue gas.
Netralisasi dapat dilakukan dengan dua system, yaitu: batch atau continue, tergantung pada
aliran air limbah. Netralsasi system batch biasanya digunakan jika aliran sedikit dan kualitas air
buangan cukup tinggi. Netralisasi system continue digunakan jika laju aliran besar sehingga
perlu dilengkapi dengan alat kontrol otomatis.
2. Presipitasi
Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan cara penambahan bahan -
bahan kimia terlarut yang menyebabkan terbentuknya padatan – padatan. Dalam pengolahan air
limbah, presipitasi digunakan untuk menghilangkan logam berat, sufat, fluoride, dan fosfat.
Senyawa kimia yang biasa digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan kalsium klorida,
magnesium klorida, alumunium klorida, dan garam - garam besi.
Adanya complexing agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau EDTA (Ethylene
Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi tidak dapat terjadi. Oleh karena itu, kedua
senyawa tersebut harus dihancurkan sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan
penambahan garam besi dan polimer khusus atau gugus sulfida yang memiliki karakteristik
pengendapan yang baik
Pengendapan fosfat, terutama pada limbah domestik, dilakukan untuk mencegah
eutrophication dari permukaan. Presipitasi fosfat dari sewage dapat dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu penambahan slaked lime, garam besi, atau garam alumunium.
3. Koagulasi dan Flokulasi
Proses koagulasi dan flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang tersuspensi koloid
yang sangat halus didalam air limbah, menjadi gumpalan-gumpalan yang dapat diendapkan,
disaring, atau diapungkan.
Partikel koloid sangat sulit diendapkan dan merupakan bagian yang besar dalam polutan
serta menyebabkan kekeruhan. Untuk memisahkannya, koloid harus diubah menjadi partikel
yang berukuran lebih besar melalui proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dann flokulasi
dapat dilakukan melalui beberapa tahapan proses, yaitu:
a) Penambahan koagulan/flokulan disertai pengdukan dengan kecepatan tinggi dalam waktu
singkat.
b) Destabilsasi dari system koloid
c) Penggumpalan partikel yang telah mengalami destabilsasi sehingga terbentuk microfloc.
d) Penggumpalan lanjutan untuk menghasilkan macrofloc yang dapat diendapkan, disaring, dan
diapungkan.
Destabilisasi biasanya dilakukan dengan penambahan bahan-bahan kimia yang dapat
mengurangi daya penolakan karena mekanisme pengikatan dan absobsi. Berkurangnya daya
penolakan biasanya akan diikuti dengan penggumpalan koloid yang telah netral secara
elektrostatik, yang akan menghasilkan berbagai gaya yang bekerja di antara partikel hingga
terjadi kontak satu sama lain.
 Koagulasi
Secara garis besar, hal-hal penting mengenai proses koagulasi dapat diringkaskan sebagai
berikut:
i. Koagulasi bertujuan untuk membuat gumpalan-gumpalan yang lebih besar dengan
penambahan bahan-bahan kimia, misalnya Al
2
SO
4
, Fe
2
Cl
3
, Fe
2
SO
4
, PAC, dan sebagainya.
ii. Dasar-dasar perencanaan koagulasi adalah sebagai berikut.
 Untuk kemudahan operasi dan perawatan, di gunakan inline mixer
 Waktu tinggal untuk reaksi adalah 30 detik – 2 menit
 Flash mixer digunakan dengan kecepatan 250 rpm atau lebih
 Mixer yang digunakan dapat berupa mixer jenis turbine a propeller
 Bahan shaft adalah baja tahan karat
 Penggunaan bahan kimia bervariasidari 50 ppm – 300 ppm
 Sangat disarankan untuk melakukan percobaan laboratory terlebih dahulu
 Jenis dosing pump yang digunakan adalah positive displacem (screw, membrane, peristaltic).
 Flokulasi
Secara garis besar, hal-hal penting mengenai proses flokulasi dapat diringkaskan sebagai berikut:
i. Flokulasi bertujuan untuk membuat gumpalan yang lebih besardan pada gumpalan
terbentuk selama koagulasi dengan penambahan polimer, misalnya polimer kationik dan anionic
yang beredar dipasar dengan nama – nama alliwd koloid, praestol, kurifloc, dan diafloc.
ii. Dasar – dasar perencanaan untuk flokulasi adalah sebagai berikut.
 Untuk kemudahan pengoperasian dan perawatan, digunakan sta mixer
 Waktu tinggal untuk reaksi biasanya antara 20 – 30 menit
 Slow mixer digunakan dengankecepatan antara 20 -60 rpm
 Jenis impeller dapat berupa paddle atau turbine
 Materi shaft sebaiknya baja tahan karat
 Penggunaan bahan kimia antara 2 mg -5 mg / liter
 Sangat disarankan untuk melakukan percobaan laboratorium terlebih dahulu
 Jenis dosing pump yang digunakan adalah positive displaceme (screw, membrane, peristaltic).
Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel
yang
tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun;
dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada
prinsipnya
berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan
menjadi
mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan
juga
berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Gambar 2. Skema Diagram pengolahan Kimiawi
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit
yang
mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan
koloid
tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor
dilakukan
dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida
logam-
logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air
> 10,5
dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan
sebagai
krom hidroksida [Cr(OH)
3
], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan
reduktor (FeSO
4
, SO
2
, atau Na
2
S
2
O
5
).
Koagulasi&Flokulasi
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat
dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl
2
), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen
peroksida.
Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan
tetapi
biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
Permasalahan Pengolahan Limbah
Munculnya permasalahan limbah mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan
Pemerintah
Nomor 20 Tahun 1990 [2] yang berkaitan dengan pengelolaan limbah-limbah cair industri yang
secara
signifikan berdampak buruk terhadap lingkungan. Sampai saat ini ada beberapa limbah yang
muncul di
tengah masyarakat, seperti kasus Buyat [3] dan masih banyak yang tidak diberitakan di media
massa.
Proses pengolahan limbah secara konvensional dapat dibagi menjadi tiga yaitu, proses
pengolahan
secara kimia, fisika, dan biologi. Pengolahan limbah secara fisika (contohnya adsorpsi, absorbsi,
stripping
udara, flokulasi, dan pengendapan) merupakan cara yang paling aman dan tidak merusak
lingkungan.
Namun, proses ini hanya mengubah fase/bentuk limbah. Oleh karena itu, pengolahan dengan
cara ini
menyebabkan munculnya masalah baru (secondary pollution/waste). Sehingga, dibutuhkan
pengolahan
limbah lain untuk menghindari penumpukan secondary pollution/waste tersebut. [4-5]
Pengolahan limbah secara kimia antara lain adalah kimia adsorpsi, penambahan klorin, dan
pengoksidasian dengan ozon. Pengolahan dengan cara ini memang efektif karena bisa mengolah
limbah
dengan cukup effisien, memiliki kemampuan mengolah limbah skala besar dengan menggunakan
zat
pengolah sesedikit mungkin. Namun beberapa efek samping muncul sebagai akibat penggunaan
zat
kimia, yaitu kerusakan lingkungan dan penggunaan dalam kapasitas besar (scale-up) untuk
mengolah
limbah dalam jumlah besar yang menyebabkan harga pengolahan limbah menjadi tidak
ekonomis. [4]
Pengolahan limbah secara biologi adalah pengolahan limbah menggunakan katalis mikroba,
sebagai
contoh activated sludge, kolam aerasi, biological fluidized bed reactor, biological filter bed, dan
rotating
biological contactor. Kemampuan pengolahan limbah dengan metode ini cukup menjanjikan
karena kita
bisa menumbuhkan dan memperbanyak mikroba pengolah limbah (sebagai katalis) itu sendiri.
Terlepas
dari keuntungan metode ini, beberapa kekurangan seperti zat kimia hasil pengolahan limbah
yang
memiliki sifat resisten untuk dihancurkan/di-degradasi menyebabkan masalah baru bagi
lingkungan. Hal
itu disebabkan beberapa produk hasil pengolahan limbah tidak bisa diurai menjadi molekul
sederhana.
Walaupun bisa, dibutuhkan sistem pengolahan limbah dalam beberapa langkah. Terlebih lagi,
hasil
produk pengolahan limbah merupakan zat yang karsinogenik, sebagai contoh zat kimia yang
mengandung gugus aromatic-amin. Dan untuk pengolahan limbah yang sangat beracun, limbah
tersebut
tidak bisa diolah dan terkadang limbah tersebut malah membunuh mikroba aktif pengolah
limbah. [5]
3. New Problem Solving
Sebagaimana diuraikan di atas, pengolahan limbah dengan cara konvensional memiliki beberapa
kekurangan, sehingga diperlukan sistem atau metode pengolahan limbah yang lebih efektif, baik
dengan
model pengolahan limbah gabungan maupun menggunakan future technology. Salah satu
penggunaan
future technology dalam pengolahan limbah adalah metode photo oxidation yang memanfaatkan
sentuhan nano teknologi. Metode ini adalah metode pengolahan limbah organik dengan
menggunakan
sinar matahari. Keuntungan teknologi ini adalah (i) menggunakan energi matahari (gratis dan
terus
menerus ada), (ii) hampir tidak ada secondary pollution/waste karena zat organik akan
terdekomposisi
menjadi karbondioksida dan air, (iii) produk sampingannya adalah zat kimia yang aman (karbon
dioksida,
nitrogen gas, air), (iv) dapat mengolah zat kimia organik yang sangat beracun sekalipun, (v)
bahkan
dapat mengolah zat kimia yang hampir tidak dapat diolah dengan menggunakan cara
konvensional
karena mengandung gugus ikatan siklik dan aromatik yang kuat
Prinsip yang digunakan pada pengolahan limbah dengan metode photo oksidasi adalah dengan
cara
memasukkan material katalis (sebagai contoh titania(TiO2)) ke dalam limbah dan menyinarinya
dengan
sinar matahari. Katalis ini menangkap sinar UV dari matahari dan mereaksikan air dan oksigen
menjadi
hidroksil radikal (OH*) dan super oksida radikal (O2-). Semakin kecil ukuran katalis akan
menyebabkan
semakin luas permukaan katalis aktifnya untuk mengubah komposisi air dan oksigen menjadi
radikalnya.
Dengan kehadiran radikal-radikal inilah organik dapat dihancurkan menjadi senyawa yang stabil
sederhana. Secara sederhana, reaksi dapat ditulis
4. Kemampuan Photo Oksidasi
Dengan adanya peningkatan harga minyak dunia [6] metode pengolahan limbah dengan
menggunakan
sinar matahari menjadi alternatif yang ekonomis, efektif dan efisien
Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk mengolah limbah dengan photo oksidasi,
misalnya telah
diketahui bahwa limbah dengan konsentrasi 134 ppm dapat diolah hampir sempurna (menjadi
kurang dari
40ppm, daya konversi mencapai 70%) dalam waktu hanya 1.5 jam [7].
Hal yang pertama harus diperhitungkan dalam metode ini adalah karakteristik katalis dan jumlah
limbah
yang harus diolah. Sebagai contoh, dalam hal karakteristik katalis, morfologi katalis memegang
peranan
penting [7]. Morfologi katalis yang berupa partikel dapat diubah dengan tujuan untuk
memperluas
permukaannya, dengan cara (i) membuat katalis tersebut berpori dan (ii) mengubah ukuran
katalis
menjadi lebih kecil.
Semakin tinggi konsentrasi limbah maka akan semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk
mengolahnya. Sebagai contoh, apabila limbah tersebut ditingkatkan 10 kali lipat (konsentrasi
1340 ppm),
waktu yang dibutuhkan untuk mengubah limbah tersebut agar memiliki konsentrasi kurang dari
30 ppm
adalah 24 jam (Gambar 1). Walaupun proses yang dibutuhkan cukup lama (24 jam), namun
seperti
dijelaskan sebelumnya, tidak ada secondary pollution/waste yang muncul, dan penggunaan
energi
matahari yang bersifat free and inexhaustible adalah sisi positif metode ini.
Penelitian lebih lanjut mengenai pengolahan limbah dengan metode ini perlu dilakukan. Selain
itu
kegiatan pengolahan limbah tidak terlepas dari kegiatan penanganan yang melibatkan peran serta
masyarakat dan industri. Prinsip 3R (Reduce = mengurangi limbah), Reuse = menggunakan
kembali
sesuatu yang dibuang, dan Recycle = mengolah sampah untuk digunakan kembali) harus
diwujudkan
pada level penerapan dan bukan hanya konsep saja.
5. Kesimpulan
Potensi sinar matahari yang melimpah merupakan salah satu faktor yang bisa menunjang
keberhasilan
pengolahan limbah yang ekonomis dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Pengolahan
dengan
sinar matahari selain merupakan langkah penghematan sumber energi pengolahan, juga mampu
mengolah limbah menjadi komponen zat kimia kecil dan tidak berbahaya, serta mengolah limbah
resisten
dan berbahaya. Metode pengolahan ini sangat tergantung kepada kondisi katalis yang
dipergunakan,
oleh karena itu penelitian lanjut dapat dikembangkan untuk menghasilkan katalis yang lebih
efektif.
Pengolahan Limbah Secara Biologi.

Pengolahan air buangan secara biologis adalah salah satu cara pengolahan yang diarahkan untuk
menurunkan atau menyisihkan substrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan
memafaatkan aktivitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat tersebut.

Proses pengolahan air buangan secara biologis dapat berlangsung dalam tiga lingkungan utama,
yaitu :

 Lingkungan aerob, yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut (DO) didalam air cukup
banyak, sehingga oksigen bukan merupakan faktor pembatas;
 Lingkungan anoksik, yaitu lingkungan dimana oksigen terlarut (DO) didalam air ada
dalam konsentrasi yang rendah.
 Lingkungan anaerob, merupakan kebalikan dari lingkungan aerob, yaitu tidak terdapat
oksigen terlarut, sehingga oksigen menjadi faktor pembatas berlangsungnya proses
metabolisme aerob.

Berdasarkan pada kondisi pertumbuhan mikroorganisme yang bertanggung jawab pada proses
penguraian yang terjadi, reaktor dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

 Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor), yaitu reaktor dimana


mikroorganisme yang berperan pada prosses biologis tumbuh dan berkembang biak
dalam keadaan tersuspensi.
 Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor), yaitu reaktor dimana
mikroorganisme yang berperan pada proses penguraian substrat tumbuh dan berkembang
biak dalam keadaan yang tersuspensi.

Faktor faktor yang mempengaruhi mekanisme proses biologi secara anaerob diantaranya adalah :

 Temperatur,
 pH (Keasaman),
 Waktu Tinggal,
 Komposisi Kimia Air Limbah,
 Kompetisi Metanogen dan Bakteri Pemakan Sulfat,
 Serta Zat Toksik.

namun yang akan dijelaskan disini hanya faktor faktor yang berhubungan dengan materi yang
akan kita bahas yaitu mengenai proses penyesuaian pH, pelepasan senyawa penghambat dan
suplementasi nutrien sebagai berikut :

a. Keasaman (pH).

Kebanyakan pertumbuhan bakteri metanogenik berada pada kisaran pH antara 6,7 – 7,4, tetapi
optimalnya pada kisaran pH antara 7,0 -7,2 dan proses dapat gagal jika pH mendekati 6,0.
Bakteri acidogenik mengahasilkan asam organik, yang cenderung menurunkan pH bioreaktor.
Pada kondisi normal, penurunan pH ditahan oleh bikarbonat yang dihasilkan oleh bakteri
metanogen. Dibawah kondisi lingkungan yang berlawanan kapasitas buffering dari sistem dapat
terganggu, dan bahkan produksi metan dapat terhenti. Salah satu metode untuk
memperbaikikeseimbangan pH adalah dengan meningkatkan alkaliniti dengan menambah bahan
kimia seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium hidroksida , atau sodium bikarbonat.

b. Zat Toksik.

Zat toksik kadang kadang dapat menyebabkan kegagalan pada proses penguraian limbah dalam
proses anaerobik. Terhambatnya pertumbuhan bakteri metanogen pada umumnya ditandaidengan
penurunan produksi metan dan meningkatnya konsentrasi asam asam volatil.

Berikut ini adalah beberapa zat toksik yang dapat menghambat pembentukan metan, yaitu :

 Oksigen
 Amonia
 Hidrokarbon terklorinasi
 Senyawa Benzen
 Formaldehid
 Asam volatil
 Asam lemak rantai panjang
 Logam Berat
 Sianida
 Sulfida
 Tanin
 Salinitas
 Dan Efek Balik( Feedback Inhibition )

Anda mungkin juga menyukai