OLEH :
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia geoteknik, tanah merupakan salah satu unsur penting yang
pastinya akan selalu berhubungan dengan pekerjaan struktural dalam bidang teknik
sipil baik sebagai bahan bangunan maupun sebagai pendukung pondasi dari
bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau
tanpa kandungan bahan organik dapat didefenisikan sebagai material yang terdiri dari
agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia)
satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut (Das, 1998). Oleh karena itu tanah memiliki pengaruh
yang cukup besar terhadap perencanaan suatu konstruksi.
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
A. Stabilisasi Tanah
Menurut Ingles dan Metcalf, salah satu stabilisasi tanah ekspansif yang murah
dan efektif adalah dengan menambahkan bahan kimia tertentu, dengan penambahan
bahan kimia dapat mengikat mineral lempung menjadi padat, sehingga mengurangi
kembang susut tanah lempung ekspansif ( Sudjianto, 2006)
B. Lempung Ekspansif
Lempung ekspansif merupakan lempung yang memiliki sifat khas yakni
kandungan mineral ekspansif yang mempunyai kapasitas pertukaran ion tinggi,
sehingga lempung ekspansif memiliki potensi kembang susut tinggi, apabila terjadi
perubahan kadar air. Pada peningkatan kadar air, tanah ekspansif akan mengembang
disertai dengan peningkatan air pori dan timbulnya tekanan kembang. Bila kadar air
berkurang sampai batas susutnya, akan terjadi penyusutan. Sifat kembang susut yang
demikian bisa menimbulkan kerusakan pada bangunan (Hardiyatmo, 2006)
D. Kapur
Kapur adalah salah satu bahan yang dipakai untuk stabilisasi tanah. Bahan ini
mudah didapat karena banyak dipasaran dan diproduksi secara besar-besaran. Kapur
merupakan hasil endapan kerangka binatang yang hidup dilautan dan berlangsung
hingga jutaan tahun. Oleh karena proses geologi terjadilah pergerakan kulit bumi dan
endapan ini terangkat keatas permukaan laut. Oleh peristiwa alam lainnya batuan ini
kemudian dapat ditemui dalam berbagai bentuk mulai dari yang keras seperti marmer
sampai yang keropos atau ringan, tergantung usia batuan ini.
1. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melaksanakan serangkaian
pemeriksaan dan pengujian tanah dilaboraturium. Pelaksanaan penelitian dimulai dari
pengambilan sampel tanah dari Desa Jono, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen dan
abu ampas tebu dari pabrik gula Tasik Madu,Karanganyar. Tanah kemudian
dikondisikan sedemikian rupa sehingga kering udara dan dibuat lolos saringan No.
4dengan cara dipukul-pukul memakai palu karet atau kayu.
Selanjutnya dilakukan pencampuran sampel tanah dengan kapur 8% dan abu
ampas tebu dengan variasi 0%, 3%,6%, 9%, 12%, 15% dari berat sampel tanah dan
diperam selama 24 jam. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian sifat fisis tanah
campuran yang terdiri dari Atterberg limit yaitu batas cair (LL), batas plastis (PL),
batas susut (SL), specific gravity dan gradasi butiran untuk masing – masing variasi.
Selanjutnya dilakukan uji standard Proctor dengan tujuan untuk mencari kadar air
optimum dan berat volume kering maksimum masing – masing variasi sampel. Hasil
pengujian karakteristik fisis digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasi tanah.
Kemudian dilanjutkan dengan pengujian CBR rendaman terhadap masing – masing
variasi persentase abu ampas tebu dengan kadar air optimum ( opt w ) hasil uji
standard Proctor dengan waktu perawatan selama 3 hari.
Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai batas cair (LL) tanah campuran ini
cenderung mengalami penurunan. Semakin besar persentase abu ampas tebu, maka
semakin kecil batas cairnya. Pada tanah asli batas cair mencapai 88,03% sedangkan
nilai batas cair terendah pada penambahan abu ampas tebu 15 % sebesar 39,00 %. Hal
ini disebabkan tanah mengalami proses sementasi oleh kapur + abu sekam padi
Nilai batas plastis (PL) tanah ditambah 8% kapur lebih besar dibandingkan
tanah asli, tetapi seiring bertambahnya persentase abu ampas tebu nilai batas plastis
mengalami penurunan. Nilai batas plastis tanah asli menunjukkan 38,58 % dan pada
penambahan abu ampas tebu 15 % menunjukkan nilai sebesar 34,62 %. Hal ini juga
disebabkan karena adanya proses sementasi pada butiran tanah oleh kapur dan abu
ampas tebu.
Gambar 2. Grafik hubungan antara persentase penambahan abu ampas tebu dan nilai IP
Gambar 3. Grafik Hubungan antara persentase penambahan abu ampas tebu dengan
persentase butiran halus
Hasil uji standard Proctor yang berupa berat isi kering maksimum dan kadar air optimum
dapat dilihat pada Tabel 5.
Gambar 4. menunjukkan bahwa dengan penambahan abu ampas tebu nilai berat isi
kering maksimum cenderung meningkat. Besarnya nilai berat isi kering maksimum pada atau
tanah asli adalah 1,315 gr/cm3, namun pada penambahan kapur 8% mengalami penurunan
yaitu menjadi 1,16 gr/cm3 namun seiring dengan penambahan abu ampas tebu nilainya
semakin meningkat. Hal ini disebabkan adanya kapur + abu ampas tebu yang mengisi
rongga-ronggadi antara butiran tanah sehingga air tidak dapat masuk ke dalamnya. Dengan
terisinya rongga-rongga tanah oleh abu ampas tebu maka tingkat kerapatan tanah campuran
akan meningkat.
Tabel 6 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin besar persentase penambahan abu
ampas tebu nilai CBR tanah semakin besar. Untuk variasi penambahan abu ampas tebu
kurang dari 12% nilai CBR-nya termasuk kategori poor, sedangkan penambahan abu ampas
12 % dan 15 % termasuk kategori medium.
3.1 KESIMPULAN
1. Perbaikan tanah lempung desa Jono, kecamatan Tanon, kabupaten Sragen dengan
menambahkan kapur 8% dan abu ampas tebu dengan variasi 0%, 3%, 6 %, 9 %,
12%, 15% dari berat sample, menjadikan nilai batas cair (LL), nilai batas plastis
(PL), nilai indeks plastisitas (PI) dan nilai persentase butiran halus semakin
menurun. Sedangkan nilai batas susut (SL) semakin meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa karakteristik fisis tanah setelah diperbaiki menjadi semakin
baik.
3. Nilai CBR rendaman tanah setelah diperbaiki meningkat dari 2 % (poor) menjadi
11% (medium) sehinggamemenuhi syarat jika digunakan sebagai subgrade jalan.
4. Akibat pengaruh penambahan abu ampas tebu bersama kapur, karakteristik fisis
dan kuat dukung tanah menjadilebih baik dan memenuhi syarat jika digunakan
sebagai subgrade jalan.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan variasi campuran abu ampas tebu dan
kapur yang lebih tinggi untuk mengetahui nilai puncak dari tanah yang digunakan
sebagai subgrade jalan.
3. Untuk mendukung penelitian yang telah dilakukan, maka perlu untuk melakukan
penelitian yang sama dengan menggunakan bahan stabilisasi yang berbeda agar
menambah pengetahuan mengenai bahan stabilisasi apa saja yang dapat
digunakan untuk stabilisasi tanah.
Palar, Hariman, (2013) ,Jurnal Pengaruh Pencampuran Tras dan Kapur Pada Lempung
Ekspansif Terhadap Nilai Daya Dukung, Universitas Sam Ratulangi, Kediri.
Susanto, Agus, (2013), Jurnal Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula (Abu Ampas Tebu) Untuk
Memperbaiki Karakteristik Tanah Lempung Sebagai Subgrade Jalan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Wiqoyah, Q. (2003). Stabilisasi Tanah Lempung Tanon Dengan Penambahan Kapur Dan
Tras. Tesis, S2 Teknik Sipil, Universitas Gagjah Mada, Yogyakarta.
Hardiyatmo, H. C (1992). Mekanika Tanah II. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.