Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

MODUL I

ALKALINITAS ASAM BASA (METODE TITRIMETRI)

Sadira Ziva Syaharani 1906301053

Asisten : Arbyan Mahendra

Tanggal Praktikum : Selasa, 9 Maret 2021

Nilai Laporan :

Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2021
1

1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengetahui cara pengukuran keasaman dan
kebasaan serta mengetahui konsentrasi alkalinitas air sampel dengan metode titrimetri.
1.2 Teori Dasar
1.2.1 Definisi Alkalinitas
Alkalinitas atau lebih dikenal sebagai ANC (Acid Netralizing Capacity), penetral asam dan
buffer capacity, adalah pengukuran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion air
yang dapat menetralkan kation hidrogen serta sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan
pH perairan (Permata, 2018). Pada umumnya, alkalinitas menunjukkan konsentrasi basa atau
bahan yang dapat menetralisir keasamaan pada air (Solihati, et al., 2016). Secara khusus,
alkalinitas juga sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas penyangga (buffer)
dari ion bikarbonat sampai tahap tertentu di dalam air.
1.2.2 Penyebab Alkalinitas
Penyebab utama alkalnitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat dan hidroksida. Di
dalam air, ketiga ion tersebut akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga dapat menurunkan
keasaman dan menaikkan pH (derajat keasaman) (Padmono, 2007). Selain ketiga ion tersebut,
asam lemah dan basa lemah juga merupakan penyebab dari alkalinitas. Alkalinitas biasanya
dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3) (Weiner, 2012).
1.2.3 Jenis dan Metode Analisa Alkalinitas
Di dalam air terdapat tiga jenis alkalinitas, yaitu OH-Alkalinity (alkalinitas hidroksida),
CO3-Alkalinity (alkalinitas karbonat) dan HCO3-Alkalinity (alkalinitas bikarbonat) (Wildan,
2017). Penentuan alkalinitas sendiri ditentukan oleh titrasi dengan menggunakan titran asam kuat,
seperti asam klorida (HCl) ataupun asam sulfat (H2SO4) (Permata, 2018). Untuk menganalisanya
menggunakan titrasi, ditentukan terlebih dahulu oleh pH larutan. Apabila pH larutan tersebut
lebih dari 8,3 maka dapat digunakan indikator berupa phenolphthalein biasa disebut dengan P-
Alkalinity. Indikator phenolphthalein biasa digunakan untuk mengidentifikasi larutan bersifat
basa karena perubahan warna hanya terjadi pada larutan yang berada di atas pH 8. Apabila larutan
bersifat asam ataupun netral, larutan tidak berwarna (Irayanti, 2013). Pada umumnya, dengan
penggunaan indikator ini, larutan dititrasi hingga mencapai pH 8,3 yang pada umumnya ditandai
dengan perubahan warna dari ungu menjadi pink seulas.
Apabila pH dari larutan yang akan diuji lebih besar dari 3,7 maka indikator yang dapat
digunakan adalah methyl orange sehingga untuk penentuan alkalinitasnya biasa disebut dengan
M-Alkalinity. Methyl orange sendiri biasa digunakan sebagai indikator asam. Dalam keadaan
larutan bersifat asam, indikator ini akan menyebabkan perubahan warna menjadi merah
sedangkan pada keadaan basa berwarna kuning. Titrasi dengan menggunakan indikator ini

Universitas Indonesia
2

dilakukan hingga larutan berubah warna menjadi kuning pekat. Warna tersebut menunjukkan
bahwa titrasi telah mencapai titik batas atau titik ekuivalen pada pH sekitar 4,5. M-Alkalinity biasa
disebut juga sebagai T-Alkalinity (alkalinitas total) yaitu titrasi yang membutuhkan titran hingga
mencapai titik ekuivalen. Untuk perhitungan masing-masing alkalinitas dapat menggunakan
rumus berikut

1.2.3.1 Alkalinitas Phenolphthalein (mg/L CaCO3)


𝐴 × 𝐵 × 1000 × 50
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃ℎ𝑒𝑛𝑜𝑙𝑝ℎ𝑡ℎ𝑎𝑙𝑒𝑖𝑛 =
𝐶
Keterangan : A = volume larutan baku asam yang digunakan hingga pH 8,3 (mL)
B = kenormalan larutan baku asam
C = volum air sampel (mL)

1.2.3.2 Alkalinitas total (mg/l caco3)


𝐴 × 𝐵 × 1000 × 50
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝐶
Keterangan : A = volume larutan baku asam yang digunakan hingga pH 4,5 – 4,9 (mL)
B = kenormalan larutan baku asam
C = volum air sampel (mL)

1.2.3.3 Alkalinitas methyl orange (mg/l caco3)


(𝑇 − 𝑃) × 𝐵 × 1000 × 50
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑀𝑒𝑡𝑖𝑙 𝐽𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 =
𝐶
Keterangan : T = volume larutan baku asam yang digunakan hingga pH 4,3 – 4,9 (mL)
P = volume larutan baku asam yang digunakan hingga pH 8,3 (mL)
B = kenormalan larutan baku asam
C = volume air sampel (mL)
Sedangkan untuk menghitung OH-Alkalinity; CaCO3-Alkalinity dan HCO3-Alkalinity,
dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil P-Alkalinity dan juga T-Alkalinity lalu
disesuaikan dengan tabel berikut

Universitas Indonesia
3

Tabel 1. Hubungan OH-Alkalinity, CO3-Alkalinity dan HCO3-Alkalinity


terhadap P-Alkalinity dan T-Alkalinity
Hasil Titrasi OH-Alkalinity CO3-Alkalinity HCO3-Alkalinity
(CaCO3) (CaCO3) (CaCO3)
P=0 0 0 T
P<½T 0 2P T – 2P
P=½T 0 2P 0
P>½T 2P – T 2 (T – P) 0
P=T T 0 0

Keterangan : P = Alkalinitas Phenolphthalein (P-Alkalinity)


T = Alkalinitas Total (T-Alkalinity)
1.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Alkalinitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi alkalinitas adalah pH, komposisi mineral, suhu, dan
kekuatan ion (Bintoro & Abidin, 2014). Besarnya kandungan alkalinitas pada air berhubungan
dengan pH perairan dimana ketika nilai pH yang tinggi menunjukkan konsentrasi alkalinitas yang
tinggi pula. Alkalinitas sangat mempengaruhi lingkungan darat dan khususnya perairan. Dampak
negatif akibat alkalinitas ini dapat dilihat pada pembentukan kerak (Permata, 2018). Khususnya
pengaruh anion bikarbonat yang sangat besar dalam pembentukan kerak pada sumur produksi
minyak bumi dan pipa instalasinya. Nilai total alkalinitas dalam sumur produksi minyak bumi
yang digunakan berkisar antara 420–740 mg/l CaCO3. Alkalinitas juga memiliki dampak pada
saat proses koagulasi.

1.2.5 Standar Baku Mutu Alkalinitas


Belum banyak yang dapat ditemukan mengenai standar baku mutu air maupun badan
air yang di dalamnya mengatur parameter alkalinitas. Dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001 yang mengatur tentang pengelolaan kualitas air, tidak ditemukan kadar minimum maupun
maksimum mengenai alkalinitas ini. Namun, pada PerMenKes No. 32 Tahun 2017 mengenai
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus per Aqua, dan Pemandian Umum, ditemukan bahwa
kadar alkalinitas berada pada rentang 80 – 200 mg/L CaCO3. Namun, peraturan tersebut secara
spesifik menjelaskan mengenai kadar alkalinitas dalam kolam renang dan solus per aqua (SPA).
Pada PerMenKes No. 492/MENKES/PER/IV/2020, yang mengatur tentang kualitas air minum,
juga tidak terdapat peraturan spesifik mengenai kandungan alkalinitas dalam air.

Universitas Indonesia
4

1.2.6 Aplikasi Data Alkalinitas dalam Bidang Teknik Lingkungan


Alkalinitas sangat berkaitan erat dengan bidang teknik lingkungan. Secara spesifik bidang
teknik lingkungan juga mempelajari perairan, mulai dari secara fisik, biologi dan kimia. Bidang
teknik lingkungan turut mengkaji kualitas sebuah air apakah aman untuk konsumsi atau
penggunaan secara tidak langsung serta untuk berlangsungnya kehidupan di perairan. Selain itu,
alkalinitas juga diperlukan untuk membuat air memiliki pH optimum sehingga dapat mencegah
karat pada perpipaan dan juga peralatan. Alkalinitas sendiri merupakan salah satu parameter dari
kualitas air (Solihati, et al., 2016). Parameter alkalinitas sendiri di lihat dari banyaknya komposisi
di dalam air dengan satuan mg/L atau ppm CaCO3. Komposisi alkalinitas yang baik dan
bermanfaat bagi kualitas air adalah alkalinitas yang lebih besar dari 25 mg/L CaCO3 (Weiner,
2012).
Untuk klasifikasinya sendiri, terdapat dua, yaitu alkalin dan lunak atau tingkat alkalinitas
sedang. Alkalin sendiri adalah air yang memiiliki kandungan kalsium karbonat (CaCO3) lebih
dari 100 ppm sedangkan tingkat alkalinitas sedang apabila kandungan kalsium karbonatnya
kurang dari 100 ppm (Permata, 2018). Sedangkan kandungan alkalinitas yang baik bagi biota
perairan sebesar 78 ppm. Penyusun utama alkalinitas dalam air ada 3, yakni anion bikarbonat
(HCO3), karbonat (CO3) dan hidroksida (OH-). Ketiga ion tersebut dibantu oleh asam-asam
lemah, seperti: borat (H2BO3), silikat (HSiO3), fosfat (HPO42- dan H2PO4), sulfida (HS), dan
amonia (NH3) dalam jumlah sedikit (Bintoro & Abidin, 2014). Di dalam perairan alami, sebagian
besar alkalinitas disebabkan oleh bikarbonat dan sisanya oleh karbonat dan hidrogen (Effendi, H.,
2003).
1.2.7 Treatment untuk Menghilangkan Alkalinitas
Seperti yang telah disampaikan bahwa keberadaan alkalinitas ini tidak selalu bermanfaat,
ada saatnya alkalinitas ini juga berdampak negatif sehingga terdapat beberapa perlakuan atau cara
untuk menghilangkan alkalinitas. Cara untuk menghilangkan alkalinitas ini dapat melalui cara
proses netralisasi. Netralisasi digunakan untuk menghilangkan asiditas atau alkalinitas. Selain itu,
proses netralisasi juga digunakan untuk semua treatment air limbah dengan pH yang terlalu
rendah atau tinggi dan dilakukan sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan (Abadi, 2019).

1.3 Analisis
1.3.1 Analisis Percobaan
Pada praktikum kali ini dengan tujuan mengukur keasaman dan kebasaan serta
mengetahui pH alkalinitas, praktikan memastikan bahwa standar keamanan telah terpenuhi,
seperti penggunaan jas lab, sarung tangan, sepatu tertutup serta masker. Hal ini ditujukan agar
terhindar dari kecelakaan-kecelakaan yang mungkin terjadi akibat dari larutan yang digunakan

Universitas Indonesia
5

pada praktikum ini. Larutan berbahaya yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4), sifatnya yang
korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam,
dapat berbahaya khususnya pada kulit. Hal pertama yang dilakukan adalah memastikan seluruh
alat dalam keadaan siap, seperti alat-alat dalam keadaan bersih, kering dan tidak retak ataupun
pecah sehingga meminimalisir adanya kontaminasi yang dapat mempengaruhi hasil percobaan.
Praktikan juga harus memastikan statif dan klem tidak rusak dan kuat menahan buret. Buret juga
harus dipastikan tidak bocor sehingga tidak mengganggu saat proses titrasi.
Pada modul ini terdapat dua kali percobaan. Percobaan pertama menggunakan sampel
A dan percobaan kedua menggunakan sampel B. Banyaknya air sampel yang digunakan dari
keduanya sama yaitu 25 mL yang sebelumnya telah diukur menggunakan gelas ukur 100 mL.
Sebelum diukur, praktikan harus memastikan kedua sampel ini dalam keadaan yang homogen
sehingga seluruh partikel yang mengendap dapat tersebar merata. Untuk menghomogenkannya,
praktikan dapat mengocoknya. Selanjutnya praktikan dapat menuangkan air sampel tersebut ke
labu Erlenmeyer 250 mL sebagai wadah selama dilakukannya percobaan. Pada kedua labu
Erlenmeyer tersebut, dapat diberikan label nama sehingga tidak akan tertukar saat berlangsungnya
percobaan. Untuk menentukan indikator mana yang digunakan untuk masing-masing sampel,
praktikan perlu memperhatikan derajat keasaman (pH) pada sampel A maupun sampel B. Untuk
mengidentifikasi pH setiap sampel, praktikan menggunakan kertas indikator pH yang bersifat
universal. Ketika kertas tersebut bersentuhan langsung dengan air sampel akan menyebabkan
adanya perubahan warna. Hal tersebut menunjukkan sifat asam atau basa pada larutan yang dapat
disesuaikan dengan warna yang tertera pada keterangan wadah pada kertas indikator.
Didapatkan bahwa pH air sampel A sebesar 6 dan air sampel B sebesar 9. Karena air
sampel A memiliki pH di bawah 8,3 indikator yang digunakan adalah bubuk methyl orange
menggunakan spatula. Zat methyl orange (MO) adalah zat warna anionik karena perubahan warna
yang jelas dan kontras pada pH sedikit asam. Semakin rendah pH suatu larutan, maka semakin
jingga perubahan warna pada larutan akibat penggunaan bubuk methyl orange. Sebelum masuk
ke proses titrasi, praktikan memasukkan titran terlebih dahulu dari beaker glass 100 mL ke dalam
alat titrasi tepatnya pada ujung atas buret, dengan cara dimiringkan dan berada di atas wastafel.
Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan tumpahnya larutan asam sulfat yang
dapat membahayakan praktikan. Larutan dimasukkan hinga mencapai volume 0 pada skala buret.
Titran yang digunakan pada praktikum kali ini adalah asam sulfat (H2SO4) 0,02 N. Asam kuat
seperti asam sulfat dan asam klorida (H2SO4 dan HCl) dapat menetralkan zat-zat basa sampai titik
akhir titrasi (titik ekuivalensi) sehingga sering digunakan sebagai titran dalam alkalinitas.
Selanjutnya, proses titrasi dilakukan dengan cara melingkarkan jari-jari tangan kiri pada
buret, dan memegang keran menggunakan jari telunjuk pada bagian atas keran serta ibu jari dan

Universitas Indonesia
6

jari tengah pada keran bagian bawah. Hal tersebut dilakukan untuk mengontrol keluarnya titran.
Sedangkan tangan kanan mengoyangkan labu Erlenmeyer secara berlawanan arah jarum jam.
Baik keluarnya larutan maupun menggoyangkan labu erlenmeyernya tidak boleh terlalu lambat
maupun terlalu cepat karena perubahan warna yang cepat. Proses titrasi diberhentikan tepat saat
adanya perubahan warna. Untuk penggunaan bubuk methyl orange ini, titrasi dilakukan hingga
terjadi perubahan warna menjadi kuning pekat. Hal tersebut menunjukkan bahwa larutan telah
mencapai titik akhir titrasi atau titik ekuivalensi. Terakhir, praktikan mencatat penggunaan titran
dengan melihat skala pada buret, yaitu 18 mL dengan volume awal sebanyak 17 mL.
Untuk percobaan air sampel B, karena pHnya sebesar 9 dengan sifat basa maka indikator
pertama yang digunakan adalah larutan phenolphthalein (PP) menggunakan pipet tetes. Zat
phenolphthalein adalah salah satu indikator asam basa dengan rentang pH 8 sampai 10. Oleh
karena itu, phenolphthalein ini lebih sering digunakan sebagai indikator basa. Saat larutan yang
diberi zat phenolphthalein ini memiliki sifat basa dengan pH yang tinggi seperti 10 maka larutan
akan berubah warna menjadi ungu. Semakin rendah pH larutan, warna dari phenolphthalein ini
akan memudar sehingga apabila larutan bersifat netral ataupun asam phenolphthalein tidak
merubah warna larutan. Langkah selanjutnya sama seperti pada percobaan sampel A, praktikan
melakukan proses titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi pink seulas. Hal tersebut
menunjukkan adanya penurunan pH pada larutan. Setelah itu, praktikan mencatat volume titran
yang digunakan pada proses titrasi pertama, yaitu sebesar 15,1 mL. Kemudian dilanjutkan dengan
menambahkan indikator methyl orange dan titrasi kembali hingga terjadi perubahan warna
menjadi kuning pekat. Terakhir, praktikan mencatat penggunaan volume titran kedua setelah
ditambahkan bubuk methyl orange, yaitu 17 mL yang sebelumnya 15,1 mL.
Setelah praktikum selesai praktikan memperoleh data berupa pH serta volume awal dan
akhir yang tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Data Hasil Percobaan


Sampel pH Indikator Vo (mL) Vt (mL)
A 6 MO 17 18
B 9 PP 13,3 15,1
MO 15,1 17

Keterangan : Vo = Volume awal sebelum proses titrasi (mL)


Vt = Volume akhir setelah proses titrasi (mL)

Universitas Indonesia
7

1.3.2 Analisis Data


Seperti yang terlihat pada Tabel 2, data-data yang didapatkan adalah derajat keasaman
(pH), volume awal dan volume akhir untuk setiap indikator yang digunakan. Sehingga dapat
diketahui bahwa variabel bebas pada percobaan ini adalah larutan asam sulfat dan variabel
terikatnya adalah air sampel yang digunakan, baik air sampel A maupun B.

1.3.2.1 Sampel A
Karena ph dari air sampel A kurang dari 8, yaitu 6. Maka, indikator yang digunakan
adalah methyl orange. Oleh karena itu, untuk pengolahan datanya hanya perlu mengitung
Alkalinitas Total (T-Alkalinity) dan juga Metil Jingga Alkalinity (M-Alkalinity). Sehingga
didapatkan perhitungan seperti di bawah ini.

1.3.2.1.1 Alkalinitas Total (mg/L CaCO3)


𝐴 × 𝐵 × 1000 × 50
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑛𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝐶
(𝑉𝑡 − 𝑉𝑜) × 𝐵 × 1000 × 50
=
𝐶
(18 − 17) × 0,02 × 1000 × 50
=
25
= 40 𝑚𝑔/𝐿 CaCO3
1.3.2.1.2 Alkalinitas methyl orange (mg/L CaCO3)
(𝑇 − 𝑃) × 𝐵 × 1000 × 50
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑀𝑒𝑡𝑖𝑙 𝐽𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 =
𝐶
(1 − 0) × 0,02 × 1000 × 50
=
25
= 40 𝑚𝑔/𝐿 CaCO3

Berdasarkan perhitungan di atas, didapati bahwa T-Alkalinity dari sampel A sebesar 40


mg/L atau 40 ppm CaCO3. Sedangkan untuk M-Alkalinity-nya memiliki besar yang sama karena
tidak adanya penggunaan indikator phenolphthalein sehingga P-Alkalinity besarnya adalah 0.
Berdasarkan Tabel 1, didapati bahwa air sampel A termasuk jenis HCO3-Alkalinity atau
alkalinitas bikarbonat sebesar T-Alkalinity, yaitu 40 ppm CaCO3. Sedangkan besar OH-Alkalinity
dan CO3-Alkalinity-nya sama dengan 0. Jika dikaitkan dengan standar baku mutu, air sampel ini
berada di bawah rentang 80-200 ppm sehingga tidak sesuai untuk air pada kolam renang maupun
SPA. Namun, air sampel A ini masih baik dan bermanfaat untuk air karena besarnya yang lebih
25 ppm. Walaupun, hal tersebut tidak menjamin baik atau tidaknya bagi biota perairan karena
perbedaan kemampuan pada setiap biota. Beberapa biota hidup dengan baik pada alkalinitas

Universitas Indonesia
8

sebesar 78 ppm. Untuk menaikkan konsentrasi alkalinitas agar sesuai dengan standar yang ada,
dapat dilakukan dengan cara menaikkan derajat keasaman (pH) dengan menggunakan
penambahan mineral-mineral yang dapat membentuk alkali ketika bertemu dengan air. Salah satu
contohnya adalah dengan menambahkan kapur.

1.3.2.2 Sampel B
Pada sampel B, didapatkan ph lebih dari 8,3 yaitu 9. Maka, indikator yang digunakan
adalah phenolphthalein dan methyl orange. Oleh karena itu, untuk pengolahan datanya perlu
mengitung Alkalinitas Phenolphthalein (P-Alkalinity), Alkalinitas Total (T-Alkalinity) dan juga
Metil Jingga Alkalinity (M-Alkalinity). Sehingga didapatkan perhitungan seperti di bawah ini.

1.3.2.2.1 Alkalinitas Phenolphthalein (mg/L CaCO3)


𝐴 × 𝐵 × 1000 × 50
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃ℎ𝑒𝑛𝑜𝑙𝑝ℎ𝑡ℎ𝑎𝑙𝑒𝑖𝑛 =
𝐶
(15,1 − 13,3) × 0,02 × 1000 × 50
=
25
= 72 𝑚𝑔/𝐿 CaCO3

1.3.2.2.2 Alkalinitas Total (mg/L CaCO3)


𝐴 × 𝐵 × 1000 × 50
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑛𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝐶
1,9 × 0,02 × 1000 × 50
=
25
= 38 𝑚𝑔/𝐿 CaCO3

1.3.2.2.3 Alkalinitas methyl orange (mg/L CaCO3)


(𝑇 − 𝑃) × 1000 × 50
𝐴𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖𝑛𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑀𝑒𝑡𝑖𝑙 𝐽𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 =
𝐶
(1,9 − 1,8) × 0,02 × 1000 × 50
=
25
= 4 𝑚𝑔/𝐿 CaCO3
Berdasarkan perhitungan di atas, didapati bahwa P-Alkalinity dari sampel B sebesar 72
mg/L atau 72 ppm CaCO3. Sedangkan untuk T-Alkalinity-nya sebesar 38 ppm CaCO3 sehingga
dari keduanya didapatkan M-Alkalinity sebesar 4 mg/L. Berdasarkan Tabel 1, didapati bahwa air
sampel B memiliki CO3-Alkalinity sebesar 68 ppm CaCO3 dan OH-Alkalinity sebesar 106 ppm
CaCO3. Sedangkan untuk P-Alkalinitynya sama dengan 0. Hal ini disebabkan oleh P-Alkalinity
yang jauh lebih besar dari T-Alkalinity. Jika dikaitkan dengan standar baku mutu, air sampel ini
berada pada rentang 80-200 ppm sehingga sesuai untuk air pada kolam renang maupun SPA. Air

Universitas Indonesia
9

sampel B ini juga masih baik dan bermanfaat untuk air karena besarnya yang lebih 25 ppm. Selain
bermanfaat bagi air, kandungan alkalinitas pada air sampel ini juga masih baik bagi biota perairan.
Dari kedua pengolahan data di atas, baik untuk sampel A maupun sampel B didapatkan
bahwa nilai konsentrasi alkalinitas pada sampel B lebih besar dibandingkan dengan nilai
alkalinitas pada sampel A. Hal ini dipengaruhi oleh pH masing-masing larutan dimana pH sampel
B lebih besar dari sampel A. Sehingga dapat dikatakan hubungan antara pH dengan alkalinitas
adalah berbanding lurus.

1.4 Kesimpulan dan Saran


1.4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum kali ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Sifat keasaman dan kebasaan suatu larutan dapat diidentifikasi dengan menggunakan
indikator yang ada, baik kertas indikator pH ataupun indikator lain seperti methyl
orange (MO) maupun phenolphthalein (PP).
2. Didapatkan bahwa larutan sampel A bersifat asam dengan pH sebesar 6 dan larutan
sampel B bersifat basa dengan pH sebesar 9.
3. Larutan sampel A memiliki konsentrasi alkalinitas atau kelindihan total sebesar 40 ppm
CaCO3. Untuk alkalinitas methyl orange (MO) didapatkan nilai yang sama karena tidak
digunakannya indikator phenolphthalein.
4. Larutan sampel B memiliki konsentrasi alkalinitas phenolphthalein (PP) sebesar 72 ppm
CaCO3. Sedangkan alkalinitas total sebesar 38 ppm CaCO3 dan untuk alkalinitas methyl
orange (MO) sebesar 4 ppm CaCO3.
5. Berdasarkan pecobaan ini, didapatkan bahwa nilai pH berbanding lurus dengan besar
konsentrasi alkalinitas yang dapat dibuktikan dengan lebih besarnya alkalinitas larutan
sampel B karena pH larutan A yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan teori yang ada.
1.4.2 Saran
1. Untuk mengatasi air sampel yang berada di bawah standar baku mutu, dapat dilakukan
penambahan mineral-mineral yang dapat membentuk alkali ketika bereaksi dengan air
untuk meningkatkan pH.
2. Untuk mengatasi air sampel yang berada di atas standar baku mutu, dapat dilakukan
pengasaman untuk menurunkan pH, sehingga konsentrasi alkalinitas juga menurun.
Mengingat besar pH berbanding lurus terhadap besar konsentrasi alkalinitas.

Universitas Indonesia
10

Daftar Kepustakaan
Abadi, S. A. (2019, Januari 15). Koagulasi dan Flokulasi dalam Pengolahan Limbah. Retrieved
Maret 14, 2021, from Sumber Aneka Karya Abadi: http://www.saka.co.id/news-
detail/koagulasi-dan-flokulasi-dalam-pengolahan-limbah
Bintoro, A., & Abidin, M. (2014). PENGUKURAN TOTAL ALKALINITAS DI PERAIRAN
ESTUARISUNGAI INDRAGIRI PROVINSI RIAU. Palembang.
Irayanti, N. (2013, November 9). Indikator Asam Basa . Retrieved from bisakimia.com:
https://bisakimia.com/2013/11/09/indikator-asam-basa/
Padmono, D. (2007, Mei). KEMAMPUAN ALKALINITAS KAPASITASPENYANGGAN
(Buffer Capacity) DALAM SISTEM ANAEROBIK FIXED BED. Jurnal Teknik
Lingkungan, 119-127.
Permata, R. A. (2018). PENENTUAN KADAR KESADAHAN DAN ALKALINITAS AIR PADA
SUMBER MATA AIR DI PT. TIRTA INVESTAMA-LANGKAT. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Solihati, E. N., Alfiani, U., Maharani , E., Azhari, A. R., Hapsari, T., Oktaviana, C., . . . Maharani,
A. R. (2016). LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUALITAS AIR. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Weiner, E. (2012). Major Water Quality Parameters and Applications. In Applications of
Environmental Aquatic Chemistry : A Practical Guide (pp. 63-131). Taylor & Francis
Group .
Wildan, A. (2017, Febuari). Cara Menghitung Alkalinity. Retrieved from Sampling Analisis:
http://www.sampling-analisis.com/2017/02/cara-menghitung-
alkalinity.html#.YEtfUbDis2x

Universitas Indonesia
BAGAN DETAIL PELAKSANAAN PRAKTIKUM
ALKALINITAS ASAM BASA
(METODE TITRIMETRI)

Sampel A
No Prosedur Kerja Catatan
1 Memastikan seluruh alat dalam keadaan Alat dan Bahan
siap sebelum memulai praktikum. Hal- • Labu Erlenmeyer 250
hal yang harus dipastikan adalah : mL,
• Alat-alat dalam keadaan bersih, • Beaker Glass 100 mL,
kering dan tidak retak ataupun pecah.
• Statif dan klem tidak rusak dan kuat • Gelas ukur 100 mL ,
menahan buret • Indikator (kertas) pH ,
1
• Indikakator
Phenolphtalein,
• Bubuk Methyl Orange,
• Larutan Asam Sulfat
0,02N,
• Buret, Statif dan Klem,
(Alat Titrasi)
• Kertas titar,
• Pipet tetes,
• Spatula

2 Mengukur air sampel A pada gelas ukur Air sampel harus


100 mL sebanyak 25 mL dan dihomogenkan agar
menghomogenkannya terlebih dahulu partikel yang
dengan cara menggoyangkan atau mengendap dalam air
membalikkan botol berisi air sampel. sampel tersebar merata.
2

3 Memasukkan larutan sampel A ke dalam Labu erlenmeyer 250


labu erlenmeyer mL digunakan sebagai
wadah, dapat diberikan
label nama “sampel A”
agar tidak tertukar untuk
percobaan sampel B.
3

4 Mengukur pH air sampel menggunakan Kertas indikator


kertas indikator pH dimasukkan ke dalam
air hingga menyentuh
dengan cara
memiringkan labu
erlenmeyer. Akan
terjadi perubahan warna
pada kertas indikator 4
5. Menyesuaikan perubahan warna pada Perubahan warna pada
kertas indikator dengan keterangan wadah kertas indikator pH
kemudian dicocokkan
dengan keterangannya
dan didapatkan pH air
sampel A sebesar 6
sehingga dapat
menggunakan indikator
methyl orange. 5
6. Menambahkan bubuk methyl orange Terjadi perubahan warna
menggunakan spatula. pada air sampel menjadi
warna kuning

6
7. Sebelum melakukan titrasi, hal yang Titran yang digunakan
perlu dilakukan adalah memasukkan adalah larutan asam sulfat
titran dari gelas beker 100 mL ke dalam 0,02 N. Larutan yang
alat titrasi tepatnya pada ujuang atas dimasukkan sampai
buret, (buret dipastikan terlebih dahulu volume 0 pada skala
tidak bocor) dengan cara dimiringkan dan buret.
berada di atas wastafel. 7

8. Melakukan titrasi dengan menggunakan Tangan kiri memegang


larutan asam sulfat 0,02N dengan cara kran di bagian bawah
melingkarkan jari-jari tangan kiri pada buret untuk mengontrol
buret, dan memegang keran menggunakan keluarnya titran dan
jari telunjuk pada bagian atas keran serta tangan kanan
ibu jari dan jari tengah pada keran bagian mengguncang labu
bawah. serta tangan kanan mengoyangkan Erlenmeyer agar larutan
labu Erlenmeyer berlawanan arah jarum
homogen.
jam. Baik keluarnya larutan maupun
menggoyangkan labu erlenmeyernya tidak 8
boleh terlalu lambat maupun terlalu cepat.

9. Mengidentifikasi perubahan warna larutan Proses titrasi selesai


dengan bantuan kertas titar yang terletak di ketika warna larutan
bawah labu Erlenmeyer berubah menjadi kuning
pekat. Perubahan warna
ini menunjukkan titik
akhir titrasi sehingga
terjadi perubahan pH dan
juga sifat dari larutan 9
menjadi asam, basa
ataupun netral.
10. Mencatat volume asam sulfat yang Dapat dilakukan dengan
digunakan selama proses titrasi. melihat skala pada buret.
Pada praktikum sampel A
ini dapatkan volume akhir
sebesar 18 mL dengan
volume awal 17 mL.

10
Sampel B

No Prosedur Kerja Catatan


1 Memastikan seluruh alat dalam keadaan Alat dan Bahan
siap sebelum memulai praktikum. Hal- • Labu Erlenmeyer 250
hal yang harus dipastikan adalah : mL,
• Alat-alat dalam keadaan bersih, • Beaker Glass 100 mL,
kering dan tidak retak ataupun
pecah. • Gelas ukur 100 mL ,
• Statif dan klem tidak rusak dan • Indikator (kertas) pH , 1
kuat menahan buret • Indikakator
Phenolphtalein,
• Bubuk Methyl
Orange,
• Larutan Asam Sulfat
0,02N,
• Buret, Statif dan
Klem, (Alat Titrasi)
• Kertas titar,
• Pipet tetes,
• Spatula
2 Mengukur air sampel B pada gelas ukur Air sampel harus
100 mL sebanyak 25 mL dan dihomogenkan agar
menghomogenkannya terlebih dahulu. partikel yang
mengendap dalam air
sampel tersebar merata.

2
3 Memasukkan larutan sampel B ke dalam Labu erlenmeyer 250 mL
labu erlenmeyer 250 mL digunakan sebagai wadah,
dapat diberikan label nama
“sampel B” agar tidak
tertukar untuk percobaan
sampel A. 3

4 Mengukur pH air sampel B menggunakan Kertas indikator


kertas indikator pH dimasukkan ke dalam air
hingga menyentuh dengan
cara memiringkan labu
erlenmeyer. Akan terjadi
perubahan warna pada
kertas indikator 4

5. Menyesuaikan perubahan warna pada Perubahan warna pada


kertas indikator dengan keterangan pada kertas indikator pH
wadah kemudian dicocokkan
dengan keterangannya
dan didapatkan pH air
sampel B sebesar 9
sehingga dapat
menggunakan indikator 5
phenolphtalein.
6. Menambahkan larutan phenolphthalein Terjadi perubahan warna
dengan menggunakan pipet tetes pada air sampel menjadi
warna ungu

6
7. Sebelum melakukan titrasi, hal yang perlu Titran yang digunakan
dilakukan adalah memasukkan titran dari adalah larutan asam sulfat
gelas beker 100 mL ke dalam alat titrasi 0,2 N. Larutan yang
tepatnya pada ujuang atas buret, (buret dimasukkan sampai
dipastikan terlebih dahulu tidak bocor) volume 0 pada skala
dengan cara dimiringkan dan berada di atas buret.
wastafel.
7
8. Melakukan titrasi dengan menggunakan Tangan kiri memegang
larutan asam sulfat 0,02N dengan cara kran di bagian bawah
melingkarkan jari-jari tangan kiri pada buret untuk mengontrol
buret, dan memegang keran menggunakan keluarnya titran dan
jari telunjuk pada bagian atas keran serta tangan kanan
ibu jari dan jari tengah pada keran bagian mengguncang labu
bawah. serta tangan kanan Erlenmeyer agar larutan
mengoyangkan labu Erlenmeyer
homogen.
berlawanan arah jarum jam. Baik 8
keluarnya larutan maupun
menggoyangkan labu erlenmeyernya
tidak boleh terlalu lambat maupun terlalu
cepat.

9. Mengidentifikasi perubahan warna Proses titrasi dilakukan


larutan dengan bantuan kertas titar yang hingga warna larutan
terletak di bawah labu Erlenmeyer berubah menjadi pink 9
seulas.

10. Mencatat volume asam sulfat yang Dapat dilakukan dengan


digunakan selama proses titrasi. melihat skala pada buret.
Didapatkan volume akhir
sebesar 15,1 mL dengan 10
volume awal sebesar 13,3
mL.

11. Menambahkan bubuk methyl orange Ditambahkan hingga


menggunakan spatula larutan berubah warna
menjadi kuning seulas
11
12. Melakukan titrasi dengan menggunakan Tangan kiri memegang
larutan asam sulfat 0,02N dengan cara kran di bagian bawah
melingkarkan jari-jari tangan kiri pada buret untuk mengontrol
buret, dan memegang keran menggunakan keluarnya titran dan
jari telunjuk pada bagian atas keran serta tangan kanan
ibu jari dan jari tengah pada keran bagian mengguncang labu
bawah. serta tangan kanan mengoyangkan Erlenmeyer agar larutan
labu Erlenmeyer berlawanan arah jarum
homogen.
jam. Baik keluarnya larutan maupun
12
menggoyangkan labu erlenmeyernya tidak
boleh terlalu lambat maupun terlalu cepat.

13. Mengidentifikasi perubahan warna larutan Proses titrasi selesai


pada kertas titar yang terletak di bawah hingga warna larutan
labu Erlenmeyer berubah menjadi kuning
pekat. Perubahan warna
ini menunjukkan titik
akhir titrasi yang 13
diharapkan mendekati
titik ekivalen.

14. Mencatat volume asam sulfat yang Dapat dilakukan dengan


digunakan selama proses titrasi. melihat skala pada buret.
Didapatkan volume akhir
sebesar 17 mL dengan
volume awal sebesar 15,1 14
mL.

Anda mungkin juga menyukai