MODUL I
Nilai Laporan :
Paraf Asisten :
DEPOK
2021
1
1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengetahui cara pengukuran keasaman dan
kebasaan serta mengetahui konsentrasi alkalinitas air sampel dengan metode titrimetri.
1.2 Teori Dasar
1.2.1 Definisi Alkalinitas
Alkalinitas atau lebih dikenal sebagai ANC (Acid Netralizing Capacity), penetral asam dan
buffer capacity, adalah pengukuran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion air
yang dapat menetralkan kation hidrogen serta sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan
pH perairan (Permata, 2018). Pada umumnya, alkalinitas menunjukkan konsentrasi basa atau
bahan yang dapat menetralisir keasamaan pada air (Solihati, et al., 2016). Secara khusus,
alkalinitas juga sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas penyangga (buffer)
dari ion bikarbonat sampai tahap tertentu di dalam air.
1.2.2 Penyebab Alkalinitas
Penyebab utama alkalnitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat dan hidroksida. Di
dalam air, ketiga ion tersebut akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga dapat menurunkan
keasaman dan menaikkan pH (derajat keasaman) (Padmono, 2007). Selain ketiga ion tersebut,
asam lemah dan basa lemah juga merupakan penyebab dari alkalinitas. Alkalinitas biasanya
dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3) (Weiner, 2012).
1.2.3 Jenis dan Metode Analisa Alkalinitas
Di dalam air terdapat tiga jenis alkalinitas, yaitu OH-Alkalinity (alkalinitas hidroksida),
CO3-Alkalinity (alkalinitas karbonat) dan HCO3-Alkalinity (alkalinitas bikarbonat) (Wildan,
2017). Penentuan alkalinitas sendiri ditentukan oleh titrasi dengan menggunakan titran asam kuat,
seperti asam klorida (HCl) ataupun asam sulfat (H2SO4) (Permata, 2018). Untuk menganalisanya
menggunakan titrasi, ditentukan terlebih dahulu oleh pH larutan. Apabila pH larutan tersebut
lebih dari 8,3 maka dapat digunakan indikator berupa phenolphthalein biasa disebut dengan P-
Alkalinity. Indikator phenolphthalein biasa digunakan untuk mengidentifikasi larutan bersifat
basa karena perubahan warna hanya terjadi pada larutan yang berada di atas pH 8. Apabila larutan
bersifat asam ataupun netral, larutan tidak berwarna (Irayanti, 2013). Pada umumnya, dengan
penggunaan indikator ini, larutan dititrasi hingga mencapai pH 8,3 yang pada umumnya ditandai
dengan perubahan warna dari ungu menjadi pink seulas.
Apabila pH dari larutan yang akan diuji lebih besar dari 3,7 maka indikator yang dapat
digunakan adalah methyl orange sehingga untuk penentuan alkalinitasnya biasa disebut dengan
M-Alkalinity. Methyl orange sendiri biasa digunakan sebagai indikator asam. Dalam keadaan
larutan bersifat asam, indikator ini akan menyebabkan perubahan warna menjadi merah
sedangkan pada keadaan basa berwarna kuning. Titrasi dengan menggunakan indikator ini
Universitas Indonesia
2
dilakukan hingga larutan berubah warna menjadi kuning pekat. Warna tersebut menunjukkan
bahwa titrasi telah mencapai titik batas atau titik ekuivalen pada pH sekitar 4,5. M-Alkalinity biasa
disebut juga sebagai T-Alkalinity (alkalinitas total) yaitu titrasi yang membutuhkan titran hingga
mencapai titik ekuivalen. Untuk perhitungan masing-masing alkalinitas dapat menggunakan
rumus berikut
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
1.3 Analisis
1.3.1 Analisis Percobaan
Pada praktikum kali ini dengan tujuan mengukur keasaman dan kebasaan serta
mengetahui pH alkalinitas, praktikan memastikan bahwa standar keamanan telah terpenuhi,
seperti penggunaan jas lab, sarung tangan, sepatu tertutup serta masker. Hal ini ditujukan agar
terhindar dari kecelakaan-kecelakaan yang mungkin terjadi akibat dari larutan yang digunakan
Universitas Indonesia
5
pada praktikum ini. Larutan berbahaya yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4), sifatnya yang
korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam,
dapat berbahaya khususnya pada kulit. Hal pertama yang dilakukan adalah memastikan seluruh
alat dalam keadaan siap, seperti alat-alat dalam keadaan bersih, kering dan tidak retak ataupun
pecah sehingga meminimalisir adanya kontaminasi yang dapat mempengaruhi hasil percobaan.
Praktikan juga harus memastikan statif dan klem tidak rusak dan kuat menahan buret. Buret juga
harus dipastikan tidak bocor sehingga tidak mengganggu saat proses titrasi.
Pada modul ini terdapat dua kali percobaan. Percobaan pertama menggunakan sampel
A dan percobaan kedua menggunakan sampel B. Banyaknya air sampel yang digunakan dari
keduanya sama yaitu 25 mL yang sebelumnya telah diukur menggunakan gelas ukur 100 mL.
Sebelum diukur, praktikan harus memastikan kedua sampel ini dalam keadaan yang homogen
sehingga seluruh partikel yang mengendap dapat tersebar merata. Untuk menghomogenkannya,
praktikan dapat mengocoknya. Selanjutnya praktikan dapat menuangkan air sampel tersebut ke
labu Erlenmeyer 250 mL sebagai wadah selama dilakukannya percobaan. Pada kedua labu
Erlenmeyer tersebut, dapat diberikan label nama sehingga tidak akan tertukar saat berlangsungnya
percobaan. Untuk menentukan indikator mana yang digunakan untuk masing-masing sampel,
praktikan perlu memperhatikan derajat keasaman (pH) pada sampel A maupun sampel B. Untuk
mengidentifikasi pH setiap sampel, praktikan menggunakan kertas indikator pH yang bersifat
universal. Ketika kertas tersebut bersentuhan langsung dengan air sampel akan menyebabkan
adanya perubahan warna. Hal tersebut menunjukkan sifat asam atau basa pada larutan yang dapat
disesuaikan dengan warna yang tertera pada keterangan wadah pada kertas indikator.
Didapatkan bahwa pH air sampel A sebesar 6 dan air sampel B sebesar 9. Karena air
sampel A memiliki pH di bawah 8,3 indikator yang digunakan adalah bubuk methyl orange
menggunakan spatula. Zat methyl orange (MO) adalah zat warna anionik karena perubahan warna
yang jelas dan kontras pada pH sedikit asam. Semakin rendah pH suatu larutan, maka semakin
jingga perubahan warna pada larutan akibat penggunaan bubuk methyl orange. Sebelum masuk
ke proses titrasi, praktikan memasukkan titran terlebih dahulu dari beaker glass 100 mL ke dalam
alat titrasi tepatnya pada ujung atas buret, dengan cara dimiringkan dan berada di atas wastafel.
Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan tumpahnya larutan asam sulfat yang
dapat membahayakan praktikan. Larutan dimasukkan hinga mencapai volume 0 pada skala buret.
Titran yang digunakan pada praktikum kali ini adalah asam sulfat (H2SO4) 0,02 N. Asam kuat
seperti asam sulfat dan asam klorida (H2SO4 dan HCl) dapat menetralkan zat-zat basa sampai titik
akhir titrasi (titik ekuivalensi) sehingga sering digunakan sebagai titran dalam alkalinitas.
Selanjutnya, proses titrasi dilakukan dengan cara melingkarkan jari-jari tangan kiri pada
buret, dan memegang keran menggunakan jari telunjuk pada bagian atas keran serta ibu jari dan
Universitas Indonesia
6
jari tengah pada keran bagian bawah. Hal tersebut dilakukan untuk mengontrol keluarnya titran.
Sedangkan tangan kanan mengoyangkan labu Erlenmeyer secara berlawanan arah jarum jam.
Baik keluarnya larutan maupun menggoyangkan labu erlenmeyernya tidak boleh terlalu lambat
maupun terlalu cepat karena perubahan warna yang cepat. Proses titrasi diberhentikan tepat saat
adanya perubahan warna. Untuk penggunaan bubuk methyl orange ini, titrasi dilakukan hingga
terjadi perubahan warna menjadi kuning pekat. Hal tersebut menunjukkan bahwa larutan telah
mencapai titik akhir titrasi atau titik ekuivalensi. Terakhir, praktikan mencatat penggunaan titran
dengan melihat skala pada buret, yaitu 18 mL dengan volume awal sebanyak 17 mL.
Untuk percobaan air sampel B, karena pHnya sebesar 9 dengan sifat basa maka indikator
pertama yang digunakan adalah larutan phenolphthalein (PP) menggunakan pipet tetes. Zat
phenolphthalein adalah salah satu indikator asam basa dengan rentang pH 8 sampai 10. Oleh
karena itu, phenolphthalein ini lebih sering digunakan sebagai indikator basa. Saat larutan yang
diberi zat phenolphthalein ini memiliki sifat basa dengan pH yang tinggi seperti 10 maka larutan
akan berubah warna menjadi ungu. Semakin rendah pH larutan, warna dari phenolphthalein ini
akan memudar sehingga apabila larutan bersifat netral ataupun asam phenolphthalein tidak
merubah warna larutan. Langkah selanjutnya sama seperti pada percobaan sampel A, praktikan
melakukan proses titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi pink seulas. Hal tersebut
menunjukkan adanya penurunan pH pada larutan. Setelah itu, praktikan mencatat volume titran
yang digunakan pada proses titrasi pertama, yaitu sebesar 15,1 mL. Kemudian dilanjutkan dengan
menambahkan indikator methyl orange dan titrasi kembali hingga terjadi perubahan warna
menjadi kuning pekat. Terakhir, praktikan mencatat penggunaan volume titran kedua setelah
ditambahkan bubuk methyl orange, yaitu 17 mL yang sebelumnya 15,1 mL.
Setelah praktikum selesai praktikan memperoleh data berupa pH serta volume awal dan
akhir yang tertera pada tabel di bawah ini.
Universitas Indonesia
7
1.3.2.1 Sampel A
Karena ph dari air sampel A kurang dari 8, yaitu 6. Maka, indikator yang digunakan
adalah methyl orange. Oleh karena itu, untuk pengolahan datanya hanya perlu mengitung
Alkalinitas Total (T-Alkalinity) dan juga Metil Jingga Alkalinity (M-Alkalinity). Sehingga
didapatkan perhitungan seperti di bawah ini.
Universitas Indonesia
8
sebesar 78 ppm. Untuk menaikkan konsentrasi alkalinitas agar sesuai dengan standar yang ada,
dapat dilakukan dengan cara menaikkan derajat keasaman (pH) dengan menggunakan
penambahan mineral-mineral yang dapat membentuk alkali ketika bertemu dengan air. Salah satu
contohnya adalah dengan menambahkan kapur.
1.3.2.2 Sampel B
Pada sampel B, didapatkan ph lebih dari 8,3 yaitu 9. Maka, indikator yang digunakan
adalah phenolphthalein dan methyl orange. Oleh karena itu, untuk pengolahan datanya perlu
mengitung Alkalinitas Phenolphthalein (P-Alkalinity), Alkalinitas Total (T-Alkalinity) dan juga
Metil Jingga Alkalinity (M-Alkalinity). Sehingga didapatkan perhitungan seperti di bawah ini.
Universitas Indonesia
9
sampel B ini juga masih baik dan bermanfaat untuk air karena besarnya yang lebih 25 ppm. Selain
bermanfaat bagi air, kandungan alkalinitas pada air sampel ini juga masih baik bagi biota perairan.
Dari kedua pengolahan data di atas, baik untuk sampel A maupun sampel B didapatkan
bahwa nilai konsentrasi alkalinitas pada sampel B lebih besar dibandingkan dengan nilai
alkalinitas pada sampel A. Hal ini dipengaruhi oleh pH masing-masing larutan dimana pH sampel
B lebih besar dari sampel A. Sehingga dapat dikatakan hubungan antara pH dengan alkalinitas
adalah berbanding lurus.
Universitas Indonesia
10
Daftar Kepustakaan
Abadi, S. A. (2019, Januari 15). Koagulasi dan Flokulasi dalam Pengolahan Limbah. Retrieved
Maret 14, 2021, from Sumber Aneka Karya Abadi: http://www.saka.co.id/news-
detail/koagulasi-dan-flokulasi-dalam-pengolahan-limbah
Bintoro, A., & Abidin, M. (2014). PENGUKURAN TOTAL ALKALINITAS DI PERAIRAN
ESTUARISUNGAI INDRAGIRI PROVINSI RIAU. Palembang.
Irayanti, N. (2013, November 9). Indikator Asam Basa . Retrieved from bisakimia.com:
https://bisakimia.com/2013/11/09/indikator-asam-basa/
Padmono, D. (2007, Mei). KEMAMPUAN ALKALINITAS KAPASITASPENYANGGAN
(Buffer Capacity) DALAM SISTEM ANAEROBIK FIXED BED. Jurnal Teknik
Lingkungan, 119-127.
Permata, R. A. (2018). PENENTUAN KADAR KESADAHAN DAN ALKALINITAS AIR PADA
SUMBER MATA AIR DI PT. TIRTA INVESTAMA-LANGKAT. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Solihati, E. N., Alfiani, U., Maharani , E., Azhari, A. R., Hapsari, T., Oktaviana, C., . . . Maharani,
A. R. (2016). LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUALITAS AIR. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Weiner, E. (2012). Major Water Quality Parameters and Applications. In Applications of
Environmental Aquatic Chemistry : A Practical Guide (pp. 63-131). Taylor & Francis
Group .
Wildan, A. (2017, Febuari). Cara Menghitung Alkalinity. Retrieved from Sampling Analisis:
http://www.sampling-analisis.com/2017/02/cara-menghitung-
alkalinity.html#.YEtfUbDis2x
Universitas Indonesia
BAGAN DETAIL PELAKSANAAN PRAKTIKUM
ALKALINITAS ASAM BASA
(METODE TITRIMETRI)
Sampel A
No Prosedur Kerja Catatan
1 Memastikan seluruh alat dalam keadaan Alat dan Bahan
siap sebelum memulai praktikum. Hal- • Labu Erlenmeyer 250
hal yang harus dipastikan adalah : mL,
• Alat-alat dalam keadaan bersih, • Beaker Glass 100 mL,
kering dan tidak retak ataupun pecah.
• Statif dan klem tidak rusak dan kuat • Gelas ukur 100 mL ,
menahan buret • Indikator (kertas) pH ,
1
• Indikakator
Phenolphtalein,
• Bubuk Methyl Orange,
• Larutan Asam Sulfat
0,02N,
• Buret, Statif dan Klem,
(Alat Titrasi)
• Kertas titar,
• Pipet tetes,
• Spatula
6
7. Sebelum melakukan titrasi, hal yang Titran yang digunakan
perlu dilakukan adalah memasukkan adalah larutan asam sulfat
titran dari gelas beker 100 mL ke dalam 0,02 N. Larutan yang
alat titrasi tepatnya pada ujuang atas dimasukkan sampai
buret, (buret dipastikan terlebih dahulu volume 0 pada skala
tidak bocor) dengan cara dimiringkan dan buret.
berada di atas wastafel. 7
10
Sampel B
2
3 Memasukkan larutan sampel B ke dalam Labu erlenmeyer 250 mL
labu erlenmeyer 250 mL digunakan sebagai wadah,
dapat diberikan label nama
“sampel B” agar tidak
tertukar untuk percobaan
sampel A. 3
6
7. Sebelum melakukan titrasi, hal yang perlu Titran yang digunakan
dilakukan adalah memasukkan titran dari adalah larutan asam sulfat
gelas beker 100 mL ke dalam alat titrasi 0,2 N. Larutan yang
tepatnya pada ujuang atas buret, (buret dimasukkan sampai
dipastikan terlebih dahulu tidak bocor) volume 0 pada skala
dengan cara dimiringkan dan berada di atas buret.
wastafel.
7
8. Melakukan titrasi dengan menggunakan Tangan kiri memegang
larutan asam sulfat 0,02N dengan cara kran di bagian bawah
melingkarkan jari-jari tangan kiri pada buret untuk mengontrol
buret, dan memegang keran menggunakan keluarnya titran dan
jari telunjuk pada bagian atas keran serta tangan kanan
ibu jari dan jari tengah pada keran bagian mengguncang labu
bawah. serta tangan kanan Erlenmeyer agar larutan
mengoyangkan labu Erlenmeyer
homogen.
berlawanan arah jarum jam. Baik 8
keluarnya larutan maupun
menggoyangkan labu erlenmeyernya
tidak boleh terlalu lambat maupun terlalu
cepat.