OLEH :
Ir. Ni G. A. M. Dwi Adhi Suastuti, M.Si
Alkalinitas
Alkalinitas dari suatu badan air dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari
badan air tersebut menerima proton (ion H+). Alkalinitas mempunyai arti penting
terutama dalam masalah-masalah yang berkait dengan proses pengolahan air ataupun
masalah-masalah kimia dan biologi dari perairan alami. Dengan mengetahui
alkalinitas suatu badan air seringkali permasalahan jumlah zat-zat kimia yang harus
ditambahkan ke dalam badan air dapat diatasi. Begitu pula dapat diprediksikan
kandungan padatan yang terlarut dalam badan air tersebut sehingga hal ini membantu
penentuan kegunaannya. Sebagai contoh badan air yang alkalinitasnya tinggi pada
umumnya mengandung padatan yang cukup tinggi pula. Badan air seperti ini tidak
baik digunakan untuk pengisi ketel uap, pengolahan makanan ataupun sisten saluran
air perkotaan.
Alkalinitas juga merupakan parameter dari kandungan karbon anorganik suatu
badan air yang memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ganggang
dan biota akuatik lainnya. Oleh karena itu alkalinitas sering digunakan oleh para ahli
biologis sebagai ukuran kesuburan air. Akalinitas merupakan penyangga (buffer)
perubahan pH air dan indikasi kesuburan yang diukur dengan kandungan karbonat.
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan
nilai pH larutan (Alaerts dan Ir. S. Sumetri. S).
Kadar alkalinitas
Alkalinitas atau yang dikenal dengan total alkalinitas adalah konsentrasi total
unsur basa-basa yang terkandung dalam air dan biasannya dinyatakan dalam mg/L
atau setara dengan CaCO3. Ketersediaan ion basa bikarbonat (HCO3) dan karbonat
(CO32-) merupakan parameter total alkalinitas dalam air tambak. Unsur-unsur
alkalinitas juga dapat bertindak sebagai buffer (penyangga) pH. Dalam kondisi basa
ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang
bersifat asam, sehingga keadaan pH menjadi netral.sebaliknya bila keadaan terlalu
asam, ion karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan melepaskan
hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali netral. Digambarkan
dalam reaksi berikut :
Satu mol CaCO3 mampu menerima dua mol proton, sehingga bobot ekivalen
dari CaCO3 adalah setengah dari berat molekulnya. Penggunaan satuan ini sering
membingungkan, oleh karena itu lebih disenangi pemakaian satuan ekivalen/L. Air
alami yang mempunyai alkalinitas 1,00 x 10 -3 ekivalen per liter berarti bahwa spesies-
spesies yang bersifat basa yang terlarut dalam 1 liter air tersebut dapat dinetralkan
oleh 1,00 x l0-3 mol asam. Kontribusi dari spesies-spesies tersebut terhadap alkalinitas
air ditentukan oleh pH. Berikut ini akan ditunjukkan kontribusi relatif dari HCO3 -,
CO32- dan OH- terhadap alkalinitas pada pH 7,00 dan pH 10,00.
Pada pH 7,00 konsentrasi OH - = 10-7 M, kontribusinya sangat kecil terhadap
alkalinitas air yang besarnya 1,00 x 10 -3 ekivalen per liter. Berdasarkan diagram
distribusi, pada pH 7,00 spesies yang dominan adalah HCO 3 -, dengan demikian
[HCO3-] >> [CO32-] dapat dikatakan bahwa alkalinitas air hanya ditentukan oleh
[HCO3-] sehingga dapat dianggap [HCO3 -] = 1,00 x 10-3 M.
Selanjutnya berlaku (periksa reaksi 4.4):
[H+] [HCO3-]
Ka1 = ––––––––––––
[CO2]
Karena berat molekul dari biomassa {CH2O} = 30 maka berat biomas yang dihasilkan
dalam 1 liter air adalah 0,543 x 10-3 x 30 g = 16,3 mg.
Tanpa adanya tambahan pemasukan CO2, maka pada perubahan pH yang sama
jumlah biomas yang dihasilkan akan lebih banyak pada air yang alkalinitasnya lebih
tinggi. Atas dasar inilah ahli-ahli biologi menggunakan alkalinitas sebagai parameter
kesuburan perairan.
Pengaruh alkalinitas terhadap kelarutan CO2 dapat digambarkan dengan
contoh berikut yaitu membandingkan kelarutan CO2 dalam air murni (alkalinitasnya
0) dengan kelarutannya dalam air yang mengandung 1,00 x 10 -3 M NaOH
(alkalinitasnya 1,00 x 10-3 ekivalen/L).
Kelarutan CO2 dalam air murni = [CO2 (aq)] + [HCO3-]
Dari perhitungan pada seksi 4.14 didapat [CO2(aq)] = 1,028 x 10-5 M dan
[HCO3-] = 2,14 x 10-6 M. Total CO2 yang terlarut 1,242 x 10-5 M. Dalam air yang
mengandung 1,00 x 10 -3 M NaOH, CO2(aq) di samping larut berupa CO2 (aq) juga
bereaksi dengan NaOH sebagai berikut :
CO2 (aq) + OH- HCO3- (3.5)
Sehingga [HCO3 -] yang terbentuk konsentrasinya = 1,00 x 10-3 M
Dengan demikian total CO3 yang terlarut = [CO2 (aq)] + [HCO3]
= 1,028 x 10-5 M + 1,00 x 10-3 M
= 1,01 x 10-3 M.
Asiditas
Asiditas suatu perairan alami dapat didefinisikan sebagai kapasitas badan air
tersebut untuk menetralkan OH -. Dibandingkan dengan alkalipitas, istilah asiditas
agak jarang digunakan kecuali pada kasus-kasus pencemaran badan air yang cukup
berat. Asiditas suatu badan air umumnya dikarenakan adanya asam-asam lemah
terutama CO2 dan dapat juga dari spesies-spesies asam lainnya, seperti HPO4-, H2S,
protein-protein dan asam-asam lemak serta ion-ion logam yang bersifat asam terutama
Fe-3.
Penentuan asiditas lebih sukar dari alkalinitas karena adanya gas CO 2 dan H2S
yang keduanya mudah menguap dan mudah hilang dari sampel yang diukur. Pada
pengolahan air limbah, penentuan asiditas menjadi penting untuk memperhitungkan
jumlah kapur atau zat-zat lain yang harus ditambahkan dalam proses penentuan kadar
asiditas dalam air limbah.
Bila dikaitkan dengan masalah pencemaran, maka adanya "asam-asam
mineral bebas" seperti H2SO4 dan HCl di dalam air memberikan kontribusi yang
penting terhadap asiditas perairan. Di dalam hal asiditas ini disamping istilah asam
mineral bebas juga dikenal istilah "asiditas total".
Asiditas total ditetapkan dengan cara titrasi dengan basa menggunakan
fenolftalin sebagai indikator. Titik akhir dari titrasi ini adalah pada pH 8,3. Asam
mineral bebas ditetapkan dengan cara titrasi dengan basa menggunakan indikator
metil jingga yang titik akhirnya sekitar pH 4,3. Penetapan asiditas ini pada umumnya
lebih sukar dari penetapan alkalinitasnya karena beberapa spesies asam yang terutama
seperti CO2 dan H2S bersifat mudah menguap.
Sifat asam dari beberapa ion-ion logam terhidrat dapat berperan pada asiditas,
seperti pada reaksi berikut ini :
Al (H2O)63+ [Al (H2O)5OH]2+ + H+
Demikian pula limbah-limbah industri yang mengandung ion-ion logam yang bersifat
asam serta tidak jarang tercampur dengan asam-asam kuat. Penentuan asiditas dari
limbah-limbah ini sangat penting artinya untuk menetapkan seberapa banyak kapur
ataupun zat-zat kimia yang diperlukan untuk mengatasi pencemaran asam dan limbah
tersebut.