Anda di halaman 1dari 9

STUDI EVALUASI KUALITAS AIR WADUK SELOREJO AKIBAT ERUPSI

GUNUNG KELUD UNTUK BUDIDAYA PERIKANAN AIR TAWAR

Fauzia Sonia1, Rini Wahyu Sayekti 2, Emma Yuliani 2


1
Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan
2
Dosen Jurusan Teknik Pengairan
email : soniafauzia@yahoo.com

ABSTRAK
Waduk Selorejo yang terletak di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang,
berfungsi sebagai penampung air dan lokasi budidaya perikanan air tawar. Pada tanggal
13 Februari 2014, peristiwa erupsi Gunung Kelud menghasilkan abu vulkanik yang
jatuh ke dalam waduk sehingga mengakibatkan perubahan keseimbangan kualitas air.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan data pengukuran
kualitas air (suhu, kekeruhan, oksigen terlarut, pH, Ammonia, Nitrit, Nitrat, Total-P,
Cu, Zn, Pb, Cr, dan Silika) di stasiun hulu dan tengah waduk pada pra dan pasca erupsi,
dengan nilai standar kualitas air untuk perikanan air tawar. Serta menentukan; (a) waktu
pemulihan kualitas air waduk pasca erupsi, (b) status mutu air Waduk Selorejo, dan (c)
parameter penyumbang pencemaran terbesar.
Hasil perbandingan pra erupsi menunjukkan 40% data kualitas air di stasiun hulu dan
28% data kualitas air di stasiun tengah tidak memenuhi standar kualitas air. Pasca
erupsi, 31% data kualitas air di stasiun hulu dan 36% data kualitas air di stasiun tengah
tidak memenuhi standar kualitas air. Waktu pemulihan untuk parameter pH dan nitrat
adalah selama 111 hari; untuk parameter DO, selama 71 hari; untuk parameter
kekeruhan, selama 54 hari. Parameter total-P dan silika belum kembali normal hingga
akhir periode observasi. Status mutu air di kedua stasiun adalah Tercemar Ringan saat
sebelum maupun sesudah erupsi. Parameter penyumbang pencemaran terbesar pada
stasiun hulu adalah total-P dan nitrat. Pada stasiun tengah, parameter pencemar terbesar
adalah total-P, silika, dan nitrat.
Kata kunci: Waduk Selorejo, erupsi gunung Kelud, abu vulkanik, status mutu air,
indeks pencemaran.
ABSTRACT
Selorejo dam in Malang regency has been used as a water reservoir and for
freshwater fishery. On February 13th 2014, Mount Kelud eruption emitted volcanic ash
which fell into the reservoir and caused an imbalanced water quality.
The research conducted in order to observe a comparison between on-field data
(including temperature, turbidity, DO, pH, ammonia, nitrite, nitrate, total-P, Cu, Zn,
Pb, Cr, and silica) and water quality standard, to determine time interval needed by
each parameters to meet permitted values, water quality status using Pollution Index
method, and main contributors to the water pollution.
The research result shows pre-eruption on-field data which do not meet the
standard values required are 40% and 28% for upstream and middle station
respectively. As for the post eruption on-field data, 31% of data on upstream station
and 36% of data on middle station do not meet the standard values required. Time
interval needed for each parameters to meet permitted values are 111 days (pH and
nitrate), 71 days (DO), 54 days (turbidity), while total-P and silica have not meet the
required values up to the end of observation period. Water quality status in Selorejo
dam on both stations are Lightly polluted, before and after the eruption of Mount
Kelud. Main contributors to the water pollution on upstream station are total-P and
nitrate. On middle station, the main contributors are total-P, silica, and nitrate.
Keywords: Selorejo dam, Mount Kelud eruption, volcanic ash, water quality
status, pollution index.

1. PENDAHULUAN kimia sebesar 2 kali. (Kordi dan


Selain badan air alami seperti sungai Tancung, 2007: 59)
dan laut, biota air terdapat pula dalam 2. Kekeruhan
badan air buatan manusia seperti kolam Kekeruhan yang tinggi dapat
atau waduk. Salah satunya adalah mengakibatkan terganggunya sistem
Bendungan Selorejo yang terletak di osmoregulasi, misalnya pernafasan dan
Desa Selorejo, Kecamatan Ngantang, daya lihat organisme akuatik, serta
Kabupaten Malang, Jawa Timur. dapat menghambat penetrasi cahaya ke
Bendungan ini digunakan untuk dalam air. Tingginya nilai kekeruhan
keperluan wisata, irigasi, dan juga dapat mempersulit usaha
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), penyaringan dan mengurangi efektivitas
dan budidaya perikanan. desinfeksi pada proses penjernihan air
Erupsi Gunung Kelud pada 13 (Effendi, 2003).
Februari 2014 malam mengakibatkan B. Parameter Kimia
masukna material letusan ke dalam 1. Oksigen Terlarut (Dissolved
badan-badan air seperti sungai yang Oxygen/DO)
mengalir melalui bendungan- Pada oksigen terlarut rendah, lebih
bendungan, salah satunya Bendungan rendah dari 50% konsentrasi jenuh,
Selorejo. Material letusan berupa abu tekanan parsial oksigen dalam air
vulkanik ini mangandung Timbal (Pb) (kolam dan tambak) cukup tinggi untuk
0,036 mg/l, Tembaga(Cu) 0,178 mg/l, memungkinkan penetrasi oksigen ke
Krom (Cr) 0,005 mg/l, Seng (Zn) 0,349 dalam lamela (lembaran) insang
mg/l, Boron (B) 0,029 mg/l, Barium akibatnya ikan mati lemas. Pada
(Ba) 0,506 mg/l, Selenium (Se) 0,209 konsentrasi lewat jenuh, lebih tinggi
mg/l, Besi (Fe) 0,680 mg/l dan Silika 150% dari konsentrasi jenuh, penetrasi
(Si) 1.827 mg/l (BBTKL Yogyakarta, oksigen ke dalam lamela terlalu cepat
2014). Adanya material asing dalam sehingga dapat mengakibatkan bubble
waduk dikhawatirkan menyebabkan disease, ditandai dengan keberadaan
gangguan terhadap kualitas air waduk gelembung udara yang banyak dalam
sehingga kestabilan organisme yang lamela.
hidup di dalamnya dapat terganggu. 2. Derajat Keasaman (pH)
pH air memengaruhi tingkat
2. TINJAUAN PUSTAKA kesuburan perairan karena
A. Parameter Fisika memengaruhi kehidupan jasad renik.
1. Temperatur Perairan asam akan kurang produktif,
Pengaruh suhu secara tidak langsung malah dapat membunuh hewan
adalah mempengaruhi metabolisme, budidaya. Pada pH rendah (keasaman
daya larut gas-gas, termasuk oksigen yang tinggi) kandungan oksigen terlarut
serta berbagai reaksi kimia dalam air. akan berkurang, sebagai akibatnya
Semakin tinggi suhu air, semakin tinggi konsumsi oksigen menurun, aktivitas
pula laju metabolisme udang yang pernapasan naik dan selera makan akan
berarti semakin besar konsumsi berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi
oksigennya, padahal kenaikan suhu pada suasana basa (Kordi dan Tancung,
tersebut bahkan mengurangi daya larut 2007). Selain itu, dalam kondisi basa,
oksigen dalam air. Setiap kenaikan suhu konsentrasi ammonia bebas (NH3) yang
10 oC akan mempercepat laju reaksi bersifat toksik terhadap organisme
akuatik akan meningkat (Effendi, berlebih atau biasa disebut algae bloom
2003). (Effendi, 2003).
3. Ammonia 6. Total Phosphat
Amonia yang terukur di perairan Total P menggambarkan jumlah total
berupa ammonia total (NH3 dan NH4+). fosfor, baik berupa partikulat maupun
Amonia bebas (NH3) yang tidak terlarut, anorganik, maupun organic
terionisasi bersifat toksik terhadap (Effendi, 2003).
organisme akuatik. Toksisitas ammonia Fosfor tidak bersifat toksik bagi
terhadap organisme akuatik akan manusia, hewan, dan ikan. Namun,
meningkat jika terjadi penurunan kadar keberadaan fosfor secara berlebihan
oksigen terlarut, pH, dan suhu. Ikan yang disertai dengan keberadaan
tidak dapat bertoleransi terhadap kadar nitrogen dapat menstimulir ledakan
ammonia bebas yang terlalu tinggi pertumbuhan algae di perairan (algae
karena dapat mengganggu proses bloom). Algae yang berlimpah ini dapat
pengikatan oksigen oleh darah dan pada membentuk lapisan pada permukaan air,
akhirnya dapat menyebabkan sufokasi yang selanjutnya dapat menghambat
(Effendi, 2003). penetrasi oksigen dan cahaya matahari
Pengaruh langung dari kadar sehingga kurang menguntungkan bagi
ammonia tinggi yang belum mematikan ekosistem perairan (Effendi, 2003).
adalah rusaknya jaringan insang, di 7. Tembaga (Cu)
mana lempeng insang membengkak Tembaga atau copper merupakan
sehingga fungsinya sebagai alat logam berat yang dijumpai pada
pernapasan akan terganggu. Sebagai perairan alami. Namun, pada jumlah
akibat lanjut, dalam keadaan kronis, tertentu tembaga dapat mengurangi
biota budi daya tidak lagi hidup normal. pertumbuhan alga dengan menghambat
(Kordi dan Tancung, 2007). penyerapan silika oleh diatom sehingga
4. Nitrit mengganggu proses pertumbuhannya.
Nitrit beracun terhadap udang dan Tembaga juga digunakan sebagai
ikan karena mengoksidasi Fe2+ di dalam molusida yang berfungsi untuk
hemoglobin. Dalam bentuk ini, membunuh moluska (Effendi, 2003).
kemampuan darah untuk mengikat Artinya, logam tembaga tidak saja
oksigen sangat merosot. Mekanisme berbahaya bagi ikan, namun dapat
toksisitas dari nitrit adalah pengaruhnya menyebabkan kematian juga pada
terhadap transport oksigen dalam darah hewan moluska.
dan kerusakan jaringan (Kordi dan 8. Seng (Zn)
Tancung, 2007). Silika terlarut dapat meningkatkan
5. Nitrat kadar seng, karena Silika mengikat
Tinja hewan merupakan faktor seng. Jika perairan bersifat asam,
penyumbang besar dalam meningkatnya kelarutan seng meningkat. Kadar seng
nitrat (Effendi, 2003). pada perairan alami adalah kurang dari
Apabila tidak tersedia cukup oksigen 0,05 mg/liter (Moore, 1991, dalam
terlarut dalam air, maka nitrit tidak Effendi 2003)
dapat berubah menjadi nitrat. Sehingga, Seng dapat memengaruhi jumlah
akan terjadi kelimpahan Nitrit dalam oksigen yang dapat dibawa oleh darah
badan air (Djokosetiyanto et.al, 2006). pada ikan (Heath, 1995). Konsentrasi
Nitrat tidak bersifat toksik terhadap seng yang berlebihan dapat menurunkan
organisme akuatik. Namun, jika penyerapan tembaga dan besi. Seng
kadarnya terlalu tinggi, dapat dalam bentuk bebas sangat bersifat
menyebabkan tumbuhnya alga yang toksik bagi tumbuhan, organisme



 
invertebrata, bahkan ikan vertebrata
(Eisler, 1993). 
9. Timbal (Pb)
   
   
Timbal bersifat toksik bagi hewan
 
dan manusia karena dapat terakumulasi
pada tulang (Effendi, 2003).

  
Toksisitas timbal terhadap organisme


akuatik berkurang dengan
 1
meningkatnya kesadahan dan kadar
oksigen terlarut. Timbal dapat menutupi
lapisan mukosa pada organism akuatik,

= Rerata data grup A
dan selanjutnya dapat mengakibatkan Dengan:

= Rerata data grup B



sufokasi (Moore, 1991 dalam Effendi,
2003).
10. Krom (Cr) 1-2 = Standar deviasi gabungan
Kadar kromium pada perairan tawar = Standar deviasi grup
biasanya kurang dari 0,001 mg/liter N = banyaknya data dalam 1 grup

= Rerata data grup


(McNeely et al., 1979, dalam Effendi, Xi = Data ke-i
2003). Toksisitas kromium dipengaruhi
antara lain oleh suhu dan pH (Moore, Kemudian, Thitung dibandingkan
1991, dalam Effendi, 2003). dengan Ttabel yang didapat dari tabel T
Krom dapat merusak insang dan sisik dengan berdasarkan nilai dan v,
ikan serta menyebabkan stress pada dimana:
ikan (Sadana, 2014). = level of significance
11. Silika (SiO2) v = N1 + N2 - 2
Bagian fraksi halus abu vulkanik Data homogen apabila Thitung<Ttabel.
dapat menyebabkan iritasi dan bersifat
toksik terhadap ikan baik langsung pada D. Metode Indeks Pencemaran
bagian kulit atau sisik, mata, bagian Metode ini sesuai dengan Keputusan
insang ,sistem peredaran darah atau Menteri Negara Lingkungan Hidup
dalam saluran pencernaan (Siswadi, Nomor 115 Tahun 2003 Tentang
2010). Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
Silika yang telah berbentuk koloid Analisa IP dilakukan dengan rumus:
  /"  #    /"  $ 
  
dapat menyebabkan kekeruhan yang
2
dapat menyebabkan keasaman, unsur
hara yang rendah, dan penetrasi cahaya

1.   /"  # = Nilai  /" rerata


yang terbatas untuk fotosintesis (Boyd, Dimana:

2.   /"  $ = /
1982)
Silika merupakan salah satu bahan
" maksimum
Nilai
pembentuk dinding sel alga. Sehingga,
apabila kandungan silika dalam suatu
3. Untuk parameter yang apabila
peairan terlalu tinggi (abnormal), maka
meningkat mengindikasikan
hal ini akan menyebabkan
peningkatan pencemaran:
meningkatnya populasi alga secara

'()
Menggunakan rumus:
eksponensial selama periode yang
"(
panjang (Effendi, 2003).

Apabila
'( /Lix > 1, maka digunakan
C. Uji Homogenitas (Uji T)
Pada penelitian ini, digunakan uji
homogenitas dua arah, dengan rumus rumus:
sebagai berikut:
(
"'

'()
'( 2 

"( "3
"(  1,0  . log 0 )"( 1
4 "'(
Evaluasi terhadap nilai PI adalah :
4. Untuk parameter yang memiliki baku 0 PIj 1,0  memenuhi baku mutu
(
'( "'
mutu dengan rentang: (kondisi baik)
2 
"( "3
4
( "'(
1,0 < PIj 5,0  cemar ringan
5,0 < PIj 10  cemar sedang
PIj > 10  cemar berat
56789 :9;9 7;7<  6789 :9;9 67=7>?

"'( 
Standar kualitas air yang digunakan
2

Apabila Ci > "
dalam penelitian ini didapat dari
@( , maka rumus yang berbagai macam sumber seperti dapat
digunakan adalah sebagai berikut: dilihat dalam tabel 4.1. dan 4.2. berikut:

Tabel 4.1. Nilai Kisaran Parameter Fisika dan Kimia


untuk Budidaya Perikanan Air Tawar
No Parameter Nilai kisaran

Aspek Fisik
1. Suhu 20 - 30 0c
2. Kekeruhan 25 JTU
Aspek Kimia
3. Oksigen terlarut 5 - 6 ppm
4. pH 6,5 - 8
5. Ammonia < 1,5 ppm
6. Nitrit < 0,2 ppm
7. Nitrat 0 - 1,5 ppm
8. Phosphat < 0,02 ppm
Sumber: Gusrina, 2008

Tabel 4.2. Nilai Ambang Batas Kehidupan Parameter Logam Berat


untuk Budidaya Ikan Air Tawar
Ambang Batas
No Parameter Sumber
Kehidupan (mg/l)
Effect of copper on blood coagulation of
1. Cu 0,4 oreochromis mossambicus", Gail Nussey et. Al
(2006)
Histological changes in the liver of oreochromis
2. Zn 0,08 mossambicus after exposureto cadmium and zinc"
Van Dyk et. Al (2005)
In Vivo Acute Toxicity Tests of Some Heavy
3. Pb 1,494
Metals to Tilapia Fish", Abdulali Taweel (2013)
A Water Quality Survey of Nine Lakes In The
4. Si 4 Carleton River Watershed Area, Yarmouth County,
Nova Scotia", Darrel Taylor (2009)
Differential effect of chromium compounds on the
immune response of the african mouth breeder
5. Cr 0,075
Oreochromis mossambicuz", Isaac Arunkumar
(2000)
Sumber: Berbagai sumber
3. METODE PENELITIAN B. Pembagian Musim dengan Cara
A. Pengumpulan Data Overlay Data
Data sekunder mutu air diperoleh Pembagian musim dilakukan dengan
dari PJT I pada bulan Oktober 2013 membandingkan data hujan bulanan di
hingga Agustus 2014, meliputi suhu, tiap stasiun dengan nilai curah hujan
kekeruhan, oksigen terlarut, pH, rerata untuk periode Desember 2012
Ammonia, Nitrit, Nitrat, Total-P, Cu, Mei 2013.
Zn, Pb, dan Cr. Apabila data hujan melebihi nilai
Sampel primer Silika (SiO2) diambil curah hujan rerata, maka bulan yang
pada 2 titik pengambilan di Waduk bersangkutan akan dikategorikan ke
Selorejo, yaitu bagian hulu dan hilir, dalam musim kering. Apabila nilai data
dengan kedalaman yang sama (0,3 m) hujan di bawah nilai curah hujan rerata,
dan pengulangan 2 kali di masing- maka bulan yang bersangkutan
masing titik pengambilan. dikategorikan ke dalam musim hujan.
Sebelum pengambilan sampel air C. Uji Homogenitas Data
dilakukan, pengukuran perbedaan suhu Uji T dilakukan pada setiap periode,
air di kedalaman 1 meter dari bawah yaitu periode 1 (Oktober 2013
permukaan dan 1 meter dari atas dasar. November 2013), periode 2 (Desember
Apabila perbedaan suhunya melebihi 2013 Januari 2014), periode 3
30C, maka pengambilan sampel (Februari 2014 Maret 2014), dan
dilakukan pada kedalaman 0,2 x periode 4 (April 2014 Agustus 2014).
kedalaman dan 0,8 x kedalaman untuk Parameter dengan data yang kurang
danau/waduk yang memiliki kedalaman lengkap tidak diikutsertakan dalam uji
kurang dari 10 meter (Hadi, 2005). T.
Apabila perbedaannya kurang dari 30C, D. Perbandingan Data Sekunder dan
maka sampel diambil pada kedalaman Standar Kualitas Air
yang sama dengan kedalaman yang Pembandingan dilakukan terhadap
digunakan oleh PJT I pada saat data sekunder dan Standar Kualitas air
pengecekan kualitas air Waduk Selorejo untuk perikanan air tawar yang
secara berkala, yaitu 0,3 meter dari digunakan, kemudian dilakukan analisa
permukaan air. atau pembahasan terhadap masing-
Sampel Silika dianalisa di masing nilai yang menunjukkan
laboratorium PJT I. Sampel diserahkan perubahan signifikan pada pra dan
pada hari yang sama, sekitar 6 jam pasca erupsi Gunung Kelud.
setelah pengambilan. Analisa Silika E. Analisa Waktu Pemulihan
yang dilakukan sesuai dengan aturan Analisa waktu pemulihan dilakukan
SNI nomer 06-2477-1991, mengenai dengan cara menghitung jumlah hari
Metode Pengujian Kadar Silika dalam yang dibutuhkan bagi masing-masing
Air dengan Alat Spektrofotometer parameter untuk kembali memenuhi
Secara Molibdatsilikat. standar mutu air yang digunakan.
Analisa ini dilakukan berdasarkan
ketersediaan data yang ada, dan dengan
mengasumsikan bahwa hasil
pengukuran sepanjang 1 bulan adalah
sama. Asumsi lain yang digunakan
yaitu bahwa setiap perubahan yang
terjadi dianggap berpengaruh terhadap
air waduk, sehingga penentuan
memenuhi atau tidaknya data parameter
Gambar 1.1. Lokasi Sampling. dalam 1 bulan mengikuti nilai yang
tercantum dalam standar yang untuk seluruh parameter yang
digunakan. digunakan (suhu, kekeruhan, DO, pH,
F. Penentuan Status Mutu Air ammonia, nitrit, nitrat, total P)
Penentuan status mutu air dilakukan sepanjang periode observasi penelitian
dengan menggunakan metode Indeks (Oktober 2013 Agustus 2014)
Pencemaran dilakukan pada parameter C. Perbandingan Data Lapangan dan
mutu air yang memiliki data lengkap Standar Kualitas Air
sepanjang periode observasi Hasil perbandingan yang dilakukan
pengamatan, yaitu suhu, kekeruhan, menunjukkan 40% data kualitas air pra-
DO, pH, ammonia, nitrit, nitrat, total erupsi di stasiun hulu dan 28% data
P. kualitas air pra-erupsi di stasiun tengah
G. Penentuan Parameter Pencemar tidak memenuhi standar. Pasca erupsi,
Terbesar 31% data kualitas air di stasiun hulu dan
Analisa penentuan dilakukan dengan 36% data kualitas air di stasiun tengah
mencari kelipatan nilai masing-masing tidak memenuhi standar yang
parameter dengan standar kualitas air digunakan.
yang digunakan. Hasil analisa D. Analisa Waktu Pemulihan
menunjukkan parameter pencemar Untuk parameter Zn dan Pb tidak
terbesar pada stasiun hulu adalah total- dapat dilakukan analisa lama waktu
P, nitrat, dan nitrit. Sementara pada pemulihan yang dibutuhkan,
stasiun tengah, adalah total-P, silika, dikarenakan keterbatasan data sekunder
dan nitrat. yang dimiliki.
Hasil analisa yang dilakukan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN menunjukkan kebutuhan waktu
A. Pembagian Musim pemulihan selama 111 hari (pH dan
Dari pembagian musim yang nitrat), 71 hari (DO), 54 hari
dilakukan, maka bulan-bulan observasi (kekeruhan), dan 0 hari atau tidak
dapat dikategorikan ke dalam 4 periode. dibutuhkan waktu pemulihan (suhu,
Periode 1 adalah musim kering pra ammonia, nitrit, Cu, dan Cr). Sementara
erupsi (Oktober 2013 November nilai parameter total-P dan silika belum
2013). Periode 2 adalah musim hujan kembali normal hingga akhir periode
pra erupsi (Desember 2013 Maret observasi.
2014). Periode 3 adalah musim hujan E. Penentuan Status Mutu Air
pasca erupsi (Februari 2014 Maret Analisa penentuan status mutu air
2014). Periode 4 adalah musim kering menunjukkan hasil yang sama
pasca erupsi (April 2014 Agustus sepanjang periode observasi (Oktober
2014). 2013 Agustus 2014), baik pada
B. Uji Homogenitas Data (Uji T) stasiun hulu maupun stasiun tengah.
Hasil analisa uji homogenitas Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 4.3
menunjukkan hasil yang homogen dan 4.4 berikut:

Tabel 4. 3. Rekapitulasi Total Skor Penentuan Status Mutu Air dengan Metode
IP Pada Stasiun Monitoring Hulu
Periode Bulan Total Skor Keterangan
1 Oktober 2013 - November 2013 3,586 Tercemar ringan
2 Desember 2013 - Januari 2014 3,439 Tercemar ringan
3 Februari 2014 - Maret 2014 4,198 Tercemar ringan
4 April 2014 - Agustus 2014 3,726 Tercemar ringan
Sumber: Hasil perhitungan, 2014
Tabel 4. 4. Rekapitulasi Total Skor Penentuan Status Mutu Air dengan Metode
IP Pada Stasiun Monitoring Tengah
Periode Bulan Total Skor Keterangan
1 Oktober 2013 - November 2013 3,435 Tercemar ringan
2 Desember 2013 - Januari 2014 3,195 Tercemar ringan
3 Februari 2014 - Maret 2014 3,045 Tercemar ringan
4 April 2014 - Agustus 2014 4,115 Tercemar ringan
Sumber: Hasil perhitungan, 2014

F. Penentuan Parameter Pencemar 2. Waktu yang dibutuhkan untuk


Tertinggi pemulihan kualitas air di Waduk
Berdasarkan hasil perhitungan status Selorejo pasca erupsi Gunung Kelud
mutu air menggunakan Metode Indeks adalah 111 hari untuk parameter pH
Pencemaran, diketahui bahwa kondisi dan Nitrat, 71 hari untuk parameter
air Waduk Selorejo adalah tercemar DO, 54 hari untuk parameter
ringan. Pencemaran tertinggi pada kekeruhan. Parameter suhu,
stasiun hulu terjadi pada periode 3 ammonia, nitrit, Cu, dan Cr,
(Bulan Februari 2014 Maret 2014). menunjukkan angka yang masih
Sementara pencemaran tertinggi pada memenuhi nilai kisaran standar
stasiun tengah terjadi pada periode 4 sepenjang periode observasi
(Bulan April 2014 Agustus 2014). sehingga tidak dibutuhkan waktu
pemulihan (0 hari). Sementara nilai
KESIMPULAN konsentrasi total P dan silika belum
1. Dari hasil perbandingan data kembali normal hingga akhir periode
pengukuran kualitas air dengan penelitian (25 Agustus 2014).
standar kualitas air yang digunakan, 3. Status mutu air di Waduk Selorejo
maka diketahui bahwa data mutu air pasca erupsi pada stasiun monitoring
sebelum erupsi pada stasiun hulu hulu menunjukkan kondisi
yang memenuhi dan tidak memenuhi Tercemar Ringan. Hasil yang sama
standar kualitas air air adalah ditunjukkan pada stasiun monitoring
masing-masing sebanyak 24 data tengah.
(60%) dan 16 data (40%). Sementara 4. Parameter pencemar terbesar pada
pada stasiun tengah, data yang stasiun hulu adalah total P dan
memenuhi dan tidak memenuhi nitrat. Parameter pencemar terbesar
standar kualitas air air adalah pada stasiun tengah adalah total P,
masing-masing sebanyak 29 data silika, dan nitrat.
(73%) dan 11 data (28%).
Perbandingan pada periode pasca DAFTAR PUSTAKA
erupsi menunjukkan bahwa data BBTKL Yogyakarta. 2014. Laporan
mutu air pada Stasiun hulu yang Dampak Hujan Abu Vulkanik
memenuhi dan tidak memenuhi Gunung Kelud.
standar kualitas air air adalah http://dinkes.jogjaprov.go.id/berit
masing-masing sebanyak 41 data a/detil_berita/666-laporan-
(69%) dan 18 data (31%). dampak-hujan-abu-vulkanik-
Sementara, pada Stasiun Tengah, gunung-kelud. Diakses pada
data yang memenuhi dan tidak September 2014
memenuhi standar kualitas air air Boyd, Claude E. 1982. Water quality
adalah masing-masing sebanyak 38 management for pond fish
data (64%) dan 21 data (36%).
culture. Elsevier Scientific Pub. Tancung, Andi Baso et al. 2002.
Co., 1982 Pengelolaan Kualitas Air.
Djokosetiyanto et al, 2006. Perubahan Jakarta: Rineka Cipta.
Ammonia (NH3-N), Nitrit (NO2-
N) dan Nitrat (NO3-N) Pada
Media Pemeliharaan Ikan Nila
Merah (Oreochromis sp.) di
Dalam Sistem Resirkulasi.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas
Air Bagi Pengelolaan Sumber
Daya dan Lingkungan Perairan.
Yogyakarta: Kanisius
Eisler, Ronald. 1993. Zinc Hazard to
Fish, Wildlife, and Invertebrates:
A synoptic Review. Maryland:
U.S. Department of the Interior,
Fish and Wildlife Service.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan I.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Hadi, Anwar. 2005. Prinsip
Pengelolaan Pengambilan
Sampel Lingkungan. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Heath, Alan G. 1995. Water Pollution
and Fish Physiology. Florida:
CRC Press.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 115 Tahun 2003
Tentang Pedoman Penentuan
Status Mutu Air, Jakarta.
Sadana, Fernandez Ngariswara Vidsia.
2014. Dampak Krom Pada
Limbah Buangan Industri
Penyamakan Kulit di Sungai
Gajah Wong Terhadap
Mortalitas dan Morfologi Fisik
dan Insang Ikan Nila Hitam
(Oreochromis niloticus).
Yogyakarta: Fakultas
Teknobiologi, Universitas Atma
Jaya.
Siswadi, A. 2010. Abu Vulkanik
Merapi Mematikan.
http://www.tempointeraktif.com/h
g/kesra/2010/11/05/brk,20101105
28-9759,id.html. Diakses pada
Agustus 2014

Anda mungkin juga menyukai