Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KIMIA ANALISIS LAUT

ANALISA SULFIDA DALAM AIR LAUT

OLEH:
KELOMPOK II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

ROMIANTO
RISMA ACHMAD
AINUNNISA
NOVITASARI S
MAYKLIWONS L. P.
ABDUL GAFFAR
RIZDA ARIFIN

(H311 14 027)
(H311 14 007)
(H311 14 303)
(H311 14 311)
(H311 14 313)
(H311 14 317)
(H311 14 505)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I

PENDAHULUAN
Air laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material
lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan
partikel-partikel tak terlarut. Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi
dengan garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah. Contohnya
Natrium, Kalium, Kalsium, dll. Apabila air sungai mengalir ke lautan, air tersebut
membawa garam. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan
garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-kelamaan air laut menjadi asin
karena banyak mengandung garam.
Air yang kita pergunakan setiap hari tidak lepas dari pengaruh yang
diakibatkan oleh manusia juga. Beberapa bahan pencemar seperti bahan
mikrobiologi (bakteri, virus, parasit), bahan organik (pestisida, deterjen), dan
beberapa bahan anorganik (garam, asam, logam), serta beberapa bahan kimia
lainnya misalnya sulfida, sudah banyak ditemukan dalam air yang kita
pergunakan.
Sulfur termasuk salah satu unsur yang terdapat melimpah di alam dengan
kandungan dalam kerak bumi mencapai 880 mg/kg. Kadar sulfur (sebagai
total sulfur) dalam batuan beku dan batuan sedimen berkisar antara 270-2400
mg/kg, dalam air laut 905 mg/L, sementara dalam air tawar mencapai 3,7 mg/L.
Siklus sulfur di perairan dipengaruhi terutama oleh bakteri. Terdapat kelompok
bakteri yang mereduksi ion sulfat menjadi sulfida dan air, kemudian ada bakteri
yang akan mengoksidasi ion sulfida dan sulfur menjadi sulfat. Proses ini tidak
terjadi secara individual melainkan juga dengan adanya pengaruh dari proses
kimia, fisika dan biologi.

Untuk lebih memahami tentang penentuan kadar sulfida dalam air, maka
saya mengambil salah satu contoh jurnal yang berkaitan dengan penentuan kadar
sulfida dalam air laut yang berjudul. Jurnal ini diterbitkan tahun 2001 dan dan
didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
keberadaan sulfida di perairan sebagai salah satu parameter pencemaran air
laut serta metode analisisnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Air laut


Air laut mengandung garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan
partikel-partikel tak terlarut. Laut merupakan sebuah ekosistem besar yang menjadi
tempat hidup bagi berbagai macam biota laut, dari yang berukuran kecil hingga yang
berukuran besar, yang hidup di pesisir hingga hidup di laut dalam.

Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan


daratan, dimana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Limbah yang
mengandung polutan tersebut akan masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan
laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke
sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut.
Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan garam mineral
yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah. Contohnya Natrium, Kalium,
Kalsium, dll. Klorida merupakan zat yang paling banyak terkandung dalam air
laut. Sedangkan zat sodium (NaCl) merupakan zat klorida yang persentasenya
paling besar.Apabila dipersentasekan adalah sebagai berikut :
CaCl2

= 0,34 %

NaCl

= 77,70 %

MgCl2

= 10,88 %

MgSO4

= 4,74 %

CaSO4

= 3.60 %

K2SO4

= 2,64 %

MgBr

= 0,22 %

2.2 Sulfida dalam Air Laut


Senyawa sulfur di perairan biasa dalam bentuk anorganik seperti S, S 8,
sulfate, thiosulfate, tetrathionate, hydrogen sulfide, ferrosulfate, ferrosulfide,
ferrisulfide, dll, sedangkan sulfur dalam bentuk organik meliputi dimethylsulfide,
dimethyl sulfoxide, dimethyl propiothetine (dimethyl sulphoniopropionate,
DMSP). Produk oksidasi sulfide di air laut adalah thiosulfate. Konsentrasi H 2S di
laut mencapai 0.35 g/m3, di musim panas H2S teroksidasi sebanyak 70 g/m2/tahun,
dan tereduksi sebanyak 25 g/m2/tahun. Dalam sedimen terdapat 3.5-5.2 g sulfide
sebagai hasil reduksi sulfate (Kasim dan Nazim, 2009)
Sulfida merupakan salah satu gas terlarut di dalam air laut. Di dalam air, sulfida
berada dalam kesetimbangan dalam 3 bentuk senyawa yakni H 2S, HS-, dan

S2-.

Sulfida berasal dari oksidasi zat organik oleh bakteri Desulfovifrio desulfuricant.
Dalam menguraikan/mengoksidasi senyawa organik dibutuhkan oksigen bebas
(O2), namun oksigen bebas ini bersifat langkah sehingga digunakan oksigen yang
terikat pada senyawa sulfat SO42-, sehingga terjadi reduksi ion SO42- menjadi S2-.
Dari reaksi reduksi ini kemudian dihasilkan sulfida, dalam hal ini hidrogen sulfida
(H2S).
2 CH2O + H2SO4 2 CO2 + 2 H2O + H2S
Selain itu, sulfida juga bisa berasal dari zat-zat organik yang masuk ke
dalam laut, contohnya hidrokarbon. Pembakaran bahan bakar hidrokarbon
menghasilkan sulfida. Hal ini yang menyebabkan kadar sulfida di derah tropis
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah nontropis karena adanya aktifitas
pembakaran hidrokarbon untuk menghasilkan minyak bumi. Selain itu, H 2S juga
berasal dari limbah-limbah industri dan aktifitas perkotaan.

Perubahan hidrogen sulfida menjadi sulfur dapat terjadi dalam proses


sintesis karbohidrat. Hidrogen sulfida digunakan sebagai hidrogen donor untuk
membentuk kembali unsur sulfur, sebagai hasil samping dari sintesis karbohidrat
Jika di perairan tidak terdapat oksigen dan nitrat, maka sulfat berperan sebagai
sumber oksigen dalam proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri anaerob. Ion
sulfat direduksi menjadi ion sulfit yang membentuk kesetimbangan dengan ion
hidrogen untuk membentuk hydrogen sulfida. Presentaase hidrogen
sulfida (H2S) terhadap sulfida total di perairan dapat di lihat pada tabel:
Tabel Presentase Hidrogen Sulfida (H2S) terhadap Sulfida total pada Berbagai pH

Sekitar 99% sulfur terdapat dalam bentuk H 2S pada pH 5. Kondisi ini


menimbulkan tekanan parsial H2S bersifat mudah larut, toksik, dan menimbulkan
bau seperti telur busuk. Toksisitas H2S meningkat dengan adanya penurunan nilai
pH. Perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan H 2S
karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar alami
berkisar antara 2-80 mg/liter. Kadar sulfat pada perairan yang melewati batu
gipsum dapat mencapai 1.000 mg/liter. Kadar sulfat mencapai 1.000 mg/liter di

sekitar pembuangan limbah industri,. Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak
melebihi 400 mg/liter.
Nilai pH menentukan perubahan sulfur antara jenis sulfur (H 2S, HS- dan S2-).
Hidrogen sulfida yang tidak terionisasi adalah racun bagi ikan. Naiknya pH air
mengakibatkan persentase hidrogen sulfida berkurang. Perbandingan persentase
antara jenis sulfur yang terionisasi dengan yang tidak terionisasi sangat penting
untuk diketahui. Selain pH, perbandingan persentase sulfur yang terionsasi
dengan yang tidak terionisasi ini juga dipengaruh oleh suhu perairan.
Sulfida juga di hasilkan dari sedimen-sedimen dan spesies ikan yang tinggal
di dasar laut. Enzim cytochrom C oxidase pada organisme perairan menunjukkan
aktivitas tinggi dan kerentanan terhadapa keracunan sulfide, dengan proses
penghambatan mencapai 50% inhibition pada 30- 500 nm di bawah jaringan
tubuh
Konsentrasi atau kadar sulfida di dalam air laut bisa ditentukan dengan
metode spektrofotometri.metode ini didasarkan pada pengukuran panjang
gelombang sampel berdasarkan pembentukan warna biru, dalam hal ini disebut
metode metilen biru yang diperkenalkan oleh Fisher pada tahun 1883.
NH2 H2N
+ HCl
(CH3)2N

FeCl3

Cl(CH3)2N

N(CH3)2

H2 S

N
(CH3)2N

ClN(CH3)2

N(CH3)2

Pada metode ini, mula-mula senyawa metilen biru dibentuk melalui reaksi
antara N,N-dimetil-p-fenilen diamin dengan HCl dengan bantuan FeCl3 sebagai
katalis, sehingga terbentuk kompleks metilen biru. Kemudian bereaksi dengan
H2S pada sampel air laut sehingga terbentuk kompleks yang berwarna biru.
Intensitas warna biru dengan panjang gelombang tertentu sebanding dengan kadar
gas hidrogen sulfida di dalam sampel air laut. Dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis kemudian diukur absorbansi dari sampel pada panjang
gelombang maksimum. Kemudian dibuatkan grafik antara absorbansi dan
konsentrasi, lalu ditentukan persamaan garis regresinya.
y = ax + b
dengan y adalah absorbansi, a adalah slope, b adalah intersep, dan x adalah
konsentrasi. Dari persamaan garis tersebut kemudian bisa ditentukan konsentrasi
dari hidrogen sulfida di dalam sampel berdasarkan nilai absorbansinya.

Direct Ultraviolet Spectrophotometric Determination of Total Sulfide and


Iodide in Natural Waters
1. Metodologi penelitian
a. Reagen
Standar bisulfida disiapkan dengan 250 mL air di dalam botol aspirator gelas
500 mLyang dioksigenasi dengan gas N2 selama satu jam. Na2S. 9H2O
dibilas dengan DW untuk menghilangkan sodium sulfit kemudian kristal
diseka/dilap dengan untuk menghilangkan airnya, kemudian ditimbang
sebanyak 6 gram, yang kemudian ditambahkan ke dalam air yang sudah
dioksigenasi untuk mendapatkan 100 mL larutan. Aspirator gelas kemudian
disegel untuk menghindari kontak dengan oksigen. Kemudia distandarisasi
dengan titrasi iodometri. Reagen yang digunakan untuk pengukuran dengan
metode

metilen

biru

adalah

N,N-dimethyl-p-phenylenediamine

dihydrochloride ((CH3)2NC6H4NH22HCl, Aldrich, 0.48 gram dalam


100 mL HCl 6 M. kedua reagen ditempatkan dalam botol polietilen coklat.
Reagen ini harus dihaja dari cahaya dan dimasukkan dalam refrigerator agar
tetap tahan selama berbulan-bulan.
b. Sampling dan preparasi sampel
Sampel diambil dari perairan Seaside, Monterey County, CA, dalam botol
polietilen yang diisi hingga penuh dan ditutup. Sampel tidak perlu disaring
atau diencerkan karena akan dianalisis dengan UV. pH sampel sekitar 7,7

8,0. Sulfida total juga diukur degan metode metilen biru, sedangkan
nitratnya ditentukan dengan pengukuran kolorimetri setelah direduksi
menjadi nitrat. Selain menganalisis air dari perairan, pada jurnal ini juga
dilakukan analisis terhadap cairan hasil aktifitas vulkanik yang diambil pada
kedalaman 1500 m dengan menggunakan alat tertentu, kemudian disaring
untuk menghilangkan partike-partikel tersuspensi. Kemudian ditambahkan
dengan amonium hidroksida (NH4OH) 0,44 M, dengan pH<7 menjadi
sekitar 8,0, yang kemudian diencerkan, yang nantinya juga akan dianalisis
dengan metode metilen biru. Selain kedua jenis sampel air tersebut, juga
diambil sampel sedimen air tanah dari Elkhorn Slough National Estuarine
Research Reserve, Monterey Bay. Diperoleh 3 sampel dari tempat yang
berbeda-beda yang diisi dengan gas N2. Tabung sentrifugasi kemudian diisi
dengan sampel tadi yang masih berupa lumpur. Tabung yang disegel tersebut
kemudian disentrifugasi selama ~30 menit dengan kecepatan 2500 rpm
untuk memisahkan air tanahnya. Kemudian disaring dengan kertas saring
0,45 m. Sampel kemudian dianaliss dengan metode metilen biru dan
dengan UV.
c. Peralatan
Untuk mendapatkan data absorbansi dari 200 nm hingga 400 nm, digunakan
alat Hewlett-Packard HP 8452A diode array spektrofotometer dengan
resolusi 2nm. Sampel air perairan dan air tanah diukur absorbansinya
dengan kuvet kuarsa. Sampel vent (yang berasal dari aktifitas vulkanik
diukur dengan kuvet alir Hellma 1cm dengan windows Suprasil I. Semua
data absorbansi disimpan dengan estimasi generalisasi komputer dari
konsentrasi bisulfida di dalam sampel. Perkin-Elmer Elan 6000 IC MS

digunakan untuk menentukan total iodine dalam sampel. Sampel diencerkan


hingga 250 kali dengan HNO3 1% supermurni sebelum dianalisis dengan
ICPMS.
2. Hasil dan Pembahasan
Spektrum dari larutan dengan konsentrasi sulfide total 50 M pada pH 8
menunjukkan puncak pada daerah 230 nm (figure 1b). Absorbansi 230 nm
pada larutan yang mengandung total sulfide 115 M ditunjukkan pada pH
tertentu (figure 1b). Nilai absorbansi sangat dipengaruhi oleh pH. Persentasi
dari sulfide total sebagai HS- pada masing-masing sampel yang dihitung
dengan nilai pK1 sebesar 6,60 pada air laut pada suhu 25 0C juga ditunjukkan
pada grafik. Kesamaan antara dua garis tersebut menggambarkan bahwa ion
bisulfida merupakan spesi primer yang sangat mempengarhi absorbsi UV
pada H2S. spektrum yang lebih lemah dapat dilihat pada larutan asam karena
adanya H2S yang terdisosiasi (figure 1a). dominansi HS- pada absorpsi UV
menunjukkan kisaran pH optimum untuk pengukuran konsentrasi sulfida
total dengan UV adalah pada pH 8,0 sampai 9,0, dimana HS - > 95% dari
semua total sulfida. Spektrum ini akan lebih rumit di atas pH 9 dengan
adanya absorbansi polisulfida yang juga manyerap pada daerah UV.

Spektra absorbansi UV untuk beberapa senyawa lain juga ditunjukkan pada


grafik 1a seperti bromide, nitrat, nitrit, dan iodide yang memunjukkan
puncak pada panjang gelombang 204, 202, 210, dan 226 nm. Namun hal ini
tidak akan kita bahas pada makalah ini karena kita hanya fokus pada
penentuan kadar sulfida.
Puncak pada spektrum larutan bisulfida bisa diselesaikan dari spektra ion
lain selain I-. konsentrasi total dari iodin adalah <1 M dalam air laut,
dimana hal ini tidak cocok untuk digunakan dalam penentuan kadar
bisulfida dalam jumlah yang mikro. Penelitian terdahulu telah melakukan
studi dan menemukan bahwa spektrum dari material organik yang terlarut di
dalam air laut dapat dimodelkan sebagai sebagai suatu fungsi eksponensial.
Absorbansi dari suatu sampel merupakan jumlah absorbansi dari komponenkomponennya

Dimana adalah absortivitas molar dari spesies yang tersubskripsi pada


panjang gelombang , dan L adalah lebar medium. Penjumlahan dari
komponen (j) mewakili semua kombinasi yang mungkin dari ion
anorganikselain HS- yang mungkin ada di dalam sampel. Intersep (b) dan
slope (b) mewakili absorbsi dari zat-zat organik dalam sampel air laut.
Kemudian c mungkin ditambahkan untuk memenuhi offset spektral untuk
dimasukkan dalam proses.

Persamaan 1, pada prinsipnya dapat digunakan untuk menentukan HS -,


NO3-, Br-, I-, dan komponen lainnya.

Sulfida dalam sampel air


Sampel air mewakili sampel alam yang paling sederhana yang diuji. Sampel
ini mengandung sedikit ion halida. Absorbansi dari semua sampel kurang
dari 1,0 pada panjang gelombang 214 nm. Grafik 2 menunjukkan spektrum
absorbansi dari sampel dan spektrum kompenen yang telah ditentukan
dengan regresi dari persamaan 1 pada kisaran panjang gelombang 220
sampai 300 nm. Batasan deteksi (3 x standar deviasi) untuk 15 analisis
bisulfida dari sampel perairan adalah 0,6 m. Meskipun penentuan kadar
hidrogen sulfida ditemukan dalam setiap sampel, konsentrasi total sulfida di
atas ditemukan bahwa batas deteksi hanya ditemukan di salah satu sampel,
baik itu dengan metode ultraviolet
(1,3 m) (grafik 2).

(1,7 m) maupun metode metilen biru

Sulfida, Nitrat, dan Bromide dalam Dampel Air Hidrotermal


Spektrum dari sampel fluida hidrotermal lebih kompleks daripada sampel
air biasa dari suatu perairan. Tingginya konsentrasi bromide dalam air laut
(~850 M) dan konsentrasi total dari sulfida yang tinggi ditunjukkan oleh
absorbansi yang lebih besar daripada 1,0. Sampel air hidrotermal dibagi
menjadi 2 kelompok, dimana salah satunya mengandung total sulfida yang
rendah ( A<1,0 pada =230 nm dan pH 8) dan yang lain dengan konsentrasi
total sulfida yang tinggi (A 1,0 pada 230 nm dan pH 8). Persamaan 1
dapat langsung digunakan pada sampel dengan kadar bisulfida yang rendah.
Sedangkan untuk konsentrasi bisulfida yang rendah digunakan model
bisulfida DOC sebagai satu-satunya konstituen. Diagram 3a menunjukkan
spektrum absorbansi dari sulfida dengan konsentrasi yang rendah yang telah
ditentukan dengan regresi multipel dari sampel dari 214 sampai 300 nm.
Sedangkan spektrum absorbansi dengan konsentrasi sulfia yang tinggi yang
ditentukan dengan regresi nonlinear yaitu pada panjang gelombang 246
sampai 300 nm ditunjukkan pada diagram 3b.

Konsentrasi bisulfida pada air hidrotermal ditentukan dengan metode


ultraviolet dan kemudian dibandingkan dengan penentuan dengan metode
metilen biru pada diagram 4. Konsentrasi yang tinggi dari suatu sampel
dapat dianalisis dengan metode ultraviolet tanpa pengenceran. Pengenceran
tidaklah mungkin untuk diakukan pada metode metilen biru. Standar deviasi
dari pengukuran bisulfida adalah 0,26 M, yang memberikan deteksi limit (3
SD) pada 0,8 M.

Selain itu juga ditentukan kadar sulfide pada sampel air tanah dengan
metode ultraviolet dan diperoleh diagram spectrum berikut:

Diagram tersebut menunjukkan adanya peak di dekat 260 nm pada sampel


dengan konsentrasi total sulfide sebesar 20,8 M.
Selain itu, juga ditentukan kadar senyawa lain di dalam sampel melalui
analisis dengan ultravolet seperti I- dengan diagram spektru seperti di bawah
ini:

Diagram spectrum di atas merupaka spectrum ultraviolet untuk analisis


kandungan I- pada sampel. Namun dalam makalah ini hanya membahas
mengenai penentuan kadar sulfide sehingga tidak akan dibahas mengenai
kandungan I- dalam sampel.
Jurnal tersebut di atas telah membahas mengenai penentuan kadar sulfida
dan beberapa senyawa lain dalam sutu perairan. Jurnal tersebut didasarkan pada
penelitian yang telah dilakukan, dimana dilakukan analisis terhadap tiga jenis
contoh yaitu air biasa di perairan, air tanah, dan air hidrotermal sebagai akibat dari
aktifitas vulkanis. Analisis tersebut dilakukan dengan dua metode yakni metode
metilen biru dan metode ultraviolet sehingga diperoleh kadar total sulfida pada
masing-masing jenis sampel.
Jika dirangkumkan, maka proses analisis sulfida contoh air dapat
dilakukan dengan prosedur berikut:
1. Masukkan water sampler secara vertikal dan pelan2 ke dalam air laut.
Setelah semua water sampler berada di dalam air, tutup water sampler
2. Isi botol BOD dengan contoh air melalui selang plastik.
3. Tutup botol BOD pelan-pelan.
4. Buka tutup botol.
5. Tambahkan pelan-pelan 0,50 mL N,N-dimetil-p-fenilen diamin dan 0,50
mL FeCl3. Ujung pipet harus sampai ke dasar botol.
6. Tutup kembali botol BOD dengan pelan-pelan. Hindari adanya gelembung
udara.
7. Kocok dengan cara membolak-balik botol BOD sebanyak 15 kali.
8. Biarkan selama 60 menit alam tempat gelap.

9. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 670 nm.


Penentuan kadar sulfida dalam suatu perairan tidaklah semudah yang
dibayangkan. Penentuan kadar sulfida di dalam air laut bukan hanya melalui
proses yang biasa-biasa saja mulai dari pengambilan sampel air, pengawetan,
pengangkutan ke laboratorium, hingga mencampurnya dengan reagen dan
menggunakan alat spektrofotometri untuk menentukan kadarnya. Ternyata ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kadar sulfida dalam air
laut. Dalam analisis, sangat dibutuhkan ketelitian serta kehati-hatian karena ada
beberapa hal yang mungkin dianggap sepeleh namun ternyata sangat
mempengaruhi hasil akhir analisis. Kesalahan ini bisa menyebabkan lost (kadar
sulfida > kadar sebenarnya) atau contamination (kadar sulfida > kadar
sebenarnya). Kesalahan-kesalahan tersebut bisa berasal dari beberapa aspek,
secara natural dari alam, maupun karena perlakuan-perlakuan yang diberikan,
mulai dari pengambilan sampel, hingga pada pengukuran absorbansi. Namun ada
beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari kesalahan tersebut sehingga
tidak ada pengaruh terhadap hasil akhir analisis. Berikut diuraikan beberapa
sumber kesalahan dalam penentuan kadar sulfida serta cara mengatasinya.
1. Penggunaan tempat contoh air, dimana botol dengan model tutup diputar
tidak dapat diisi penuh dengan air. Masuknya udara ke dalam botol akan
mendorong proses penguapan H2S, sehingga kadar sulfida > kadar
sebenarnya (lost).
Maka untuk menghindari kesalahan tersebut, digunakan botol BOD atau
botol yang dirancang khusus untuk analisis sulfida, dengan penutup botol
yang tidak diputar tapi langsung ditutup.
2. Kadar H2S dalam udara di daerah tropis tinggi sebagai hasil dari
pembakaran bahan bakar hidrokarbon sehingga udara bisa menjadi sumber

kontaminasi yang potensil. Kesalahan bisa terjadi saat pengambilan contoh


air, dimana jika dilakukan pengambilan contoh dengan cara penyidukan
maka akan aa udara yang terperangkap di dalam botol sehingga
menyebabkan kadar sulfida > nilai yang sebenarnya (contaminated).
Maka untuk menghindari hal ini, pengambilan contoh dilakukan dengan
menggunakan water sampler khusus, dimana water sampler dimasukkan
ke dalam air secara vertikal dan perlahan-lahan hingga semua bagian
water sampler masuk ke dalam air dan terisi penuh, kemudian segera
ditutup.
3. Penggunaan water sampler yang terbuat dari logam akan bereaksi dengan
sulfida sehingga akan mengurangi kandungan sulfia di dalam sampel dan
kadar yang diperoleh < kadar yang sebenarnya.Untuk menghindari hal ini,
maka digunakan digunakan water sampler yang terbuat dari bahan organik
atau dari bahan gelas yang tidak akan bereaksi dengan sulfida sehingga
tidak akan mempengaruhi hasil analisis.
4. Suhu udara di atas kapal lebih tinggi daripada suhu air laut shingga suhu
contoh akan naik sewaktu tiba di atas kapal dan menyebabkan H 2S keluar
dari contoh. Hal ini kemudian menyebabkan hasil analisis < hasil yang
sebenarnya.
Untuk menghindari hal ini, maka saat contoh air tiba di atas kapal, segera
pindahkan ke dalam botol BOD. Namun penunangannya tidaka bisa
dilakukan dengan cara biasa karena dapat menyebabkan H 2S menguap.
Oleh sebab itu harus menggunakan selang khusus dari water sampler ke
dalam botol BOS.
5. H2S bersifat gas. Kenaikan suhu atau goncangan yang terjadi selama
transportasi menyebabkan sebagian H2S menguap atau keluar dari contoh
air sehingga akan mempengaruhi hasil akhir dimana hasil analisis < kadar

yang sebenarnya dalam contoh air. Oleh sebab itu, sampel air yang
diisikan ke dalam botol BOD harus benar-benar sampai penuh sehingga
tidak ada ruang bagi gas H2S untuk keluar dari contoh air.
6. Air laut umumnya mengandung zat padat tersuspensi yang tentunya akan
memantulkan cahaya sehingga akan ikut terukur pada saat pengukuran
absorbansi. Hal ini menyebabkan nilai absorbansi sampel > nilai
absorbansi yang sebenarnya sehingga kadar sulfida hasil analisis > kadar
sebenarnya.
Maka untuk menghindari hal ini, contoh air harus disaring terlebih dahulu
dengan menggunakan kertas saring 0,45 m
7. H2S bersifat gas. Kenaikan suhu atau goncangan selama transportasi akan
menyebabkan H2S menguap atau keluar dari air contoh. Untuk
menghindari hal ini maka contoh harus segera dimasukkan ke dalam ice
box, lalu didinginkan dengan es batu.
8. Adanya aktivitas mikroorganisme yang mengubah senyawa sulfat
(kadarnya sangat tinggi di dalam air laut yaitu sekitar 2000 ppm) menjadi
H2S atau S2- sehingga menyebabkan kadar sulfida di dalam contoh
meningkat dan terjadi kontaminasi. Untuk menghindari hal tersebut, maka
contoh air harus ditaruh di tempat yang gelap. Bila analisis contoh tidak
dapat dilakukan 1 jam setelah pengambilan maka sampel air harus
ditambahkan dengan 1 mL Zn asetat (2N) / 50 mL air contoh.

BAB III
KESIMPULAN

Dari semua paparan dan penjelasan dalam makalah ini dapat disimpulkan
bahwa:
1. Sulfida di dalam air laut berasal dari reduksi ion sulfat oleh bakteri
Desulfovifrio desulfuricant) dan penguraian senyawa organik oleh
mikroorganisme.
2. Sulfida dapat dijadikan sebagai indikator tercemarnya suatu perairan
3. Kadar sulfida dalam satu perairan dapat diukur dengan metode
spektrofotometri yakni biru metilen dan dengan metode ultraviolet.
4. Telah dilakukan banyak penelitian salah satunya untuk menentukan kadar
sulfida di dalam air laut, air hidrotermal hasil aktivitas vulkanik, dan air
tanah yang diterbitkan dalam suatu jurnal berjudul Direct Ultraviolet
Spectrophotometric Determination of Total Sulfide and Iodide in Natural
Water
5. Dalam menentukan kadar sulfida dalam suatu perairan, harus diperhatikan
sumber-sumber kesalahan yang dapat mempengaruhi hasi akhir dan

menghindari kesalahan tersebut dengan caranya masing-masing, sehingga


diperoleh hasil kadar sulfida yang sesuai dengan kadar sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. H. 2010. Penentuan Batas Deteksi Metode (Method Detection Level) dan
Batas Kuantifikasi (Limit Of Quantitation) Pengujian Sulfida dalam Air
dan Air Limbah dengan Biru Metilen Secara Spektrofotometri. Ecolab
Vol. 4 No. 2 Juli 2010: 55-96
Ary Poppo dkk. Studi Kualitas Perairan Pantai di Kawasan Industri Perikanan,
Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana.
Ecotrophic
Djoko H. Kunarso. Teknik Membran Filter untuk Mendeteksi Bakteri Pencemar.
Oseana, Volume XIV, Nomor 4 : 133 143
Hermayani N.S. & Widiyanto. 2010. Pengaruh Aktivitas Bakteri Sulfur Terhadap
Aspek Geomikrobiologi di Perairan.Pusat Penelitian Limnologi LIPI
Margareth E. K. Purba. 2009. Analisa Kadar Total Suspended Solid (TSS),
Amoniak (NH3), Sianida (CN-) dan Sulfida (S2-) Pada Limbah Cair
Bapedaldasu. Medan: Departemen Kimia Program Studi Diploma-3
Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara.
Rezqi Velyan S.K. 2010. Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak
terhadap Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).
Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur Departemen
Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor
Guenther, E.A., Johnson, K.S., dan Coale, K.H., Direct Ultraviolet
Spectrophotometric Determination of Total Sulfide and Iodide in Natural
Waters, Anal. Chem; 73

Anda mungkin juga menyukai