Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
karya tulis ilmiah dengan judul “KandunganUrin Siswa Laki-Laki Kelas XI MIA 6
sebagai Indikator Keberadaan Penyakit Diabetes MelitusTipe I Tahun 2019”.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini peneliti mendapatkan banyak bantuan dan
bimbingan sehingga mampu menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu, peneliti
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Elyda K. Rara selaku guru
pembimbing Bahasa Indonesia yang telah banyak membantu dan membimbing dalam
proses pembuatan karya ilmiah ini.

Peneliti berharap karya ilmiah yang ditulis ini dapat bermanfaat untuk
khalayak luas dan mampu menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. Peneliti
menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak sekali kekurangan dan jauh
dari kata sempurna, baik dari segi penulisan maupun tata bahasanya. Oleh karenanya,
peneliti mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan karya tulis ini.

Lawang, 28 Februari 2019

Peneliti

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Urin merupakan cairan yang mengandung zat sisa metabolisme yang sudah tidak
digunakan oleh tubuh sehingga harus dikeluarkan dari tubuh oleh organ eksresi. Jika
zat-zat sisa metabolisme tersebut tidak dikeluarkan dari tubuh, akan menyebabkan
keracunan, bahkan kematian bagi sel-sel tubuh (Irnaningtyas, 2014:317).

Pembentukan urin di dalam ginjal meliputi tiga proses dasar, yaitu filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan augmentasi (sekresi tubulus). Filtrasi glomerulus
adalah proses penyaringan plasma bebas protein melalui kapiler glomerulus ke dalam
kapsul Bowman (Irnaningtyas, 2014:322). Melalui filtrasi glomerulus, setiap hari
terbentuk rata-rata 180 liter filtrat glomerulus (urin primer). Selanjutnya, reabropsi
tubulus adalah proses penyerapan kembali zat yang dibutuhkan oleh tubuh seperti
glukosa, asam amino, nutrisi organik, air, dan garam mineral (Irnaningtyas, 2014:
323). Dari 180 liter plasma yang terfiltrasi setiap hari, rata-rata 178,5 liter direabsopsi
dan sisanya 1,5 liter akan mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin.
Urin yang dihasilkan setelah proses reabsorpsi tubulus disebut urin sekunder. Proses
terakhir yakni augmentasi (sekresi tubulus). Augmentasi (sekresi tubulus) adalah
transpor aktif yang memindahkan zat-zat tertentu dari darah dalam kapiler peritubuler,
keluar melewati sel-sel tubuler menuju ke cairan tubuler, dan masuk ke dalam
urin(Irnaningtyas, 2014: 325). Semua zat yang masuk ke cairan tubuler dan tidak
direabsopsi, akan dieliminasi ke dalam urin sesungguhnya. Augmentasi terjadi di
tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, dan duktus kolektivus

Proses pembentukan urin dipengaruhi oleh kinerja beberapa hormon, yaitu


hormon ADH (antidiuretic hormone), sistem hormon renin-angiostensin-aldosteron,
dan hormon insulun. Hormon ADH dihasilkan dalam bagian otak yang disebut
hipotalamus dan dibebaskan oleh kelenjar pituitari yang terletak dibawah
hipotalamus. Keringat atau diare dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas darah
sehingga sekresi ADH dalam darah akan ditingkatkan dan menyebabkan peningkatan
reabsorpsi air. Hal tersebut menyebabkan jumlah urin sedikit atau lebih pekat.
Sebaliknya, menurut Campbell, dkk. (dalam Manalu, 2004:126) bahwa hanya
tambahan asupan air dalam makanan dan minuman yang dapat membuat osmolaritas
2
keseluruhannya turun kembali menjadi 300 mosm/L. Ketika sangat sedikit ADH
dibebaskan, seperti yang terjadi setelah sejumlah besar volume air menurunkan
osmolaritas darah, ginjal akan menyerap sedikit air, yang mengakibatkan peningkatan
pengeluaran urin encer.

Sistem hormon renin-angiostensin-aldosteron dihasilkan oleh aparatus juksta


glomerulus untuk merespon tekanan darah rendah, konsentrasi natrium rendah, dan
kehilangan air. Renin mengubah protein plama angiostensinogen menjadi
angiostensin I. Angiostensin I diubah menjadi angiostensin II. Angiostensin II
berfungsi menstimulasi rasa haus, sekresi ADH, peningkatan tekanan darah, dan
pelepasan aldosteron. Aldosteron berfungsi meningkatkan sekresi K+ dalam tubulus
kontortus distal saat natrium direabsorpsi. Hormon insulin dihasilkan oleh sel β pada
pankreas. Insulin berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan cara
menginisiasi penyerapan glukosa oleh sel otot untuk diubah menjadi energi atau
disimpan dalam bentuk glikogen oleh sel hati, dan menghambat perombakan glikogen
menjadi glukosa oleh hormon glukagon ke dalam darah (Irnaningtyas, 2014:327).

Selain dipengaruhi oleh kinerja hormon, proses pembentukan urin juga


dipengaruhi oleh faktor eksternal. Suhu lingkungan dapat memengaruhi jumlah
sekresi ADH. Saat suhu lingkungan meningkat, maka kulit akan banyak
mengeluarkan keringat, osmolaritas darah meningkat, sekresi ADH meningkat, dan
menyebabkan reabsorpsi air meningkat serta jumlah urin sedikit. Kemudian, jumlah
air minum juga turut memengaruhi proses pembentukan urin. Minum air dalam
jumlah banyak akan menurunkan osmolaritas darah dan sekresi ADH sehingga
reabsorpsi air menurun dan jumlah urin meningkat. Faktor terakhir yakni alkohol.
Alkohol dapat menghambat pembebasan ADH sehingga kandungan air dalam urin
menurun dan menyebabkan tubuh dehidrasi dan rasa sakit.

Volume urin pada orang dewasa sehat sekitar 800 – 2.500 mL/hari. Urin memiliki
karakteristik berwarna kuning pucat sampai kuning tua. Urin segar tampak jernih,
tetapi kalau didiamkan di ruang terbuka, maka akan berubah keruh karena perubahan
urea menjadi amonia. Berat jenis urin 1,003 – 1,035 g/cm3 dan bersifat agak asam
dengan pH rata-rata 6, atau 4,7 sampai 8. Urin memiliki aroma khas, yakni cenderung
berbau amonia setelah didiamkan (Irnaningtyas, 2014:327)

3
Menurut Irnaningtyas (2014:327-328) bahwa, urin terdiri atas 95% air dan zat-zat
terlarut. Zat-zat yang terkandung dalam urin normal adalah zat buangan nitrogen
(urea, asam urat, dan kreatinin), benda keton, asam hipurat, toksin, zat kimia asing,
pigmen (urobilin/urokrom, hematoporfirin), enzim, vitamin, hormon (HCG terdapat
pada urin wanita hamil), dan elektrolit (ion natrium, klorin, kalium, amonium, sulfat,
fosfat, kalsium, dan magnesium).

Gangguan proses pembentukan urin salah satunya adalah penyakit diabetes


melitus tipe I. Diabetes melitus tipe I adalah kelainan metabolis akibat defisiensi
sekresi hormon insulin dengan simtom berupa hiperglisemiapronis dan gangguan
karbohidrat, lemak, dan protein. Diabetes melitus tipe I dapat diindikasi
keberadaannya dari adanya kandungan glukosa dalam urin. Hal ini menyebabkan urin
penderita diabetes melitus tipe I memiliki bau manis bukannya bau khas amonia.
Penyebab diabetes melitus tipe I adalah gangguan dalam proses reabsorpsi glukosa
dalam tubulus kontortus proksimal atau gangguan produksi hormon insulin.Menurut
Shanty (2013:24) bahwa, diabetes melitus tipe I dicirikan dengan hilangnya sel β
penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan
insulin dalam tubuh. Penyebab umum hilangnya sel β pada diabetes tipe I adalah
kesalahan reaksi auto imunitas yang menghancurkan sel β pankreas. Diabetes tipe ini
dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, akan tetapi umumnya berusia di
bawah 30 tahun.

Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan kejadian diabetes


melitus pada anak usia 0-18 tahun sebesar 700% dalam kurun waktu 10 tahun. Sejak
September 2009 hingga September 2019 terdapat 1213 kasus diabetes melitus tipe I,
paling banyak ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra
Selatan. dr. Aman Pulungan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengatakan gejala
yang perlu diwaspadai jika anak menderita diabetes melitus adalah anak menjadi
banyak makan, banyak minum, sering kencing dan mengompol, penurunan berat
badan yang drastis dalam 2-6 minggu sebelum terdiagnosis kelelahan, mudah marah,
sesak napas, dan dehidrasi. Diabetes melitus tipe 1 tidak dapat dicegah dan siapapun
dapat mengalaminya. Di Indonesia penyakit ini pertama kali didiagnosis paling
banyak pada kelompok usia 10-14 tahun dengan 403 kasus, kemudian kelompok usia
5-9 tahun dengan 275 kasus, kelompok usia kurang dari 5 tahun dengan 146 kasus,
dan paling sedikit adalah usia diatas 15 tahun dengan 25 kasus.
4
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementrian
Kesehatan dr. Cut Putri Ariane, M.H.Kes. menjelaskan permasalahan diabetes melitus
lainnya di Indonesia adalah terkait terdiagnosis dan tidak terdiagnosisnya penyakit
tersebut. Berdasarkan Riskesdas 2013 dari jumlah penduduk indonesia ada 6,9%
orang dengan diabetes melitus. Dari jumlah itu, ada 69,6% penyakit diabetes melitus
yang tidak terdiagnosis dan 30,4% terdiagnosis.

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai


“Kandungan Urin Siswa Laki-Laki XI MIA 6 sebagai Indikator Keberadaan Penyakit
Diabetes Melitus Tipe I Tahun 2019”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian,


yaitu:

1. Apa saja zat-zat yang terkandung dalam urin siswa laki-laki kelas XI MIA 6?
2. Bagaimana analisis zat-zat yang terkandung dalam urin siswa laki-laki kelas XI MIA
6 terhadap ciri-ciri urin penderita diabetes melitus tipe I?

C. Tujuan
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kandungan urin siswa laki-laki kelas XI MIA 6 sebagai indikator
keberadaan penyakit diabetes melitus tipe I tahun 2019.

C.2. Tujuan Khusus

C.2.1. Untuk mengetahui zat-zat yang terkandung dalam urin siswa laki-laki kelas XI MIA
6.

C.2.2. Untuk mengetahui analisis zat-zat yang terkandung dalam urin siswa laki-laki kelas
XI MIA 6 terhadap ciri-ciri urin penderita diabetes melitus tipe I.

5
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Bagi siswa-siswi kelas XI MIA 6
Sebagai tambahan pengetahuan bagi siswa mengenai perbedaan ciri-ciri kandungan
urin orang sehat dengan kandungan urin penderita diabetes melitus tipe I dan dapat
mencegah serta menanggulangi penyakit diabetes melitus tipe I.
2. Bagi instansi sekolah
Sebagai bahan pertimbangan bagi SMAN 1 Lawang untuk meningkatkan fasilitas
kesehatan dan mengadakan tes kesehatan secara berkala agar siswa dan siswi SMAN
1 Lawang mendapatkan informasi lebih akurat mengenai kesehatannya dan bahaya
penyakit diabetes melitus tipe I.
3. Bagi peneliti
Sebagai sarana dalam mencari wawasan yang lebih luas mengenai kajian yang diulas
dan referensi bagi pengembangan ilmu dan penelitian selanjutnya.

E. Landasan Operasional

E.1. Variabel Bebas

Benedict adalah larutan reagen kimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya gula
pereduksi (monosakarida, disakarida, dan polisakarida) dalam suatu sampel.

E.2. Variabel Terikat


Urin adalah zat cair buangan yang diekskresikan oleh ginjal dan kemudian terhimpun
dalam kandung kemih yang dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi di
dalam saluran kandung kemih.

6
BAB II

KERANGKA TEORITIS

Penelitian “Kandungan Urin Siswa-Siswi XI MIA 6 sebagai Indikator Keberadaan


Penyakit Diabetes Melitus Tipe I Tahun 2019” didasarkan pada beberapa teori, yaitu :

1. Irnaningtyas
1.1. Bahwa, urin terdiri atas 95% air dan zat-zat terlarut.
 Zat-zat yang terkandung dalam urin normal yaitu sebagai berikut
1. Zat buangan nitrogen, misalnya urea (hasil deaminasi protein), asam urat
(hasil katabolisme asam nukleat) , dan kreatinin (hasil penguraian kreatin
fosfat dalam jaringan otot).
2. Benda keton (hasil metabolisme lemak)
3. Asam hipurat dari pencernaan sayuran dan buah
4. Toksin, zat kimia asing, pigmen (urobilin/urokrom, hematoporfirin), enzim,
vitamin dan hormone. Hormon chorionic gonadtropin terdapat pada urin
wanita hamil
5. Elektrolit, meliputi ion natrium, klorin, kalium, amonium, sulfat, fosfat,
kalsium, dan magnesium.
 Zat-zat yang terkandung dalam urin abnormal, antara lain albumin, glukosa, sel darah
merah, zat kapur, batu ginjal (kalkuli), dan badan keton yang jumlahnya melebihi
normal (Irnaningtyas, 2013:327-328).
1.2. Sifat fisik urin
 Volume urin pada orang dewasa sehat sekitar 800 – 2.500 mL/hari.
 Berwarna kuning pucat sampai kuning tua. Urin segar tampak jernih, tetapi kalau
didiamkan di ruang terbuka, maka akan berubah keruh karena perubahan urea menjadi
amonia.
 Berat jenis urin 1,003 – 1,035 g/cm3 dan bersifat agak asam dengan pH rata-rata 6,
atau 4,7 sampai 8.
 Urin memiliki aroma khas, yakni cenderung berbau amonia setelah didiamkan. Pada
urin penderita diabetes, adanya aseton menimbulkan bau manis (Irnaningtyas, 2013:
327).

7
2. Sandra Shanty
2.1. Diabetes mellitus tipe I dicirikan dengan hilangnya sel β penghasil insulin pada pulau-
pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin dalam tubuh.
Diabetes mellitus tipe I disebabkan karena ketidakadaan hormon insulin (Shanty,
2013:24).
2.2. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, akan tetapi
umumnya berusia di bawah 30 tahun (Shanty, 2013:24).
2.3. Respon tubuh terhadap insulin umumnya normal, terutama pada tahap awal
perkembangan penyakit. Namun, saat diagnosis penyakit diabetes mellitus tipe I
ditegakkan umumnya ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans. Pada
kondisi ini, pankreas akan sedikit atau tidak mengeluarkan insulin, sedangkan lebih
dari delapan puluh persen sel β pankreas telah meningkat. Maka tanpa adanya insulin,
glukosa tidak dapat masuk ke sel. Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami
“kelaparan” padahal glukosa darah sangat tinggi (Shanty, 2013:24).

3. Campbell, dkk.
3.1. Reabsorpsi (Penyerapan Kembali). Tubula proksimal dan tubula distal serta lengkung
Henle semuanya memberikan kontribusi terhadap reabsorpsi, seperti halnya duktus
pengumpul. Hampir semua gula, vitamin, dan zat makanan organik lainnya yang
ditemukan dalam filtrat awal akhirnya akan diserap kembali (Campbell, dkk. dalam
Manalu, 2004:117).
3.2. Nutrien-nutrien termasuk glukosa dan asam amino ditranspor secara aktif dari filtrat
ke cairan interstisial, dan kemudian ke dalam darah di dalam kapiler peritubuler.
Tanpa reabsorpsi ini, nutrien-nutrien ini akan hilang bersama urin (Campbell, dkk.
dalam Manalu, 2004:119).
3.3. Sel-sel hati berinteraksi dengan sistem sirkulasi dalam pengambilan glukosa dari
darah. Sel-sel hati menyimpan kelebihan gula sebagai glikogen dan, sebagai respons
terhadap permintaan bahan bakar tubuh, mengubah glikogen kembali menjadi
glukosa, yang dilepaskan ke dalam darah (Campbell, dkk. dalam Manalu, 2004:125).

8
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Peneliti menyusun penelitian ini menggunakan metodologi penelitian eksperimen.


Menurut Nazir (1988:74) bahwa meetode ini merupakan bentuk penelitian yang
dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya
kontrol. Tujuan dari metode eksperimental adalah untuk menyelidiki ada tidaknya
hubungan sebab akibat serta seberapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan
cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok
eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan ( Nazir, 1988:75).

Langkah-langkah dalam metodologi eksperimen:

1. Merencanakan percobaan
Percobaan yang akan dilakukan harus direncanakan sebaik-baiknya sehingga
dalam pelaksanaannya, sudah ada garis nyata tentang apa yang dikerjakan atau tidak
dikerjakan. Ada dua hal penting yang harus memperoleh perhatian khusus dalam
perencanaan percobaan, yaitu:
A. Langkah yang digunakan.
Langkah yang diperlukan dalam percobaan harus jelas diberikan. 3 hal penting
harus diterangkan, yaitu:
A.1 Rumusan masalah serta pernyataan tentang tujuan percobaan atau penelitian
A.2 Gambaran dari percobaan yang akan dilakukan, termasuk tentang besarnya
percobaan, jumlah dan jenis perlakuan, material yang dipakai, dan sebagainya.
A.3 Outline dari penganalisaan yang digunakan

B. Desain percobaan
Langkah-langkah yang utuh dan berurutan yang dibuat lebih dahulu sehingga
keterangan yang diperoleh dari percobaan akan mempunyai hubungan yang nyata
dengan masalah penelitian. Desain percobaan harus sederhana, efisien, serta efektif,
sesuai dengan waktu, uang, tenaga kerja serta material yang digunakan dalam
percobaan tersebut.

9
2. Melaksanakan percobaan
Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan percobaan, adalah
pengenalan terhadap material yang digunakan. Pengamatan terhadap performance
percobaan harus dilakukan secara periodik sesuai dengan jadwal yang telah diatur.
Adapun kelainan harus dicatat serta dilakukan pengukuran. Observasi harus dilakukan
secara teliti, menggunakan indera mata, otak, dan tangan. Data yang diperlukan
secepatnya dimasukkan dalam record book pada waktu observasi dilakukan. Data
harus dimasukkan dalam record book dalam bentuk yang paling primer, dan jangan
data yang sudah diadakan kalkulasi atau transformasi. Setelah pengamatan selesai,
maka tiba saatnya dilakukan analisis, interpretasi serta generalisasi dari penemuan-
penemuan. Dari hasil pengujian maka dapat diadakan interpretasi dari hasil percobaan
serta dapat membuat generalisasi yang berlaku umum. Kesimpulan dapat ditarik serta
pemberian rekomendasi.

2.1.Waktu dan tempat penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada Rabu, 22 Januari 2019 pukul 08.25 WIB dan
bertempat di Laboratorium Biologi SMAN 1 Lawang.

2.2.Alat dan bahan


Alat Bahan
 tabung reaksi  larutan benedict
 bunsen atau spirtus
 penjepit tabung
 pipet tetes
 botol sampel urin

10
2.3. Prosedur
2.3.1.Uji warna urin
1. Memasukkan 20 tetes urin ke dalam tabung reaksi.
2. Mengamati warna urin.
3. Menuliskan hasil pengamatan ke dalam tabel data.
2.3.2.Uji aroma urin
1. Memasukkan 20 tetes urin ke dalam tabung reaksi.
2. Membaui aroma urin.
3. Menuliskan hasil pengamatan ke dalam tabel data.
2.3.3.Uji benedict
1. Memasukkan20 tetes urin ke dalam tabung reaksi.
2. Menambahkan 5 tetes benedict.
3. Mengkocok hingga tercampur rata.
4. Menjepit tabung dengan penjepit dan memanaskan ujung tabung reaksi diatas nyala
api bunsen selama 3‒5 menit.
5. Mengamati perubahan warna yang terjadi.
6. Menuliskan hasil pengamatan ke dalam tabel data.

11
BAB IV

ANALISIS DATA

A. Tabel Data

NAMA AROMA WARNA WARNA KANDUNGAN


URIN URIN SETELAH GLUKOSA
AWAL UJIBENEDICT
Nathanael ++ Kuning Hijau kuningan 0.5 - 1%
Adonai minyak keruh
Elvandi +++ Kuning Biru -
Satria pekat
Kholif +++ Kuning Biru -
Alami cerah
Muhammad + Kuning Biru -
Reihan cerah
Hafizh ++ Kuning Biru -
Syihabbudin pekat
Faranda ++ Kuning Biru -
Naufal cerah
Akbar + Kuning Biru -
Ramadhan cerah

Keterangan

Aroma urin : + : Kurang kuat

++ : Kuat

+++ : Sangat kuat

12
B. Analisis

Dari hasil penelitian“Kandungan Urin Siswa Laki-Laki XI MIA 6 sebagai


Indikator Keberadaan Penyakit Diabetes Melitus Tipe I Tahun 2019”pada urin
didapatkan data-data, sebagai berikut :

1. Urin pertama adalah milik probandus Nathan. Urin ini memiliki aroma yang kuat dan
pada kondisi awal berwarna kuning minyak sebagai indikasi kenormalan urin secara
umum. Pada urin milik probandus Nathan, sebelum dipanaskan berwarna birusebagai
akibat penambahan larutan benedict pada urin. Namun setelah dipanaskan selama 3-5
menit, warna urin berubah menjadi warna hijau kekuningan keruh yang mengindikasi
adanya kandungan glukosa (0,5 – 1%) pada urin.

2. Urin kedua adalah milik probandus Elvandi. Urin ini memiliki aroma yang sangat kuat
dan pada kondisi awal berwarna kuning pekat yang mengindikasikan kenormalan urin
secara umum. Pada urin milik probandus Elvandi, sebelum dipanaskan urin berwarna
biru sebagai akibat penambahan larutan benedict. Setelah dipanaskan, urin tetap
berwarna biru. Hal ini mengindikasikan tidak adanya glukosa pada urin sehingga urin
dapat dikatakan normal.

3. Urin yang ketiga adalah milik probandus Kholif. Urin ini memiliki aroma yang sangat
kuat dan pada kondisi awal berwarna kuning cerah yang mengindikasikan kenormalan
urin. Pada urin milik probandus Kholif, sebelum dipanaskan urin berwarna biru
sebagai akibat penambahan larutan benedict. Setelah dipanaskan, urin tetap berwarna
biru. Hal ini menjadi indikasi bahwa tidak ada kandungan glukosa pada urin sehingga
urin dapat dikatakan normal.

4. Urin yang keempat adalah milik probandus Raihan. Urin ini memiliki aroma yang
tidak terlalu kuat dan pada kondisi awal berwarna kuning cerah yang
mengindikasikan kenormalan urin. Pada urin milik probandus Raihan, sebelum
dipanaskan berwarna biru sebagai akibat penambahan larutan benedict. Setelah
dipanaskan, urin tetap berwarna biru. Hal ini menjadi indikasi bahwa tidak ada
kandungan glukosa pada urin sehingga urin dapat dikatakan normal.

5. Urin yang kelima adalah milik probandus Hafizh. Urin ini memiliki aroma yang kuat
dan berwarna kuning pekat yang mengindikasikan kenormalan urin. Pada urin milik

13
probandus Hafizh, sebelum dipanaskan berwarna biru sebagai akibat adanya larutan
benedict. Setelah dipanaskan warna urin tetap biru. Hal ini menjadi indikasi bahwa
tidak ada kandungan glukosa pada urin sehingga urin dapat dikatakan normal.

6. Urin yang keenam adalah milik probandus Faranda. Urin ini memiliki aroma yang
kuat dan berwarna kuning cerah yang mengindikasikan kenormalan urin. Pada urin
milik probandus Faranda, sebelum dipanaskan berwarna biru sebagai akibat adanya
larutan benedict. Setelah dipanaskan warna urin tetap biru. Hal ini menjadi indikasi
bahwa tidak ada kandungan glukosa pada urin sehingga urin dapat dikatakan normal.

7. Urin yang ketujuh adalah milik probandus Akbar. Urin ini memiliki aroma yang
kurang kuat dan berwarna kuning cerah yang mengindikasikan kenormalan urin. Pada
urin milik probandus Akbar, sebelum dipanaskan berwarna biru sebagai akibat adanya
larutan benedict. Setelah dipanaskan, warna urin tetap biru. Hal ini menjadi indikasi
bahwa tidak ada kandungan glukosa pada urin sehingga urin dapat dikatakan normal.

14
BAB V

PEMBAHASAN

A. Zat-zat yang terkandung dalam urin

Kondisi kesehatan siswa laki-laki kelas XI MIA 6 dapat ditinjau dari sifat fisik
dan zat-zat yang terkandung di dalam urin mereka. Sifat fisik urin yang dapat diamati
adalah warna urin dan bau urin. Dari tujuh responden siswa laki-laki XI MIA 6warna
dan aroma urin mereka mengindikasi kondisi kesehatantubuh mereka dalam keadaan
baik . Hal ini disebabkan karena rata-rata siswa XI MIA 6 memiliki warna urin
kuning cerah.Teori Irnaningtyas(2013:327)mengatakan bahwa salah satusifat fisik
urin adalahberwarna kuning pucat sampai kuning tua. Urin segar tampak jernih, tetapi
kalau didiamkan di ruang terbuka, maka akan berubah keruh karena perubahan urea
menjadi amoniaWarna urin normal adalah kuning cerah sebagai akibat dari adanya zat
pewarna urin hasil rombakan dari bilirubin dan biliverdin yakni urokrom/urobilin.

Tujuh siswa laki-laki XI MIA 6 mengatakan bahwa urin mereka memiliki bau
khas urin dengan konsentrasi aroma yang rata-rata sama yakni beraroma kuat.
Menurut Irnaningtyas (2014:327) bahwa urin memiliki aroma khas, yakni cenderung
berbau amonia setelah didiamkan. Pada urin penderita diabetes, adanya aseton
menimbulkan bau manis. Hal ini telah membuktikan bahwa urin mereka normal
ditinjau dari keberadaan bau khas amonia. Amonia adalah zat dihasilkan dari
perombakan protein yang kemudian jika didiamkan akan berubah menjadi urea.

Selanjutnya, zat-zat yang terkandung dalam urin siswa laki-laki kelas XI MIA
6 yang dibuktikan dengan uji benedict. Urin normal yang diuji larutan benedict akan
menghasilkan warna biru. Urin yang berubah warna menjadi warna biru setelah uji
benedict berarti pada urin tersebut tidak mengandung glukosa. Urin milik enam
responden berubah warna menjadi warna biru setelah uji benedict. Namun, urin milik
satu dari tujuh responden berubah warna menjadi hijau kekuningan keruh. Warna
hijau kekuningan keruh mengindikasi adanya kandungan glukosa sebesar 0,5 – 1%.
Hal ini menandakan adanya gangguan dalam penyerapan glukosa. Hal ini didukung
oleh teori milik Irnaningtyas (2013:327 ‒ 328) bahwa zat-zat yang terkandung dalam

15
urin abnormal, antara lain albumin, glukosa, sel darah merah, zat kapur, batu ginjal
(kalkuli), dan badan keton yang jumlahnya melebihi normal.

B. Zat-zat yang terkandungdalamurinterhadapciri-ciriurinpenderita


diabetes melitus tipe I
Urin milik satu dari delapan responden menunjukkan adanya kandungan 0,5 – 1
% glukosa. Menurut Campbell, dkk. (dalam Manalu, 2014:119) bahwa nutrien-nutrien
termasuk glukosa dan asam amino ditranspor secara aktif dari filtrat ke cairan
interstisial, dan kemudian ke dalam darah di dalam kapiler peritubuler. Tanpa
reabsorpsi ini, nutrien-nutrien ini akan hilang bersama urin. Berdasarkan teori tersebut
dapat disimpulkan bahwa jika terdapat glukosa dalam urin hal ini menandakan bahwa
terjadi gangguan reabsorpsi nutrien terutama glukosa dalam tubulus kontortus
proksimal.

Keberadaan glukosa dalam urin juga dapat menandakan adanya gangguan dalam
produksi hormon insulin. Menurut Campbell, dkk. (dalam Manalu, 2014:125) bahwa
sel-sel hati berinteraksi dengan sistem sirkulasi dalam pengambilan glukosa dari
darah. Sel-sel hati menyimpan kelebihan gula sebagai glikogen dan, sebagai respons
terhadap permintaan bahan bakar tubuh, mengubah glikogen kembali menjadi
glukosa, yang dilepaskan ke dalam darah. Hormon insulin diproduksi oleh sel β
pankreas yang bekerja secara umpan balik dengan hormon glukagon yang dihasilkan
oleh sel α pankreas. Ketika kadar glukosa dalam darah meningkat, sel β pankreas akan
menyekresi hormon insulin untuk membantu sel-sel tubuh dalam mengubah glukosa
menjadi bahan metabolisme sel dan menghambat kerja hormon glukagon dalam
mengubah glikogen yang disimpan oleh sel hati menjadi glukosa. Sedangkan saat
kadar glukosa dalam darah menurun, sel α pankreas akan menyekresi hormon
glukagon untuk mengubah glikogen yang disimpan oleh sel hati menjadi glukosa dan
menghambat kerja hormon insulin.

Menurut Shanty (2013:24) respon tubuh terhadap insulin umumnya normal,


terutama pada tahap awal perkembangan penyakit. Namun, saat diagnosis penyakit
diabetes mellitus tipe I ditegakkan umumnya ditemukan antibodi terhadap sel-sel
pulau langerhans. Pada kondisi ini, pankreas akan sedikit atau tidak mengeluarkan
insulin, sedangkan lebih dari delapan puluh persen sel β pankreas telah meningkat.
Maka tanpa adanya insulin, glukosa tidak dapat masuk ke sel. Hal ini menyebabkan

16
sel-sel mengalami “kelaparan” padahal glukosa darah sangat tinggi. Hal ini dapat
mengindikasi penyakit diabetes mellitus dari keberadaan glukosa dalam urin.
Keberadaan glukosa dalam urin menandakan bahwa sel-sel tubuh tidak dapat
menyerap kembali glukosa dan mengubahnya menjadi energi bagi bahan bakar
metabolisme sel karena tidak adanya hormon insulin sebagai pembawa pesan bagi
enzim yang berperan dalam perubahan tersebut.

Satu dari delapan responden tersebut dapat dindikasi memiliki risiko penyakit
diabetes mellitus tipe I. Hal ini juga dapat didukung dari faktor usia. Rata-rata usia
dari delapan responden adalah sekitar 17‒18 tahun. Hal ini sesuai dengan teori milik
Sandra Shanty (2013:24) bahwa diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak
maupun orang dewasa, akan tetapi umumnya berusia di bawah 30 tahun.

17
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai“Kandungan Urin Siswa


Laki-Laki XI MIA 6 sebagai Indikator Keberadaan Penyakit Diabetes Melitus Tipe I
Tahun 2019” didapat kesimpulan sebagai berikut :

1. Sifat fisik yang dapat diamati dari urine adalah warna urin. Pada orang normal
maupun penderita diabetes melitus, warna urinnya berwarna kuning cerah yang
mengindikasikan kenormalan pada urin.
2. Sifat fisik lain yang dapat diamati adalah aroma urin, Aroma urin yang berbau
amonia mengindikasikan kernormalan pada urin, tetapi ketika urin beraroma
manis ada kemungkinan bahwa urin mengandung glukosa dan berisiko
mengidap diabetes melitus tipe I.
3. Urin normal tidak mengandung glukosa di dalamnya dan ditandai dengan tidak
berubahnya warna biru pada urin yang ditetesi larutan benedict setelah dibakar
beberapa saat. Urine yang mengandung glukosa ditandai ketika urine yang telah
ditetesi benedict dan dipanaskan akan beruubah warna menajadi hijau
kekuningan keruh. Adanya glukosa mengindikasikan risiko terkena penyakit
diabetes melitus tipe 1.

B. Saran
1. Bagi siswa dan siswi SMAN 1 Lawang
Agar lebih meningkatkan pengetahuan mengenai zat-zat yang terkandung dalam urin
normal dan dapat mengindikasi serta menanggulangi lebih dini kemungkinan
terjangkit penyakit diabetes melitus tipe I.

18
2. Bagi instansi sekolah
Agar SMAN 1 Lawang meningkatkan sumber informasi dan fasilitas kesehatannya
agar siswa dan siswi SMAN 1 Lawang dapat mengindikasi penyakit diabetes melitus
tipe I sejak dini.

3. Bagi peneliti
Agar peneliti lebih meningkatkan kinerja dan kecermatan dalam melaksanakan
penelitian sehingga dapat mengefisiensikan waktu dalam melakukan peneletian dan
menghasilkan data penelitian yang lebih valid.

19
BAB VII

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Reece, Mitchell. 1999. B I O L O G I /Edisi Kelima/Jilid 3. Terjemahan


Manalu, Wasmen. 2004. Jakarta: Erlangga.

Irnaningtyas. 2013. BIOLOGI untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: P.T. Gelora Aksara
Pratama.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Shanty, S.. 2013.Mencegah & Merawat Ibu & Bayi dari Gangguan Diabetes
Kehamilan. Jogjakarta:Katahati.

www.depkes.go.id/article/view/18110100002/hati-hati-anak-pun-bisa-diabetes.html,
diakses tanggal 1 Maret 2019

20

Anda mungkin juga menyukai