Anda di halaman 1dari 31

PETUNJUK PRAKTIKUM

EKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
SEPTEMBER 2023
DAFTAR ISI
TOPIK I
ANALISIS VEGETASI
METODE KUADRAT

A. Latar Belakang
Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen
ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami
pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai
faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastis karena pengaruh anthropogenik
(Setiadi, 1984; Sundarapandian dan Swamy, 2000). Metode kuadrat, bentuk percontoh atau
sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu.
Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas
minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan
terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).Nilai
penting merupakan suatu harga yang didapatkan dari penjumlahan nilai relatif dari
sejumlah variabel yang telah diukur (kerapatan relatif, kerimbunan relatif, dan frekuensi
relatif).
B. Tujuan
1. Menjelaskan cara menentukan analisis vegetasi tersebut.
2. Mengetahui nilai penting dan indeks keanekaragaman/diversitas pada vegetasi
tersebut.
3. Mengetahui kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi pada vegetasi tersebut.
C. Bahan dan Alat
Alat : Bahan :
- Meteran - Tali rafia
- kuadrat - Plastik
- Soil analizer

D. Cara Kerja
1. Menyebarkan kuadratukuran 4 m2 (2m x 2m) di suatuvegetasitertentu
2. Melakukananalisisvegetasiberdasarkanvariabelkerapatan, kerimbunan, danfrekuensi.
3. Melakukan perhitungan untuk mencari nilai relatif dari setiap variabel untuk setiap
tumbuhan.
4. Melanjutkan perhitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap jenis tumbuhan.
5. Menyusun harga nilai penting yang sudah diperoleh pada suatu tabel dengan ketentuan
bahwa tumbuhan yang nilai pentingnya tertinggi diletakkan pada tempat teratas.
6. Memberinamavegetasi yang telahdigunakanberdasarkan 2 jenisatauspesies yang
memilikinilaipentingterbesar.
E. Analisis Data
Variabel yang diperlukan untuk menggambarkan struktur dan komunitas dari vegetasi
adalah :
∑ individu
Kerapatan Relatif = x 100%
∑ total luas area
∑ kerimbunan suatu spesies
Kerimbunan Relatif = ∑ total seluruh kerimbunan suatu spesies
x 100 %
∑ frekuensi suatu spesies yang tertunjuk
Frekuensi = ∑ total seluruh frekuensi spesies
x 100 %
INP = Kerapatan relatif + kerimbunan relatif + frekuensi relatif.
TOPIK II
LUAS PETAK MINIMUM ATAU KURVA SPESIES AREA

A. Latar Belakang
Luas minimum atau kurva spesies area merupakan Langkah awal yang digunakan untuk
menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Luas minimum
digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap
representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari.
Luas petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat
pada areal tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut,
makin luas petak contoh yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk empat
persegi panjang, bujur sangkar dan dapat pula berbentuk lingkatan. Luas petak contoh
minimum yang mewakili vegetasi hasil luas minimum akan dijadikan patokan dalam
analisis vegetasi dengan metode kuadrat
B. Cara Kerja
Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang terdapat pada petak kecil,
kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-jenis yang ditemukan kembali
didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana penambahan luas petak tidak
menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis. Luas minimun ini
ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah
jenis lebih dari 5-10% (Oosting, 1958; Cain & Castro, 1959). Untuk luas petak awal
tergantung peneliti, bisa menggunakan luas 1m x1m atau 2m x 2m atau 20m x 20m, karena
yang penting adalah konsistensi luas petak berikutnya yang merupakan dua kali luas petak
awal dan kemampuan pengerjaannya dilapangan. Perhatikan cara penghitungannya,
berikut ini:
Contoh:

Hasilnya:

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa penambahan jenis pada ukuran petak contoh 5
sudah mencapai angka dibawah 10% (sesuai syarat Oosting, 1958; Cain & Castro, 1959;
dalam hal ini acuan kita adalah 10% bukan 5%), maka dapat ditetapkan bahwa luas petak
ukur yang dapat mewakili komunitas pada rumput tersebut adalah adalah 16m2 . Luasan
ini bukanlah harga mutlak, tapi nilai tersebut adalah nilai minimum, artinya kita bisa
menambah ukuran petak contoh atau bahkan memodifikasinya karena yang harus kita
perhatikan bahwa petak contoh kita tidak kurang dari hasil luas petak minimum.
TOPIK III
ANALISIS VEGETASI
POIN CENTERED QUARTER

A. Latar Belakang
Metode Point Centered Quarter (PCQ) adalah salah satu metode tanpa plot.
Keuntungan menggunakan metode tanpa plot daripada berbasis teknik plot yang standar
adalah bahwa metode Point Centered Quarter (PCQ) cenderung lebih efisien. Metode
tanpa plot lebih cepat untuk dilakukan, membutuhkan peralatan yang relatif sedikit,
sehingga hanya membutuhkan sedikit pekerja (Mitchell, 2007).
Metode Point-Centered Quarter merupakan salah satu metode jarak (Distance
Method). Metode ini tidak menggunakan petak contoh (plotless) dan umunya digunakan
dalam analisis vegetasi tingkat pohon atau tiang (pole). Namun dapat pula dilengkapi
dengan tingkat pancang (saling atau belta) dan anakan pohon (seedling) jika ingin
mengamati struktur vegetasi pohon. Pohon adalah tumbuhan berdiameter ≥30 cm,
diameter 10-20 cm adalah pancang, diameter < 10 cm dan tinggi pohon > 2,5 m adalah
pancang, serta tinggi pohon < 2,5 m adalah anakan. Syarat penerapan metode kuadran
adalah distribusi pohon atau tiang yang akan dianalisis harus acak dan tidak mengelompok
atau seragam (Arief, 2001).
Dengan metode jarak dapat ditentukan tiga parameter sekaligus yaitu frekuensi,
kerapatan dan penutupan/ dominansi. Jumlah individu dalam suatu stand/ area dapat
ditentukan dengan mengukur jarak antara individu, atau jarak antara titik sampling dengan
individu tumbuhan. Hasil pengukuran jarak tersebut dikonversikan ke dalam unit dua
dimensi/ area dengan cara mengkuadratkan jarak tersebut.
Gambar 1. Metode Point Centered Quarter
Metode jarak yang paling umum digunakan adalah metode point centered quarter.
Pengukuran jarak dilakukan dari titik sapling ke pohon terdekat dalam tiap kuarter
(kuadrat). Dengan demikian setiap titik sapling dihasilkan empat pengukuran (gambar 1).
Selain itu juga dilakukan pengukuran diameter pohon dari keempat pohon yang diamati
tersebut, digunakan untuk mengetahui basal area suatu spesies.
B. Tujuan
1. Mengetahui jenis tumbuhan.
2. Mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) setiap jenis tumbuhan pada suatu vegetasi
dengan menggunakan metode point centered.
3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap dominansi tumbuhan yang ada.
C. Alat dan Bahan
Alat Bahan
1. Roll Meter 1. Kantong Plastik
2. Meteran Kain 2. Kertas label
3. Klinometer
4. Kompas Bidik
5. Alat Tulis
6. Tali Rafia (5mx5m)
7. Kamera
8. Termohigrometer
9. Soil Termo
10. Soil Analyzer
D. Prosedur Kerja
1. Menentukan transek pengambilan data, yaitu tegak lurus dengan garis awal
pemberangkatan.
2. Berjalan ke plot pertama dan menyiapkan kuadran berukuran 5x5 meter menggunakan
tali tambang, kemudian membagi plot menjadi 4 quarter.
3. Mencari satu pohon terdekat dengan titik pusat plot pada setiap quarter yang memiliki
keliling lebih dari 30 cm.
4. Mengukur keliling pohon setinggi dada. Apabila pohon bercabang, maka keliling
kedua cabang diukur dan dirata-rata.
5. Mengukur jarak antara pohon dengan titik pusat plot.
6. Melakukan estimasi ketinggian pohon menggunakan klinometer dengan cara
mengarahkan klinometer ke ujung pohon, kemudian dilihat skala di sebelah kiri.
7. Mengukur jarak pengamat klinometer ke pohon beserta tinggi pengamat.
8. Mencari nama spesies pohon tersebut. Apabila tidak tahu, maka harus mengambil
sampel dari pohon tersebut, seperti daun, bunga, buah atau bagian yang lain, dan
dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian diberi label.
9. Melakukan langkah di atas hingga plot terakhir.
10. Jarak antar plot adalah x meter (Sesuai kondisi lapangan)
11. Memasukkan hasil pengamatan ke dalam tabel identifikasi.
E. Analisis Data

Tinggi Pohon = (Tan α.x)+t


Keterangan:
α = Sudut elevasi
x = Jarak pengamat ke pohon
t = Tinggi pengamat

Basal area (BA) merupakan penutupan kanopi pohon . Diameter didapatkan dari
pengukuran keliling batang pohon. Diameter batang tiap spesies tersebut kemudian
digunakan untuk mencari nilai basal area dengan menggunakan rumus:
d = K/ π

BA = ¼ πd2
Keterangan:
K = keliling pohon
BA = Basal Area
π = 3,14
d = Diameter batang

Rata-rata jarak = Jumlah Semua Jarak yang terukur


Jumlah Semua Pohon

Kerapatan per 100 m2 = Jumlah individu spesies i / 100 x Faktor koreksi


Faktor koreksi PCQ = 1

Kerapatan Mutlak = BA x Kerapatan per 100 m2

Kerapatan relatif = Jumlah individu sejenis x 100%


Total individu seluruh spesies
Densitas Mutlak = Rerata BA x (Rerata jarak)2
Dominansi Mutlak = (Rerata BA x Densitas mutlak)
Frekuensi Mutlak = (Jumlah spesies/Total plot)

Frekuensi relatif = Frekuensi spesies i x 100%


Total frekuensi
Dominasi relatif = dominansi spesies i x 100%
Dominansi total
Densitas Relatif (DR) = (Densitas Mutlak/ Densitas Total) x 100%

Indeks Nilai Penting = kerapatan relatif + dominasi relatif + frekuensi relatif


F. Tabel Data
DATA POINT CENTERED QUARTER
Titik No. Jarak Nama Keliling Tinggi Diameter Tinggi
Sampling Quarter (cm) Tumbuhan Pohon Pohon (α, Pohon Pohon
(cm) jarak (cm)
pengamatan)
1
2
1
3
4
1
2
2
3
4
1
2
3
3
4
4 1
Dst… Dst..

FAKTOR ABIOTIK PCQ


Plot
Faktor abiotik 1 2 3 4 5

Suhu udara (◦C)

Kelembaban udara
(%)

Suhu tanah (◦C)

Kelembaban tanah
Ph tanah

Kesuburan tanah

Intensitas cahaya

Contoh Analisis:
Titik No. Jarak Nama Tumbuhan Keliling Tinggi Pohon Diameter Tinggi
Sampling Quarter (cm) Pohon (α, jarak Pohon Pohon
(cm) pengamatan) (cm)
1 230 Drypetes serrata 44 α= 40° r=758 14,013 784,037
2
1 3
4
1
2
2 3
4 54 Drypetes serrata 35 α= 37° r=1014 11,146 233,905
1
2
3 3 320 Drypetes serrata 63 α= 30° r=553 20,063 467,274
4
1
2 310 Ochrosia 46 α= 44° r=643 14,649 768,937
ackeringae
4 3 333 Drypetes serrata 67 α= 40° r=718 21,337 750,473
4
1
2
3 252 Drypetes serrata 155 α= 42° r=710 41,083 663,352
5 4 147 Salacia chinensis 38 α= 40° r=493 73,885 688,511
Total 1646

Jumlah semua jarak yang terukur


Rata-rata jarak =
Jumlah semua pohon

1646
=
7

= 235,143

Kerapatan per 100 m2 = 100 x Faktor koreksi2


rata-rata jarak

100
= x 12
235,143

= 0,43

Basal Area = ¼ π.d2


(Drypetes serrata) Pohon 1 = ¼.3,14.(14,013)2 = 154,146
(Drypetes serrata) Pohon 2 = ¼.3,14. (11,146)2 = 97,52
(Drypetes serrata) Pohon 3 = ¼.3,14. (20,063)2 = 315,98
(Ochrosia ackeringae) Pohon 4 = ¼.3,14. (14,649)2 = 168,455
(Drypetes serrata) Pohon 5 = ¼.3,14. (21,337)2 = 357.385
(Drypetes serrata) Pohon 6 = ¼.3,14. (41,083)2 = 1324,93
(Salacia chinensis) Pohon 7 = ¼.3,14. (73,885)2 = 4285,309 +
6703,728/7 = 957,675

Kerapatan mutlak = Rata-rata BA x Kerapatan per 100 m2

= 957,675x 0,43

= 411,8

Jumlah jenis tumbuhan


Kerapatan relatif = x 100%
Jumlah seluruh jenis tumbuhan

Tabel Data Perhitungan Kerapatan Relatif


Jenis Tumbuhan Kerapatan Relatif
Drypetes serrata (5 / 7) x 100% = 71,43%
Ochrosia ackeringae (1 / 7) x 100% = 14,29%
Salacia chinensis (1 / 7) x 100% = 14,29%

Densitas Mutlak = Rerata BA x (Rerata jarak)2


Dominansi Mutlak = (Rerata BA x Densitas mutlak)
Frekuensi Mutlak = (Jumlah spesies/Total plot)
Densitas Dominansi Frekuensi
Jenis tumbuhan
Mutlak Mutlak Mutlak
Drypetes serrata 25446582,158 11450783845,024 1
Ochrosia ackeringae 16188525,5 2727038063,1025 0,2
Salacia chinensis 6187986,196 26517432937,594 0,2
Total 47823093,854 40695254845,72 1,4

Tabel Data Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) Jenis Tumbuhan


Densitas Relatif (DR) = (Densitas Mutlak/ Densitas Total) x 100%
Dominansi Relatif (DomR)= (Dominansi Mutlak/ Dominansi Total) x 100%
Frekuensi Relatif (FR) = (Frekuensi Mutlak/ Frekuensi Total) x 100%
Indeks Nilai Penting (INP) = (Densitas Relatif + Dominansi relatif + Frekuensi
Relatif)
Jenis tumbuhan DR DomR
FR (%) INP (%) Rangking
(%) (%)
Drypetes serrata 53,2 28,13 71,43 152,76 1
Ochrosia ackeringae 33,85 6,7 14,29 54,84 3
Salacia chinensis 12,93 65,16 14,29 92,38 2

Dari hasil analisis vegetasi menggunakan metode PCQ (Point Centered Quarter),
diketahui yang menghasilkan urutan jenis tumbuhan yang mendominasi yaitu : (1) Drypetes
serrata (2) Salacia chinensis dan (3) Ochrosia ackeringae.
TOPIK IV
METODE NON FLORISTIK
A. Dasar Teori
Kajian komunitas tumbuhan atau vegetasi merupakan bagian kajian ekologi tumbuhan.
Secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua
hal yaitu metode destruktif dan metode non-destruktif. Untuk metode destruktif, dilakukan
guna memahami materi organik yang dihasilkan, sedangkan untuk metode non-destruktif
dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan floristik dan non-floristik (Syafei,
1990). Metode pendekatan non-floristik merupakan salah satu metode analisis, vegetasi
dengan mengamati penampakan luar atau gambaran umum dari vegetasi atau tumbuhan
dengan tanpa memperhatikan taksonominya (Syafei, 1990). Metode non-floristiak
membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi
daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap karakteristika di
bagi-bagi lagi dalam sifat yang lebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam
bentuk simbol huruf dan gambar.
Metode ini biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skala kecil
sampai sedang dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan
penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
B. Tujuan
1. Untuk memahami dan menerapkan pendekatan non-floristik dalam metode analisis
vegetasi.
2. Untuk mengetahui stratifikasi vegetasi pada area.
C. Alat dan Bahan
Alat Bahan
1. roll meter 1. Kantong Plastik
2. alat tulis 2. Kertas label
3. tali rafia 3. Table pengamatan
4. camera

D. Prosedur Kerja
1. Menentukan area yang akan diamati vegetasinya menggunakan metode non-floristik.
2. Mengamati setiap tumbuhan berdasarkan ketentuan yang diberikan oleh Dansereu
(1958 dalam Philips) dan kemudian mencatat hasil amatan pada tabel pengamatan.
3. Mengukur faktor abiotik
4. Menggambar rumus hidup pada kertas millimeter berdasarkan ketentuan.
5. Pengamatan meliputi:
a) Bentuk Hidup

W Pohon tinggi berkayu (Tinggi lebih dari 3 m, keliling lebih


dari 30 cm)
L Tumbuhan memanjat pada pohon
E Epifit
H Herba (tumbuhan tidak berkayu)
M Bryoid (tumbuhan berbentuk batang termasuk lumut daun,
lumut hati, lumut kerak, dan jamur)

S Perdu (tumbuhan berkayu pendek)

b) Stratifikasi
1. Lebih dari 25 meter
2. 10-25 meter
3. 8-10 meter
4. 2-4 meter
5. 0,5-2 meter
6. 0,1-0,5 meter
7. 0,0- 0,1 meter
c) Cover
B Sangat jarang
P Berkelompok
I Diskontinu (< 60 %)
C Kontinue (> 60 %)

d) Fungsi daun

D Luruh atau desidous

S Tak berdaun

E Selalu hijau (evergreen)

I Selalu hijau daun (sekulenta)

e) Bentuk dan ukuran daun


O Tak berdaun

N Seperti jarum atau duri

G Graminoid, rumput

A Medium atau kecil (2:5)

H Lebar dan besar

V Majemuk
Bertalus
q

f) Tekstur daun

O Tak berdaun

F Sangat tipis, seperti film

E Seperti membran

X Sclerophyllous
Sukulenta
K

3. Memberikan rumus sesuai dengan ciri atau sifat yang tampak pada tumbuhan yang
ada dalam kuadran 3 disetiap plot.
4. Menggambar stratifikasi tumbuhan pada kertas millimeter sesuai dengan rumus
yang telah didapatkan.
E. Analisis Data

Data yang telah terkumpul dalam laporan sementara berupa rumus statifikasi
tumbuhan.
TABEL DATA
Jenis
Plot No. Rumus Jumlah jenis
Tumbuhan
1
2
1
3
4
Dst..
1
2
2 3
4
Dst..
Dst.. Dst..
TOPIK V
METODE PITFALL TRAP
A. Dasar Teori
Makrofauna tanah merupakan kelompok hewan- hewan berukuran tubuh > 1 mm
penghuni tanah yang merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting
dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Makrofauna tanah mempunyai
peran yang sangat beragam di dalam habitatnya. Pada ekosistem binaan, keberadaan dapat
bersifat menguntungkan maupun merugikan bagi sistem budidaya. Pada satu sisi
makrofauna tanah berperan menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik,
distribusi hara, peningkatan aeresi tanah dan sebagainnya. Tetapi pada sisi lain juga dapat
berperan sebagai hama berbagai jenis tanaman budidaya. Dinamika populasi berbagai
jenis makrofauna tanah tergantung pada faktor lingkungan yang mendukungnya, baik
berupa sumber makanan, kompetitor, predator maupun keadaan lingkungan fisika-kimia.
Pada praktikum ini kita belajar untuk mengetahui tiga angka yang menggambarkan
keadaan epifauna tanah (makrofauna yang berada di permukaan tanah) dalam suatu
ekosistem. Nilai pertama adanya indeks keanekaragaman yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh kualitas lingkungan terhadap komunitas makrofauna tanah.
Keanekaragaman spesies menunjukkan jumlah total proporsi suatu spesies relatif terhadap
jumlah total individu yang ada. Angka lain yang perlu diketahui adalah angka kemerataan.
Kemerataan didefinisikan sebagai tingkat sebaran individu antara jenis-jenis. Pada
umumnya keanekaragaman jenis di suatu habitat tidak pernah mencapai maksimum karena
equitability semua spesies jarang bisa sama. Nilai yang juga dapat dihitung dari praktikum
ini adalah nilai kekayaan, dimana berhubungan dengan keberhasialan suatu spesies dapat
bertahan pada suatu ekosistem yang ditunjukan berdasarkan jumlahnya. Nilai-nilai
tersebut didapat dari perhitungan sampel yang diperoleh darimetode pithfall trap.
Pithfall trap atau perangkap sumuran adalah perangkap terbuat dari botol / gelas yang
berisi larutan umpan dan pengawet atau disebut atraktan. Pithfall trap merupakan metoda
pengumpulan epifauna tanah dengan cara memasang perangkap jebak. Cara ini juga
termasuk dalam metoda dinamik. Data yang diperoleh merupakan cerminan komunitas
binatang tanah.
B. Tujuan
1. Mengetahui athropoda tanah yang terdapat di kebun biologi Universitas Negeri
Malang.
2. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis athropoda tanah di
kebun biologi Universitas Negeri Malang
C. Ruang Lingkup
SOP ini mencakup metode, tujuan alat dan bahan serta cara kerja praktium mata kuliah
Ekologi.
D. Rujukan Metode
Praktikum ini dikembangkan sendiri dan menggunakan berbagai alat yang dirancang dan
dirakit sendiri.
E. SOP Terkait
1. SOP Pengoperasian pitfall trap
2. SOP Pengoperasian Soil analizer
3. SOP Pengoperasian Termometer tanah
4. SOP Pengoperasian cetok
5. SOP Pengoperasian mikroskop setereo
6. SOP Penggunaan Atraktan
7. SOP Penggunaan anti nyamuk
8. SOP identifikasi serangga tanah
F. Alat dan Bahan

Alat
1. Soil analyzer
2. Termometer tanah
3. Set Pitfall Trap dan penutupnya
4. Cetok
5. Mikroskop Stereo
6. Kertas label
7. Kuas kecil
8. Pinset
9. Jarum
10. Cawan Petri
Bahan
1. Atraktan
2. Kertas label
3. Anti nyamuk
G. Prosedur Kerja
Pemasangan
1. Dilakukan observasi untuk mengetahui lokasi penelitian di kebun biologi Universitas
Negeri Malang
2. Ditenentukan lokasi pengambilan cuplikan sebanyak 5 plot (sebaiknya dalam garis
lurus)
3. Digali tanah menggunakan cetok
4. Dipasang jebakan Pitfall Trap (gambar 3.1) usahakan tanah tidak masuk kedalamnya
5. Tanah diratakan disekitarnya sampai serata mungkin
6. Atraktan dimasukkan kedalamnya sebanyak 50 ml
7. Dipasang payung pitfall trap (gambar 3.2)
8. Label dipasang pada payung
9. factor abiotic diukur dan dicatat
10. Tunggu sampai + 24 jam

Pengambilan
1. Payung diambil kemudian dirapikan
2. Pitfall diangkat kemudian dipindahkan label dari payung
3. Sampel dibawake laboratorium ekologi dan lingkungan untuk diidentifikasi
H. Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis indeks keragaman, indeks kemerataan, dan
indeks kekayaan jenis pada masing-masing stasiun.

1) Indeks keanekaragaman Shanon – Wiener


H ′ = − Σ ( 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖 )
Keterangan: Pi = n/N
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
n : Jumlah masing-masing spesies
N : Jumlah total spesies dalam sampel
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Junaidah, 2001)
2) Setelah memperoleh indeks keanekaragaman Shanon–Wiener, selanjutnya menghitung
nilai indeks kemerataan (Evennes) dengan rumus:
H'
E=
ln .S
Keterangan: E : Indeks kemerataan evennes
H’: Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Junaidah, 2001)
3) Selanjutnya dihitung nilai kekayaan dengan menggunakan rumus indeks Margalef:
S −1
R=
ln .N
Keterangan:
R : Richness
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
N : Total individu dalam pengambilan sampel
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Junaidah, 2001)
I. Tabel Analisis
J. No Nama U1 U2 U3 U4 U5 ∑ H’ E R
Spesies

Gambar 3.1 Cara pemasangan Pitfall Trap

Keterangan : a = gelas air mineral


b = alkohol + gliserin (3 : 1)
c = lubang tempat gelas air mineral diletakkan
d = serasah dedaun
e = permukaan tanah
TOPIK VI
ISOLASI KERING
A. Dasar Teori
Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan
kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu
berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan fauna tanah. Fauna tanah
mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan
unsur hara. Fauna tanah menurut tempat hidupnya dibagi menjadi dua yaitu epifauna dan
infauna (Ross, 1965). Epifauna yaitu hewan yang hidup di permukaan tanah. Infauna yaitu
hewan yang hidup didalam tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan fauna tanah terutama jenis infauna
antara lain: struktur tanah yang berpengaruh pada gerakan dan penetrasi fauna tanah,
kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur
hidup, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur dan cahaya dan tata udara yang
mempengaruhi aktivitasnya (Rahmawati, 2006). Variasi terhadap faktor-faktor tersebut
menyebabkan perbedaan komposisi dan jenis infauna antara tanah di lingkungan satu
dengan tanah di lingkungan lain.
Untuk mengetahui jenis-jenis infauna pada suatu lokasi dapat dilakukan melalui isolasi
kering. Isolasi kering adalah salah satu metode untuk mendapatkan hewan tanah terutama
untuk jenis infauna. Metode ini memiliki kelebihan pada kesederhanaan
pengoperasiannya. Selain itu, hewan tanah yang diperoleh memiliki struktur tubuh yang
utuh, sehingga identifikasi lebih mudah dilakukan. Prinsip utama dalam metode isolasi
kering adalah adanya respon positif dan negative hewan tanah terhadap sinar. Intensitas
cahaya matahari menyebabkan perubahan suhu lingkungan, sehingga merangsang hewan
tanah untuk bergerak (Suin, 1989).
B. Tujuan
1. Mengetahui spesies hewan infauna yang ditemukan di kebun Biologi Universias
Negeri Malang.
2. Mengetahui nilai indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan
infauna di kebun Biologi Universias Negeri Malang.
3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap nilai H,E,R jenis hewan tanah yang
ditemukan di kebun Biologi Universias Negeri Malang
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:

Alat Bahan
a. Soil analyzer a. Plastik
b. Termometer tanah b. Alkohol 70%
c. Set modifikasi Barless eco 12 c. Formalin 5%
d. 3 Botol selai/kelompok (botol d. Kertas Label
serangga)
e. Bak Plastik/ember
f. Cetok
g. Mikroskop stereo
h. Botol plakon
i. Animal chamber
j. Jarum pentul
k. Botol air 300 ml
D. Langkah Kerja
Prosedur dari isolasi kering
1. Diambil sampel tanah sebanyak 1 ember lalu dihomogenkan
2. Tiap kelompok mengambil sampel tanah sebanyak 1 gelas air mineral (± 100 ml)
3. Diletakkan set Barless Tulgren pada tempat terbuka [terpapar cahaya matahari]
4. Diletakkan sampel tanah pada set Barless dan diratakan secara perlahan
5. Botol diambil pada jam 08.00, 10.00, 12.00 WIB
6. Sampel dipindah ke botol plakon
7. Menambahkan formalin pada botol plakon tersebut
8. Mengamati spesimen pada animal chamber dibawah mikroskop
9. Mengidentifikasi spesies yang ditemukan
10. Menghitung jumlah hewan yang didapatkan
E. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis Shannon-
Wiener. Pada analisis Shanon-Wiener mencari indeks kemerataan (H), indeks keragaman
(E), dan indeks kekayaan jenis (R).

1. Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener (H1)


H’ = -  (Pi lnPi)

H’ = Indeks keragaman Shannon – Wiener


Pi = Kelimpahan proporsional
2. Nilai kemerataan / Evenness (E)
H'
E=
ln S
E = Evenness / Kemerataan
H = Indeks Keanekaragaman
S = Banyaknya spesies
S −1
3. Nilai kekayaan / Richness (R) =
ln N

R = Richness/kekayaan
S = Banyaknya spesies
N = Total semua jenis individu dalam komunitas
F. Tabel Data

No Nama Spesies U1 U2 U3 … H’ E R

TOPIK VII
ISOLASI BASAH
A. Latar Belakang
Fauna tanah merupakan salah satu komponen ekosistem tanah yang berperan dalam
memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis, peningkatan ruang pori, aerasi,
drainase, kapasitas penyimpanan air, dekomposisi bahan organik, pencampuran partikel
tanah, penyebaran mikroba, dan perbaikan struktur agregat tanah (Witt, 2004). Walaupun
pengaruh fauna tanah terhadap pembentukan tanah dan dekomposisi bahan organik
bersifat tidak langsung, secara umum fauna tanah dapat dipandang sebagai pengatur
terjadinya proses fisik, kimia maupun biokimia dalam tanah (Hill, 2004).
Keberadaan hewan tanah di suatu tempat dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik di
lingkungan. Faktor lingkungan yang paling esensial bagi kesuburan dan perkembangan
hidup hewan tanah adalah temperatur, cahaya, kelembaban dan jumlah makanan yang
tersedia. Cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan hidup hewan
tanah dan merupakan faktor yang sangat vital berhubungan dengan perilaku untuk
memberikan variasi morfologi dan fisiologi pada hewan tanah (Suwondo, 2007). Kondisi
lingkungan yang beragam di berbagai tempat menyebabkan variasi keberadaan jenis
hewan tanah.
Berdasar ukuran tubuhnya hewan-hewan tanah dikelompokkan atas mikrofauna (< 0,1
mm), mesofauna (0,1 - 2 mm), dan makrofauna (> 2 mm). Untuk mengetahui jenis hewan
tanah terutama infauna berukuran mikro dan meso, dapat dilakukan melalui isolasi basah.
Isolasi basah adalah salah satu metode koleksi hewan tanah dengan cara pencucian
(washing). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu sebentar tetapi harus
dilakukan dengan teliti dan sabar.
B. Tujuan
1. Mengetahui spesies hewan infauna yang ditemukan di kebun Biologi Universias
Negeri Malang
2. Mengetahui nilai indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan
infauna di kebun Biologi Universias Negeri Malang
3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap nilai H,E,R jenis hewan tanah yang
ditemukan di kebun Biologi Universias Negeri Malang
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
1. Alat 2. Bahan
l. Soil analyzer e. Plastik
m. Termometer tanah f. Alkohol 90%
n. Saringan bertingkat g. Kertas Label
o. Nampan tinggi
p. Bak Plastik/ember
q. Cetok
r. Mikroskop stereo
s. Botol plakon
t. Animal chamber
u. Jarum pentul
v. Kuas
w. Sprayer

D. Langkah Kerja
Prosedur dari isolasi basah
1. Diambil sampel tanah sebanyak 1 ember lalu dihomogenkan
2. Tiap kelompok mengambil sampel tanah sebanyak 1 gelas air mineral (± 100 ml)
3. Dimasukkan tanah kedalam nampan
4. Dimasukkan air kedalam ember dengan perlahan- lahan
5. Air diaduk perlahan-lahan
6. Ditunggu sampai tenang
7. Ambil air saring dengan saringan bertingkat (endapan jangan sampai ikut)
8. Dibilas hasil saringan menggunakan semprotan sprayer tadahi dengan nampan
9. Ulangi no 7 dan 8
10. Sampel dipindah ke botol plakon
11. Diulangi no 4-no 8 sebanyak 2 x Pengamatan
12. Dituangkan sampel kedalam animal chamber
13. Diletakkan animal chamber dibawah mikroskop
14. Diidentifikasi hewan yang ditemukan
15. Dihitung jumlah hewan yang didapatkan
E. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis Shannon-
Wiener.Pada analisis Shanon-Wiener mencari indeks kemerataan (H), indeks keragaman
(E), dan indeks kekayaan jenis (R).
1. Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener (H1)

H1 = -  (Pi lnPi)

H1 = Indeks keragaman Shannon – Wiener


Pi = Kelimpahan proporsional
2. Nilai kemerataan / Evenness (E)

H1
E=
ln S
E = Evenness / Kemerataan
H = Indeks Keanekaragaman
S = Banyaknya spesies
S −1
3. Nilai kekayaan / Richness (R) =
ln N

R = Richness/kekayaan
S = Banyaknya spesies
N= Total semua jenis individu dalam komunitas
F. Tabel Data

No Nama U1 U2 U3 ∑ H’ E R
Spesies
TOPIK VIII
BIOINDIKATOR
A. Latar Belakang
Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting
dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi daerah disekitarnya,
sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh
lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai
komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional
yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama
lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosisten tersebut.
Tipe-tipe binatang di sungai dengan tingkat kebutuhan oksigen yang berbeda, dapat
dijadikan petunjuk berbagai tingkat pencemaran. Salah satu cara untuk mengukur
pencemaran adalah dengan memberi angka (skor) ‘pencemaran’ pada binatang tersebut.
Misalnya, binatang yang membutuhkan banyak oksigen terlarut dan tidak tahan terhadap
pencemaran diberi skor tertinggi (10 di dalam tabel); sedangkan yang dapat hidup di
tempat yang sangat tercemar diberi skor paling rendah (1-2 di dalam tabel).
Salah satu fauna perairan tawar adalah kelompok fauna invertebrata yang hidup di dasar
perairan yang disebut kelompok zoobenthos (Zaleha et al., 2009). Diantara kelompok
zoobenthos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan
perairan adalah spesies yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro, kelompok
tersebut lebih dikenal dengan makrozoobenthos (Rosenberg dan Resh, 1993). Hewan
bentos hidup relatif menetap sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok
tersebut lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke
waktu karena bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah.
Kelompok bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan
lingkungan perairan adalah invertebrata makro atau lebih dikenal dengan bentos. Bentos
mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrient di dasar perairan. Karena
bentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus
dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Makrozoobenthos adalah organisme
yang hidup pada dasar perairan, dan merupakan bagian dari rantai makanan yang
keberadaannya bergantung pada populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah sebagai
sumber pakan misalnya ganggang (Noortiningsih et al., 2008).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui kualitas perairan yang ditinjau dari faktor biologi.
2. Untuk mengidentifikasi makrozoobentos perairan.
C. Ruang Lingkup
SOP ini mencakup metode, tujuan alat dan bahan serta cara kerja praktium mata kuliah
Ekologi.
D. SOP Terkait
1. IK Pengoperasian jaring suber.
2. IK Pengoperasian DO meter.
3. IK Pengoperasian Multiparameter.
4. IK Pengoperasian Turbidymeter.
5. IK Pengoperasian Lup.
6. IK poster bentos
E. Alat dan Bahan

Alat :
1. Jaring Surber
2. Nampan Plastik
3. Pinset
4. DO Meter
5. Turbidymeter
6. Poster bentos dan table skorsing
7. Lup

Bahan:
1. Kantong plastik
2. Karet gelang.
3. Kertas Label
F. Prosedur Kerja

Pengambilan sampel:
1. Ditentukan lokasi dan titik pengambilan sampel. Setiap kelompok mengambil di
1 stasiun dengan 3 titik pengambilan sampel (tepi kiri, tengah, tepi kanan).
2. Dibagi tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok (mengukur,
mengambil sampel, melabeli, mengamati dan mencatat data)
3. Setiap kelompok berkumpul kemudian turun ke perairan dengan hati-hati tanpa
menginjak titik yang akan di uji kualitas airnya.
4. Diukur faktor fisika air menggunakan DO meter Turbidymeter dan
multiparameter tester tanpa merusak titik yang akan di uji.
5. Jaring surber diletakkan didasar sungai pastikan berlawanan dengan arah arus air.
6. Dasar sungai yang ada didepan jaring digesek menggunakan kaki tanpa alas
(menggunakan sepatu boat) sambil geser jaring melawan arus air.
7. Diangkat jaring bentos kemudian dituangkan semua isinya kedalam nampan
plastik
8. Sampel dibersihkan dari kotoran dan batu kemudian diberi air secukupnya
selanjutnya masukkan sampel ke dalam plastik
9. Diletakkan kantong plastik ditelapak tangan, gerakkan dengan ibu jari untuk
mengatur kantong agar tidak terlalu kencang tekanan airnya kemudian dipelintir
bagian atasnya, tekuk dan ikat dengan karet gelang agar tidak tumpah. Jangan
lupa melabeli setiap plastik!
10. Alat dan perlengkapan dibersihkan kemudian dibawa kembali ke laboratorium
ekologi dan lingkungan. Pastikan tidak ada yang tertinggal

Pengamatan
1. Nampan diletakkan diatas meja, buka ikatan karet kemudian tuangkan semua
sampel kedalam nampan plastik
2. Diamati sampel yang ditemukan menggunakan lup
3. Apabila ingin mengambil gambarnya menggunakan foto pindahkan spesimen ke
cawan petri isi dengan air bersih sedikit tunggu sampai air tenang kemudian foto.
4. dicocokkan hasil pengamatan dengan gambar yang ada diposter sehingga
diketahui jenisnya.
5. Dimasukkan hasil identifikasi (setiap jenis) kedalam table kemudian berikan
sekor.
6. Tingkat pencemaran perairan ditentukan.
G. Analisis
Tabulasi Data
Stasiun: ……..
Ulangan Kualitas
No Taksa SKOR RERATA
Kiri Tengah Kanan air
1
2

Anda mungkin juga menyukai