Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA LAUT

KADAR ABU DAUN PEDANGAN

Oleh :

Vindy Dwi Murdiyanto

190341100022

Asisten:

Syayid Jafar Shodiq

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2020

Revisi 1 Revisi 2 Revisi 3 Nilai


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Abu adalah residu anorganik yang tersisa setelah air dan bahan organik telah dihilangkan.
Abu dapat diperoleh dari pemanasan dengan senyawa pengoksidasi, yang mana untuk
mengukur jumlah mineral dalam bahan pangan.Metode yang digunakan dalam menentukan
kadar abu adalah pengabuan dengan pengaruh suhu yang tinggi (Herman et al 2011)

Kadar abu atau mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas
berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran
atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral
bahan pangan secara kasar. Proses pengabuan menggunakan prinsip secara langsung yaitu
sampel dioksidasi menggunakam suhu tinggi sehingga zat yang tertinggal setelah
pembakaran ditimbang (Sunnartaty dan Yulia 2017).

Abu mengandung mineral yang terdapat dalam suatu bahan yang terdiri dari dua macam
garam, yaitu garam organik dan garam anorganik. Mineral dapat juga berbentuk senyawaan
komplek yang bersifat organik, sehingga penentuan jumlah mineral dalam bentuk aslinya
sulit dilakukan. Penentuan kadar abu ini juga bertujuan untuk mengetahui komposisi mineral
pada suatu bahan pangan (Rosalina dan Jessica 2018).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum Biokimia tentang kadar serat pada daun pedangan
(Suaeda maritima) adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui manfaat dari daun pedangan (Suaeda maritima)

2. Mengetahui kandungan gizi pada daun pedangan (Suaeda maritima)

3. Mengetahui hasil dari kadar abu daun pedangan (Suaeda maritima)

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum Biokimia tentang kadar serat pada daun pedangan
(Suaeda maritima) adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat dari daun pedangan (Suaeda maritima)

2. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan gizi daun pedangan (Suaeda maritima)

3. Mahasiswa dapat mengetahui hasil dari kadar serat daun pedangan (Suaeda maritima)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Gambar

2.1.1 Klasifikasi Pedangan (Suaeda Maritima)

Menurut Muzaki et al, (2012), klasifikasi Suaeda maritima adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllaes

Famili : Chenopodiaceae

Genus : Suaeda

Spesies : Suaeda maritima

2.1.2 Gambar Pedangan (Suaeda Maritima)

(Estiasih et al 2015)
2.2 Morfologi Pedangan (Suaeda Maritima)

Tumbuhan alor memiliki dua jenis yaitu alor berdaun hujau dan alor berdaun merah.
Tumbuhan pedangan (Suaeda maritima) meupakan salah satu jenis alor yang berdaun hijau.
Tumbuhan ini memiliki daun seperti duri tetapi tidak tajam, apabila terendam dalam air yang
mempuyai salinitas tinggi maka akan berwarna keunguan (Polic et al 2009).

Tumbuhan ini memliki tinggi yang bervariasi dari 10-30 cm tumbuh dengan tegak atau
merunduk. S. maritima mempunyai daun berbentuk silindris memanjang, berdaging, dan
berwarna hijau yang diselimuti oleh warna merah muda atau ungu. Tumbuhan ini
mempunyai banyak cabang lateral, memiliki daun sukulen, dan berwarna hiijau hingga
merah (Muzaki et al 2012).

Suaeda maritima merupakan tanaman yang tumbuh di pesisir laut, biasanya di garis
pasang tertinggi. Tumbuhan ini termasuk jenis alor yang menyerap garam sehingga memiliki
rasa asin dengan tekstur yang renyah serta berair. Buah dari tumbuhan ini memiliki diameter
sekitar 2-2,5 mm yang berwarna hijau bergerombol pada ujung cabang (Chin and Tan 1990).

2.3 Habitat Pedangan (Suaeda Maritima)

S. maritima adalah tanaman tahunan yang ditemukan paling banyak dari pantai laut
Eropa dan di daerah salin pedalaman seperti Rusia, Eropa Tengah, Asia Timur, dan India
Timur. Tumbuhan pedangan (Suaeda maritima) tumbuh di lahan lumpur dan rawa-rawa
yang beragam serta tanah berpasir yang tumbuh dalam bentuk semak. Tumbuhan ini dapat
tumbuh dengan baik pada tanah dengan salinitas tinggi dan pH netral hingga basa (Polic et
al 2009).

Tumbuhan ini tumbuh di lahan sekitar pantai yang basah dan lembab. Suaeda maritima
termasuk jenis mangrove asosiasi yang cukup kosmopolit terutama di sekitar pertambakan.
Suaeda maritima dicirikan memiliki banyak daun yang tebal dan segar yang hanya tumbuh
subur di habitat asin. Suaeda maritima adalah spesies tumbuhan mangrove asosiasi yang
termasuk dalam famili Chenopodiaceae yang merupakan jenis mangrove asosiasi yang
berada di tepian atau gundukan pasir (Nirwani et al 2012).
Suaeda maritima pada umumnya tumbuh di daratan mangrove, rawa-rawa, pematang
tambak dan areal pasang surut pantai. Tumbuhan ini termasuk mangrove asosiasi yang
tumbuh di bagian tepi daratan mangrove dan gunduka tanah di tambak. Tumbuhan ini
merambat pada permukaan tanah yang agak kering sehingga seperti semak-semak (Juwita et
al 2015).
2.4 Kandungan Gizi Pedangan (Suaeda Maritima)

Gizi berperan penting dalam mencapai pertumbuhan yang optimal termasuk


perkembangan otak dan kecerdasan seseorang. Gizi ikut serta dalam mempengaruhi kualitas
sumber daya manusia. Pemenuhan gizi dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan pangan yaitu
jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Auliya et al 2015).

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang terbelakang atau tidak sepopuler sayuran lain
untuk dikonsumsi. Tumbuhan ini dapat tumbuh secara alami, sehingga harganya rendah
tetapi memiliki nilai gizi yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Sudjaroen, (2015) yaitu
kandungannya terdiri dari air, protein (3,46% ± 0,04% w/w), lemak (0,15% ± 0,01% w/w),
karbohidrat (2,18%, ± 0,02% w/w), serat (6,21 % ± 0,01% w/w), kalsium (2471,37 ± 0,054
mg/100 g), dan beta karoten (3545,16 ± 0,093 mg/100 g).

Suaeda maritima mengandung vitamin A yang merupakan hasil konversi dari kandungan
beta karoten. Beta karoten pada tumbuhan ini identik dengan mudah mengalami penurunan
dan kerusakan saat mengalami pengolahan. Cara pengolahan agar kandungan vitamin A
diperoleh maksimum yaitu dengan dijadikan jus dan serbuk (Permatasari et al 2017).

2.5 Manfaat Pedangan (Suaeda Maritima)

Tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai olahan yang memanfaatkan daun mudanya.
Daun mudannya bisa digunakan sebagai sayuran segar atau dimasak tetapi harus dimasak
dengan jenis sayur yang lain untuk mengurangi rasa asinnya. Orang lokal diprovinsi Samut
Songkram menggunakan tumbuhan ini untuk berbagai jenis makanan seperti bahan
tambahan salad, kari, dan pasta cabai (Estiasih et al 2015).

Daun dari Suaeda maritima telah digunakan sebagai obat untuk hepatitis dan dilaporkan
memiliki aktivitas antivirus. Tumbuhan ini bermanfaat untuk fitoremediasi gumuk pasir
dengan cara membentuk koloni secara paralel pada permukaan pantai dan membentuk
tahanan terhadap angin yang membawa pasir dari gumuk. S. maritima yang hidup secara
berkoloni ini dapat memperkuat gundukan pasir dengan menggunakan akarnya yang
merambat (Das et al 2015).

Tanaman ini tumbuh dengan baik tanpa efek toksik sehingga dapat dimanfaatkan untuk
fitoremidasi dan desalinasi lahan kritis. Kandungan senyawa yang berkhasiat di dalamnya
seperti alkaloid, saponin, tanin, terpenoid dan steroid. Kandungan dariTanaman ini dapat
mengatasi gangguan ginjal dan berfungsi sebagai anti bakteri (Al-Azzawi et al 2012).
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Biokimia Laut tentang “Analisa Kadar Abu” dilaksanakan Jum’at, 13 Maret
2020. Praktikum tentang Analisa Kadar Abu dilaksanakan mulai pukul 13.00-17.00 WIB.
Praktikum Analisa Kadar Abu dilaksanakan di Laboratorium Biologi Laut, Universitas
Trunojoyo Madura.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Tabel 3.1 Alat dan fungsi
No Alat Fungsi
.
1. Cawan porselin Berfungsi sebagai tempat sampel
2. Neraca analitik Berfungsi sebagai alat menimbang sampel
3. Desikator Berfungsi sebagai alat mendinginkan sampel
4. Oven Berfungsi sebagai alat memanaskan sampel
5. Furnace Berfungsi sebagai alat memanaskan sampel
dengan suhu tinggi
6. Penjepit Berfungsi sebagai alat menjepit cawan sampel
7. Nampan Berfungsi sebagai menyimpan cawan

3.2.2 Bahan
Tabel 3.2 Bahan dan Fungsi
No Bahan Fungsi
.
1. Kertas saring whatman Berfungsi sebagai penyaringan sampel
2. Daun pedangan Berfungsi sebagai sampel

3.3 Prosedur Kerja

Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Mengoven cawan porselin dengan suhu 105oC

Mendesikator sampel selama 5 menit

Menimbang cawan porselin dan sampel


Memasukkan sampel ke dalam furnace dengan suhu 600oC selama 2 jam

Menurunkan suhu secara bertahap dari suhu 600oC hingga 100oC

Mendesikator sampel selama 10 menit

Menghitung kadar abu pada sampel menggunakan rumus :


berat akhir−berat awal
kadar abu= ×100 %
berat sampel

Merapikan alat dan bahan yang telah digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan
No. Percobaan Berat Cawan Berat Awal Berat Akhir Kadar Abu
1. I 12,8 gram 15,7 gram 10,9 gram -179,16 %
II 11,0 gram 14,3 gram 11,9 gram -72,73 %
2. I 12,0 gram 15,0 gram 12,0 gram 0%
II 10,9 gram 13,9 gram 11 gram 3%
3. I 12,1 gram 11,5 gram 11,6 gram 7,6 %
II 11,5 gram 12,1 gram 12,2 gram 4,1 %
4. I 10,4 gram 14,8 gram 10,5 gram 2,27 %
II 19,5 gram 24,1 gram 19,7 gram 4,34 %

4.1.1 Perhitungan Kelompok 1


Diketahui : Berat awal pengulangan I = 15,7 gram
Berat akhir pengulangan I = 10,9 gram
Berat sampel pengulangan I = 2,4 gram
Berat awal pengulangan II = 14,3 gram
Berat akhir pengulangan II = 11,9 gram
Berat sampel pengulangan II = 3,3 gram
Ditanya: Kadar abu pengulangan I = ?
Kadar abu pengulangan II = ?
berat akhir−berat awal
Jawab : Kadar abu pengulangan I = ×100 %
bera t sampel
10,9 gram−15,7 gram
¿ ×100 %
2,4 gram
= -179,16 %
Jadi, kadar abu pengulangan I adalah sebesar -179,16 %.
berat akhir−berat awal
Kadar abu pengulangan II = ×100 %
berat sampel
14,7 gram−11,9 gram
¿ × 100 %
3,3 gram
= -72,73 %
Jadi, kadar abu pengulangan II adalah sebesar -72,73 %.
4.1.2 Perhitungan Kelompok 2
Diketahui : Berat awal pengulangan I = 15,0 gram
Berat akhir pengulangan I = 12,0 gram
Berat sampel pengulangan I = 3 gram
Berat awal pengulangan II = 13,9 gram
Berat akhir pengulangan II = 12,0 gram
Berat sampel pengulangan II = 3 gram
Ditanya: Kadar abu pengulangan I = ?
Kadar abu pengulangan II = ?
berat akhir−berat awal
Jawab : Kadar abu pengulangan I = ×100 %
berat sampel
12,0 gram−15,0 gram
¿ ×100 %
3 gram
=0%
Jadi, kadar abu pengulangan I adalah sebesar 0 %.
berat akhir−berat awal
Kadar abu pengulangan II = ×100 %
berat sampel
12,0 gram−13,9 gram
¿ ×100 %
3 gram
=3%
Jadi, kadar abu pengulangan II adalah sebesar 3 %.
4.1.3 Perhitungan Kelompok 3
Diketahui : Berat awal pengulangan I = 11,5 gram
Berat akhi rpengulangan I = 11,6 gram
Berat sampel pengulangan I = 1,3 gram
Berat awal pengulangan II = 12,8 gram
Berat akhir pengulangan II = 11,7 gram
Berat sampel pengulangan II = 2,4 gram
Ditanya: Kadar abu pengulangan I = ?
Kadar abu pengulangan II = ?
berat akhir−berat awal
Jawab : Kadar abu pengulangan I = ×100 %
berat sampel
11,6 gram−11,5 gram
¿ ×100 %
1,3 gram
= 7,6 %
Jadi, kadar abu pengulangan I adalah sebesar 7,6 %
berat akhir−berat awal
Kadar abu pengulangan II = ×100 %
berat sampel
12, 2 gram−12, 1 gram
¿ × 100 %
2,4 gram
= 4,1%
Jadi, kadar abu pengulangan II adalah sebesar 4,1%.
4.1.4 Perhitungan Kelompok 4
Diketahui : Berat awal pengulangan I = 14,8 gram
Berat akhir pengulangan I = 10,5 gram
Berat sampel pengulangan I = 4,4 gram
Berat awal pengulangan II = 24,1 gram
Berat akhir pengulangan II = 19,7 gram
Berat sampel pengulangan II = 4,6 gram
Ditanya: Kadar abu pengulangan I = ?
Kadar abu pengulangan II = ?
berat akhir−berat awal
Jawab : Kadar abu pengulangan I = ×100 %
berat sampel
26,3 gram−23,8 gram
¿ ×100 %
4,4 gram
= 2,27 %
Jadi, kadar abu pengulangan I adalah sebesar 2,27 %
berat akhir−berat awal
Kadar abu pengulangan II = ×100 %
berat sampel
19,7 gram−24,1 gram
¿ ×100 %
4,6 gram
= 4,34 %
Jadi, kadar abu pengulangan II adalah sebesar 4,34 %
4.2 Pembahasan

Praktikum analisis kadar abu kali ini yakni menggunakaan beberapa sampel, seperti daun
alor, ikan selar kuning, daun pedangan, dan ikan kurisi. Praktikum kali ini bertujuan untuk
mengetahui kadar abu dalam beberapa sampel yang diuji menggunkan metode gravimetrik,
yaitu metode yang dilakukan dengan cara penimbangan. Uji kadar abu pada semua sampel

berat awal−berat akhir


yakni menggunakan rumus:kadar abu= ×100 % pada setiap
berat awal
percobaannya.
Analisis dilakukan sebanyak dua kali percobaan pada setiap sampelnya. Kelompok 1
menggunakan sampel daun alor, pada percobaan 1 kadar abunya diperoleh sebesar -179,16%
dan percobaan 2 sebesar -72,73%. Kelompok 2 menggunakan sampel ikan selar kuning yang
dilakukan pada percobaan 1 kadar abunya diperoleh sebesar 0% dan percobaan 2 diperoleh
sebesar 3%. Kelompok 3 yaitu kelompok kami yang menggunakan sampel daun pedangan
yang dilakukan pada percobaan 1 kadar airnya diperoleh sebesar 7,6% dan percobaan 2
sebesar 2,4%. Kelompok 4 yang menggunakan sampel ikan kurisi, pada percobaan 1
diperoleh kadar aburnya sebesar 2,27% dan percobaan 2 diperoleh sebesar 4,34%.

Kandungan sampel kelompok saya yang menggunakan daun pedangan (Suaeda


maritima) yang kadar abunya paling tinggi jika dibandingkan dengan sampel kelompok lain,
seperti daun alor, ikan selar kuning, dan ikan kurisi. Kelompok kami diperoleh sebesar 7,6%
pada percobaan 1 dan 4,1% pada percobaan 2. Analisis kadar abu kali ini dapat dipengaruhi
oleh luas permukaan, suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara, tekanan
atmosfer, penguapan air, dan lama pengeringan karena daun pedangan hidupnya di darat
yang sedikit mengandung air.

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum Biokimia tentang kadar serat daun alor merah adala
h sebagai berikut:

1. Daun mudannya bisa digunakan sebagai sayuran segar atau dimasak sebagai olahan Daun
dari Suaeda maritima telah digunakan sebagai obat untuk hepatitis dan dilaporkan
memiliki aktivitas antivirus. Tumbuhan ini bermanfaat untuk fitoremediasi gumuk pasir.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sudjaroen, (2015) yaitu kandungannya terdiri dari air,
protein (3,46% ± 0,04% w/w), lemak (0,15% ± 0,01% w/w), karbohidrat (2,18%, ±
0,02% w/w), serat (6,21 % ± 0,01% w/w), kalsium (2471,37 ± 0,054 mg/100 g), dan beta
karoten (3545,16 ± 0,093 mg/100 g). Suaeda maritima mengandung vitamin A yang
merupakan hasil konversi dari kandungan beta karoten.

3. kadar abu pengulangan I adalah sebesar 7,6 % dan kadar abu pengulangan II adalah
sebesar 2,4 gram.

5.2 Saran

a. Laboratorium

Laboratorium sebaiknya dirapikan lagi dalam penataan barangnya. Laboratorium


sebaiknya dilengkapi dengan pengharum ruangan. Laboratorium sebaiknya ditingkatkan
lagi kebersihannya agar lebih nyaman.

b. Asisten Praktikum

Asisten Praktikum sudah baik terhadap praktikan. Asisten praktikum harus


memberi arahan yang lebih baik terhadap praktikan. Asisten praktikum lebih sabar lagi
dalam menghadapi praktikan.

c. Praktikan
Praktikan harus lebih sopan lagi terhadap asisten. Praktikan seharusnya belajar
terlebih dahulu sebelum praktikum dimulai. Praktikan tidak boleh bercanda saat
praktikum dimulai.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Azzawi, A., Alguboori, A., Hachim, M.Y., Najat, M., Al-Shaimaa, A., and Sad, M. 2012.
Preliminary Phytochemical and Antibacterial Screening of Sesuvium portulacastrum in
The United Arab Emirates. Pharmacognosy Res. 4(4): 413-421.

Auliya, C., Oktia, W.K.H., dan Budiono, I. 2015. Profil status Gizi Balita Ditinjau Dari
Topografi Wilayah Tempat Tinggal (Studi di Wilayah pantai dan Wilayah Punggung Bukit
Kabupaten Jepara). Unnes Journal of Public Health. 4(2): 7-13.

Chin, H.K.S., and Tan, H.KT.W. 1990. The Concise Flora of Singapore Gymnosperms and
Dicotyledons. Singapore: Singapore University Press.

Das, S., Sufia, Z., Pramanick, P., Pal, N., and Mitra, A. 2015. Suaeda maritima : A Potential
Carbon Reservoir of Coastal Zone. International Advanced Research Journal in Science,
Engineering and Technology. 2(5): 61-65.

Estiasih, T., Putri, W.D.R., dan Widyastuti, E. 2015. Komponen Minor dan bahan Tambahan
Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Herman, Rusli. R., Edi, I., Hamid, R., dan Haeruddin. 2011. Analisis Kadar Mineral dalam Abu
Buah Nipa (Nypa fructicans) Kaliwanggu Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. J. Trop.
Pharm. Chem. 1(2): 104-110.

Juwita, E., Kadarwan, S., dan Yonviter. 2015. Kondisi Habitat dan Ekosistem Mangrove
Kecamatan Simpang Pesak Belitung Timur Untuk Pengembangan Tambak Udang. Jurnal
Manusia dan Lingkungan. 22(1): 59-65.

Muzaki, F.K., Saptarini, D., Kuswytasari, N.D., dan Sulisetyono. A. 2012. Menjelajah
Mangrove Surabaya. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Nirwani, S., Ardiansyah, W.I., dan Rudhi, P. 2012. Struktur Vegetasi dan Komposisi Vegetasi
Mangrove di Kawasan Pesisir Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.
Journal of Marine Research. 1(2): 203-2015.

Permatasari, I., Suhariyadi., dan Rahayuningsih, C.K. Pengolahan Tumbuhan Alur (Suaeda
maritima) Terhadap Kadar Vitamin A dengan Metode Spektrofotometri. Analisis
Kesehatan Sains. 6(2): 473-477.
Polic, D., Lukovic, J., Zoric, L., Boza, P., Merkulov, L., and Knezevic, A. 2009. Morpho-
Anatomical Differentiation of Suaeda maritima (L.) Dumort. 1872. (Chenopodiaceae)
Populations from Inland and Maritime Saline Area. Central European Journal of Biology.
4(1): 117-129.

Rosalina, A.L., dan Jessica, W. 2018. Pengaruh Variasi Komposisi Grist Gandum (Triticum
asetivum L.) Terhadap Kadar Air dan Kadar Abu Tepung Terigu. Jurnal Ilmu Pangan dan
Hasil Pertanian. 2(1): 34-39.

Sudjaroen, Y. 2015. Evaluation for Nutritive Values and Antioxidant activities of Dried Seablite
(Suaeda maritima). Academic Journals Scientific Research and Essays. 10(9): 306-312.

Sunnartaty, R., dan Yulia, R. 2017. Pembuatan Abu dan Karakteristik Kadar Air dan Kadar Abu
Pelepah Kelapa. Jurnal AGROTEk. 1(2): 560-562.

Anda mungkin juga menyukai