Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEMATIKA HEWAN VERTEBRATA


IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN KUNCI DETERMINASI
KELAS ACTINOPTERYGII

OLEH:
KELOMPOK V/C
1. WINDA GUSMAWARNI : 1810422035
2. RAKHA MAFISKHA : 1610422006
3. HAFSHAH MENTARI Z : 1810422041
4. SHINTIYA RAHMADHANI P : 1810422050
5. KOMELIA APRIANI : 1810422053
6. AISYAH RAFNI : 1810422056
7. RIZKA SEFMALIZA : 1810423012

ASISTEN PJ KELOMPOK: 1. KAMSIAH WULAN PURNAMA SARI


2. CYNTHIA ERICCA

LABORATORIUM PENDIDIKAN IV
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelas Pisces merupakan hewan berdarah dingin, bernafas dengan insang, tubuh
ditutupi oleh sisik dan bergerak menggunakan sirip. Hidup di air tawar dan air
asin (laut). Berdasarkan tulang penyusun, kelas ini dibedakan atas ikan bertulang
sejati (Osteichtyes) dan ikan yang bertulang rawan (Chondrichetyes). Kalau
dilihat dari jumlah spesiesnya yang dikatakan terbanyak dari vertebrata.
Penyebaran ikan boleh dikatakan hampir di seluruh permukaan bumi ditemukan di
air tawar maupun air asin (Campbell, 2004).
Pada sistematika atau taksonomi ada 3 pekerjaan yang biasa dilakukan,
yaitu identifikasi, klasifikasi, dan pengamatan evolusi. Identifikasi merupakan
pengenalan dan deskripsi yang teliti dan tepat terhadap suatu jenis/spesies yang
selanjutnya diberi nama ilmiahnya sehingga diakui oleh para ahli diseluruh dunia.
Klasifikasi adalah suatu kegiatan pembentukan kelompok-kelompok makhluk
hidup dengan cara memberi keseragaman ciri/sifat di dalam keanekaragaman ciri
yang ada pada makhluk hidup tersebut. Untuk mendukung pengetahuan tentang
klasifikasi dan taksonomi diperlukan adanya identifikasi dari berbagai parameter
morfologi dari bentuk tubuh ikan. Dengan melihat morfologi ikan kita dapat
mengelompokkan ikan/hewan air. Sistem atau cara pengelompokan ini dikenal
dengan istilah sistematika atau taksonomi (Nontji, 2005).
Saat ini terdapat sekitar 25.000 jenis ikan yang telah teridentifikasi. Pisces
(ikan) sangat bervariasi bentuk, ukuran dan warnanya. Beberapa ikan memiliki
bentuk tubuh yang membulat seperti torpedo dan ada juga yang berbentuk pipih.
Variasi yang ada pada kelas pisces itulah yang perlu untuk diidentifikasi agar
dapat dibedakan antara spesies yang satu dengan lainnya (Fitria, 2001).
Berdasarkan tulang penyusunnya, ikan dibedakan menjadi dua yaitu ikan
bertulang sejati (Osteichtyes) dan ikan bertulang rawan (Chondrichtyes). Bentuk
tubuh ikan pun menyesuaikan dengan habitat hidupnya. Ada yang berbentuk
fusiform untuk perenang cepat, compress untuk perenang biasa, dipressed, anak
panah, seperti anak panah, benang, bentuk pita, dan ada pula yang berbentuk
seperti ular (Campbell, 2004).
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin
dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama protein ikan
dibandingkan dengan hewan lainnya adalah kelengkapan komposisi asam amino
dan kemudahannya untuk dicerna. Karena besarnya peranan gizi bagi kesehatan,
ikan merupakan pilihan tepat untuk diet di masa yang akan datang. Selain itu ikan
juga baik dikonsumsi oleh anak-anak yang berfungsi dalam perkembangan
otaknya. Hal ini disebabkan karena beberapa jenis ikan mengandung sumber DHA
yang tinggi misalnya ikan tongkol dan ikan koi (Retno, 2014).
Selain digunakan sebagai bahan makanan ikan juga digunakan sebagi
bahan obat-obatan. Salah satu contohnya yaitu ikan gabus. Ikan gabus merupakan
ikan ikan air tawar. Ikan gabus sangat kaya albumin, jenis protein yang
mempercepat penyembuhan pascaoperasi dan melahirkan. Zat ini juga membantu
pertumbuhan anak dan menambah berat badan orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Keunggulan ikan gabus adalah kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Kadar
protein per 100 gram ikan gabus setara ikan bandeng, tetapi lebih tinggi bila
dibandingkan dengan ikan lele maupun ikan mas yang sering kita konsumsi
(Retno, 2014)
Untuk mendukung pengetahuan tentang klasifikasi dan taksonomi
diperlukan adanya identifikasi dari berbagai parameter morfologi dari bentuk
tubuh ikan. Dengan melihat morfologi ikan kita dapat mengelompokkan
ikan/hewan air. Sistem atau cara pengelompokan ini dikenal dengan istilah
sistematika atau taksonomi.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan praktikum ini untuk mengetahui morfologi dari hewan kelas
actinopterygii dan dapat mengetahui ukuran serta jumlah bagian-bagian tubuh dari
kelas actinopterygii. Praktikum ini juga untuk mengetahui cara identifikasi dan
membuat klasifikasi serta membuat kunci determinasi dari objek praktikum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pisces disebut hewan poikiloterm karena suhu tubuh tidak tetap (berdarah
dingin), yaitu terpengaruh suhu di sekelilingnya. Ikan bernafas dengan insang
(operculum) dan dibantu oleh kulit, tubuh ditutupi oleh sisik dan memiliki gurat
sisi untuk menentukan arah dan posisi berenang. Pada ikan jantung terdiri atas
satu serambi dan satu bilik, dan tubuh terdiri atas kepala dan badan. Ikan berenang
dengan bantuan sirip. Jumlah sirip pada berbagi jenis ikan berbeda-beda
(Campbell, 2004).
Ikan merupakan hewan air yang menjalani kehidupannya sejak lahir atau
ditetaskan dari telur sampai akhir hidupnya di dalam air. Dengan demikian, sudah
barang tentu, air mempunyai peranan penting dalam kehidupan ikan, karena
hampir segala kebutuhan untuk hidupnya itu terdapat di dalam air. Di alam pada
dasarnya terdapat dua macam air, yaknia air tawar dan air laut. Air laut terasa asin
karena mengandung banyak garam-garam terlarut. Air tawar dapat dibagi dalam
dua golongan, yaitu air lunak dan air sadah. Pembagian ini berdasarkan atas
banyak sedikitnya garam kapur, kalsium karbonat. Jumlah total garam-garam
terlarut di dalam air itu, mempunyai peranan penting dalam kehidupan ikan (Rifai,
1983).
Identifikasi penting artinya bila ditinjau dari segi ilmiahnya, sebab seluruh
urutan pekerjaan berikutnya sangat tergantung kepada hasil identifikasi yang
benar dari suatu spesies yang sedang diteliti. Dalam melakukan identifikasi,
peranan buku kunci identifikasi adalah mutlak diperlukan (Darbohoesodo, 1976).
Menurut Utariningsih dan Andansari (2011), identifikasi merupakan kegiatan
menempatkan atau memberikan identitas suatu individu melalui prosedur deduktif
ke dalam suatu takson dengan menggunakan kunci determinasi. Kunci
determinasi adalah kunci jawaban yang digunakan untuk menetapkan identitas
suatu individu. Kegiatan identifikasi bertujuan untuk mencari dan mengenal ciri-
ciri taksonomi yang sangat bervariasi dan memasukkannya ke dalam suatu takson.
Selain itu untuk mengetahui identitas atau nama suatu individu (spesies) dengan
cara mengamati beberapa karakter atau ciri morfologi spesies tersebut dengan
membandingkan ciri-ciri yang ada sesuai dengan kunci determinasi.
Untuk melakukan suatu pengidentifikasian ikan, diperlukan beberapa
karakteristik yang perlu diamati. Antara lain yaitu, jumlah sirip, panjang sirip,
tinggi badan, lebar badan, bentuk sisik, bentuk mulut dan ekor, serta masih
banyak lagi karakteristik yang dapat diamati untuk pengidentifikasian ikan.
Pengetahuan mengenai bentuk dan struktur bagian-bagian tubuh ikan, akan
membantu seseorang dalam mendeterminasinya, sehingga diperoleh klasifikasi
ikan secara lebih cepat dan mudah (Rifai, 1983).
Determinasi adalah membandingkan suatu hewan yang sudah diketahui
atau diidentifikasi sebelumnya berdasarkan karakter morfologi yang dimiliki
kemudian mengetahui nama dari spesies tersebut. Penggunaan pertama kali
diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus. Namun, juga pernah menggunakan kunci
modern untuk identifikasi. Salah satu kunci identifikasi ada yang disusun dengan
menggunakan ciri-ciri taksonomi yang saling berlawanan. Tiap langkah dalam
kunci tersebut terdiri atas dua alternatif (dua ciri yang saling berlawanan)
sehingga disebut kunci dikotomis. Identifikasi dan pengenalan kelompok dan jenis
hewan merupakan bagian yang sangat penting dalam taksonomi. Salah satu alat
bantu identifikasi adalah kunci (identifikasi) yang dipakai untuk menentukan
kedudukan hewan dalam sistematika hayati. Ada kunci untuk menentukan Filum
(Phylum), Kelas (Class), Bangsa (Ordo), Suku (Family), Marga (Genus) dan Jenis
(Species) hewan (Saanin, 1968).
Ada berbagai cara untuk menyusun sebuah kunci. Susunan yang paling
praktis adalah kunci dengan deskripsi umum dan singkat yang disusun secara
berpasangan (dikotom). Kunci ini dapat digunakan untuk memilih satu diantara
dua kemungkinan yang ada. Jika spesimennya sangat unik, biasanya salah satu
diantara dua pilihan deskripsi yang diberikan kunci akan cocok. Kunci merupakan
alat bantu yang sangat penting dalam taksonomi. Kunci juga dapat bersifat
membatasi upaya identifikasi. Sebuah spesimen yang unik atau menyimpang dari
karakteristik umum akan mustahil teridentifikasi oleh kunci yang bersifat umum
(Jasin, 1989).
Klasifikasi hewan didefinisikan sebagai penggolongan hewan ke dalam
kelompok tertentu berdasarkan kekerabatannya, yaitu yang berhubungan dengan
kontiguitas (kontak), kemiripan atau keduanya. Klasifikasi dapat berdasarkan
hubungan evolusi, habitat dan cara hidupnya. Klasifikasi berhubungan dengan
upaya mengevaluasi sejumlah besar ciri-ciri (idealnya seluruh ciri yang dimiliki)
(Darbohoesosdo, 1976).
Di antara semua kelas vertebrata, ikan bertulang keras (Kelas Osteichtyes)
adalah yang paling banyak jumlahnya, baik dalam hal jumlah individu maupun
dalam jumlah spesies. Hampir semua ikan bertulang keras memiliki endoskeleton
dengan matriks kalsium fosfat yang keras. Kulitnya seringkali tertutupi dengan
sisik pipih bertulang yang berbeda strukturnya dari sisk berbentuk gigi pada hiu.
Kelenjar pada kulit ikan bertulang keras mensekresikan mucus yang memberikan
hewan itu kulit licin yang khas, suatu adaptasi yang mengurangi gesekan selama
berenang (Campbell, 2003).
Secara umum golongan ikan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
mempunyai rangka bertulang sejati (tulang benar), dan ada pula yang bertulang
rawan, mempunyai sirip tunggal dan kembar (berpasangan), mempunyai
operculum yang menutupi insang, bentuk tubuhnya bermacam-macam (antara lain
menyerutu, bulat, gepang) dengan penampang bulat, gilig dan gepeng, pada
umummnya ditutupi sisik dan brlendir, berdarah dingin, bergurat sis (mempunyai
garis rusuk), lingkungan hidupnya adalah air, mulai dari lapsan perairan yang
sangat dangkal sampai lapisan perairan dalam (daerah abisal) (Rifai, 1983).
Sifat-sifat yang penting bagi identifikasi ialah: 1) rumus sirip, yaitu rumus
yang menggambarkan bentuk dan jumlahnya jari-jari sirip, dan bentuk dari sirip,
2) perbandingan antara panjang, lebar dan tinggi dari bagian-bagian tertentu atau
antara bagian-bagian itu sendiri, 3) bentuk garis rusuk dan jumlah sisi yang
membentuk garis rusuk itu, 4) jumlah sisik pada garis pertengahan sisi atau garis
sisi, 5) bentuk sisik dan gigi beserta susunan dan tempatnya, dan 6) tulang-tulang
insang (Saanin, 1968).
Berdasarkan habitat hidupnya, ikan dibedakan dua macam yaitu ikan air
tawar dan ikan air asin (laut). Ikan air tawar adalah ikan yang menghabiskan
sebagian atau seluruh hidupnya di air tawar, seperti sungai dan danau dengan
salinitas kurang dari 0,05%. Dalam banyak hal lingkungan ini berbeda dengan
lingkungan perairan laut dan yang paling membedakan adalah tingkat
salinitasnya. Untuk bertahan di air tawar, ikan membutuhkan adaptasi fisiologis
yang bertujuan menjaga keseimbangan konsentrasi ion dalam tubuh. 41% dari
seluruh spesies ikan diketahui berada di air tawar. Hal ini karena spesiasi yang
cepat yang menjadikan habitat yang terpencar menjadi mungkin untuk ditinggali
(Nontji, 2005).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada Jum’at 18 Oktober 2019 di Laboratorium


Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Andalas.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum diantaranya styrofoam hitam,


penggaris, kamera, alat tulis, dan aquarium. Bahan yang digunakan adalah ikan
nila (Oreochromis niloticus), ikan lele (Clarias batrachus), ikan tongkol (Auxis
rochei), ikan beledang (Trichiurus lepturus), belut sawah (Monopterus albus), dan
ikan pinang-pinang (Upeneus vittatus).

3.3 Cara Kerja

Ikan diletakkan di atas styrofoam hitam, posisi kepala menghadap ke kiri. Difoto
panjang keseluruhan ikan. Untuk ikan air tawar difoto dalam aquarium. Diamati
dan diukur bagian-bagiannya dengan penggaris. Diukur sesuai parameter yang
ditentukan. Dicatat data sheet Actinopterygii.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi
Dari praktikum yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut.
4.1.1 Oreochromis niloticus (L.)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cichliformes
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis Gambar 1. Oreochromis niloticus

Spesies : Oreochromis niloticus


(L.)
Sumber : Kelompok 5C
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu (B): berat
230 gram, (PT): panjang total 280 mm, (PS): panjang standar 174 mm, (TBE):
tinggi batang ekor 27 mm, (PBE): panjang batang ekor 20 mm, (PdSD): panjang
dasar sirip dorsal 110 mm, (PdSA): panang dasar sirip anal 47 mm, (TB): tinggi
badan 73 mm, (PSP): panjang sirip pectoral 10 mm, (PSPe) panjang sirip pelvic
13 mm, (PDT): panjang sirip dorsal 23 mm, (PK) panjang kepala 57 mm, (LK):
lebar kepala 56 mm, (PM): panjang moncong 15 mm, (DM): diameter mata 10
mm, (PRA): panjang rahang atas 20 mm, (JDD): jumlah duri dorsal DXXIX, (JDL):
jumlah duri lunak dorsal DIV, (DA): duri anal AXII, (DLA): duri lunak anal AX,
(DPT): duri pectoral total, P,XIV (JSG): jumlah sisik gurat sisi 30, tipe mulut
terminal, tipe ekor truncatus, tipe sisik ctenoid, tidak memiliki sungut, warna abu-
abu kehitaman.
Berdasarkan data hasil praktikum dan literatur di atas dapat dilihat bahwa
hasil antara keduanya tidak jauh berbeda. Ikan Nila memiliki lima sirip, yaitu sirip
punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus
(anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas
tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut
yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang
(Widyanti, 2009).
4.1.2 Monopterus albus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Synbranchiformes
Family : Synbranchidae
Genus : Monopterus Gambar 2. Monopterus albus

Spesies : Monopterus albus


Berdasarkan pengamatan morfologi pada Monopterus albus (Zuiew.)
didapatkan hasil (B): berat 50 gram, (PT): panjang total 328 mm, (PS): panjang
standar 325 mm, (TBE): tinggi batang ekor 4 mm, (PBE): panjang batang ekor 3
mm, (TB): tinggi badan 13 mm, (PK) panjang kepala 26 mm, (LK): lebar kepala
12 mm, (PM): panjang moncong 11 mm, (DM): diameter mata 1 mm, (PRA):
panjang rahang atas 12 mm, tipe mulut sub-terminal, tipe ekor rhomboid, tidak
memiliki sungut, warna coklat kehitaman.
Menurut Affandi (2003), sirip dada, punggung, dan sirip dubur telah
berubah menjadi sembulan kulit yang tidak berjari-jari. Belut mempunyai ciri
khas kelamin Progynes Hermaprodyte atau dapat berubah-ubah. Seperti ikan lele,
belut juga dilengkapi dengan alat pernafasan tambahan yang berfungsi untuk
mengambil oksigen dari permukaan air. Alat pernafasan tambahan ini berupa kulit
tipis yang penuh dengan lendir terdapat pada rongga mulut. Media hidupnya dari
kecil sampai dewasa dan bertelur di air tawar yang berlumpur. Dapat juga
ditemukan di sungai-sungai atau di rawa-rawa yang berair tawar.
4.1.3 Clarias batrachus

Klasifikasi

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Silurformes
Family : Clariidae
Genus : Clarias Gambar 3. Clarias batrachus
(L.)
Spesies : Clarias batrachus (L.)

Sumber : Kelompok 5C

Berdasarkan pengamatan morfologi didapatkan hasil bahwa tipe mulut


Monopterus albus (Zuiew.) berwarna abu-abu, memiliki tipe mulut subterminal
dan tipe ekor rhomboid. Hasil pengukuran morfometrik didapatkan hasil (B):
berat 90 gram, (PT): panjang total 240 mm, (PS): panjang standar 220 mm,
(TBE): tinggi batang ekor 20 mm, (PBE): panjang batang ekor 4 mm, (PPr):
panjang predorsal 80 mm, (PdSD): panjang dasar sirip dorsal 140 mm, (PdSA):
panang dasar sirip anal 95 mm, (TB): tinggi badan 35 mm, (PSP): panjang sirip
pectoral 28 mm, (PSPe) panjang sirip pelvic 20 mm, (PDT): panjang sirip dorsal
14 mm, (PK) panjang kepala 50 mm, (LK): lebar kepala 46 mm, (PM): panjang
moncong 12 mm, (DM): diameter mata 3 mm, (PRA): panjang rahang atas 10
mm, (JDD): jumlah duri dorsal DL, (JDL): jumlah duri lunak dorsal DLV, (DA):
duri anal, (DLA): duri lunak anal, (DPT): duri pectoral total, (JSG): jumlah sisik
gurat sisi, tipe mulut sub-terminal, tipe ekor rhomboid, memiliki sungut, dan
warna abu-abu kehitaman.
Clarias batrachus adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele mudah
dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki
“kumis” yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Ikan-ikan
marga Clarias dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tak bersisik, dengan
sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang terkadang menyatu dengan
sirip ekor, menjadikannya nampak seperti sidat yang pendek. Kepalanya keras
menulang di bagian atas, dengan mata yang kecil dan mulut lebar yang terletak di
ujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang
amat berguna untuk bergerak di air yang gelap. Terdapat sepasang patil, yakni
duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya (Djuhanda, 1980).
4.1.4 Auxis rochei
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Scombridae
Genus : Auxis Gambar 4. Auxis rochei
Species : Auxis rochei (Risso.)
Sumber : Kelompok 5C

Berdasarkan pengamatan morfologi Auxis rochei (Risso.) didapatkan hasil (B):


berat 720 gram, (PT): panjang total 350 mm, (PS): panjang standar 330 mm,
(TBE): tinggi batang ekor 7 mm, (PBE): panjang batang ekor 75 mm, (PdSD):
panjang dasar sirip dorsal 46 mm, (PdSA): panang dasar sirip anal 27 mm, (TB):
tinggi badan 85 mm, (PSP): panjang sirip pectoral 18 mm, (PSPe) panjang sirip
pelvic 14 mm, (PDT): panjang sirip dorsal 43 mm, (PK) panjang kepala 94 mm,
(LK): lebar kepala 65 mm, (PM): panjang moncong 24 mm, (DM): diameter mata
17 mm, (PRA): panjang rahang atas 30 mm, (JDD): jumlah duri dorsal DXI,
(JDL): jumlah duri lunak dorsal DX, (DA): duri anal AI, (DLA): duri lunak anal
AXIII, (DPT): duri pectoral total PI, XXIII, tipe mulut terminal, tipe ekor forked, tipe
sisik cycloid, tidak memiliki sungut, dan warna abu-abu kebiruan.
Menurut Djuhanda (1981), ikan tongkol mempunyai bentuk tubuh seperti
cerutu dengan kulit licin dan tergolong tuna kecil. Sirip dada melengkung dan
sirip anal terdapat sirip tambahan kecil-kecil. Terdapat dua sirip dipunggung.
Badannya tampak diselimuti sisik, kecuali pada bagian belakangnya. Tongkol
termasuk ikan buas, predator dan karnivor. Pada umumnya mempunyai panjang
50 - 60 cm dan hidup bergerombol. Warna tubuh bagian atas biru kehitaman dan
bagian bawah putih keperakan.
4.1.5 Upeneus vittatus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Siluriformes
Family : Clariidae Gambar 5. Upeneus vittatus
Genus : Upeneus
Species : Upeneus vittatus (Forsskal.)
Sumber : Kelompok 5C
Berdasarkan pengamatan morfologi Upeneus vittatus (Forsskal.) didapatkan hasil
(B): berat 45 gram, (PT): panjang total 146 mm, (PS): panjang standar 112 mm,
(TBE): tinggi batang ekor 19 mm, (PBE): panjang batang ekor 6 mm, (PPr):
panjang predorsal 20 mm, (PdSD): panjang dasar sirip dorsal 21 mm, (PdSA):
panjang dasar sirip anal 9 mm, (TB): tinggi badan 30 mm, (PSP): panjang sirip
pectoral 20 mm, (PSPe) panjang sirip pelvic 18 mm, (PDT): panjang sirip dorsal
28 mm, (PK) panjang kepala 30 mm, (LK): lebar kepala 25 mm, (PM): panjang
moncong 8 mm, (DM): diameter mata 8 mm, (PRA): panjang rahang atas 11 mm,
(JDD): jumlah duri dorsal DVII, (JDL): jumlah duri lunak dorsal DXIX, (DA): duri
anal AII, (DLA): duri lunak anal AXIV, (DPT): duri pectoral total PXVIII, (JSG):
jumlah sisik gurat sisi 1, tipe mulut terminal, tipe ekor forked, dan warna.
Kuniran (Upeneus sulphureus) merupakan salah satu anggota genus
Upeneus dengan bentuk badan yang memanjang hingga mencapai panjang
maksimum 23 cm, memiliki dua garis kuning, dan agak pipih. Tubuh tertutup oleh
sisik ctenoid. Ikan ini banyak ditemukan di kedalaman 10-90 meter yang dekat
dengan perairan pantai. Hidupnya bergerombol dan tersebar pada iklim tropis
(Ruth, 2011).
4.1.6 Trichiurus lepturus
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Trichiuridae
Genus : Trichiurus Gambar 6. Trichiurus lepturus

Species : Trichiurus lepturus (L.)


Sumber : Kelompok 5C

Berdasarkan pengamatan morfologi Trichiurus lepturus (L) didapatkan hasil (B):


berat 110 gram, (PT): panjang total 546 mm, (PS): panjang standar 470 mm,
(TBE): tinggi batang ekor 3 mm, (PBE): panjang batang ekor 93,5 (PdSD):
panjang dasar sirip dorsal 420 mm, (TB): tinggi badan 40 mm, (PSP): panjang
sirip pectoral 22 mm, (PDT): panjang sirip dorsal 28 mm, (PK) panjang kepala 70
mm, (LK): lebar kepala 32 mm, (PM): panjang moncong 40 mm, (DM): diameter
mata 11 mm, (PRA): panjang rahang atas 32 mm, (JDD): jumlah duri dorsal
D146, (DPT): duri pectoral total PXVI, tipe mulut superior, tipe ekor meruncing,
tipe sisik mikroskopis, tidak memiliki sungut, dan warna putih keabu-
abuan/silver.
Ikan baledang (Trichiurus lepturus) memiliki tubuh yang panjang dan
gepeng serta ekornya panjang. Kulitnya tak bersisik dan berwarna keperak-
perakan. Sirip perut tak ada sedangkan 17 sirip dubur terdiri dari sebaris duri-duri
kecil yang lepas. Rahang bawah lebih panjang daripada rahang atas. Mulutnya
lebar dan kedua rahangnya bergigi kuat dan tajam. Ikan layur dapat berukuran
panjang sampai lebih 100 cm (Nontji, 2005).
4.2 Kunci Determinasi
1. a. Hidup di air tawar…..................……………………...2
b. Hidup di air laut…......................……………………..3
2. a. Tipe mulut subterminal…..........……………………...4
b. Tipe mulut tidak subterminal….….....……………….Oreochromis niloticus
3. a. Tipe ekor forked….....................……………………..5
b. Tipe ekor tidak forked…............…………………….Trichiurus lepturus
4. a. Ada sungut…..............................…………………….Clarias batrachus
b. Tidak ada sungut…....................…………………….Monopterus albus
5. a. Tipe sisik cycloid…....................…………………….Auxis rochei
b. Tipe sisik tidak cycloid…...........……………………Upeneus vittatus
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan didaptkan kesimpulan sebagai berikut:


a. Oreochromis niloticus memiliki tipe mulut terminal, tipe sisik ctenoid, dan tipe
ekor truncatus.
b. Clarias batrachus memiliki tipe mulut sub-terminal dan tipe ekor rhomboid.
c. Auxis rocheii memiliki tipe mulut terminal, tipe sisik cycliod, dan tipe ekor
forked.
d. Triciurus lepturus memiliki tipe mulut superior, sisik mikroskopis, dan tipe
ekor meruncing.
e. Monopterus albus memiliki tipe mulut sub-terminal dan tipe ekor rhomboid.
f. Upeneus vittatus memiliki tipe mulut terminal dan tipe ekor forked.

5.2 Saran

Dalam praktikum ini sangat diperlukan ketelitian karena banyak pengukuran yang
dilakukan. Sebaiknya seluruh praktikan melakukan pembagian tugas dalam satu
kelompok sehingga lebih mengefisiensikan waktu, dan bertanya kepada asisten
yang mendampingi apabila ada hal yang tidak dipahami.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. 2003. Studi bioekologi belut sawah (Monopterus albus) pada berbagai
ketinggian tempat di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi
Indonesia 3(2): 49-55.
Campbell, N.A. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta; Elangga.
Campbell, N.A. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Darbohoesodo, R.B. 1976. Penuntun Praktikum Taksonomi Avertebrata. Fakultas
Biologi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Djuhanda, T. 1980. Anatomi Perbandingan Vertebrata. Philladelpia: Sounders
College Publishing
Djuhanda, T. 1981. Dunia ikan. Armico. Bandung.
Fitria, Z. 2001. Pertumbuhan Ikan Mas dengan pemberian Dedak Ragi dan
Ampas Tahu. Skripsi. Sarjana Biologi. Fakultas Matenatika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Padang: Universitas Andalas.
Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan Vertebrata dan Invertebrata. Surabaya: Sinar
Wijaya.
Nontji, A. 2005. Laut nusantara. Jakarta: Djambatan.
Retno, Kentoro. Ikan gabus konsumsi dan khasiatnya. http://www.soneta.org.
Diakses pada 6 Maret 2014.
Rifai, Sjamsudin Adang, dkk. 1983. Biologi Perikanan 2. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Ruth, A.E.W. 2011. Kajian Stok dan Analisis Ketidakpastian Ikan Kuniran
(Upeneus sulphureus Cuvier 1829) dengan Menggunakan Sidik Frekuensi
Panjang yang Didaratkan di TPI Cilincing Jakarta. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta, Jakarta.
Utariningsih dan Andansari. 2011. Sistem Informasi Identifikasi Ikan Berbasis
Website. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Widyanti, W. 2009. KinerjaPertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang
Diberi Berbagai Dosis Enzim Cairan Rumen Pada Pakan Berbasis Daun
Lamtorogung (Leucaena leucocephala). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai