TUJUAN
Pada tulisan ini merupakan review peran IPTEK Peternakan dalam
mendorong percepatan program swasembada daging dan susu nasional.
Juga akan membahas berbagai permasalahan seputar ketahanan pangan
dan kondisi aktual pembangunan peternakan di Indonesia. Selanjutnya akan
mengulas peran LIPI dalam pembangunan peternakan di Indonesia.
METODE
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melaksanakan focus group
discussion (FGD) di 3 lokasi : Jawa Barat, Sumatera Barat dan Sulawesi
Selatan. Pemilihan lokasi tersebut untuk mewakili kondisi peternakan sapi
perah dan sapi potong di Indonesia. Tahapan pelaksanaannya adalah
sebagai berikut :
Persiapan
Kegiatan persiapan meliputi studi pustaka, penyiapan bahan-bahan
yang diperlukan. Penyiapan rancangan workshop kajian. termasuk
organisasi pelaksanaan kajian/workshop di lokasi-lokasi tersebut.
potong di Pulau Jawa karena sensus ternak juga mendata ternak yang ada di
feedloter atau ternak impor juga didata. Anehnya populasi ini menjadi dasar
untuk swasembada. Kalau ternak impor juga disensus maka tidak perlu
menunggu 2014 untuk swasembada, tinggal mengimpor sapi sebanyak
kebutuhan, maka akan swasembada. Data hasil sensus ternak terkesan
sangat politis, ingin menunjukkan bahwa pemerintah telah berhasil
membangun peternakan di Indonesia dengan menunjukkan data
pertumbuhan yang secara signifikan meningkat. Berdasarkan data statistik
populasi ternak tahun 2003 sebesar 10,2 juta ekor, tahun 2011 menjadi 15,4
juta ekor atau meningkat rata-rata 5,32 % per tahun (Dirjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan, 2011). Padahal peningkatan tersebut karena peningkatan
impor sapi bakalan dan daging. Data tersebut sungguh menyesatkan. Boleh
dibayangkan betapa data base peternakan kita sangat lemah, dan bisa
dibayangkan pula ketika data tersebut dijadikan dasar dalam membuat
program, yakin bahwa dilevel implementasi tidak dapat dilaksanakan. Dan
kondisi itulah yang terjadi.
Terkait swasembada daging yang harus dicermati bahwa jumlah ekor
ternak dan daging yang diimpor setiap tahun telah menjadi acuan atau dasar
jumlah kekurangan populasi ternak untuk swasembada. Maksudnya karena
kita mengimpor sekitar 700 ribu ekor sapi hidup dan 119 ribu ton daging
pada tahun 2010 kalau dikonversi ke sapi hidup sekitar 700 ribu ekor
sehingga diasumsikan dengan sederhana bahwa jika populasi bertambah 1,4
juta ekor maka kita sudah swasembada. Program swasembada daging
nasional ini yang harus dipahami bahwa sapi asli Indonesia (sapi bali,
pesisir, PO, madura) mendominasi lebih dari 50 % populasi. Sapi-sapi
tersebut postur tubuhnya relatif lebih kecil dari sapi jenis persilangan atau
sapi yang diimpor. Sehingga prediksi terhadap produksi daging tentu lebih
kecil, oleh karena itu perlu adanya perhitungan tentang prediksi produksi
daging sapi lokal, agar terukur benar dan benar-benar swasembada sapi dan
buka swasembada semu. Selanjutnya kantong-kantong ternak sapi potong
adanya di kawasan timur Indonesia sedangkan konsumen daging
terkonsentrasi di pulau jawa sehingga distribusi dan transportasi harus
diperbaiki. Kenyataan menunjukkan bahwa mengangkut ternak dari Nusa
Tenggara Timur itu lebih mahal dibanding dari Darwin Australia.
Ditengah kabar gembira hasil sensus ternak 2011, rupanya hal yang
sangat mengerikan ketika komoditas ternak dimasukkan atau dicampuraduk
dengan kepentingan politik seperti diulas di majalah mingguan Tempo edisi 6
sampai dengan 12 Juni 2011. Memang disadari bahwa pemenuhan
kebutuhan daging nasional menyangkut hayat hidup masyarakat Indonesia,
harkat dan martabat bangsa sehingga sulit dipisahkan dengan politik. Tetapi
jika urusan ketersediaan pangan ini para politisi ikut terlalu jauh dan bahkan
bersaing dengan para pedagang maka urusannya akan menjadi lain. Kalau
kondisi seperti ini tidak segera diperbaiki, maka populasi ternak tidak ada
hubungannya dengan swasembada karena ternak sapi tidak menjadi
komoditi yang harus dibudidayakan melainkan telah menjadi komoditi
dagang. Hal ini diperkuat dengan keluarnya kebijakan impor daging menjadi
kewenangan Kementerian Perdagangan, besarnya kuota impor menjadi
4
Kementerian
Pertanian
hanya
Tabel 1. Proyeksi Produksi dan Kebutuhan Impor Sapi Bakalan dan Daging
Nasional Tahun 2010 - 2014
yang akan mengurangi dan melarang impor jeroan dari negara tersebut.
Kekhawatiran mereka terkait dengan bisnis dimana 70 persen produk
peternakan baik daging maupun sapi hidup dari Australia dipasok ke
Indonesia. Pada tahun 2009 realisasi ekspor sapi hidup dari Australia
mencapai 700.000 ekor naik dari 2008 yang hanya 620.000 ekor.
Perlu saya sampaikan bahwa jika jeroan berupa jantung diimpor
dalam jumlah besar ribuan bahkan jutaan buah jantung, yakinkah kita bahwa
seluruh jeroan itu diambil dari ternak yang dipotong berdasarkan standar
kehalalan? Saya pikir bahwa ini juga menjadi kewenangan Majelis Ulama
Indonesia dan Badan POM untuk memastikan bahwa jeroan-jeroan tersebut
halal untuk dikomsumsi.
Dengan SDM yang dimiliki ini, Puslit Bioteknologi LIPI telah mampu
melakukan kegiatan riset peternakan yang strategis, riset yang dikerjakan
adalah riset yang cukup mendasar namun dapat diaplikasikan di masyarakat
yang didanai dari dana APBN dan dana kerjasama luar negeri. Dalam
perkembangannya Puslit Bioteknologi LIPI telah melakukan kegiatan
penelitian peternakan tersebar di 18 provinsi dan tidak kurang dari 35
Kabupaten di Indonesia.
Sejak tahun 1992, Puslit Bioteknologi LIPI telah melakukan kerjasama
riset dengan Peternakan Tri S Tapos untuk meningkatkan populasi dan
mutu genetic ternak melalui aplikasi teknologi reproduksi inseminasi buatan
(IB) dan transfer embrio (TE) di Indonesia. Kegiatan ini menjadi cikal bakal
kegiatan transfer embrio di daerah dan telah tercatat berbagai keberhasilan
kelahiran sapi unggul hasil embrio transfer. Puslit Bioteknologi LIPI juga turut
berperan dalam pembentukan Balai Embrio Ternak Cipelang, balai dibawah
koordinasi Direktorat Jenderal Peternakan. Setahun kemudian tepatnya
tahun 1993, Puslit Bioteknologi LIPI dikukuhkan sebagai Pusat Unggulan
Bioteknologi Pertanian II oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Kelompok peneliti hewan telah turut memberikan kontribusi nyata dalam
pengukuhan ini.
Sebagai salah satu tanggungjawab LIPI terhadap masyarakat, sejak
tahun 2003 Puslit Bioteknologi LIPI telah melaksanakan kegiatan
pemberdayaan masyarakat melalui program IPTEKDA LIPI. Kegiatan
IPTEKDA LIPI dalam bidang peternakan ini focus terhadap aplikasi hasil riset
bioteknologi peternakan di masyarakat. Kegaiatan aplikasi IB sexing,
teknologi transfer embrio, teknologi pakan, teknologi pengolahan susu
adalah bagian kegiatan dari IPTEKDA LIPI di bidang peternakan. Selain itu,
juga dikembangkan sistim produksi peternakan, pengembangan pertanian
terpadu berbasis peternakan. Dalam kegiatan ini diperkenalkan suatu model
peternakan dengan sistim zero waste.
Berbekal dari kegiatan dan pengalaman Puslit Bioteknologi LIPI
mengembangkan riset dan teknologi dibidang peternakan di Indonesia,
masyarakat dan pemerintah Indonesia memberikan kepercayaan untuk
mendapatkan bantuan soft loan dari Pemerintah Spanyol. Soft loan ini akan
digunakan untuk mempercepat pembangunan peternakan di Indonesia.
Dengan perbaikan dan peningkatan sarana laboratorium peternakan di LIPI
di Universitas dan Balai IB Daerah di 3 Provinsi (Puslit Bioteknologi LIPI,
Jawa Barat, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan) diharapkan mampu
meningkatkan kapasitas peneliti Indonesia di bidang peternakan,
meningkatkan kerjasama riset dan aplikasi teknologi peternakan baik
nasional maupun internasional sehingga swasembada dan kecukupan
pemenuhi konsumsi protein hewani dapat tercapai.
Beberapa program strategis Puslit Bioteknologi LIPI dalam bidang
peternakan yang sedang dikembangkan, yaitu :
1. Mengembangkan kawasan IPTEK Peternakan di cibinong science
centre. Kawasan IPTEK Peternakan terpadu antara kegiatan riset,
pengembangan ternak dan unit processing pakan dan susu.
8
KESIMPULAN
Beberapa hal yang dapat disimpulkan terkait peran IPTEK peternakan dalam
mendorong [ercepatan swasembada daging dan susu nasional :
1. Teknologi hanya akan memberikan kontribusi jika ia digunakan dalam
proses produksi barang/jasa untuk meningkatkan kualitas hidup umat
manusia, termasuk dalam upaya penyediaan pangan yang cukup,
bergizi, aman, dan sesuai selera konsumen serta terjangkau secara
fisik dan ekonomi bagi setiap individu sehingga ketahanan pangan
dapat dicapai.
2. Berdasarkan hasil sensus tidak dapat dikatakan kondisi sekarang
sudah berada pada kondisi swasembada daging sapi.
3. Program swasembada daging nasional harus mempertimbangkan :
a. Kondisi sapi asli Indonesia (sapi bali, pesisir, PO, madura)
mendominasi lebih dari 50 % populasi dengan postur tubuh
lebih kecil dari sapi impor sehingga perlu perhitungan lebih
cermat.
b. Kantong-kantong ternak sapi potong adanya di kawasan timur
Indonesia sedangkan konsumen daging terkonsentrasi di pulau
jawa sehingga distribusi dan transportasi harus diperbaiki.
REFERENSI
1. Blue Print Program Percepatan Swasembada Daging Sapi 2014.
Direktoraj Jenderal Petrnakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian
Pertanian RI.
2. Arief Daryanto. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB
Pres. Bogor 2009.
3. Mohammad Jafar Hafsah. 2011. Mewujudkan Indonesia Berdaulat
Pangan. PT. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta 2011.
4. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. 2006. PT. Kompas
Media Nusantara. Jakarta
5. Agus Pambagio. Politik Ketahanan Pangan Vs Sapi Australia. Jurnal
Medan, 17 Juni 2011.
6. Sunudyantoro, Agoeng Wijaya, Retno Sulistyowati, Angga Sukma
Wijaya. Partai Putih di Pusaran Impor Daging. Tempo edisi 6 Juni
2011.
10