Anda di halaman 1dari 9

PRAKTIKUM FISIOLOGI BENIH

PENGARUH TEKANAN OSMOTIK PADA


PERKECAMBAHAN DAN FISIOLOGI BENIH

LAPORAN

Oleh :

Muammar Khadafi NIM A41161669


Sulthon Nurhayatuddin NIM A41161720
Mamluatul Hasanah NIM A41161726
Siti Musdalifah NIM A41161731
M. Abriyanto NIM A41161733
M. Zulkarnaen L. NIM A41161750
Hanif Ahmad Abdul G. NIM A41161787

PROGRAM STUDI TEKNIK PRODUKSI BENIH


JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama masa pertumbuhan tanaman mendapat bcrbagai tekanan lingkungan
yang membatasi pertumbuhan dan produktivitas. Di antaranya, salinitas dan
kekeringan adalah yang paling yang parah. Dalam lingkungan kadar garam tinggi
adaptasi tanaman terhadap salinitas selama perkecambahan dan pembibitan tahap
dini sangat penting untuk pembentukan spesies. Menurut Munns (2002), stres
salinitas menurunkan pertumbuhnn kebanyakan tanaman, termasuk tanaman
halofit sekalipun. Aspek fisiologis tanaman seperti pertumbuhan tunas dan bahan
kering akan berkurang, sedang rasio akar : tajuk meningkat. Salinitas dapat
mempengaruhi penghambatan perkecambahan biji baik dengan menciptakan
potensi osmotik yang mencegah serapan air, atau dengan efek racun ion terhadap
viabilitas embrio (Lianes, dkk, 2005).
Pertumbuhan tunas akan berkurang akibat salinitas penghambatan pengaruh
garam terhadap pembelahan dan pembesaran sel pada titik tumbuh. Perbaikan
varietas yang toleran salinitas adalah hal penting dan upaya yang dilakukan harus
difokuskan pada pencarian mekanisme yang terlibat dalam toleransi salinitas (Maud
dan Maghsoudi, 2008). Hal ini dapat mendorong untuk menemukan metode
skrining genotipe dalam jumlah besar untuk toleransi kegaraman. Studi toleransi
dengan biji dan bibit, telah dilakukan sebagian besar pada Tritic-un aestivum L.
(Rahman, dkY,, 200S).
Mayoritas garam yang digunakan dalam percobaan adalah menggunakan
NaCI dan beberapa percobaan menggunakan Na2SO4 untuk menguji
perkecambahan dan pertumbuhan benih. Metode pengujian perkecambahan bcnih
pada kondisi kadar garam tmggi dapat digunakan untuk mengetahui ketahanan
bcnih terhadap kckeringan dan salinitas. Benih yang kuat akan tumbuh dengan baik
dan merata dalam kondisi kegaraman dan kekurangan air, sedangkan benih yang
sensitif tidak akan mampu tumbuh.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh tekanan
osmotik pada perkecambahan benih, dan mengetahui pengaruh tekanan osmotik
pada tahap awal pertumbuhan benih.

1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah dapat menambah wawasan mahasiswa
tentang pengaruh tekanan osmotik pada perkecambahan benih, dan mengetahui
pengaruh tekanan osmotik pada tahap awal pertumbuhan benih.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman yang toleran terhadap salinitas harus mampu menyesuaikan


terhadap stres osmotik. Seperti yang dinyatakan bahwa tanaman dapat
menyesuaikan dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor,
kecuali proses salinasi terjadi secara tiba-tiba. Laju penyesuaian dan lamanya
tergantung kepada spesies tanaman. Pada kondisi lapang secara normal, laju
penyesuaian ini cukup untuk menghadapi perubahan salinitas secara bertahap
(Harjadi dan Yahya, 1988).
Akar dapat digunakan untuk menaksir tingkat toleransi tanaman terhadap
nilai ESP (exchangeabel sodium percentage) tanah, nisbah 2-4 mencerminkan
tingginya toleransi tanaman, sehingga tidak mudah keracunan Na sedangkan
nisbah 0,1-0,7 sebaliknya yang berarti tanaman mudah menderita keracunan Na.
Kacang merah (red kidney bean) dapat tumbuh baik pada SAR (sodium
absorption ratio) 36 tetapi pertumbuhannya tertekan pada SAR 35. Akumulasi Na
atau nisbah Na dengan kation-kation lain terlalu tinggi akan menyebabkan
terganggunya adaptasi filogenik tanaman terhadap Na, sehingga pertumbuhan
tanaman juga akan terganggu. Terganggunya pertumbuhan ini juga terkait dengan
pengaruh tingginya ESP yang menghambat penyerapan unsur lain, seperti Ca
yang dibutuhkan untuk perkembangan perakaran. Bagaimana mekanisme
fisiologinya masih perlu dipelajari lebih lanjut (Hanafiah, 2005).
BAB 3. METODELOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum Priming dilaksanakan di Laboratorium Biosains, Politeknik
Negeri Jember pada hari Senin, 10 Oktober 2017 pukul 13.00 15.00 WIB.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah : benih
kedelai, NaCl, Na2SO4, petridish, dan kapas

3.2.2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah : germinator,
timbangan analitik, dan penggaris

3.3 Prosedur Kerja


1. Menyiapkan benih kedelai sebanyak 10 biji
2. Menimbang berat biji yang sudah disiapkan (W1)
3. Menyiapkan media perkecambahan yaitu kapas yang dibasahi dengan perlakuan
air, NaCl 100 nM, dan Na2SO4 100 nM
4. Menimbang berat benih pada masing-masing media perlakuan setelah 3 hari
(W2)
5. Menghitung % penyerapan air benih = [(W2-W1)/W1] x 100
6. Menghitung % ketahanan benih terhadap salinitas setelah 10 hari tanam = A
(perkecambahan pada benih perlakuan/B (perkecambahan pada benih kontrol) x
100
7. Mengamati dan mengukur panjang hypokotil dan akar perkecambahan benih
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Penyerapan Air Benih

Berat Berat
Penyerapan Air Rerata
Perlakuan Ulangan Awal Akhir
(%) (%)
(W1) (W2)
1 1,19 gr 1,33 gr 11,76
Air (Kontrol) 6,335
2 1,1 gr 1,11 gr 0,91
1 1,40 gr 1,54 gr 10
100 mM NaCl 6,17
2 1,28 gr 1,31 gr 2,34
100 mM 1 1,20 gr 1,23 gr 2,5
3,67
Na2SO4 2 1,24 gr 1,30 gr 4,84

Tabel 2. Ketahanan Benih Terhadap Salinitas

Perkecambahan (%)
Ketahanan Benih
Perlakuan Ulangan
(%)
Normal Mati

1 0 10 0
Air (Kontrol)
2 6 4 60

1 0 10 0
100 mM NaCl
2 0 10 0

1 0 10 0
100 mM
Na2SO4
2 0 10 0

4.2 Pembahasan
Dalam hasil praktikum benih yang di uji dengan perlakuan kontrol memiliki
persentase penyerapan air yang tertinggi yaitu 6,335%, selanjutnya yaitu perlakuan
100 nM NaCl 6,17%, dan perlakuan 100 nM Na2SO4 3,67%. Hal tersubut karena
benih dengan perlakuan kontrol tidak mengalami osmosis, sedangkan benih dengan
perlakuan 100 nM NaCl dan 100 nM Na2SO4 mengalami osmosis yang
menghambat imbibisi air pada benih dikarenakan kondisi cairan diluar sel memiliki
kandungan ion-ion yang lebih tinggi sehingga membuat cairan yang berada dalam
sel dapat mengalir keluar.
Benih yang di uji denggan perlakuan 100 nM NaCl dan 100 nM Na2SO4 tidak
berkecambah, hal tersebut diduga karena benih yang di uji tidak ditempatkan dalam
germinator sehingga membuat lingkungan perkecambahan kurang sesuai dengan
kondiai perkecambahan benih.
Pemberian perlakuan garam 100 nM NaCl dan 100 nM Na2SO4 terbukti
nyata menghambat % penyerapan air oleh benih sebesar 6,17% dan 3,67%.
Terhambatnya penyerapan air dapat menghambat proses perkecambahan.
Perkecambahan biji dimulai dari proses penyerapan air oleh biji diikuti dengan
melunaknya kulit biji serta terjadinya hidrasi sitoplasma dan peningkatan suplai
oksigen sehingga menyebabkan peningkatan respirasi dalam biji. Proses
perkecambahan dapat terjadi jika kulit biji permeabel terhadap air dan tersedia
cukup air dengan tekanan osmosis tertentu (Kozlowski, 1972: 1).
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat disimpulkan pada pembahasan di atas adalah
Pemberian perlakuan NaCl dan Na2SO4 terbukti nyata menurunkan % penyerapan
air benih sebesar 6,17% dan 3,67% jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol
6,335%.

5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum saat mengecambahkan benih diletakkan pada
germinator agar benih yang dikecambahkan dapat tumbuh dan mendapatkan hasil
praktikum yang lebih nyata.
DAFTAR PUSTAKA

Tim dosen. 2017. BKPM (Buku Kerja Praktek Mahasiswa) Fisiologi Benih.
Jember: Politeknik Negeri Jember.

Anda mungkin juga menyukai