Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN FISIOLOGI TUMBUHAN

BAB 5
PERKECAMBAHAN DAN DORMANSI

Disusun Oleh:
Nurvi Selvi Arviani (A.2010976)

PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA
2022
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkecambahan biji merupakan istilah untuk menunjukan proses-proses yang


dimulai dari hidrasi (imbibisi air) oleh bii kering dan berakhir bila sebagaian dari
embrio menembus kulit biii. Pada umumnya radikula (akar) yang akan terlebih
dahulu menembus bii kulit, akan tetapi pada beberapa tanaman, plumula (batang)
yang lebih dahulu. Pertumbuhan embrio pada banyak biji dapat diatasi dengan
meletakan biji pada lingkungan yang cocok. Faktor lingkungan utama yang
dibutuhkan adalah air dan udara (karena bii kering mempunyai laju metabolisme
yang rendah), suhu yang cocok, bebas dari garam-garam anorganik yang
berkonsentrasi tinggi, bebas dari zat penghambat (retardant), dan untuk beberapa
jenis bii diperlukar perlakuan cahaya.
Secara ringkas, proses metabolisme perkecambahan teriadi melalui tahap tahap
berikut ini:
1) Meningkatnya laiu respirasi apabila terjadi ambibisi air
2) Teriadi pemecahan bahan-bahan cadangan pada bii, reaksi ini juga diinisiasi
oleh adanya hidrasi protein, sehingga terjadi transport hasil pemecahan dar
satu bagian ke bagian lain
3) Sintesis material banu dari hasil pemecahan tersebut.
Beberapa jenis biji mempunyai testa vang keras dan tidak dapat ditembus air
(impermiabel), menyebabkan biii dalam keadaan dorman, sehingga sulit dan
memakan waktu vang lama untuk dapat berkecambah walaupun faktor lingkungan
yang dibutuhkan untuk perkecambahan telah ternenuhi
Usaha pematahan dormansi antara lain danat dilakukan dengan cara mekanis,
ataupun dengan benggunaan senvawa kimia tertentu seperti pemberian gibberelin,
kinetin, asam sulfat pekat dan lain-lain, agar air dapat masuk ke dalam biji.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengukur kecepatan perkecambahan dan kesanggupan perkecambahan
2. Melihat pengaruh cahaya terhadap perkecambahan
3. Melihat berbagai perlakuan (mekanik dan kimia) terhadap pematahan
dormansipada biji dengan testa yang keras
II TINJAUAN PUSTAKA

Dormansi benih merupakan satu kondisi suatu benih hidup yang tidak
berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun
sebenarnya faktor lingkungan tersebut optimum untuk perkecambahan.
Perkecambahan suatu tanaman dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: faktor internal
yang mencakup faktor genetik (sifat dormanasi dan komposisi kimia), tingkat
kemasakan benih, dan umur benih, serta faktor eksternal yang mencakup faktor air,
suhu, cahaya, gas dan medium perkecambahan (kondisi tanah). Intensitas cahaya
yang optimum untuk perkecambahan yaitu sekitar 100 – 200 foot candle (Widajati
et al., 2013).
Dormansi pada tanaman dapat disebabkan oleh kulit benih yang keras,
pertumbuhan embrio yang belum berkembang, benih-benih mengandung zat-zat
penghambat dalam buah atau benih yang mencegah perkecambahan, serta
gabungan dari beberapa tipe dormansi (Zanzibar 2017).
Saga pohon (Adenanthera pavonia L.) merupakan sebuah pohon yang
buahnya menyerupai petai dengan biji kecil berwarna merah. Benih dari pohon saga
termasuk kedalam benih yang lama dan sulit untuk berkecambah. Hal ini
disebabkan oleh tingginya persentase dormansi. Dormansi benih sendiri terjadi
akibat sifat impermeable dari kulit benih. Impermeabilitas benih saga sendiri
disebabkan oleh kulit benih yang keras dan dilapisi lapisan lilin sehingga kulit benih
menjadi kedap terhadap air dan gas (Tampubolon et al., 2016).
Selada merupakan tanaman sayuran yang tergolong ke dalam tanaman
semusim. Selada memiliki biji yang berbentuk lonjong pipih, berbulu, agak keras,
bewarna cokelat tuas, serta berukuran sangat kecil dengan panjang berkisar 4 mm
dan lebar 1 mm. biji selada termasuk biji tertutup dan berkeping dua (Cahyono
2006).
III METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum dilaksanakan pada tanggal 8 Juni 2022 pada pukul 13.00 WIB
bertempat di Laboratorium Universitas Djuanda Bogor
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum pengukuran kecepatan
dan kesanggupan perkecambahan, antara lain: Cawan petri, Kertas isap/kapas dan
kain, Biji selada (Lactuca sativa) 200 butir (dapat diganti dengan benih sayuran
lain).
Sedangkan alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengaruh
berbagai perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji, antara lain: Cawan petri, alat
pemanas, amplas, biji saga pohon (Adenanthera pavonia L), dan larutan H2SO4
pekat.
1.3 Metode Pelaksanaan
3.3.1 Prosedur Mengukur Kecepatan dan Kesanggupan Perkecambahan
Langkah-langkah mengukur kecepatan dan kesanggupan perkecambahan vang
akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Biji selada diseleksi terhadap dengan cara merendam biji dalam air, lalu
dipilih 200 butir yang baik (biji-bii tengelam)
2. dasar cawan petri dialasi dengan kertas isap/kapas dan beri air agar lembab
3. biji diletakkan ke dalam 4 cawan petri sebanyak 50 biji pada masing masing
cawan
4. Cawan petri ke-1 dan ke-2 diletakan di tempat gelap. sementara cawan petri
ke3 dan ke-4 di tempat terang
5. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah bii vang berkecambah selama 1
minggu di kedua tempat
6. jumlah bii vang berkecambah dan keadaan morfologis tanarnan di kedua
tempat diamati pada hari ke empat dan ketuíuh
7. % (persentase) perkecambahan bii-biii dihitung
3.3.2 Prosedur Berbagai Perlakuan Terhadap Pemecahan Dormansi Biji
1. Biji tanaman saga disiapkan sebanyak 50 bii dan dibagi menjadi 5 kelompok
(tiap kelompok terdiri dari 10 bii)
2. Kelompok 1 (K1) dihilangkan sebagian dari kulit bii/testa (diamplas sampai
agak tipis) pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan menggunakana
amplas besi 3.
3. Kelompok 2 (K2) direndam dalam air mendidih selama 1 jam
4. Kelompok 3 (K3) direndam dalam H2SO4, pekat selama 10 menit lalu cuci
dalam air mengalir
5. Kelompok 4 (K4) direndam dalam H2SO4, pekat selama 15 menit, lalu cuci
dalam air mengalir
6. Kelompok 5 (K0) tanpa diberi perlakuan (kontrol)
7. Masing-masing kelompok kenudian dikecambahkan dalam cawan Petri
yang telah dialasi kapas/kertas isap basah
8. Pengamatan dilakukan selama 2 minngu dengan selalu
menjagakelembabannya
9. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat jumlah bii yang berkecambah.
Dan dihitung persentase perkecambahannya.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
1.1.1 Hasil Pengukuran Kecepatan dan Kesanggupan Perkecambahan
Tabel 1. Pengukuran Kecepatan dan Kesanggupan Perkecambahan

Jenis Jumlah Jumlah Biji Daya


Kelompok
Perlakuan Biji Berkecambah Berkecambah (%)
1 Gelap 50 31 62%
2 Gelap 50 26 52%
3 Terang 50 38 76%
4 Terang 50 32 64%
Ket: rumus perhitungan DB = jumlah biji berkecambah/jumlah biji x 100%
1.1.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap
Pemecahan Dormansi Biji

Tabel 2. Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Pemecahan Dormansi Biji

Jumlah Jumlah Biji Daya


Pelakuan Jenis Perlakuan
Biji Berkecambah Berkecambah (%)
K0 Kontrol 10 0 0
K1 Diamplas 10 8 80%
K2 Direndam air 10 0%
0
mendidih 1 jam
K3 Direndam H2SO4 10 0%
0
(10 menit)
K4 Direndam H2SO4 10 0%
0
(15 menit)
Ket: rumus perhitungan DB = jumlah biji berkecambah/jumlah biji x 100%

1.2 Pembahasan
Hasil praktikum menunjukkan bahwa daya berkecambah benih pada perlakuan
terang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan gelap. Pada tabel 1 dapat kita
lihat bahwa perlakuan terang tertinggi memiliki daya berkecambah 76% dan pada
perlakuan gelap daya berkecambah terendah adalah 52%.

Gambar 1(a). Perlakuan Terang Gambar 1(b). Perlakuan Terang


Hari Ke 4 Hari Ke 4

Gambar 2(a). Perlakuan Gelap Gambar 2(b). Perlakuan Gelap


Hari Ke 4 Hari Ke 4

Selain memengaruhi daya berkecambah, perbedaan perlakuan pencahayaan


juga memengaruhi morfologi tanaman. Dapat kita lihat dari gambar 1 dan 2 terlihat
tanaman yang mendapat perlakuan pencahayaan memiliki warna daun yang lebih
hijau dan daun yang agak lebar. Sedangkan pada tanaman dengan perlakuan gelap
memiliki warna daun yang lebih pucat dan daunnya kecil. Hal ini selaras dengan
Komalasari dan Arief (2015), tumbuhan yang ditanam di tempat terang akan
memiliki warna hijau segar sedangkan tanaman yang ditananam di tempat gelap
akan memiliki warna hijau muda yang pucat sampai kuning. Perbedaan ini terjadi
karena matahari mampu merusak hormon pada tumbuhan yaitu auksin sehinigga
sel mengalami kesulitan pada proses pembelahan. Wimudi dan Fuadiyah (2021)
cahaya berperan penting dalam proses pertumbuhan organ-organ tanaman. Pada
perlakuan terang tumbuhan memiliki banyak kandungan klorofil sehingga daun
berwarna hijau segar sedangkan pada perlakuan gelap tumbuhan kekurangan kadar
klorofil.

Gambar 3. Perkecambahan Gelap Terang Hari ke 7


Terdapat perbedaan yang menonjol dari segi morfologi pada perlakuan gelap
terang. Perlakuan pada keadaan gelap terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan terang. Pada perlakuan gelap tanaman juga terlihat lebih lemah
dibandingkan perlakuan terang yang lebih kokoh.
Tanaman yang kekurangan cahaya biasanya memiliki batang yang tidak
kokoh serta mudah rebah (Magfiroh 2017). Tanaman yang ditanam di tempat gelap
biasanya lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan perlakuan terang. Tetapi
tanaman akan memiliki warna yang pucat akibat dari kekurangan klorofil, kurus
serta daunnya tidak berkembang yang menandakan tumbuhan mengalami etiolasi
(Ningsih 2019).
Pada percobaan pematahan dormansi biji saga memiliki kulit yang keras
sehingga perlu dilakukan pematahan dormansi baik dengan cara fisik ataupun
secara kimia. Hasil dari beberapa perlakuan fisik dan kimia diperoleh hasil (tabel
2) bahwa hanya perlakuan pengamplasan saja yang mampu berkecambah sementara
yang lainnya tida menunjukkan daya berkecambah. Hal ini membuktikkan bahwa
metode skarifikasi mampu membuat biji berkulit keras berkecambah. Nurmiaty et
al., (2014) mengatakan bahwapematahan dormansi kulit keras dapat dilakuan
dengan skarifikasi yang mana mencakup cara pelukaan dengan gunting kuku di
kotiledon, pengamplasan kotiledon, dan pengamplasan hilum pada biji saga manis.
Namun pengamplasan ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan pada
bagian radikel karena hal ini dapat menyebabkan benih tidak berkecambah.

Gambar 4. Kontrol Hari ke-4 Gambar 5. Perlakuan Pengamplasan


Hari ke-4

Gambar 6. Perlakuan Perendaman Air Gambar 7. Perlakuan Perendaman


Panas 60 menit Hari ke-4 H2SO4 10 Menit Hari ke-4

Gambar 8. Perlakuan Perendaman


H2SO4 15 Menit Hari ke-4
Pengamatan pada hari ke-4 didapati sample dengan metode pengamplasan
mulai berkecambah sedangkan sample lainnya tidak terlihat mengalami
perkecambahan.

Gambar 9. Pengamatan Sampel Hari ke-7

Pada hari ke-7 tidak ada sampel yang berkecambah selain sampel 1 dengan
perlakuan pengamplasan. Perendaman biji saga dengan larutan H2SO4 bahkan tak
membuat biji tersebut berkecambah. Kegagalan perkecambahan perlakuan
perendama H2SO4 diakibatkan karena waktu perendaman yang terlalu sebentar
sehingga kulit biji tidak melunak. Pada penelitian Saila et al., (2016) persentase
benih biji saga tertinggi ada pada waktu perendaman selama 30 menit. Hal ini
disebabkan karena kulit biji sudah cukup lunak sehingga air dapat masuk ke dalam
benih. Selain dipengaruhi oleh lama perendaman, kegagalan perkecambahan pada
perendaman H2SO4 juga dipengaruhi oleh metode skarifikasi. Metode skarifikasi
pada penelitian Yuniarti dan Djaman, (2015) dengan cara pengikiran benih lalu di
rendam larutan H2SO4 dimana dengan perendaman selama 20 menit mampu
mematahkan dormansi biji koubaril. Namun Hamzah (2014) skarifikasi benih
sebelum direndam larutan membuat persentase kecambah menjadi rendah yang
diakibatkan oleh kerusakan biji bagian dalam akibat skarifikasi.
Pada perlakuan perendaman air panas juga diperngaruhi oleh lama
perendaman benih. Perendaman yang terlalu cepat mengakibatkan penyerapan air
oleh biji berkulit keras menjadi kurang optimal. Annisa et al., (2016) dalam
penelitiannya mengatakan perendaman biji saga pada air panas bersuhu 60̊C
mengalami peningkatan daya berkecambah tertinggi pada lama waktu perendaman
72 jam yang mencapai 32,66%. Perendaman selama 72 jam dinilai mampu
membuat proses imbibisi biji.
V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum pada kali ini, dapat
disimpulkan bahwa cahaya merupakan komponen yang penting bagi fase
perkecambahan suatu tanaman. Kekurangan cahaya dapat membuat kecambah
mengalami etiolasi dan daya kecambah yang kecil. Perlakuan pematahan dormansi
dengan berbagai metode paling tinggi sebesar 80% ada pada perlakuan
pengamplasan. Kegagalan sampel berkecambah kebanyakan diakibatkan oleh
waktu perendaman yang kurang lama sehingga benih kurang optimal dalam
melakukan penyerapan air karena kulitnya yang keras.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa. Masrdhiansyah, M. Arlita T. 2016. Respon Daya Kecambah Biji Saga
(Adenanthera pavonina L.) Akibat Lama Waktu Perendaman Dengan Air.
Jurnal Faperta. 3(1): 7-12.
Cahyono, B. 2006. Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani Selada. Aneka Ilmu:
Semarang. 120 hal.
Hamzah, M. 2014. Pengaruh Berbagai Metode Pematahan Dormansi Biji Terhadap
Daya Kecambah Dan Pertumbuhan Vegetatif Mucuna bracteate. Jurnal
Photon. 5(1): 1-5.
Komalasari, O. Arief, R. 2015. Pengaruh Cahaya dan Lama Penyimpanan Terhadap
Mutu Benih Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serelia.
Magfiroh. 2017. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Tanaman.
Prosiding Semnas Pendidikan Biologi dan Biologi.
Ningsih, R. 2019. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan
Perkecambahan Tanaman Kacang Merah. Jurnal Agroswagati. 7(1): 1-6.
Nurmiaty, Y. Ermawati. Purnamasari, W. 2014. Pengaruh Cara Skarifikasi Dalam
Pematahan Dormansi Pada Viabilitas Benih Saga Manis (Abrus precatorius
[L.]). Jurnal Agrotek Tropika. 2(1): 73-77.
Saila, J. Mardhiansyah, M. Arlita, T. 2016. Lama Waktu Perendaman Benih
Menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Daya Kecambah Dan
Pertumbuhan Semai Saga (Adenanthera pavonina L.). Jurnal Faperta. 3(1):
1-6.
Tampubolon, A. Mardiansyah, M. Arlita, T. 2016. Perendaman Benih Saga
(Adenanthera pavonina L.) Dengan Berbagai Konsentrasi Air Kelapa Untuk
Meningkatkan Kualitas Kecambah. Jurnal Faperta. 3(1): 12-18.
Widajati, E. Murniati, E. Palupi, R. Kartika, T. Suhartanti, R. Qadir, A. 2013. Dasar
Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press: Bogor. 173 hal.
Wimudi, M. Fuadiyah, S. 2021. Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Prosiding Semhas Bio. 1: 587-
592.
Yuniarti, N. Djaman, F. 2015.Teknik Pematahan Dormansi Untuk Mempercepat
Perkecambahan Benih Kourbaril (Hymenaea courbaril). Prosiding Semnas
Masy Biodiv Indon. 1(6): 1433-1437.
Zanzibar, M. 2017. Tipe Dormansi Dan Perlakuan Pendahuluan Untuk Pematahan
Dormansi Benih Balsa (Ochroma bicolor ROWLEE). Jurnal Perbenihan
Tanaman Hutan. 5(1): 51-60.

Anda mungkin juga menyukai