Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

DORMANSI BIJI
Hari : Kamis Tanggal : 20 Mei 2021 Kelas : D1

Dosen Asistensi : Dr. Junairiah, S.Si., M.Kes.

Disusun Oleh :
Kelompok 1 Kelas D1
1. Nurul Aziza Amin 081911433011
2. Indah Hastuti 081911433013
3. Nabila Azra Aisyah Hidayat 081911433014
4. Aurizma Fadia Putri 081911433023
5. Anisa Ayu Dewi Larasati 081911433026

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biji terdiri dari embrio, endosperma, dan selaput biji yang berasal dari
integumen. Ovarium berkembang menjadi buah saat ovulnya menjadi biji. Setelah
disebarkan, biji dapat bergerminasi jika kondisi-kondisi lingkungan
menguntungkan. Selaput akan pecah dan embrio muncul sebagai semaian,
menggunakan cadangan makanan di dalam endosperma dan kotiledon (Campbell,
2008 : 194). Biji merupakan salah satu alat perkembang-biakan tanaman hijauan,
yang memiliki arti penting bagi kelanjutan pertumbuhan tanaman. Biji atau benih
yang akan digunakan seringkali mengalami kerusakan oleh berbagai macam
organisme perusak berupa hama dan patogen, atau juga karena kulit biji yang tebal,
sehingga menyebabkan kualitas benih menjadi turun atau sangat rendah. Biji yang
telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan
tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya (Lima, 2012).
Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula
dari benih/biji. Secara visual dan morfologis suatu benih yang berkecambah
ditandai dengan terlihatnya radikula dan plumula dari biji. Perkecambahan benih
Sengon termasuk tipe perkecambahan epigeal dimana perkecambahan yang
menghasilkan kecambah dengan kotiledon muncul dipermukaan tanah (jika
ditanam pada media tanah) (Kaya, E. Marthen, dan H. Rehatta, 2013). Perbanyakan
cara generatif yaitu melalui biji tanaman banyak menghadapi kendala, salah satu
kendalanya adalah sifat permeabilitas kulit biji tanaman sehingga menyebabkan
adanya sifat dormansi pada biji. Dormansi adalah keadaan dimana sebuah biji
dikatakan hidup tetapi tidak dapat berkecambah. Hal ini disebabkan oleh faktor-
faktor dalam biji itu sendiri, kemungkinan kulit biji yang kedap air dan udara atau
karena adanya zat penghambat perkecambahan (Kamil, 1980) (Nurshanti, 2013).
Dormansi bisa disebabkan karena sifat fisik kulit benih, keadaan fisiologis
dari embrio, atau interaksi dari keduanya (Sadjad, 1980). Penyebab dormansi yang
sangat meluas adalah karena pada beberapa jenis tanaman benih memiliki organ
tambahan berupa struktur penutup benih yag keras. Kulit benih yang keras ini
biasanya menyebabkan dormansi melalui satu dari tiga cara, adalah kulit yang keras
mungkin menyebabkan impermeabel terhadap air, gas atau mungkin secara
mekanik menekan perkembangan embrio. Kulit benih ini tahan terhadap gesekan
dan kadang terlindungi oleh lapisan seperti lilin. Kulit benih yang keras ini
sebenarnya secara alamiah berfungsi untuk mencegah kerusakan benih dari
serangan jamur atau serangga predator (Leadem, 1997) (Yuniarti, 2013). Keadaan
dormansi pada benih apabila dipandang dari segi ekonomis tidak menguntungkan,
oleh karena itu diperlukancara untuk dapat mempersingkat dormansi tersebut.
Pemecahan dormansi dan penciptaan lingkungan yang ideal sangat diperlukan oleh
benih untuk memulai suatu perkecambahan. Berbagai perlakuan dapat diberikan
pada biji, baik mekanis maupun kimia (Sutopo, 2010) (Nurshanti, 2013).

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji berkulit keras ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan
praktikum sebagai berikut:
1. Mematahkan dormansi biji dengan perlakuan kimiawi dan fisik.
BAB II
METODE DAN CARA KERJA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
1. Cawan Petri
2. Pipet
3. Pinset
4. Gelas beaker
5. Kertas ampelas
2.1.2 Bahan
1. Biji yang berkulit keras
2. HCl
3. H2SO4
4. Tissue atau kapas

2.2 Cara Kerja


Pada praktikum “Dormansi Biji” ini dilakukan secara tidak langsung atau
online dengan menggunakan data sekunder praktikum yang telah disediakan dari
koleksi data dosen asistensi. Kemudian data sekunder tersebut diolah dan dianalisis
untuk mendapatkan jawaban dari tujuan praktikum ini. Sedangkan apabila
praktikum ini dilaksanakan secara langsung atau offline, maka diperlukan
pelaksanaan praktikum untuk mendapatkan data primer. Berikut cara kerja
praktikum “Dormansi Biji”:
a. Siapkan biji yang berkulit keras kurang lebih sebanyak 70 biji. Pilihlah 60 biji
yang baik (biji yang tenggelam ketika direndam dalam air).
b. Rendamlah masing-masing 10 biji ke dalam larutan HCl pekat atau H2SO4
pekat dengan waktu yang berbeda (0, 10, 20, 30, dan 40 menit).
c. Ambil 10 biji ulangi langkah yang sama namun perlakuannya diganti dengan
menggosok kulit biji dengan ampelas.
d. Bersihkanlah biji dengan mencucinya menggunakan akuades.
e. Letakkan masing-masing biji dari hasil rendaman tadi pada cawan petri yang
dilapisi tissue atau kapas sebagai media perkecambahan yang telah dibasahi
dengan air. Beri tanda masing-masing cawan petri sesuai dengan perlakuan
perendaman.
f. Setiap hari tetesi media perkecambahan itu dengan air, amati setiap hari dan
catat perubahan yang terjadi. Catat kapan biji mulai berkecambah sejak
disemai? Perubahan apa saja yang terjadi setelah diperlakukan dengan
perlakuan percobaan?
g. Biji yang sudah berkecambah dibuang.
h. Masukkan dalam tabel dan buatlah grafik hubungan antara jumlah biji yang
berkecambah dengan waktu perendaman. Data yang diperoleh dengan
menghitung jumlah biji yang berkecambah dalam penyemaian.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan


3.1.1 Perlakuan kimiawi pada biji sirsak
Tabel 1. Data hasil perlakuan kimiawi pada biji sirsak
Macam Jumlah biji Jumlah biji yang Persentase
perlakuan yang disemai berkecambah perkecambahan
(lama (butir) (butir) (%)
perendaman)
0 menit 10 0 0
10 menit 10 0 0
20 menit 10 0 0
30 menit 10 0 0
40 menit 10 0 0

Tabel 2. Gambar hasil pengamatan perlakuan kimiawi pada biji sirsak


No. Gambar Perlakuan

1. Perlakuan kimiawi
3.1.2 Perlakuan fisik pada biji sirsak
Tabel 3. Data hasil perlakuan fisik pada biji sirsak
Macam Jumlah biji Jumlah biji yang Persentase
perlakuan yang disemai berkecambah perkecambahan
(perlakuan (butir) (butir) (%)
fisik)
Biji diamplas 10 0 0

Tabel 4. Gambar hasil pengamatan perlakuan fisik pada biji sirsak

No. Gambar Perlakuan

1. Perlakuan fisik

3.1.3 Literatur (Silalahi, 2017) perlakuan kimiawi dan fisik biji aren
Tabel 5. Daya kecambah biji aren yang direndam dengan asam kuat,
diamplas, air panas dengan waktu perendaman yang berbeda
pada 7 dan 9 minggu setelah tanam (MST)
Gambar 1. Rata-rata volume air yang diserap oleh biji aren dengan berbagai
perlakuaan dan berbagai waktu perendaman

Gambar 2. Rata-rata volumeair yang diserap oleh biji aren dengan berbagai
perlakuaan dan berbagai waktu perendaman
Gambar 3. Perubahan warna dan pengelupasan kulit biji aren yang diberi dengan
berbagai perlakuan. A. Direndam dengan H₂SO₄; B. Direndam dengan
HCl; C. Direndam dengan HNO₃; d. Direndam dengan air panas.
Untuk A, B, dan C sebelah kiri direndam dengan 0,5 M sedangkan
sebelah kanannya direndam dengan 1 M.

3.2 Pembahasan
Pada praktikum ini melakukan percobaan tentang pematahan dormansi biji
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji
berkulit keras dengan perlakuan fisik dan perlakuan kimia. Bahan yang digunakan
adalah biji sirsak yang memiliki kulit biji keras, sirsak memiliki biji yang keras dan
tebal sehingga sulit untuk berkecambah. Salah satu upaya untuk mempercepat
perkecambahan dapat dilakukan dengan menggunakan asam kuat, salah satu
diantaranya adalah asam sulfat yang dapat melunakkan permukaan kulit biji yang
keras. Hormon tumbuh juga dapat digunakan untuk memecahkan dormansi pada
benih, diantaranya adalah hormon Giberellin. Perlakuan pertama yang dilakukan
adalah perlakuan kimiawi dengan menyiapkan biji yang berkulit keras kurang lebih
sebanyak 70 biji dan memilih 50 biji yang baik, biji yang baik memiliki ciri biji
yang tenggelam ketika direndam dalam air. Kemudian merendam masing-masing
10 biji ke dalam larutan HCl atau H₂SO₄ pekat, larutan tersebut termasuk kedalam
larutan pekat yang menghambat karena akan membuat kulit benih menjadi lebih
lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah. Kemudian merendam biji dengan
waktu yang berbeda yaitu pada (0, 10, 20, 30, dan 40 menit). Variabel control disini
adalah perendaman benih dengan HCl/H₂SO₄ .
Kemudian didapatkan hasil sesuai pada tabel 1 yaitu Pada waktu
perendaman 0 menit, dengan jumlah biji yang disemai sebanyak 10 biji, tidak ada
biji yang berkecambah dengan persen perkecambahan sebanyak 0%. Kemudian
pada waktu perendaman 10 menit dengan jumlah biji yang disemai sebanyak 10
biji, tidak ada biji yang berkecambah dengan persen perkecambahan sebanyak 0%.
Selanjutnya Pada perendaman dengan menit ke 20 hingga 40 juga tidak ada biji
yang berkecambah dengan persen perkecambahan sebanyak 0%. Intinya pada menit
ke 0 hingga 40 menit tidak ada proses perkecambahan sama sekali. Sehingga dapat
ditelaah bahwa perlakuan kimiawi tidak terjadi pematahan dormansi karena tidak
ada perkecambahan sama sekali. Hal tersebut tidak sesuai deengan teori karena
seharusnya semua biji berkecambah karena tujuan pemberian HCl/H₂SO₄ ini untuk
menghilangkan bahan berlilin yang terdapat pada biji yang nantinya menghalangi
masuknya air, dengan mengelupasnya bahan berlilin ini akan meluruhkan kulit biji
yang keras. Setelah perendaman di dalam HCl/H₂SO₄ akan mengakibatkan lapisan
lilin dan lapisan kulit biji yang keras akan hilang, ketika lapisan ini hilang
mengakibatkan biji dapat melakukan imbibisi yaitu masuknya air ke dalam biji dan
menurunkan suhu yang dapat menyebabkan hormon ABA menurun dan hormon
sitokinin meningkat dan bijipun dapat tumbuh. Konsentrasi zat kimia yang di
gunakan pada pemberian HCl/H₂SO₄ ini sangat berengaruh terhadap biji.
Penyimpangan dikarenakan konsentrasi larutan HCl/H₂SO₄ yang tercampur dengan
bahan lain saat perendaman sehingga efektivitasnya berkurang dan karena
konsentrasi asam sulfat yang di gunakan pada saat praktikum waktu perendaman
sangat asam dan perendamannya lama maka pH biji menjadi asam walaupun sudah
dilakukan pencucian dengan air. Keadaan asam pada biji tersebut mengakibatkan
biji melakukan pendeteksian dan mendeteksi keadaan di sekitar lingkungannya
tidak memungkinkan untuk tumbuh sehingga tidak ada satu bijipun yang tumbuh.
Lama perendaman juga berpengaruh karena optimumnya larutan asam untuk
menembus biji sirsak adalah 18 jam.
Selanjutnya dapat kita bandingkan dengan literatur yang terdapat pada tabel
5 dari jurnal yang berjudul “Pengaruh Asam Kuat, Pengamplasan, dan Lama
Perendaman terhadap Laju Imbibisi dan Perkecambahan Biji Aren (Arenga
pinnata)”. Pada tabel 5 biji aren, terlihat bahwa pada saat perendaman dengan HCl
dan H₂SO₄ terdapat hasil perkecambahan yang sangat tinggi sehingga sesuai dengan
teori. Perbedaan ini dikarenakan oleh beberapa faktor seperti tebal kulit biji, biji
aren diketahui memiliki kulit yang lebih tipis dan tidak terlalu keras, sehingga saat
terkena larutan asam, dinding biji mudah lisis dan menyerap air sehingga terjadi
perkecambahan, lain halnya dengan biji sirsak yang memiliki kulit biji yang tebal
dan keras sehingga larutan HCl/H₂SO₄ kurang bisa meluruhkan dinding biji sirsak
sehingga air tetap tidak bisa masuk. Faktor lain adalah dikarenakan konsentrasi
penambahan larutan asam, pada tabel 5 dapat terlihat bahwa H₂SO₄ lebih efektif
daripada HCl, H₂SO₄ efektif digunakan untuk pematahan dormansi sel dan
memiliki persentase paling besar pada saat proses perkecambahan dan
perkecambahan tertinggi disebabkan oleh H₂SO₄ dengan konsentrasi 0,5 M,
mungkin konsentrasi pada biji sirsak terlalu pekat sehingga menyebabkan terlalu
asam dan mengakibatkan biji melakukan pendeteksian pada keadaan di sekitar
lingkungannya sehingga tidak bisa bertumbuh satupun. Lama perendaman juga
berpengaruh karena biji aren efektif pada jam ke 18, sedangkan biji sirsak hanya 0-
40 menit saja.
Selanjutnya dalam praktikum “Dormansi biji” ini melakukan perlakuan lain
untuk mengurangi impermiabilitas testa terhadap air yaitu dengan cara fisik atau
mekanis. Cara mekanis dapat dilakukan dengan merusak jaringan testa melalui
pengamplasan (Saleh, 2004; Abubakar & Maimuna, 2013; Widyawati et al., 2015).
Pengamplasan dilakukan untuk mengurangi lapisan lignin pada testa. Adapun
perlakuan pada biji yang digunakan yaitu biji sirsak sebanyak 10 butir. Biji yang
digunakan merupakan biji dengan kualitas baik yang dapat diperoleh dengan cara
merendam biji kemudian mengambil biji yang tenggelam. Biji dengan kualitas baik
ini kemudian diamplas, pengamplasan ini diharapkan dapat mengurangi faktor
penghambat dormansi biji yakni kulit biji yang keras sehingga bibit perkecambahan
sulit menembusnya. Kemudian biji dicuci dengan akuades, hal ini dilakukan agar
biji bersih dari sisa pengamplasan. Kemudian biji dimasukkan ke cawan petri yang
telah diberi tisu atau kapas basah kemudian setiap hari media perkecambahan
ditetesi dengan air, dan diamati apabila terdapat perkecambahan. Berdasarkan
perlakuan fisik yaitu menggosok kulit biji dengan amplas, maka diperoleh hasil
yaitu pada semua biji yang disemai tidak terdapat biji yang mengalami
perkecambahan sehingga didapati presentase perkecambahan biji sebesar 0%.
Sedangkan pada penelitian lain pada tabel 5 diperoleh hasil bahwa biji aren yang
telah diamplas mampu melakukan perkecambahan dengan presentase yang
berbeda-beda, hal ini bergantung pada pengamplasan (biji sirsak pengamplasan
belum, sedangkan pada biji aren pengamplasan secara penuh dan ½ bagian) dan
lamanya waktu tanam (biji sirsak waktu tanam hanya beberapa hari, sedangkan
waktu tanam pada biji aren di tabel 5 selama 7 dan 9 minggu setelah tanam).
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari praktikum dan literatur tersebut,
maka dapat diketahui bahwa semakin lama waktu tanam maka perkecambahan biji
akan terjadi. Hal tersebut dikarenakan biji sirsak yang disemai membutuhkan waktu
lama untuk berkecambah dan bertunas sekitar 2 hingga 3 minggu (Purnomosidhi,
2013). Perkecambahan melibatkan serangkaian kejadian yang dimulai dengan
imbibisi. Difusi air dan gas ke dalam biji dipengaruhi oleh struktur anatomi dan
kimia dari kulit. Kulit biji dapat dikategorikan sebagai biji yang bersifat permiabel
atau impermiabel tergantung pada daya serapnya terhadap air. Biji yang permiabel
memiliki kulit biji yang lunak sehingga biji menyerap air dengan cepat, sebaliknya
biji yang keras tidak dapat melewatkan air ke dalam setelah beberapa hari atau
minggu dan tetap dorman. Kulit biji keras merupakan mekanisme tumbuhan agar
tetap bertahan terhadap tekanan yang datang dari lingkungan sekitar. Perbedaan
persentasi kecambah dan kecepatan perkecambahan biji pada hasil praktikum/tabel
2 maupun pada hasil penelitian atau literatur ini diduga berhubungan dengan
volume air yang masuk ke dalam biji sehingga air dapat memperpendek masa
dormansi dan merangsang biji untuk berkecambah. Pada hasil tabel 2 dengan
menggunakan biji sirsak tidak didapati hasil perkecambahan sama sekali, hal ini
mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang menghambat perkecambahan biji
seperti yang dikemukakan oleh (Tambuhan, 2014), proses pertumbuhan tanaman
sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan merupakan faktor eksternal
yang sangat mengganggu pertumbuhan tanaman apabila kondisi lingkungan tidak
sesuai dengan sifat tumbuh tanaman. Kondisi lingkungan ini meliputi intensitas
sinar matahari, temperatur, dan tekanan udara serta adanya mikroorganisme yang
mengganggu tanaman.

3.3 Diskusi
1. Apakah fungsi dari asam pekat dan penggosokan pada kulit biji pada
percobaan ini ?
Jawaban:
Fungsi dari asam pekat dan penggosokan pada kulit biji, yaitu untuk
merusak kulit biji, sehingga air dapat masuk ke dalam biji dan mengaktifkan
hormon-hormon pertumbuhan yang merangsang perkecambahan biji.
2. Apakah dormansi berlangsung di semua biji ?
Jawaban:
Iya. Dormansi dapat berlangsung di semua biji.
3. Apakah proses pemendekan masa dormansi tidak mengganggu aktivitas
metabolisme tumbuhan ?
Jawaban:
Pemendekan masa dormansi tidak mengganggu aktivitas metabolisme
tumbuhan selama cara pemendekan masa dormansi tersebut tidak merusak
embrio dalam biji.
4. Selain cara kimia dan mekanis, apakah ada cara-cara lain yang dapat
digunakan untuk memperpendek masa dormansi ?
Jawaban:
Ada, yaitu dengan cara mengatur mekanisme fisiologi dan metabolisme
embrio dalam biji.
5. Apakah hubungan antara dormansi dengan proses imbibisi air ke dalam biji
?
Jawaban:
Imbibisi air ke dalam biji akan memacu hormon pertumbuhan yang akan
merangsang perkecambahan biji dan mematahkan dormansi.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum “Dormansi Biji” yang telah dilaksanakan, maka


dapat disimpulkan bahwa:
1. Dormansi biji dapat dipatahkan dengan perlakuan kimiawi dan fisik. Dormansi
biji dengan perlakuan kimiawi yaitu perendaman biji sirsak di dalam HCl atau
H₂SO₄ pekat (0, 10, 20, 30, dan 40 menit), dimana dalam praktikum ini tidak
terjadi perkecambahan. Dibandingkan dengan literatur untuk perendaman biji
aren dengan HCl dan H₂SO₄ didapatkan perkecambahan yang sangat tinggi
sehingga sesuai dengan teori (dapat melunakkan permukaan kulit biji yang
keras). Perbedaan tersebut dapat terjadi karena adanya tebal kulit biji yang
berbeda, konsentrasi penambahan larutan HCl dan H₂SO₄, dan lama
perendaman. Dormansi biji dengan perlakuan fisik yaitu pengamplasan kulit
biji sirsak (untuk mengurangi lapisan lignin pada testa), dimana dalam
praktikum ini tidak terjadi perkecambahan. Sedangkan di literatur biji aren
dengan pengamplasan (penuh dan ½ bagian) mengalami perkecambahan. Hal
ini dapat terjadi karena lama waktu tanam dan pengamplasan yang dilakukan
secara penuh atau tidak, dimana akan berpengaruh terhadap perkecambahan
biji.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur


Tumbuh. Bandung: Penerbit Angkasa.
Campbell, N. A. & J. B. Reece. 2008. Biologi, Edisi Kedelapan Jilid 3. Terjemahan:
Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga.
Copeland, L. D. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Minneapolis
Minnesota: Burgess Publishing Company.
Dwidjoseputro. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia.
Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Jakarta: UI Press.
Harjadi. 1991. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Dept. Bogor: Agronmi IPB Press.
Kamil, J. 1982 . Teknologi Benih 1. Bandung: Angkasa. 226 hlm.
Lakitan,B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Leadem, C. L. 1997. Dormancy-Unlocking Seed Secret. In : Landis, T. D.,
Thomson, J. R. Tech. Coords. National Proceedings, Forest and
Conservation Nursery Association, Gen. Tech. Rep. PNW-G TR-419.
Portland, OR: U. S. Departement Of Agriculture, Forest Service, Pacific
Northwest Research Station. 1:(1). 15-23.
Marthen, E. Kaya, dan H. Rehatta. 2013. Pengaruh Perlakuan Pencelupan dan
Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Sengon (Paraserianthes
falcataria L.). Jurnal Agrologia 2 (1): 10-16.
Purnomosidhi, P. 2013. Perlakuan Benih Sebelum Disemai untuk Beberapa Jenis
Tanaman Priorotas Kehutanan, Multiguna, Buah-Buahan dan Perkebunan.
Lembar Informasi World Agroforestry Centre. Bogor: AgFor Sulawesi No.
4.
Sadjad, S. 1980. Panduan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Bogor:
IPB.
Silalahi, Marina. 2017. Pengaruh Asam Kuat, Pengamplasan, dan Lama
Perendaman terhadap Laju Imbibisi dan Perkecambahan Biji Aren (Arenga
pinnata). AL-KAUNIYAH: Journal of Biology, 10(2): 73-82.
Saleh, M. S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren secara Fisik pada Berbagai
Lama Ekstraksi Buah. Agrosains, 6(2): 79- 83.
Sutopo L. 2010. Teknologi Benih. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tambuhan, dkk. 2014. Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium
ascolonicum L.) dengan Pemberian Pupuk Hayati pada Berbagai Media
Tanam. Agroekologi, 2(2): 825-836.
Widyawati, N., Tohari, Yudono, P., & Soemardi, I. 2009. Permeabilitas dan
perkecambahan benih aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Journal
Agronomi Indonesia, 37(2): 152-158.
Yuniarti, N., Megawati, dan B. Leksono. 2013. Pengaruh Metode Ekstraksi dan
Ukuran Benih Terhadap Mutu Fisik-Fisiologis Benih Acacia
crassicarpa. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 10(3): 129-137.

Anda mungkin juga menyukai