Disusun Oleh:
Kelompok 1 Kelas D1
1. Nurul Aziza Amin 081911433011
2. Indah Hastuti 081911433013
3. Nabila Azra Aisyah Hidayat 081911433014
4. Aurizma Fadia Putri 081911433023
5. Anisa Ayu Dewi Larasati 081911433026
PO 22,4mT
= 273
PO = Tekanan osmosis
m = Kadar larutan penyebab separuh jumlah sel terplasmolisis
T = Suhu absolute (0K) = (Suhu ruangan + 273)
22,4mT
PO =
273
22,4 x 1 x 303
=
273
= 24,86 atm
Percobaan ketiga yaitu imbibisi air pada biji adalah percobaan dengan
menggunakan biji kacang hijau dan biji kacang kedelai yang akan direndam
dalam air selama 24 jam untuk mengamati adanya perubahan pada biji utuk
mengindikasikan adanya imbibisi air. Menurut (Advinda, 2018) imbibisi adalah
peristiwa penyerapan air oleh zat-zat yang hidrofilik, seperti protein, pati,
selulosa, agar-agar, gelatin, dan sebagainya, yang menyebabkan zat tersebut dapat
mengembang setelah menyerap air. Dalam percobaan imbibisi ini terdapat dua
peran yaitu peran pertama biji kacang hijau dan biji kedelai sebagai imbiban,
serta peran kedua dilakukan oleh air yang nantinya akan menyeludup sebagai air
imbibisi. Langkah-langkah percobaan imbibisi air ini yaitu mencatat keadaan
awal biji kacang hijau dan biji kedelai, kemudian bisa dilakukan perendaman
selama 24 jam, lalu selesai perendaman maka dikeringkan dan dilakukan
pengamatan pada biji
Hasil percobaan imbibisi air ini ternyata memiliki perbedaan karakter biji
kacang hijau dengan biji kacang hijau sebelum sesudah dan perbedaan perubahan
antar kelompok lain. Untuk kelompok 1 sebelum percobaan biji kacang hijau
dengan ciri lonjong, keras, ukuran 5 mm, hijau tua, dan berat 5 gram, serta biji
kedelai berciri bulat, keras, ukuran 2 mm, kuning pucat, dan berat 5 gram. Dan
sesudah percobaan biji kacang hijau menjadi lonjong, agak lunak, ukuran 9 mm,
hijau pucat, dan berat 7,8 gram, serta biji kedelai menjadi oval, agak lunak,
ukuran 10 mm, kuning pucat, dan berat 12,8 gram. Kelompok 2 sebelum
percobaan yaitu biji kacang hijau lonjong, keras, ukuran 5 mm, hijau tua, dan
berat 5 gram, serta keadaan biji kedelei yaitu bulat, keras, ukuran 8 mm, kuning
pucat, berat 5 gram. Dan sesudah percobaan biji kacang hijau menjadi lonjong,
agak lunak, ukuran 9 mm, hijau pucat, dan berat 7,3 gram, serta biji kedelai
menjadi oval, agak lunak, ukuran 11 mm, kuning pucat, dan berat 11,2 gram.
Untuk aspek perubahan bentuk, struktur, warna, ukuran biji, dan berat biji
tersebut dipengaruhi oleh osmosis. Menurut Advinda (2018) keadaan awal biji
yang kering sudah memiliki nilai osmosis yang tinggi sehingga air akan mengalir
ke daerah yang konsentrasi tinggi, biji, dengan mudah masuk ke dalam biji yang
akhirnya membuat perubahan fisik pada biji. Dan tidak setiap biji memiliki nilai
osmosis sama tingginya sehingga dapat terjadi perbedaan perubahan khususnya
terlihat jelas pada penambahan ukuran dan berat.
Dari aspek berat semua biji kacang hijau dan biji kedelai memiliki berat
awal yang sama dan sesudah percobaan terdapat penambahan berat, hal ini dapat
diasumsikan bahwa ada keterkaitan dengan aspek ukuran. Menurut data
penambahan aspek ukuran dan berat biji kacang hijau dalam percobaan ini
mengalami kenaikan yaitu kelompok 1 sebesar 4 mm berat 2,8 gram, kelompok 2
sebesar 4 mm berat 2,3 gram, kelompok 3 sebesar 8 mm berat 8,2 gram,
kelompok 4 sebesar 5 mm berat 10,6 gram, dan kelompok 5 sebesar 4 mm berat
15 gram. Dan kenaikan ukuran dan berat biji kedelai dengan kelompok 1 sebesar
8 mm berat 7,8 gram, kelompok 2 sebesar 3 mm berat 6,2 gram, kelompok 3
sebesar 2 mm berat 6 gram, kelompok 4 sebesar 4 mm berat 9 gram, dan
kelompok 5 sebesar 5 mm berat 6,5 gram. Ternyata setelah didata asumsi
semaikn besar ukuran maka semakin besar berat hanya diterima pada kelompok
1,3, dan 4, sedangkan dalam kelompok 2 dan 5 terjadi kebalikan dimana ukuran
biji lebih kecil dapat memiliki berat yang lebih besar dari ukuran biji lebih besar
dan sebaliknya. Maka kelompok 2 dan 5 ini diperkirakan penambahan ukuran biji
tidak hanya air, melainkan ada zat lain seperti gas yang membuat lebih besar
ukuran namun tidak dengan berat biji.
3.3 Diskusi
A. Diskusi Difusi
a. Berapakah kecepatan rata-rata penyebaran KMnO4 saat konstan dan tidak
konstan ? Mengapa hal ini dapat terjadi ?
Jawab :
b. Proses fisiologi apa saja yang dapat menggambarkan terjadinya difusi zat cair,
padat maupun gas pada tumbuhan ?
Jawab :
Terjadinya difusi zat cair pada proses fisiologi tumbuhan adalah ketika suatu
zat yang masuk melalui dinding sel menyebar ke seluruh bagian sel, dan siap
diambil organel yang membutuhkannya.
Terjadinya difusi zat gas pada proses fisiologi tumbuhan adalah ketika proses
fotosintesis.
Terjadinya difusi zat padat pada proses fisiologi tumbuhan adalah masuknya
unsur hara dan mineral ke dalam tubuh tumbuhan.
Jawab :
Dapat, karena dalam lingkungannya terdapat suhu dan tekanan yang menjadi
faktor-faktor yang mempengaruhi dufusi.
Jawab :
Jawab :
Tidak, merujuk ke pengertian difusi adalah gerakan molekul dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah, setelah terjadi difusi konsentrasi molekul-
molekul tersebut akan sama, jadi tidak dapat terjadi proses difusi lagi.
B. Diskusi Osmosis
Jawab :
Pengaruh suhu terhadap proses osmosis pada daun Rhoe discolor, apabila
proses osmosis terjadi pada suhu yang tinggi akan menyebabkan epidermis
pada sel cepat mengalami plasmolisis karena suhu yang tinggi dapat merusak
struktur sel pada tumbuhan. Selain itu, suhu yang tinggi dapat mempercepat
laju reaksi sel epidermis untuk mengalami palsmolisis.
Jawab :
c. Mengapa terjadi perbedaan jumlah sel yang mengalami plasmolisis pada sel
yang direndam dalam larutan sukrosa ?
Jawab :
Terjadi perbedaan jumlah sel yang mengalami plasmolisis pada sel yang
direndam pada larutan sukrosa, karena proses plasmolisis menggunakan
berbagai macam konsentrasi sukrosa dan setiap konsentrasi memiliki daya
plasmolisis yang berbeda. Maka, semakin tinggi konsentrasi akan
menyebabkan sel pada tumbuhan semakin cepat untuk terplasmolisis.
Jawab :
C. Diskusi Imbibisi
a. Bagaimana air dapat melakukan imbibisi ke dalam biji ditinjau dari struktur biji
dan proses difusi/osmosis ?
Jawab :
Air dapat melakukan imbibisi ke dalam biji dilihat dari struktur biji dengan
cara air meresap ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya
akan mengembang. Ada 2 kondisi yang diperlukan untuk terjadinya imbibisi,
yaitu adanya gradient, potensial air antara permukaan adsorban dengan
senyawa yang diimbibisi dan adanya affnier atau daya gabung antara
komponen adsorban dengan senyawa yang diimbibisi. Biji yang kering
direndam dalam air, air akan masuk ke ruang antar sel penyusun endosperm
secara osmosis.
b. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada biji yang telah mengalami
imbibisi dan bagaimana kaitannya dengan proses fisiologi biji itu sendiri ?
Jawab :
c. Jelaskan hubungannya imbibisi air pada biji dengan proses perkecambahan biji.
Jawab :
Proses imbibisi air pada biji adalah proses masuk atau meresapnya air di
dalam biji ke dalam ruangan dinding antar sel sehingga dinding selnya akan
mengembang. Biji yang menyerap air, menyebabkan kulit pecah dan
penyerapan berlangsung melalui seluruh permukaan kulit. Proses metabolik
biji membutuhkan oksigen sehingga jika terlalu lembab atau kurang
menyebabkan proses perkecambahan dapat membusuk.
Jawab :
Keadaan lingkungan seperti ketersediaan air dan kelembapan berpengaruh
terhadap proses imbibisi air dan biji karena air berfungsi sebagai penstimulir
metabolisme dan sebagai pelarut dalam perubahan dan pengangkutan
cadangan makanan kepada seluruh bagian tanaman sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, biji dari pohon yang berada di hutan
dapat tumbuh karena adanya proses imbibisi, baik itu melalui air hujan
ataupun embun.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan ketiga percobaan di atas dapat disipulakan bahwa :
1. Difusi merupakan proses penyebaran molekul zat disebabkan karena adanya
gradien konsentrasi. Difusi akan berhenti ketika kondisi lingkungan dalam
kondisi itu seimbang atau homogen. Dalam percobaan ini, didapatkan
kecepatan difusi kalium permanganat (KMnO4) rata-rata sebesar 251,69 detik
untuk memperoleh diameter seluas 25 mm. Dari hasil pengamatan diketagui
bahwa waktu yang diperlukan KMnO4 untuk menyebar membutuhkan waktu
yang semakin banyak. Hal ini terjadi karena pada ahir difusi yang hampir
mencapai kesetimbangan diameternya hanya sedikit bertambah. Sehingga
waktu yang diperlukan pun lebih banyak. Kecepatan penyebaran molekul
KMnO4 semakin lama mengalami penurunan dan pada akhirnya akan
memasuki tahap konstan (larutan jenuh).
2. Tekanan osmosis cairan sel saat insipien plasmolisis terjadi pada data dengan
konsentrasi 1.0 M yang rata-rata plasmolisisnya mendekati 50% yaitu
sebesar 44,73% dan diperoleh hasil sebesar 24,6 atm.
3. Air yang masuk kedalam biji karena imbibisi mengubah massa, tekstur, dan
warna awal biji. Hal tersebut disebabkan oleh pertambahan volume yang
menyebabkan biji semakin menggembung.
DAFTAR PUSTAKA
Advinda, Linda. 2018. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta:
Deepublish.
Alkatiri, S. 1996. Kajian Ringkas Biologi. Airlangga University Press : Surabaya.
Devlin, Robert M. 1975. Plant Physiology Third Edition. New York: D.
Van Nostrand
Anthara, I Made Suma dan Suartha, I Nyoman. 2011. Homeostasis Cairan
Tubuh pada Anjing dan Kucing [Buletin Veteriner Udayana]. Vol.3 No.
1.Halaman: 23-37
Annur, H dan H.H, Santosa. 2008. Jurnal Ilmiah GIGA, Analisa Temperatur
PadaProses Difusi Obat Dalam Membran Dengan Metode Diferensial
Parabolik Untuk Mendeteksi Sinyal Fotoakustik, Vol. 11, No. 3, Hal: 45-
56
Campbell, NA. JB. Reece, LG. Mitchell. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Devlin, R. M and F. H. Witham. 1992. Plant Physiology. California: Wardsworth
Publishing Company.
Dwidjosaputro, D, Prof. DR. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT
Gramedia.
Fetter. 1998. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Jakarta : PT Yudhistira
Gardner, F.P., Pearce R.B, dan Mitchell, R. L. diterjemahkan oleh Susilo, H dan
Subiyanto., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press).
Kustiyah. 2007. Miskonsepsi Difusi dan Osmosis pada Siswa MAN Model
Palangkaraya. Jurnal Ilmiah Guru Kanderang Tingang, Vol. 1, No. 1, Hal:
24-37.
Lakitan, Benjamin. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja
GrafindoPersada: Jakarta
Mugnisjah. W.Q; Asep. S; S. Suwarto; Cecep. S. 1996. Panduan
Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. Raja
Grafindo Persada.Jakarta
Syamsuri, 2007. IPA Biologi. Jakarta: PT Elangga
Wusono , Stela, J. M. Matinahoru, dan C. M. A. Wattimena. 2015. Pengaruh
Ekstrak Berbagai Bagian Dari Tanaman Swietenia mahagoni Terhadap
Perkecambahan Benih Kacang Hijau Dan Jagung. Agrologia, 4(2): 105 –
113