Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

DIFUSI, OSMOSIS, DAN IMBIBISI


Hari : Kamis Tanggal : 04 Maret 2021 Kelas : D1

Dosen Asistensi : Prof. Dr. Edy Setiti Wida Utami, MS.

Disusun Oleh:
Kelompok 1 Kelas D1
1. Nurul Aziza Amin 081911433011
2. Indah Hastuti 081911433013
3. Nabila Azra Aisyah Hidayat 081911433014
4. Aurizma Fadia Putri 081911433023
5. Anisa Ayu Dewi Larasati 081911433026

PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam tumbuhan terjadi proses-proses gerakan, transport dan
pertukaran bahan-bahan seperti air, mineral,ion, CO2, O2, dan zat-zat lainnya.
Fenomena difusi,osmosis, dan imbihisi merupakan hal-hal dapat membantu
proses-proses tersebut. Proses itu memainkan peranan penting pada fisiologi
tumbuhan. Pada proses difusi, molekul-molekul selalu dalam keadaan bergerak,
dan gerak tersebut disebabkan oleh suatu tenaga dinamik yang kita sebut energi
kinetis. Energi ini merupakan sumber tenaga yangmenyebabkan molekul-molekul
saling menarik dan juga saling menolak.
Difusi ialah penyebaran, yaitu penyebaran molekul-molekul suatu zat.
Penyebaran ini ditimbulkan oleh suatu gaya yang identik dengan energi kinetis.
Baik gas, maupun zat cair dan zat padat, molekul-molekul nyamempunyai
kecenderungan untuk menyebar ke segala arah sampai terjadi kesetimbangan
(konsentrasi yang sama di segenap tempat). Jika partikel suatu zat dapat bergerak
bebas tanpa terhambat oleh gaya tarik, maka dalam jangka waktu tertentu
partikel-partikel itu akan tersebar merata dalam ruang yang ada. Gerakan difusi
terdiri atas gerakan molekul per molekul yang lintasannya putus-putus
karenatumbukan dengan molekul-molekul zat lain, namun pada akhirnya
merupakan penyebaran yang homogen. Adapun gerakan penyebaran pada difusi
itu lazim disebut konveks. Beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi,
yaitu: ukuran partikel,semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu
akan bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin tinggi. Ketebalan membran,
semakin tebal membran,semakin lambat kecepatan difusinya. Luas suatu area,
semakin besar luas area,semakin cepat kecepatan difusinya. Jarak, semakin besar
jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan difusinya. Suhu, semakin
tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak dengan lebih cepat.
Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya (Campbell, 2002).
Osmosis adalah bergeraknya molekul air melalui membran
semipermeabel (selektif permeabel) dari larutan berkadar rendah menuju larutan
berkadar tinggi hingga kadarnya sama (Anthara.2011). Membran dikatakan
permeabel apabila semua jenis molekul dalam cairan dapat melewati membran,
sedangkan suatu membran dikatakan semi permeabel jika hanya dapat dilewati
oleh molekul-molekul tertentu saja (Annur,2008)
Tekanan osmosis cairan dapat ditentukan dengan cara mencari suatu
larutan yang mempunyai tekanan osmosis sama dengan cairan tersebut. Dalam
cara ini kitadapat mengambil patokan pada terjadinya peristiwa plasmolisis sel.
Dalam keadaan insipien plasmolisis tekanan osmosis cairan sel adalah sama
dengan tekananosmosis larutan dalam massa jaringan sel tersebut direndam.
Plasmolisis dapat dilihat dibawah mikroskop sebagai suatu percobaan (Lakitan,
2004)
Imbibisi merupakan salah satu proses difusi yang terjadi pada tanaman.
Imbibisi merupakan masuknya air pada ruang interseluler dari konsentrasi rendah
ke konsentrasi tinggi. Pada peristiwa perendaman inilah terjadi proses imbibisi
oleh kulit biji tanaman tersebut. Proses imbibisi juga memiliki kecepatan
penyerapan air yang berbeda-beda untuk setiap jenis biji tanaman (Wachid, 2005).
Peristiwa imbibisi juga bisa dikatakan sebagai suatu proses penyusupan atau
peresapan air ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya akan
mengembang. Ada dua kondisi yang diperlukan untuk terjadinya imbibisi adalah
adanya gradient, potensial air antara permukaan adsorban dengan senyawa yang
diimbibisi dan adanya affinier (daya gabung) antara komponen adsorban dengan
senyawa yang diimbibisi. Luas permukaan biji yang kontak dengan air,
berhubungan dengan kedalaman penanaman biji, berbanding lurus dengan
kecepatan penyerapan air. Saat biji kacang hijau yang kering direndam dalam air,
air akan masuk ke ruang antar sel penyusun endosperm secara osmosis (Gardner,
1991).
Imbibisi berlangsung jika potensial osmotik larutan disekitar benih lebih
rendah daripada tekanan osmotik di dalam sel benih. Peningkatan konsentrasi zat-
zat terlarut diluar benih dapat memperlambat kecepatan imbibisi benih. Benih
dapat mengalami kekeringan fisiologis, bahkan jika konsentrasi larutan luar sel
benih lebih tinggi, maka dapat terjadi pergerakan air dalam benih mengalami
plasmolisis (Mugnisjah, 1994).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah cara mengukur kecepatan difusi zat padat (KMnO4)
dalam larutan?
2. Bagaimana cara menghitung tekanan osmosis cairan sel dengan metode
plasmolisis, dan pada konsentrasi berapakah insipien plasmolisis terjadi?
3. Bagaimana proses terjadinya imbisisi air pada biji kacang hijau dan
kedelai?
1.3 Tujuan
1. Mengukur kecepatan difusi zat padat (KMnO4) dalam larutan
2. Menghitung tekanan osmosis cairan sel dengan metode plasmolis
3. Mengamati terjadiya imbibisi air pada biji kacang hijau dan kedelai
BAB II
METODE DAN CARA KERJA
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
a. Difusi Molekul KMnO4 (Kalium permanganat) Dalam Air
1. Cawan Petri
2. Pipet
3. Stopwatch
4. Gelas Ukur
5. Kertas milimeter
6. Penggaris
b. Tekanan Osmosis Cairan Sel
1. Pisau silet
2. Cawan petri
3. Objek dan cover glass
4. Mikroskop
5. Gelas ukur
6. Stopwatch
7. Counter
8. Tabel potensial osmotik
9. Label
10. Pipet
c. Imbibisi air pada biji
1. Gelas beker
2. Timbangan
3. Kertas saring
4. Plastik/aluminium
5. Karet gelang
6. Selotip
2.1.2 Bahan
a. Difusi Molekul KMnO4 (Kalium permanganat) Dalam Air
1. Kristal KMnO4
2. Air
b. Tekanan Osmosis Cairan Sel
1. Daun Rhoeo discolor
2. Air
3. Larutan sucrose 0,0M; 0,2M; 0,4M; 0,6M; 0,8M; 1,0M
c. Imbibisi air pada biji
1. Biji kacang hijau dan kedelai
2.2 Cara Kerja
Pada praktikum ini, metode yang digunakan yaitu metode tidak langsung
dengan menggunakan data sekunder praktikum. Pada praktikum ini data sekunder
merupakan koleksi data dari dosen pengajar, sedangkan pada metode langsung
metode yang digunakan yaitu dengan metode secara langsung dengan melakukan
praktikum guna mendapatkan data primer,dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Difusi Molekul KMnO4 (Kalium permanganat) Dalam Air
1. Tuangkan air sebanyak 15 ml ke dalam cawan petri
2. Letakkan cawan petri ditempat yang datar yang telah dialasi dengan
kertas milimeter (mm) atau kertas yang telah diberi tanda garis
dengan ukuran skala mm
3. Masukkan satu butir kecil kristal KMnO4 ke bagian tengah cawan
petri yang sudah berisi air tersebut.
4. Perhatikan gerak difusi molekul KMnO4 tersebut dan ukur
kecepatan penyebaran kristal tersebut dengan stopwatch atau
pencatat waktu lainnya. Perhatikan kecepatan dan konstanitas
perambatan proses difusi tersebut
5. Berapa lama waktu yang dibutuhkan (menit) kristal KMnO4 tersebut
untuk dapat mencapai luasan dengan diameter 1 cm
6. Ukur terus diameter luasan penyebaran kristal KMnO4 dalam air
(tiap 30 detik atau 1 menit) selama 20 menitdan perhatikan apakah
kadar kadar cepat perambatannya konstan atau tidak
7. Masukkan data-data pengamatan pada tabel dan selanjutnya
gambaarlah dalam bentuk grafik
b. Tekanan Osmosis Cairan Sel
1. Siapkan 6 buah cawan Petri, lalu tuang larutan sukrosa yang telah
dibuat sesuai dengan molaristas yang telah ditentukan. Catat kadar
larutan dalam setiap cawan Petri atau beri tanda (label) pada cawan
Petri sesuai dengan molaritas larutan sukrosa
2. Sayat lapisan epidermis bawah (abaksial) yang bewarna ungu dari
daun Rhoeo discolor dengan pisau silet setipis mungkin. Usahakan
menyayat hanya selapis sel saja.
3. Rendamlah sayatan-sayatan tersebut dalam cawan petri selama 30
menit. Catat waktu mulai perendaman
4. Setelah direndam 30 menit, sayatan diambil dan diperiksa di bawah
mikroskop dengan dengan menggunakan objek dan cover glass.
5. Hitung jumlah sel seluruhnya (dalam satu lapangan pandang) dan
hitung jumlah sel yang mengalami plasmolisis
6. Carilah konsentrasi sukrosa dimana yang mengakibatkan 50% dari
jumlah sel epidermis daun Rhoeo discolor yang diperiksa telah
mengalami plasmolisis. Keadaan ini disebut insipien plasmolisis.
7. Sel pada keadaan insipien plasmolisis memiliki potensial osmotik
sama dengan tekanan osmotik (PO) larutan yang digunakan
8. Tentukan PO sel pada insipien plasmolisis dengan mengacu pada
tabel 1. sedangkan potensial osmotic (PO) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:

PO 22,4mT
= 273

PO = Tekanan osmosis
m = Kadar larutan penyebab separuh jumlah sel terplasmolisis
T = Suhu absolute (0K) = (Suhu ruangan + 273)

c. Imbibisi air pada biji


1. Siapkan biji kacang hijau dan biji kedelai, serta gelas bekker yang
telah diisi dengan air. Caatlah keadaan awal biji (bentuk, warna,
ukuran, tekstur, dan berat)
2. Timbaglah terlebih dahulu biji-biji yang akan digunakan dalam
percobaan ini, juga catat volume yang ada pada gelas bekker
(volume biji dan volume air)
3. Masukkan biji-biji yang telah tercatat beratnya tadi ke dalam air
yang ada dalam gelas bekker yang volumenya telah diketahui. Lalu
timbang seluruh volume biji dan air itu (volume biji + volume air)
4. Biarkan rendama biji-biji tersebut selama 24 jam, tutup rapat gelas
bekker dengan menggunakan plastik an diikat dengan karet gelang
atau selotip atau dengan kertas alumunium foil agar tidak terjadi
penguapan air. Simpan rendaman pada tempat yang sejuk da tidak
banyak sinar yang terpapar.
5. Setelah 24 jam, timbang kembali gelas bekker yang berisi air dan
biji tersebut. Ambil biji-biji yang telah direndam tadi dan letakkan
diatas kertas saring. Amati perubahan-perubahan yang terjadi pada
biji (bentuk, warna, ukuran, tekstur daan berat). untuk mengetahui
berat/volume biji maka timbanglah kembali biji-biji itu. Bandingkan
dengan keadaan awal
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Difusi Molekul KMnO4 (kalium permanganat)
dalam Air
Diameter (mm) Waktu (detik) Rata-rata (detik) Kecepatan difusi
Ulangan ke .... (mm/detik)
5 1. 15 9,25 0,54
2. 7
3. 5
4. 5,24
5. 14
10 1. 125 48,36 0,21
2. 47
3. 21
4. 8,79
5. 40
15 1. 275 111,41 0,13
2. 108
3. 33
4. 35,04
5. 106
20 1. 354 185,59 0,11
2. 209
3. 48
4. 76,97
5. 240
25 1. 473 251,69 1,10
2. 260
3. 87
4. 128,44
5. 310
Grafik 1. Grafik Hubungan diameter KMnO4 dengan waktu yang dibutuhkan
untuk mencapainya

Pada Gambar 1. Grafik Hubungan diameter KMnO4 dengan waktu yang


dibutuhkan untuk mencapainya dengan waktu menggunakan satuan detik, dan
diameternya menggunakan dalam satuan mm.
Tabel 2. Pengaruh konsentrali larutan sukrosa terhadap sel epidermis Rhoeo
discolor
Konsentrasi Ulangan Jumlah Jumlah sel % sel Rerata % sel
sukrosa ke- seluruh yang terplasmolisis terplasmolisis
(M) sel plasmolisis
0 1 129 0 0 0
2 187 0 0
3 121 0 0
4 69 0 0
5 127 0 0
0,2 1 125 11 8,8 13,55
2 173 44 25,4
3 112 7 6,25
4 136 28 20,5
5 103 7 6,8
0,4 1 190 21 11,05 32,8
2 148 2 1,35
3 87 46 52,8
4 133 104 78,1
5 118 25 21,1
0,6 1 178 67 37,6 21,46
2 138 9 6,52
3 151 30 19,8
4 155 51 32,9
5 95 10 10,5
0,8 1 133 83 62,4 37,3
2 156 14 8,9
3 94 23 24,4
4 129 98 75,9
5 107 16 14,9
1,0 1 204 152 74,5 44,73
2 142 76 53,5
3 91 24 26,4
4 145 75 51,7
5 114 20 17,5

Rumus Potensial Osmotic (PO)


Pada konsentrasi M : 1

22,4mT
PO =
273
22,4 x 1 x 303
=
273
= 24,86 atm

Grafik 2. Tekanan osmosis sel terplasmolisis

Pada Gambar 2. Grafik Hubungan konsentrasi sukrosa dengan presentase teratas


sel terplasmolisis
Tabel 3. Data hasil pengamatan imbibisi
UL/Kel 1 2 3 4 5
Kc Kede Kc Kede Kc Kede Kc Kede Kc Kede
hijau lai hijau lai hijau lai hijau lai hijau lai
Bentuk S LNJ BLT LNJ BLT LNJ BLT LNJ BLT LNJ BLT
B
L
S LNJ OVL LNJ OVL LNJ OVL LNJ OVL LNJ OVL
S
D
Tekstu S KRS KRS KRS KRS KRS KRS KRS KRS KRS KRS
r B
L
S AG AGL AG AGL AGL AGL L L AGL AGL
S L L
D
Ukura S 5 2 5 8 5 7 5 8 5 7
n (mm) B
L
S 9 10 9 11 13 9 10 12 9 12
S
D
Warna S HT KP HT KP HT KP HT KP HT KP
B
L
S HP KP HP KP HT KP HP KP HM KP
S
D
Berat S 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
(g) B
L
S 7,8 12,8 7,3 11,2 13,2 11 15,6 14 20 11,5
S
D
Keterangan:

SSB: Sebelum AGL : Agak lunak


SSD: Sesudah L : Lunak
LNJ: Lonjong HT : Hijau Tua
BLT: Bulat KP : Kuning pucat
OVL: Oval HP : Hijau pucat
KRS: Keras HM : Hijau Muda
3.1 Pembahasan
A. Difusi Molekul KMnO4 (Kalium Permanganat) Dalam Air
Percobaan pertama mengenai difusi dilakukan dengan mengamati tingkat
penyebaran serbuk KMnO4 di dalam air. Jika praktikum ini dilaksanakan secara
offline, percobaan ini dilakukan dengan cara memasukkan sedikit serbuk KMnO4
ke dalam cawan petri yang sudah diisi dengan sedikit air dengan tambahan kertas
milimeter di bawah cawan petri sebagai alas. Fungsi dari kertas milimeter adalah
untuk mengetahui sejauh mana pergerakan molekul KMnO4 di dalam air. Fungsi
dari stopwatch adalah untuk menghitung waktu yang tercapai pada setiap
diameter yang telah ditentukan. Dalam teknik pengamatannya, praktikan harus
memperhatikan hanya satu arah pergerakan molekul KMnO4 untuk menghindari
kerancuan Karena pola penyebaran molekul KMnO4 yang tidak merata.
Sedangkan jika praktikum ini dilaksanakan secara online, melakukan pengolahan
data yang telah diberikan pada saat asistensi online. Hasil yang didapat pada
percobaan pertama ini yakni sebagai berikut : pada saat diameter 5 mm terbentuk,
membutuhkan waktu 15 detik pada ulangan pertama, 7 detik pada ulangan kedua,
5 detik pada ulangan ke tiga, 5,24 pada ulangan ke empat dan 14 detik pada
ulangan ke lima. Sehingga diperoleh rata-rata waktu 9,25 detik untuk membentuk
diameter seluas 5 mm. Sedangkan untuk membentuk diameter yang mencapai 10
mm memerlukan waktu 125 detik pada ulangan pertama, 47 detik pada ulangan
ke dua, 21 detik untuk ulangan ke tiga, 8,79 detik pada ulangan ke empat, dan 40
detik pada ulangan ke lima, sehingga diperoleh rata-rata 48,36 detik. Selanjutnya,
pada saat mencapai diameter seluas 15 mm dibutuhkan waktu 275 detik pada
ulangan pertama, 108 detik pada ulangan ke dua, 33 detik pada ulangan ke tiga,
35,04 detik pada ulangan ke empat, dan 106 detik pada ulangan ke lima.
Sehingga diperoleh rata-rata sebesar 111,41 detik. Kemudian untuk mencapai
diameter seluas 20 mm diperoleh waktu 354 detik pada ulangan pertama, 209
detik pada ulangan ke dua, 48 detik pada ulangan ke tiga, 76,97 pada ulangan ke
empat dan 240 pada ulangan ke lima. Diperoleh rata-rata sebesar 185,59 detik.
Selanjutnya untuk diameter terakhir yaitu 25 mm diperlukan waktu 473 detik
pada ulangan pertama, 260 detik pada ulangan kedua, 87 detik untuk ulangan ke
tiga, 128,44 detik pada ulangan ke empat, dan 310 pada ulangan ke lima.
Sehingga diperoleh rata-rata waktu sebesar 251,69 detik untuk memperoleh
diameter seluas 25 mm. Kecepatan penyebaran KMnO4 berturut-turut dari awal
adalah 0,54 mm/s, 0,21 mm/s, 0,13 mm/s, 0.,11 mm/s, dan 0,10 mm/s.
Berdasarkan kecepatan yang telah dipaparkan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kecepatan penyebaran molekul KMnO4 semakin lama mengalami
penurunan dan pada akhirnya akan memasuki tahap konstan (larutan jenuh).
B. Tekanan Osmosis Cairan Sel
Percobaan yang kedua yaitu mencari tekanan osmosis cairan sel pada
tumbuhan Rhoeo discolor. Praktikum ini bertujuan untuk menghitung tekanan
osmosis cairan sel dengan metode plasmolisis. Plasmolisis merupakan peristiwa
terlepasnya membran plasma dari dinding sel (Syamsuri dkk, 2007). Terjadinya
proses plasmolisis ketika konsentrasi pelarut di luar sel lebih rendah
dibandingkan di dalam sel epidermis Rhoe discolor. Sebagai akibatnya air
terdapat di dalam sel akan keluar dari sel. Selanjutnya sel mengalami proses
dehidrasi dan terjadi pelepasan membran sel dari dinding sel. Tekanan osmosis
cairan sel diketahui dengan cara terjadinya peristiwa plasmolisis insipien,
sedangkan plasmolisis insipien terjadi pada saat sel yang terplasmolisis
berjumlah 50% dari jumlah sel yang diamati. Pada keadaaan plasmolisis
insipien, tekanan turgor menjadi 0 dan tekanan osmosis cairan dalam sel akan
sama dengan tekanan potensial larutan di luar sel (Devlin, 1975).. Adanya
plasmolisis sel tumbuhan dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi yang
dimiliki oleh cairan sel dan dapat digunakan untuk menghitung tekanan
osmosis sel. Praktikum bisa dilakukan secara offline dan online. Jika dilakukan
secara offline maka langkah yang perlu dilakukan yaitu menyiapkan 6 buah
cawan petri, lalu mengisinya dengan larutan sukrosa berbagai konsentrasi,
yakni 0 M, 0,2M, 0,4M, 0,6M, 0,8M, dan 1,0M. Kemudian menyayat bagian
epidermis bawah (abaksial) daun Rhoeo discolor dan meletakkannya pada
masing masing cawan petri kemudian menunggunya kurang lebih selama 30
menit. Setelah 30 menit, mengambil satu persatu sayatan yang telah direndam
dan meletakkannya di atas gelas objek untuk diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 100x kemudian akan dihitung jumlah sel yang mengalami
plasmolisis. Sedangkan jika secara online dilakukan dengan mengolah data
yang diberikan pada saat asistensi online. Dari hasil pengamatan diatas
diketahui bahwa, pada konsentrasi 0,0 M, sel yang mengalami plasmolisis rata-
ratanya sebesar 0% pada 0,2 M, rata-ratanya sebesar 13,55% pada konsentrasi
0,4 M rata-ratanya sebesar 32,8%, pada konsentrasi 0,6 M rata-ratanya sebesar
21,46%, pada konsentrasi 0,8 M rata-ratanya sebesar 37,3%, dan pada
konsentrasi 1 M rata-ratanya sebesar 44,73%. Setelah mendapatkan datanya,
Plasmolisis insipien diperoleh hanya pada data konsentrasi 1.0 M yang rata-rata
plasmolisisnya mendekati 50% yaitu sebesar 44,73% maka kemudian perlu
menghitung tekanan potensial osmotiknya (PO) menggunakan rumus dan
diperoleh hasil sebesar 24,6 atm.

Kemudian pada kosenstrasi sukrosa sebesar 0,6 M pada Rhoeo discolor,


mengalami penurunan yang mendadak pada rata-rata sel yang terplasmolisis
yaitu sebesar 21,46%. Selanjutnya bisa dilihat dari grafik, pada konsentrasi 0,6
M data mengalami penurunan. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa Dengan meningkatnya jumlah konsentrasi sukrosa, maka
peristiwa plasmolisis akan semakin meningkat. Hal itu disebabkan karena
potensial air yang berbanding lurus dengan potensial osmotik. Dengan
demikian plasmolisis akan terjadi jika pelarut didalam sel lebih tinggi
dibandingkan diluar sel. Berbedanya hasil dengan literatur dikarenakan
beberapa faktor, yaitu kurang tipisnya sayatan, suhu yang kurang sesuai,
menguapnya sukrosa, sukrosa tidak murni karena tercampur dengan bahan lain,
dan pemilihan lapang pandang yang berbeda dengan sel sebelumnya.

C. Imbibisi Air Pada Biji

Percobaan ketiga yaitu imbibisi air pada biji adalah percobaan dengan
menggunakan biji kacang hijau dan biji kacang kedelai yang akan direndam
dalam air selama 24 jam untuk mengamati adanya perubahan pada biji utuk
mengindikasikan adanya imbibisi air. Menurut (Advinda, 2018) imbibisi adalah
peristiwa penyerapan air oleh zat-zat yang hidrofilik, seperti protein, pati,
selulosa, agar-agar, gelatin, dan sebagainya, yang menyebabkan zat tersebut dapat
mengembang setelah menyerap air. Dalam percobaan imbibisi ini terdapat dua
peran yaitu peran pertama biji kacang hijau dan biji kedelai sebagai imbiban,
serta peran kedua dilakukan oleh air yang nantinya akan menyeludup sebagai air
imbibisi. Langkah-langkah percobaan imbibisi air ini yaitu mencatat keadaan
awal biji kacang hijau dan biji kedelai, kemudian bisa dilakukan perendaman
selama 24 jam, lalu selesai perendaman maka dikeringkan dan dilakukan
pengamatan pada biji

Hasil percobaan imbibisi air ini ternyata memiliki perbedaan karakter biji
kacang hijau dengan biji kacang hijau sebelum sesudah dan perbedaan perubahan
antar kelompok lain. Untuk kelompok 1 sebelum percobaan biji kacang hijau
dengan ciri lonjong, keras, ukuran 5 mm, hijau tua, dan berat 5 gram, serta biji
kedelai berciri bulat, keras, ukuran 2 mm, kuning pucat, dan berat 5 gram. Dan
sesudah percobaan biji kacang hijau menjadi lonjong, agak lunak, ukuran 9 mm,
hijau pucat, dan berat 7,8 gram, serta biji kedelai menjadi oval, agak lunak,
ukuran 10 mm, kuning pucat, dan berat 12,8 gram. Kelompok 2 sebelum
percobaan yaitu biji kacang hijau lonjong, keras, ukuran 5 mm, hijau tua, dan
berat 5 gram, serta keadaan biji kedelei yaitu bulat, keras, ukuran 8 mm, kuning
pucat, berat 5 gram. Dan sesudah percobaan biji kacang hijau menjadi lonjong,
agak lunak, ukuran 9 mm, hijau pucat, dan berat 7,3 gram, serta biji kedelai
menjadi oval, agak lunak, ukuran 11 mm, kuning pucat, dan berat 11,2 gram.

Kelompok 3 sebelum percobaan dengan keadaan biji kacang hijau yaitu


lonjong, keras, ukuran 5 gram, hijau tua, dan berat 5 gram, serta biji kedelai
berciri bulat, keras, ukuran 7 mm, kuning pucat, dan berat 5 gram. Dan sesudah
percobaan biji kacang hijau menjadi lonjong, agak lunak, ukuran 13 mm, hijau
tua, dan berat 13,2 gram, serta biji kedelai menjadi oval, agak lunak, ukuran 9
mm, kuning pucat, dan berat 11 gram. Kelompok 4 sebelum percobaan dengan
keadaan biji kacang kedelai yaitu lonjong, keras, ukuran 5 mm, hijau tua, dan
berat 5 gram, serta biji kedelai berciri bulat, keras, ukuran 7 mm, kuning pucat,
dan berat 5 gram. Dan sesudah percobaan biji kacang hijau menjadi lonjong,
lunak, ukuran 10 mm, hijau pucat, dan berat 15,6 gram, serta biji kedelai menjadi
oval, lunak, ukuran 12 mm, kuning pucat, dan berat 14 gram. Terakhir kelompok
5 sebelum percobaan biji kacang hijau lonjong, keras, ukuran 5 mm, hijau tua,
dan berat 5 gram, serta biji kedelai berciri bulat, keras, ukuran 7 mm, kuning
pucat, dan berat 5 gram. Dan sesudah percobaan biji kacang hijau menjadi
lonjong, agak lunak, ukuran 9 mm, hijau muda, dan berat 20 gram, serta biji
kedelai menjadi oval, agak lunak, ukuran 12mm, kuning pucat, dan berat 11,5
gram.

Untuk aspek perubahan bentuk, struktur, warna, ukuran biji, dan berat biji
tersebut dipengaruhi oleh osmosis. Menurut Advinda (2018) keadaan awal biji
yang kering sudah memiliki nilai osmosis yang tinggi sehingga air akan mengalir
ke daerah yang konsentrasi tinggi, biji, dengan mudah masuk ke dalam biji yang
akhirnya membuat perubahan fisik pada biji. Dan tidak setiap biji memiliki nilai
osmosis sama tingginya sehingga dapat terjadi perbedaan perubahan khususnya
terlihat jelas pada penambahan ukuran dan berat.

Dari aspek berat semua biji kacang hijau dan biji kedelai memiliki berat
awal yang sama dan sesudah percobaan terdapat penambahan berat, hal ini dapat
diasumsikan bahwa ada keterkaitan dengan aspek ukuran. Menurut data
penambahan aspek ukuran dan berat biji kacang hijau dalam percobaan ini
mengalami kenaikan yaitu kelompok 1 sebesar 4 mm berat 2,8 gram, kelompok 2
sebesar 4 mm berat 2,3 gram, kelompok 3 sebesar 8 mm berat 8,2 gram,
kelompok 4 sebesar 5 mm berat 10,6 gram, dan kelompok 5 sebesar 4 mm berat
15 gram. Dan kenaikan ukuran dan berat biji kedelai dengan kelompok 1 sebesar
8 mm berat 7,8 gram, kelompok 2 sebesar 3 mm berat 6,2 gram, kelompok 3
sebesar 2 mm berat 6 gram, kelompok 4 sebesar 4 mm berat 9 gram, dan
kelompok 5 sebesar 5 mm berat 6,5 gram. Ternyata setelah didata asumsi
semaikn besar ukuran maka semakin besar berat hanya diterima pada kelompok
1,3, dan 4, sedangkan dalam kelompok 2 dan 5 terjadi kebalikan dimana ukuran
biji lebih kecil dapat memiliki berat yang lebih besar dari ukuran biji lebih besar
dan sebaliknya. Maka kelompok 2 dan 5 ini diperkirakan penambahan ukuran biji
tidak hanya air, melainkan ada zat lain seperti gas yang membuat lebih besar
ukuran namun tidak dengan berat biji.

Kemudian menurut Devlin dan Witham (1992) bahwa terdapat dua


kondisi yang sesuai untuk terjadinya imbibisi yaitu pertama kemiringan atau
gradien potensi air harus ada diantara permukaan absorbsi dan imbibisi air, serta
kedua affinier (gaya gabung) harus ada antara komponen absorbsi dan substrat
(bahan) imbibisi. Dan juga menurut Wusono, Matinahoru, dan Wattimena (2015)
dengan semakin kecil tekanan benih dari pada tekanan larutan, maka semakin
besar terjadinya imbibisi.

3.3 Diskusi
A. Diskusi Difusi
a. Berapakah kecepatan rata-rata penyebaran KMnO4 saat konstan dan tidak
konstan ? Mengapa hal ini dapat terjadi ?

Jawab :

 Kecepatan rata-rata difusi saat konstan, yaitu 0.075 mm/detik sedangkan


kecepatan rata-rata difusi saat tidak konstan, yaitu 0.156 mm/detik. Diameter
yang konstan ditempuh pada akhir difusi (hampir mencapai kesetimbangan).
Hal ini terjadi karena pada saat akhir difusi, penambahan diameter sangat
kecil sehingga kecepatannya lebih lambat daripada proses awal difusi.

b. Proses fisiologi apa saja yang dapat menggambarkan terjadinya difusi zat cair,
padat maupun gas pada tumbuhan ?

Jawab :

 Terjadinya difusi zat cair pada proses fisiologi tumbuhan adalah ketika suatu
zat yang masuk melalui dinding sel menyebar ke seluruh bagian sel, dan siap
diambil organel yang membutuhkannya.

 Terjadinya difusi zat gas pada proses fisiologi tumbuhan adalah ketika proses
fotosintesis.

 Terjadinya difusi zat padat pada proses fisiologi tumbuhan adalah masuknya
unsur hara dan mineral ke dalam tubuh tumbuhan.

 Apakah keadaan lingkungan dapat mempengaruhi proses difusi dalam


tumbuhan ?

Jawab :

 Dapat, karena dalam lingkungannya terdapat suhu dan tekanan yang menjadi
faktor-faktor yang mempengaruhi dufusi.

d. Bagaimana terjadinya kesetimbangan penyebaran KMnO4 dalam larutan dan


faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya kesetimbangan tersebut ?

Jawab :

 Keseimbangan penyebaran KMnO4 dalam larutan terjadi akibat adanya


gradien konsentrasi. Faktor-faktor yang dapat mempengeruhi kesetimbangan
yaitu konsentrasi, suhu, dan tekanan.

e. Apakah setelah kesetimbangan tercapai dapat terjadi proses difusi lagi ?


Mengapa ?

Jawab :
 Tidak, merujuk ke pengertian difusi adalah gerakan molekul dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah, setelah terjadi difusi konsentrasi molekul-
molekul tersebut akan sama, jadi tidak dapat terjadi proses difusi lagi.

B. Diskusi Osmosis

a. Bagaimanakah pengaruh suhu terhadap proses osmosis pada sel tumbuhan ?

Jawab :

 Pengaruh suhu terhadap proses osmosis pada daun Rhoe discolor, apabila
proses osmosis terjadi pada suhu yang tinggi akan menyebabkan epidermis
pada sel cepat mengalami plasmolisis karena suhu yang tinggi dapat merusak
struktur sel pada tumbuhan. Selain itu, suhu yang tinggi dapat mempercepat
laju reaksi sel epidermis untuk mengalami palsmolisis.

b. Apakah rumus PO yang digunakan berlaku untuk semua zat ?

Jawab :

 Rumus PO tidak berlaku untuk semua zat, karena di dalam rumus PO


terdapat “m” yaitu kadar larutan penyebab separuh dari jumlah sel
terplasmolisis. Selain itu, tidak semua zat mampu mengakibatkan 50 % dari
jumlah sel epidermis daun Rhoe discolor.

c. Mengapa terjadi perbedaan jumlah sel yang mengalami plasmolisis pada sel
yang direndam dalam larutan sukrosa ?

Jawab :

 Terjadi perbedaan jumlah sel yang mengalami plasmolisis pada sel yang
direndam pada larutan sukrosa, karena proses plasmolisis menggunakan
berbagai macam konsentrasi sukrosa dan setiap konsentrasi memiliki daya
plasmolisis yang berbeda. Maka, semakin tinggi konsentrasi akan
menyebabkan sel pada tumbuhan semakin cepat untuk terplasmolisis.

d. Apakah yang dimaksud dengan insipien plasmolisis dalam percobaan ini ?

Jawab :

 Insipien plasmolisis adalah banyaknya konsentrasi sukrosa yang dapat


mengakibatkan 50 % dari jumlah sel epidermis Rhoe discolor yang dapat
mengalami plasmolisis.

e. Sebutkan metode-metode yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan


osmosis pada sel tumbuhan.
Jawab :

 Metode yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan osmosis pada


tumbuhan yaitu metode krioskopik atau metode titik beku, dan metode uap.

C. Diskusi Imbibisi

a. Bagaimana air dapat melakukan imbibisi ke dalam biji ditinjau dari struktur biji
dan proses difusi/osmosis ?

Jawab :

 Air dapat melakukan imbibisi ke dalam biji dilihat dari struktur biji dengan
cara air meresap ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya
akan mengembang. Ada 2 kondisi yang diperlukan untuk terjadinya imbibisi,
yaitu adanya gradient, potensial air antara permukaan adsorban dengan
senyawa yang diimbibisi dan adanya affnier atau daya gabung antara
komponen adsorban dengan senyawa yang diimbibisi. Biji yang kering
direndam dalam air, air akan masuk ke ruang antar sel penyusun endosperm
secara osmosis.

b. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada biji yang telah mengalami
imbibisi dan bagaimana kaitannya dengan proses fisiologi biji itu sendiri ?

Jawab :

 Ukuran biji terlihat mengembang, hal tersebut karena peristiwa meresapnya


air ke dalam biji pada ruang interseluler dari konsentrasi rendah ke
konsentrasi tinggi. Kemudian terlihat pula terlepasnya kulit biji dan sebagian
ada yang tumbuh radikula.

c. Jelaskan hubungannya imbibisi air pada biji dengan proses perkecambahan biji.

Jawab :

 Proses imbibisi air pada biji adalah proses masuk atau meresapnya air di
dalam biji ke dalam ruangan dinding antar sel sehingga dinding selnya akan
mengembang. Biji yang menyerap air, menyebabkan kulit pecah dan
penyerapan berlangsung melalui seluruh permukaan kulit. Proses metabolik
biji membutuhkan oksigen sehingga jika terlalu lembab atau kurang
menyebabkan proses perkecambahan dapat membusuk.

d. Bagaimanakah pengaruh lingkungan terhadap proses imbibisi air pada biji ?


Jelaskan dengan memberi contoh adanya imbibisi pada kondisi di alam (hutan).

Jawab :
 Keadaan lingkungan seperti ketersediaan air dan kelembapan berpengaruh
terhadap proses imbibisi air dan biji karena air berfungsi sebagai penstimulir
metabolisme dan sebagai pelarut dalam perubahan dan pengangkutan
cadangan makanan kepada seluruh bagian tanaman sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, biji dari pohon yang berada di hutan
dapat tumbuh karena adanya proses imbibisi, baik itu melalui air hujan
ataupun embun.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan ketiga percobaan di atas dapat disipulakan bahwa :
1. Difusi merupakan proses penyebaran molekul zat disebabkan karena adanya
gradien konsentrasi. Difusi akan berhenti ketika kondisi lingkungan dalam
kondisi itu seimbang atau homogen. Dalam percobaan ini, didapatkan
kecepatan difusi kalium permanganat (KMnO4) rata-rata sebesar 251,69 detik
untuk memperoleh diameter seluas 25 mm. Dari hasil pengamatan diketagui
bahwa waktu yang diperlukan KMnO4 untuk menyebar membutuhkan waktu
yang semakin banyak. Hal ini terjadi karena pada ahir difusi yang hampir
mencapai kesetimbangan diameternya hanya sedikit bertambah. Sehingga
waktu yang diperlukan pun lebih banyak. Kecepatan penyebaran molekul
KMnO4 semakin lama mengalami penurunan dan pada akhirnya akan
memasuki tahap konstan (larutan jenuh).
2. Tekanan osmosis cairan sel saat insipien plasmolisis terjadi pada data dengan
konsentrasi 1.0 M yang rata-rata plasmolisisnya mendekati 50% yaitu
sebesar 44,73% dan diperoleh hasil sebesar 24,6 atm.
3. Air yang masuk kedalam biji karena imbibisi mengubah massa, tekstur, dan
warna awal biji. Hal tersebut disebabkan oleh pertambahan volume yang
menyebabkan biji semakin menggembung.
DAFTAR PUSTAKA
Advinda, Linda. 2018. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta:
Deepublish.
Alkatiri, S. 1996. Kajian Ringkas Biologi. Airlangga University Press : Surabaya.
Devlin, Robert M. 1975. Plant Physiology Third Edition. New York: D.
Van Nostrand
Anthara, I Made Suma dan Suartha, I Nyoman. 2011. Homeostasis Cairan
Tubuh pada Anjing dan Kucing [Buletin Veteriner Udayana]. Vol.3 No.
1.Halaman: 23-37
Annur, H dan H.H, Santosa. 2008. Jurnal Ilmiah GIGA, Analisa Temperatur
PadaProses Difusi Obat Dalam Membran Dengan Metode Diferensial
Parabolik Untuk Mendeteksi Sinyal Fotoakustik, Vol. 11, No. 3, Hal: 45-
56
Campbell, NA. JB. Reece, LG. Mitchell. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Devlin, R. M and F. H. Witham. 1992. Plant Physiology. California: Wardsworth
Publishing Company.
Dwidjosaputro, D, Prof. DR. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT
Gramedia.
Fetter. 1998. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Jakarta : PT Yudhistira
Gardner, F.P., Pearce R.B, dan Mitchell, R. L. diterjemahkan oleh Susilo, H dan
Subiyanto., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press).
Kustiyah. 2007. Miskonsepsi Difusi dan Osmosis pada Siswa MAN Model
Palangkaraya. Jurnal Ilmiah Guru Kanderang Tingang, Vol. 1, No. 1, Hal:
24-37.
Lakitan, Benjamin. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja
GrafindoPersada: Jakarta
Mugnisjah. W.Q; Asep. S; S. Suwarto; Cecep. S. 1996. Panduan
Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. Raja
Grafindo Persada.Jakarta
Syamsuri, 2007. IPA Biologi. Jakarta: PT Elangga
Wusono , Stela, J. M. Matinahoru, dan C. M. A. Wattimena. 2015. Pengaruh
Ekstrak Berbagai Bagian Dari Tanaman Swietenia mahagoni Terhadap
Perkecambahan Benih Kacang Hijau Dan Jagung. Agrologia, 4(2): 105 –
113

Anda mungkin juga menyukai