Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

STRUKTUR DASAR DAN FUNGSI TUMBUHAN


“DIFUSI OSMOSIS”

Oleh:
Nama : Hilma Nurbayanti
NIM : 170210104059
Kelas :B
Kelompok : III

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
I. JUDUL
Difusi osmosis (permeabilitas membrane sel : pengaruh suhu dan pelarut
dan plasmolisis).

II. TUJUAN
2.1 Mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut)
terhadap permeabilitas membrane sel.
2.2 Untuk mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada
sel tumbuhan.

III. DASAR TEORI


Difusi adalah proses bergeraknya molekul dari daerah dengan
konsentrasi lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi lebih rendah yang terjadi
secara spontan (Johnson, 2015: 98).
Difusi merupakan penyebaran molekul suatu zat yang ditimbulkan oleh
suatu gaya yang identik dengan energi kinetik. Dimana molekul-molekul
tersebut cendrung menyebar ke segala arah sampai terdapat suatu konsentrasi
yang sama. Konsentrasi larutan itu sendiri merupakan banyaknya jumlah zat
terlarut dalam pelarut. Cepat lambatnya difusi dan osmosis dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain perbedaan konsentrasi, suhu, tekanan, dan matrik atau
bahan penyusun (Yahya, 2015).
Jumlah air pada setiap sisi membran dan bukan konsentrasi yang
bertanggung jawab untuk osmosis. Air bergerak untuk menyamakan konsentrasi
pada setiap sisi membran (penglihatan antropomorfik).Tekanan hidrostatik harus
sama pada setiap sisi membran begitu kesetimbangan tercapai. Jumlah air harus
sama di setiap sisi membran pada kesetimbangan. Air tidak dapat menyeberang
ke arah yang berlawanan dengan gradien tekanan. Struktur membran bilayer
lipid, fluiditasnya, serta perannya dalam fenomena difusi dan osmosis (Hasni
dkk, 2016).
Pada teori difusi dan osmosis pada sel tumbuhan, mengatakan apabila
larutan garam masuk ke dalam akar, maka konsntrasi sel-selnya akan semakin
tinggi, sehingga defisist tekanan difusi akan semakin besar dan air berdifusi dari
konsentrasi yang rendah ke konsentrasi yang tinggi. Sedsngkan menurut teori
plasmolisis, apabila protoplas yang kehilangan air, maka akan terjadi penyusutan
volume sel dan protoplas akan terlepas dari dinding sel tumbuhan. Sel yang
mengalami peristiwa plasmolisis, biasanya dapat dikembalikan ke keadaan
semula dengan memasukkan ke dalam air murni (Ardhiani dkk, 2018: 77).
Mekanisme lalu lintas membran sel dibedakan menjadi dua yaitu tanspor
pasif dan transport aktif. Transpor pasif merupakan difusi suatu zat melintasi
membran biologis tanpa pengeluaran energi, misalnya: difusi dan osmosis.
Sedangkan transpor aktif merupakan pergerakan zat melintasi membran plasma
dengan diiringi penggunaan energi akibat adanya gerakan yang melawan
gradient konsentrasi yang diperantai oleh membran plasma, misalnya transport
natrium-kalium, eksositosis dan endositosis (Campbell, 2010: 143).
Terdapat dua tipe transpopr carrier, yaitu difusi terfasilitasi yang
memungkinkan konsentrasi zat terlarut sama pada kedua sisi membran. Dan
transpor aktif yang memungkinkan zat terlarut untuk bergerak naik atau
berlawanan dengan gradien konsentrasi. Difusi sederhana dan difusi terfasilitasi
merupakan proses yang berlangsung secara spontan. Zat terlarut akan bergerak
menuruni gradien konsentrasi sampai pada kesetimbangan yang dicapai (Ngili,
2009: 197).
Difusi sederhana merupakan proses pentransferan zat yang bersifat
transpor pasif melalui pori protein yang diebentuk oleh protein integral atau pori
statis akibat gerakan rantai asam lemak lipid blayer. Difusi dengan fasilitas
merupakan proses pentransferan zat yang bersifat transpor pasif, tetapi
memerlukan bantuan protein pembawa, sehingga zat yang diangkut bersifat
spesisfik (Santoso dan Santri, 2016: 50).
Osmosis adalah perpindahan molekul pelarut/air dari wilayah dengan
konsentrasi tinggi ke wilayah dengan konsentrasi rendah melewati membran
semi-permeable sampai kondisi kesetimbangan telah tercapai (Johnson, 2015:
98).
Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel
secara differensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat
berkonsentrasi rendah. Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut
tekanan osmosis. Makin besar terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan
osmosisnya Ekstraksi osmosis merupakan peristiwa berpindahnya kadar air dalam
sel melalui membran semi permeable dari keadaan sel yang hipotonis menuju
hipertonis, sehingga terjadi plasmolisis yang menyebabkan terlepasnya sitoplasma
dari dinding sel (Rahmasari dkk, 2014).
Osmosis merupakan difusi air melalui selaput semipermeabel. Air akan
bergerak dari daerah yang mempunyai konsentrasi larutan rendah ke daerah yang
mempunyai konsentrasi tinggi. Tekanan osmosis dapat diukur dengan suatu alat
yang disebut osmometer. Air akan bergerak dari daerah dengan tekanan osmosis
rendah ke daerah dengan tekanan osmosis tinggi. Membran akan mengerut jika
berada pada lingkungan yang mempunyai konsentrasi larutan lebih tinggi. Pada
transpor aktif sangat diperlukan untuk melawan gradien konsentrasi. Transpor
aktif sangat diperlukan unutk memelihara keseimbangan molekul-molekul di
dalam membran. Sumber energi untuk transpor aktif adalah ATP ( Roza dkk,
2013).
Osmosis membutuhkan membran selektif, sedangkan difusi tidak. Air
dapat bergerak dengan cepat masuk dan keluar sel melalui pori-pori dalam
protein integral, tetapi molekul besar dan zat lipofobik tidak bisa melewatinya.
Biasanya cairan ekstrasel memiliki konsentrasi zat terlarut yang sama dengan
cairan intraseluler dan oleh karena itu disebut isotonik. Dalam lingkungan
isotonik O2 lucosa, sel tidak berubah ukuran dan air bergerak bebas masuk dan
keluar dari sel Jika cairan ekstraseluler hipotonik, bagaimanapun, bagian dalam
sel lebih terkonsentrasi daripada di luar. Dalam hal ini, air mengalir ke dalam sel
dan menyebabkannya membengkak dan mungkin pecah. Jika cairan ekstraseluler
adalah bypertonic dan lebih terkonsentrasi dari sitoplasma, air diekskresikan ke
dalam ruang ekstraseluler yang menyebabkan sel layu (Colville dan Basser,
2016: 82).
Plasmolisis adalah respons khas sel-sel tumbuhan yang terpapar oleh
stres hyperosmotic. Hilangnya turgor menyebabkan lepasnya protoplas hidup
dari dinding sel. Proses plasmolitik terutama didorong oleh vakuola. Plasmolisis
bersifat reversibel (deplasmolisis) dan bersifat khas bagi sel-sel tanaman hidup.
Jelas, perubahan struktural yang dramatis diperlukan untuk memenuhi siklus
plasmolitik (Lang, 2014).
Efek tonisitas terhadap sel dibagi menjadi 3 antara lain : larutan isotonic,
larutan hipertonik dan larutan hipotonik ada larutan isotonic memiliki
konsentrasi terlarut yang sama pada kedua sisi membrane. Air berpindah keluar
masuk sel tetapi tidak ada resultan pergerakan air dan bentuk dari sel tetap.
Larutan hipertonik konsentrasai terlarut lebih pekat di luar sel daripada di dalam
sel. Air akan berpindah keluar sel kelarutan secara osmosis dan menyebabkan
penciutan sel disebut krenasi, sedangkan pada larutan hipotonik konsentrasi
terlarut lebih rendah diluar sel daripada di dalam sel. Air akan masuk ke sel
secara osmosis menyebabkan pembengkakan sel dan sel menjadi pecah disebut
hemolysis (James dkk, 2008:31).
Pada teori difusi dan osmosis pada sel tumbuhan, mengatakan apabila
larutan garam masuk ke dalam akar, maka konsntrasi sel-selnya akan semakin
tinggi, sehingga defisist tekanan difusi akan semakin besar dan air berdifusi dari
konsentrasi yang rendah ke konsentrasi yang tinggi. Sedangkan menurut teori
plasmolisis, apabila protoplas yang kehilangan air, maka akan terjadi penyusutan
volume sel dan protoplas akan terlepas dari dinding sel tumbuhan. Sel yang
mengalami peristiwa plasmolisis, biasanya dapat dikembalikan ke keadaan
semula dengan memasukkan ke dalam air murni (Ardhiani dkk, 2018: 77).

IV. METODE PENGAMATAN


4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Alat Dan Bahan Permeabilitas Membran Sel
4.1.1.1 Alat
a. Pelubang gabus berdiameter 0,5 cm
b. Bunsen / pemanas listrik
c. Tabung reaksi bertutup ulir (10 buah, berdiameter 2,5 cm)
d. Gelas kimia atau wadah tahan panas
4.1.1.2 Bahan
a. Umbi kunyit (Curcuma longa)/ bit gula
b. Methanol
c. Aseton
d. Akuades
4.1.2 Alat dan Bahan Plasmolisis
4.1.2.1 Alat
a. Mikroskop
b. Objek glass
c. Cover glass
d. Pipet tetes
e. Pisau silet
4.1.2.2 Bahan
a. Umbi bawang merah (Allium cepa)
b. Daun jadam (Rhoeo discolor)
c. Larutan gula
d. Larutan garfish
e. Aquadest

4.2 Prosedur Kerja


4.2.1 Permeabilitas Membrane Sel : Pengaruh Suhu Dan Pelarut

Membuat 10 silinder umbi kunyit/ bit gula dengan diameter


0.5 cm dan Panjang 2,0 cm menggunakan pelubang gabus.
Jika tidak tersedia pelubang gabus, dapat dibuat potongan
persegi/ kubus dengan Panjang sisi 1cm x 1cm.
Mencuci dengan air mengalir untuk menghilangkan pigmen
yang ada pada permukaan silinder

4.2.1.1 Perlakuan Fisik (Suhu)

Mencelupkan masing-masing dua potong silinder umbi


kunyit/ bit gula kedalam aquades bersuhu 70oC, 50oC, dan
40oC, selama 1 menit.

Memindahkan silinder umbi kedalam 5 ml aquades bersuhu


kamar dan membiarkan terendam dalam keadaan statis selama
1 jam

4.2.1.2 Perlakuan Dengan Pelarut Organik

Merendam 2 potong silinder umbi kunyit/ bit gula dalam 5ml


methanol dan merendam 2 potong lainnya kedalam 5ml
aseton masing-masing selama 30-40 menit pada suhu kamar

4.2.1.3 Kontrol

Memasukkan 2 potong umbi kunyit/ bit gula dala, aquades


dan mendiamkan dalam suhu kamar dalam waktu yang sama

4.2.2 Plasmolisis
Mengambil dengan hati-hati lapisan dalam dari umbi bawang
merah atau bagian yang berwarna merah dari daun rhoes
discolor

Meletakkan diatas objek glass, menetesi dengan larutan


glukosa, membiarkan selama kurang lebih 10-15 menit,
mengamati dengan mikroskop

Menjelaskan fenomena yang terjadi

Menyerap dengan tissue larutan glukosa yang membasahi


potongan daun sampai kering, menetesi dengan aquades

Membiarkan kurang lebih 10-15 menit

Menjelaskan fenomena yang terjadi

Mengambil potongan daun atau umbi yang baru dan menetesi


dengan larutan garfish sebagai pembanding

V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Permeabilitas Membran Sel: Pengaruh Suhu dan Pelarut
PERLAKUAN WARNA GAMBAR
LARUTAN
Fisik 400C +

500C ++

700C +++

Pelarut Metanol ++++

Aseton ++
Kontrol -

Keterangan :
 : jernih (tidak ada perubahan)
+ : kuning jernih
++ : kurang jernih
+++ : kuning sedang
++++ : kuning keruh/ pekat

5.2 Plasmolisis
PERLAKUAN BAWANG MERAH BUNGA JADAM
Glukosa

Garfis

Aquades
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum difusi osmosis yang telah dilakukan, pada kegiatan
pertama yaitu mengenai permeabilitas membran sel: pengaruh sushu dan
pelarutyang bertujuan mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia
(jenis pelarut) terhadap permeabilitas membran sel. Dan pada kegiatan yang
kedua yaitu mengenai plasmolisis yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan.
Untuk percobaan yang pertama yaitu mengenai permeabilitas membran
sel, menggunakan umbi kunyit sebagai bahan yang diberi beberapa perlakuan
yang berbeda. Sebelum digunakan, umbi kunyit dipotong menyerupai dadu
dengan ukuran sisi 0,5 cm. Hal tersebut bertujuan menyesuaikan dengan
diameter tabung reaksi agar umbi kunyit tersebut dapat dimasukkan ke
dalamnya.
Percobaan pertama adalah mengamati permeabilitas membran sel pada
kunyit dengan perlakuan fisik yaitu berupa suhu. Umbi kunyit yang sudah
dipotong dengan ukuran tertentu, dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
sudah berisi air. Tabung yang sudah terisi, kemudian dipanaskan dengan suhu
yang berbeda yaitu, 400C, 500C dan 700C selama 1 menit. Adanya perbedaan
suhu air yang digunakan ini adalah bertujuan untuk mengetahui pengaruh fisik
(berupa suhu) terhadap permeabilitas membran sel pada kunyit. Tabung reaksi
yang sudah dipanaskan didiamkan dalam keadaan statis selama kurang lebih 1
jam, dengan tujuan agar terjadi reaksi pada umbi kunyit setelah dipanaskan.
Umbi kunyit yang dipanaskan mengalami perubahan warna, di mana
perubahan tersebut dapat terjadi karena aktivitas permeabilitas membran sel
kunyit. Secara umum warna kuning tersebut dapat nampak pada air karena
konsentrasi warna kuning pada kunyit lebih tinggi daripada air, sehingga terjadi
difusi zat warna tersebut dari sel kunyit ke dalam air melalui membran sel.
Perbedaan warna kuning yang tampak, yaitu kuning jernih, kurang jernih, kuning
sedang. Pada suhu 400C, warna larutan pada tabung reaksi cenderung berwarna
kuning jernih. Pada suhu 500C, berwarna kuning kurang jernih dan pada suhu
700C berwarna kuning sedang. Suhu tinggi menyebbakan aktivitas membran sel
kunyit bekerja optimal pada suhu kamar. Dimana pada teori disebutkan bahwa
semakin tinggi pengaruh lingkungan, maka fosfolipid yang menyusun membran
sel akan rusak sehingga warna larutan akan semakin pekat.
Percobaan selanjutnya adalah mengamati permeabilitas membran sel
dengan menggunakan pelarut organik, yaitu methanol, aseton dan aquades.
Masing-masing dua buah kunyit dimasukkan ke dalam 5 ml aseton, 5 ml
metanol, dan 5 ml aquades selama 30 menit. Pada percobaan ini didapatkan
bahwa baik di dalam larutan metanol maupun aseton terjadi osmosis sehingga
warna larutan menjadi kuning akibat adanya akivitas membran sel dari kunyit
sedangkan pada larutan aquades tidak terjadi reaksi perubahan warna. Warna
kuning pada larutan metanol lebih pekat daripada yang menggunakan aseton
maupun aquades. Hal tersebut disebabkan oleh ikatan yang terdapat pada
metanol mempunyai daya tarik elektron lebih besar daripada proton. Akibatnya,
pada metanol terjadi polarisasi dan mempunyai kemampuan merusak membran
sel lebih tinggi.
Percobaan yang kedua adalah mengenai plasmolisis pada sel umbi
bawang merah dan daun Rhoeo discolor (bunga jadam) dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel
tumbuhan. Kedua bahan tersebut digunakan dalam percobaan ini karena sel-
selnya mempunyai pigmen warna merah keunguan yang alami sehingga proses
plasmolisis dapat di amati dengan mudah. Perlakuan yang pertama yaitu
penyayatan pada sel epidermis bawang merah (Allium cepa) dan daun bunga
jadam (Rhoeo discolor) yang berpigmen ungu disayat setipis mungkin dengan
hati-hati agar mudah untuk diamati di mikroskop. Kemudian kedua sayatan
tersebut diletakkan di gelas objek yang berbeda dan diamati di bawah
mikroskop. Sayatan dari kedua bahan tersebut menunjukkan bahwa sel
epidermisnya berbentuk poligonal dan berwarna merah keunguan.
Perlakuan yang kedua yang dilakukan adalah pemberian larutan glukosa.
Sayatan tipis di atas kaca benda yang telah dibuat tadi diberi larutan glukosa 1
tetes dan didiamkan ± 15 menit yang bertujuan untuk menunggu reaksi dari sel
terhadap larutan hipertonik (larutan glukosa). Dibutuhkan waktu 15 menit karena
epidermis bawang merah (Allium cepa) dan epidermis daun bunga jadam (Rhoeo
discolor) merupakan sel tumbuhan yang diselubungi dinding sel sehingga untuk
proses osmosis membutuhkan waktu relatif lebih lama daripada sel hewan.
Ketika diamati menggunakan mikroskop, pemberian larutan glukosa
pada kedua sayatan menyebabkan sel-sel epidermis mengalami penyusutan
ukuran dimana ukuran selnya lebih kecil dibandingkan dengan ukuran awal.
Selain itu, sel menunjukkan warna lebih sedikit layu. Pigmen merah yang
awalnya menyebar rata pada permukaan sel-selnya, setelah diberi larutan glukosa
pigmen warna merah tersebut hanya berkumpul di tengah-tengah sel saja
membentuk lingkaran. Sel-sel ini dilindungi oleh dinding sel yang menyelimuti
membran sel tumbuhan dan lingkaran-ligkaran pigmen ungu tersebut adalah
tanda bahwa sel tersebut mengalami plasmolisis. Hal ini dapat terjadi karena sel
epidermis bawang merah. (Allium cepa) dan daun bunga jadam (Rhoeo discolor)
diletakkan pada larutan yang hipertonik terhadap sel yaitu larutan yang
mempunyai konsentrasi zat terlarut lebih tinggi (tekanan osmotik yang lebih
tinggi) daripada zat terlarut di dalam sel. Akibatnya air akan bergerak ke luar sel
(osmosis) untuk menyamakan konsentrasi di luar sel dan di dalam sel. Menurut
literature jika sel tumbuhan direndam dalam lingkungan hipertonik maka sel
tumbuhan akan kehilangan air ke lingkungan dan menyusut. Ketika sel
tumbuhan mengerut, membran plasmanya terlepas dari dinding. Fenomena ini
yang disebut plasmolisis yang dapat menyebabkan tumbuhan menjadi layu dan
dapat menyebabkan tumbuhan mati.
Percobaan selanjutnya yaitu perlakuan ketiga, pada sel epidermis bawang
merah (Allium cepa) dan epidermis daun bunga jadam (Rhoeo discolor) yang
sudah mengalami plasmolisis ditetesi dengan aquadest, kemudian diamati
dibawah mikroskop. Setelah 15 menit terjadi perubahan yaitu sel tersebut
mengalami penggembungan dan warna yang semula menyebar kembali dan
menyatu. Namun jika sel-sel tersebut direndam dalam aquadest lebih dari 15
menit, maka akan mengakibatkan warna sel menjadi transparan dan dapat
mengakibatkan sel mengalami lisis. Hal ini disebabkan oleh banyaknya air yang
masuk ke dalam sel sehingga mengakibatkan sel menggembung dan warna
selnya transparan serta dapat mengakibatkan lisis. Lain halnya jika direndam
dalam aquadest kurang dari 15 menit, maka dapat menyebabkan sel-sel tersebut
masih mengalami plasmolisis.
Sel dapat kembali pada keadaan normal jika direndam dengan aquades.
Ini terjadi karena sifat aquades sebagai larutan hipotonik, yaitu suatu larutan
dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah daripada di dalam sel yang
dapat mengakibatkan air masuk secara terus menerus ke dalam sel. Konsentrasi
air di luar sel lebih besar daripada di dalam sel sehingga aquadest berpindah
secara osmosis ke dalam sel. Air yang masuk secara terus-menerus dalam sel
dapat mengembalikan tekanan turgor dalam sel sehingga membran sel dapat
kembali normal dan sel berbentuk seperti semula. Tekanan osmotik di luar sel
yang lebih rendah dibandingkan tekanan osmotik di dalam sel menyebabkan
jaringan mengalirkan air ke dalam sel, sehingga menyebabkan ukuran sel
semakin besar dan jika sel sudah tidak mampu lagi menampung air yang masuk
maka sel akan mengalami lisis atau pecah.
Pada teori disebutkan bahwa jika sel tumbuhan di rendam dalam larutan
hipotonik, dinding sel akan membantu mempertahankan keseimbangan airnya.
Sel tumbuhan akan menngembung ketika air masuk melalui osmosis. Akan
tetapi, dinding relatif tak elastik sehingga akan mengembang hanya sampai batas
tertentu sebelum memberikan tekanan balik pada sel yang melawan pengambilan
air lebih lanjut.
Perlakuan ketiga yaitu pada epidermis Allium cepa dan epidermis Rhoeo
discolor ditetesi dengan larutan garam fisiologis selama 15 menit. Pada
mikroskop terlihat sel-sel epidermis ini tidak mengalami perubahan baik dari
warna maupun ukuran selnya. Sel menunjukkan keadaan yang sama dengan sel
yang diberi aquadest. Hal ini terjadi karena sel berada dalam larutan yang
isotonik dengan lingkungan dalam sel sehingga tidak terjadi pergerakan air dari
dalam maupun dari luar sel.
Difusi adalah proses bergeraknya molekul dari daerah dengan
konsentrasi lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi lebih rendah yang terjadi
secara spontan. Sedangkan, osmosis adalah perpindahan molekul pelarut/air dari
wilayah dengan konsentrasi tinggi ke wilayah dengan konsentrasi rendah
melewati membran semi-permeable sampai kondisi kesetimbangan telah tercapai
Pada suatu pengamatan, kesalahan percobaan atau ketidakakuratan data
pasti terjadi. Pada kegiatan penyayatan sel epidermis bawang merah dan bunga
jadam, sayatan yang di dapatkan terlalu tebal sehingga membuat sel epidermis
sulit untuk diamati. Pada percobaan plasmolisis waktu yang digunakan untuk
merendam sayatan sel epidermis bawang merah dan bunga jadam tidak tepat 15
menit sehingga menyebabkan hasil pada mikroskop sedikit tidak akurat.

VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Suhu tinggi menyebbakan aktivitas membran sel kunyit bekerja
optimal pada suhu kamar. Semakin tinggi pengaruh lingkungan, maka
fosfolipid yang menyusun membran sel akan rusak sehingga warna larutan
akan semakin pekat
7.1.2 Ikatan yang terdapat pada metanol mempunyai daya tarik elektron
lebih besar daripada proton. Akibatnya, pada metanol terjadi polarisasi dan
mempunyai kemampuan merusak membran sel lebih tinggi.

7.2 Saran
Pada kegiatan praktikum diharapkan sesuai dengan jadwal
perkuliahan sehingga tidak menganggu jadwal-jadwal perkuliahan lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiani, V. H. P., R. B. Kiswardianta, dan J. Widiyanto. 2018. Pengaruh media


air berbeda terhadap produktivitas dan indeks stomata tumbuhan air
Eichhornia crassipes. Prosiding Seminar Nasional SIMBIOSIS III. e-
ISSN : 9772613950003: 77.

Campbell, N. A. 2010. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Gramedia.

Colville, T. dan J. M. Basser. 2016. Clinical Anatomy and Physiology for


Veterinary Technicians. Canada.

Hasni, A., P. Roy, dan N. Dumais. 2016. The teaching and learning of diffusion
and osmosis: what can we learn from analysis of classroom practices? A
case study. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education. 12(6): 1507-1531.

James, J., C. Baker dan H. Swain. 2009. Prinsip-prinsip Sains Untuk


Keperawatan. Jakarta: Erlangga.

Johnson, G. B. 2015. The Living World. Eight Edition. New York: McGraw-Hill

Ngili, Y. 2009. Biokimia Struktur dan Fungsi Biomolekul. Yogyakarta: Graha


Ilmu

Santoso, L. M. dan Santri. 2016. Biologi Molekuler Sel. Jakarta: Salemba Teknika

Rahmasari, H. dan W. H. Susanto. 2014. Ekstraksi osmosis pada pembuatan sirup


murbei (morus alba l.) Kajian proporsi buah : sukrosa dan lama osmosis.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3): 191-197.

Roza, M., Gusnedi, dan Ratnawulan. 2013. Kajian sifat konduktansi membran
kitosan pada berbagai variasi waktu perendaman dalam larutan pb. Pillar
Of Physics. 4(1): 60-67.

Yahya. 2015. Perbedaan tingkat laju osmosis antara umbi solonum tuberosum dan
doucus carota. Jurnal Biology Education. 4(1).

Anda mungkin juga menyukai