Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN HASIL PENGAMATAN

PLASMOLISIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Fisiologi
Tumbuhan
Dosen Pengampu : Dr. Tri Wahyu Agustina, M.Pd.
Hadiansyah, M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 7
Naufa Morallita 1182060076
Nofirman Furry 1182060082
Nurul Hafifah Pulungan 1182060086
Pepy Despyani 1182060080
Permata Hati 1182060081
Yuanizhar Dinda 1182060106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIDKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2020
Judul Praktikum : Mekanisme Pengangkutan Air & Mineral pada Tumbuhan
Tanggal Praktikum : Selasa, 6 Oktober 2020
Tujuan 1. Mengamati proses Plasmolisis.
Praktikum : 2. Mengidentifikasi letak terjadinya Plasmolisis.

A. Dasar Teori
Mekansime lalu lintas membaran sel dibedakan menjadi dua yaitu transpor pastif dan
transpor aktif. Transpor pasif merupakan difusi suatu zat melintasi membran biologis
tanpa pengeluarkan energi, misalnya: difusi dan osmosis. Sedangkan transpor aktif
merupakan pergerakan zat melintasi membran plasma dengan diiringi penggunaan energi
akibat adanya gerakan yang melawan gradient konsentrasi yang diperantai oleh membran
plasma, misalnya transport natrium-kalium, eksositosis dan endositosis (Campbell, 2008:
143).
Menurut Rachmadiarti (2007: 69), difusi adalah gerakan molekul dari konsentrasi
lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah, yaitu penurunan gradien konsentrasi
sampai mencapai keseimbangan dan penyebarannya seimbang. Difusi merupakan proses
fisik yang dapat diamati dengan beberapa tiap molekul. Sebagai contoh, ketika cat warna
di tempatkan dalam air molekul zat warna dengan konsentrasi lebih rendah. Akhirnya, zat
warna larut daalm air, menghasilkan larutan berwarna.
Pada proses difusi molekul yang berukuran besar dapat melewati membran sel tanpa
bantuan protein pembawa sedangkan pada proses difusi terfasilitasi membutuhkan
bantuan protein pembawa. Alasan yang benar yaitu pada proses difusi molekul yang
berukuran kecil dapat melewati membran sel tanpa bantuan protein pembawa sedangkan
pada proses difusi terfasilitasi membutuhkan bantuan protein pembawa. Menurut Sumadi
dan Marianti A. (2007), proses difusi terfasilitasi menggunakan fasilitas protein membran
khusus yang dapat mentranspor materi melalui membran yang biasanya disebut protein
membran transpor (Tanzyah, 2015: 1004).
Pada proses difusi sederhana tidak memerlukan adanya energi karena pada proses ini
pergerakan terjadi berdasarkan gradien konsentrasi, yaitu dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah ( Tanzyah, 2015: 1005).
Kecepatan molekul dalam proses difusi dapat menyebabkan kecepatan difusi tersebut
menjadi tinggi ataupun rendah. Menurut BSCS (2006), empat faktor utama yang
mempengaruhi laju difusi adalah konsentrasi, temperatur, luas permukaan zat terlarut dan
tekanan (Tanzyah, 2015: 2006).
Salah satu bagian difusi adalah osmosisi yaitu perpindahan air dari larutan yang
mempunyai konsentrasi rendah ke larutan yang mempunyai konsentrasi tinggi melalui
membran semipermiabel. Osmosisi adalah berdifusinya zat pelarut dari larutan yang
konsentrasinya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi melalui selaput kerapatan
rendah ke kerapatan tinggi melalui suatu membran (Yahya, 2015: 160).
Osmosis merupakan kasus khusus pada transport pasif. Osmosis memungkinkan
difusi molekul air menyeberangi membrane yang permeable terdapat air. Cairan
sitoplasma dan ekstasel merupakan larutan yang dapat mengandung air (Bresnick, 2003:
58).
Sel akan mengerut jika berada pada lingkungan yang mempunyai konsentrasi larutan
lebih tinggi. Hal ini terjadi karena air akan keluar meninggalkan sel secara osmosis.
Sebaliknya, jika sel berada pada lingkungan yang hipotonis (konsentrasi rendah) sel akan
banyak menyerap air, karena air berosmosis dari lingkungan ke dalam sel. Larutan yang
menyebabkan sel menggelembung, atau tetap penuh, disebabkan oleh masuknya air
disebut larutan hipotonik. Larutan yang menyebabkan sel berkerut disebabkan karena
kehilangan air disebut larutan hipertonik (Campbell. 2008: 144).
Identifikasi dehidrasi osmosis kentang menunjukkan profit dan kecenderungan yang
sama dengan mengaplikasikan hukum Fick’s dan Van’t Hoff cukup relevan untuk
mewakili peristiwa transfer massa yang terjadi dalam dehidrasi osmosis. Semakin tinggi
suhu dan konsentrasi larutan osmosis yang dipakai, air yang berpindah ke larutan garam
semakin banyak, namun hal ini dibatasi oleh kondisi produk yang dikeringkan (Wirawan,
2006:104).
B. Alat dan Bahan
Pengamatan 1 :
Bahan :
- Daun Rhoe discolor
- Sodium Chloride 5%
- Sodium chloride 0.1%
Alat :
- Vinset
- Kaca Objek
- Cover glass
- Mikroskop
- Pipet tetes
- Tongkat kecil
Pengamatan 2 :
Bahan
- Umbi bawang
- larutan sukrosa pekat atau larutan natrium klorida 10%

Alat

- Slide kaca dan penutup


- Pin dan penjepit
- Pipet
- Air sulingan
- Mikrokop cahaya majemuk
- Kertas saring

C. Langkah Kerja
Pengamatan 1 :
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Kaca objek disimpan diatan meja
3. Dua Sayatan dari daun Rhoe discolor dibuat setipis mungkin, lalu
disimpan pada kaca objek yang berbeda
4. Teteskan sodium chloride 0.1% pada sampel pertama dan sodium chloride
5% pada sampel kedua, setelah itu tutup objek dengan objek glass
5. Sampel diamati satu per satu dengan mikroskop
6. Sampel diamati, didokumentasikan dan dicatat hasil pengamatannya
7. Jika sudah cukup, alat dan bahan dibersihkan, lalu disimpan kembali pada
tempatnya
Pengamatan 2 :
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Ambil umbi bawang dan singkirkan lapisan umbi.
3. Hancurkan lapisan ini dan kupas permukaan epidermis di sisi lapisan yang
diwarnai
4. Letakkan kulit epidermis ini pada kaca objek yang berisi setetes air
5. Letakkan kaca penutup pada kulitnya
6. Amati di bawah mikroskop
7. Perhatikan bentuk normal sel epidermis di kulitnya.
8. Fokus pada bagian kulit di bawah mikroskop berkekuatan tinggi.
9. Sekarang tambahkan satu atau dua tetes larutan sukrosa pekat dari salah
satu tepi kaca penutup dan tepuk-tepuk slide dari tepi berlawanan dari
kaca penutup menggunakan strip kertas saring.
10. Dengan cara ini, larutan sukrosa tersedot ke dalam slide melalui gaya
kapiler sehingga menggantikan air yang semula ada di slide.
11. Amati kembali di bawah mikroskop.
12. Catat hasil pengamatan 1
13. Sekarang ganti larutan sukrosa dengan air suling dengan mengikuti proses
blotting yang sama.
14. Tunggu beberapa menit cacat hasil pengamatan 2
15. Jika sudah cukup, alat dan bahan dibersihkan, lalu disimpan kembali pada
tempatnya

D. Hasil Pengamatan
Pengamatan 1 :
1. Sampel pertama
Objek pertama yaitu sayatan daun Rhoe discolor bagian epidermis yang
ditetesi dengan sodium chloride 0.1% terlihat setiap sel epidermisnya
penuh dengan cairan. Artinya bahwa sodium chloride yang diteteskan ini
masuk ke dalam sel epidermis tersebut sehingga di dalam epidermir
terdapat banyak air.
2. Sampel Kedua
Pada objek yang kedua ini, di mana sayatan epidermis daun Rhoe discolor
yang ditetesi dengan sodium chloride 5% ini menunjukan gejala yang
berbeda yaitu cairan di dalam sel epidermis mengalami penyusutan. Air
dari dalam sel keluar, artinya bahwa pada sampel kedua ini, objek
mengalami plasmolysis.
Pengamatan 2 :
1. Pengamatan 1  Seiring berjalannya waktu dari detik ke menit,
protoplasma di dalam sel epidermis mulai menyusut secara bertahap dari
dinding sel. Ini disebut plasmolisisdan terjadi sebagai akibat dari
eksosmosis cairan protoplasmadari sel ke sekeliling bagian luar.
2. Pengamatan 2  Setelah beberapa menit, sel-sel yang telah plasmolisis
mendapatkan kembali turgiditasnya saat protoplasma yang menyusut
perlahan-lahan mulai membengkak dan mengisi bagian dalam sel. Ini
disebut deplasmolisis dan hasil dari proses endosmosis cairan luar ke
dalam sel.
E. Pembahasan
Pengamatan 1 :
Osmosis didefinisikan sebagai pergerakan molekul pelarut dari wilayah
konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah ke wilayah konsentrasi yang lebih
tinggi melintasi membran semipermeabel. Osmosis memainkan peran penting
dalam interaksi sel dengan lingkungan cairan eksternalnya. Membran sel
berfungsi sebagai membran semipermeabel yang melaluinya pengangkutan
molekul pelarut terjadi antara daerah intra dan ekstraseluler. Kemampuan
larutan ekstraseluler untuk menyebabkan pergerakan molekul pelarut masuk
atau keluar dari sel dikenal sebagai tonisitas larutan tersebut. Larutan yang
memiliki konsentrasi zat terlarut relatif sama dengan yang ditemukan di dalam
sel, dikenal sebagai keadaan isotonik. Larutan yang memiliki konsentrasi zat
terlarut relatif lebih rendah daripada yang ditemukan di dalam sel, dikenal
sebagai keadaan hipotonik. Larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut
relatif lebih tinggi daripada yang ditemukan di dalam sel, dikenal sebagai
keadaan hipertonik.
Pada sampel yang pertama, konsentrasi air diluar sel lebih tinggi
dibandingkan dengan di dalam sel, sehinga air masuk ke dalam sel. Proses ini
dinamakan dengan difusi.
Sedangkan pada sampel yang kedua, konsentrasi di dalam sel lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi air diluar sel, sehingga air yang terkandung
di dalam sel keluar melalui membrane sel menuju media yang ada
disekitarnya, proses ini menyebabkan protoplasma mengalami penyusutan.
Proses ini dinamakan plasmolysis.
Pengamatran 2 :
Dalam sel tumbuhan, fenomena yang menarik terjadi ketika mereka
ditempatkan dalam larutan hipertonik. protoplasma mulai menyusut dari
dinding sel karena ada pergerakan bersih pelarut dari sel ke lingkungan
luarnya, suatu proses yang juga dikenal sebagai eksosmosis. Fenomena
penyusutan protoplasma sel tumbuhan akibat eksosmosis ini dikenal sebagai
plasmolisis. dalam sel hewan, itu dikenal sebagai krenasi.
Ketika sel plasmolisis ditempatkan dalam larutan hipotonik, protoplasma
biasanya mendapatkan kembali bentuk dan turgor aslinya karena masuknya
cairan dari sekitarnya, suatu proses yang juga dikenal sebagai endosmosis.
Fenomena berlawanan ini dimana protoplasma dari sel yang terplasmolisis
mendapatkan kembali bentuknya dan turgiditas dikenal sebagai
desplasmolisis.
Plamsolisis adalah peristiwa ketika air berpindah dari dalam sel menuju
media di luar sel melalui membrane sel. Hal tersebut dapat kita lihat pada
pengamatan yang dilakukan, di mana ketika konsentrasi air pada zat yang
diteteskan tersebut tinggi, maka yang terjadi adalah air masuk ke dalam sel
sehingga kemdian sel akan dipenuhi air, peristiwa ini dikenal dengan
deplasmolisis. Sementara itu proses plasmolisis terjadi ketika protoplasma
bertemu dengan zat yang sifatnya hipotonik, sehingga konsentrasi air di dalam sel
lebih tinggi dibandingkan di luar yang pada akhirnya mengakibatkan air
tereksosmosis dan protoplasma mengkerut.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya plasmolysis ini yaitu tingkat
konsentrasi air yang ada di luar sel. Di mana jika konsentrasi air di luar sel lebih
rendah, maka plasmolysis baru akan terjadi. Sementara jika konsentrasi air di luar
sel lebih tinggi, maka plasmolysis tidak akan terjadi.
Plasmolysis akan terjadi ketika konsentrasi air di sekitar sel tumbuhan
memiliki konsentrasi yang lebih rendah, sehingga air ke luar dari dalam sel
tumbuhan tersebut menuju media yang ada diluar sel. Jika konsentrasi air di luar
sel lebih tinggi, maka yang akan terjadi yaitu deplasmolisis atau endosmosis,
yaitu ketika air akan masuk ke dalam sel yang membuat protoplasma kembali
mendapatkan bentuk dan turgor aslinya. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan, plasmolysis terjadi ketika sodium chloride yang diteteskan
konsentrasinya 5%, sehingga jumlah air di dalam sel lebih banyak dibandingkan
di luar sel. Akibatnya air akan keluar dari dalam sel, di mana peristiwa ini dikenal
dengan nama eksosmosis. Semetara itu jika sodium chloride yang diteteskan
konsentrasinya 0.1%, maka konsentrasi air di dalam sel lebih sedikit
dibandingkan dengan yang ada di luar sel, sehingga air akan masuk ke dalam sel,
peristiwa tersebut dikenal dengan endosmosis atau deplasmolisis. Pada dasarnya
plasmolysis atau deplasmolisis terjadi bergantung pada konsentrasi air yang ada
diluar sel.
Keduanya memiliki proses yang sama, dimana akan terjadi perpindahan
suatu zat dari konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Plasmolysis sendiri
merupakan eksosmosis, di mana eksosmosis ini merupakan osmosis yang terjadi
dari dalam menuju ke luar suatu sel. Namun demikian, eksosmosis hanya dapat
terjadi jika lingkungan di luar sel bersifat hipotonik.
Berdasarkan hasil pengamatan pada saat ditetskan air, kondisi umbi
bawang dalam keadaan normal, terlihat bagian-bagian sel berbentuk rongga segi
enam dengan sitoplasma berwarna ungu memenuhi dinding sel. Air yang
diteteskan membentuk lingkungan isotonic baik didalam maupun di luar sel,
sehingga bentuk sel normal. Ketika sel pada umbi bawang ditetesi larutan garam
sel tersebut lingkungan yang terbentuk diluar sel-sel daun adalah hipertonik, dan
hipotonik pada bagian dalam sel. Sesuai dengan prinsip osmosis, yakni
perpindahan pelarut melalui selaput semi-permeabel dari konsentrasi pelarut
tinggi (hipotonik) menuju konsentrasi rendah (hipertonik), air akan mengalir
keluar dari vakuola menuju luar sel karena adanya tekanan osmosis.
Akibatnya sel umbi bawang kehilangan air sehingga sitoplasma yang
berwarna ungu mengkerut dan menjauhi dinding sel seolah-olah keluar dan pecah
dari sel. Lama-kelamaan sitoplasma memudar menjadi bercak-bercak ungu. Hal
ini terjadi karena larutan garam yang diteteskan berperan sebagai larutan
hipertonik, yakni larutan yang konsentrasinya pelarutnya lebih rendah dari pada
cairan yang didalam sel. Sedangkan air pada sel umbi bawang berperan sebagai
hipotonik. Kondisi mengkerutnya sitoplasma dan menjauhi dinding sel ternyata
bisa dikembalikan setelah meneteskan kembali diatas sayatan umbi bawang.
Dengan meneteskan kembali maka kita membuat kondisi luar sel hipotonik
sehingga air bisa memasuki dinding sel, tetapi sitoplasma tidak sepenuhnya
memenuhi dinding sel. Sitoplasma hanya berada pada bagian pinggir dinding sel.
Diduga hal ini disebabkan karena penyedotan larutan garam dengan tisu yang
kurang benar sehingga masih tersisa larutan garam yang bersifat hipertonik.
Dari hasil percobaan osmosis yang dilakukan pada LK 1, peristiwa
eksosmosis kami temukan pada percobaan ke 5 di mana potongan kentang
direndam dalam larutan garam hangat. Pengamatan yang dilakukan selama 10
menit ini menunjukan perubahan panjang kentang yang awalnya 2 cm, setelah 10
menit panjang kentang tersebut menjadi 1,6 cm. terjadi penyusutan sebesar 0.4
cm. peristiwa ini terjadi karena pada saat kentang direndam dalam larutan
tersebut, konsentrasi air di dalam sel-sel kentang lebih tinggi dibandingkan
dengan larutan garam hangat tersebut. Akibatnya air yang ada di dalam sel-sel
kentang tereksosmosi menuju larutan tersebut, sehingga disini terjadilah proses
plasmolysis. Peristiwa plasmolysis ini terjadi karena larutan garam hangat
memiliki konsentrasi air lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi air yang
terdapat pada sel-sel kentang. Hal ini karena garam pada air hangat terlarut secara
sempurna sehingga konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut tinggi dan
pelarutnya (air) lebih rendah. Dengan kondisi tersebut maka air yang ada di dalam
sel-sel kentang akan keluar menuju larutan tersebut.

F. Referensi
Bresnick, Stephen. 2003. Intisari Biologi. Jakarta: Hipokrates.
Campbell, Neil A. 2008. Biologi Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Rachmadiarti, Filda dkk. 2007. Biologi Umum. Surabaya: Unesa University
Press.
Siregar, Arbaya. 2003. Fisiologi Tumbuhan. Direktorat Jendral Pendidikan
Tingkat DEPDIKBUD. Bandung.
Tanzyah, Lia L dkk. 2015. Profil Miskonsepsi Siswa Pada Subtopik Difusi Kelas
XI Jurnal Biology Education. Vol. 4 No.3: 1004-1006. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Wirawan, Sang Kompiang. 2006. Studi Transfer Massa pada Proses Dehridasi
Osmosis Kentang. Jurnal Forum Teknik. Vol.30 No. 2: 104. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Yahya. 2015. Perbedaan Tingkat Laju Osmisis Antara Umbi Solonum Tuberosum
Dan Doucus Carota. Jurnal Biology Education. Vol. 4 No. 1: 160. Aceh :
Universitas Jabal Ghofur.

Anda mungkin juga menyukai