Anda di halaman 1dari 16

PRAKTIKUM II

A. Judul
Difusi dan Osmosis
B. Tujuan
Mengamati proses terjadinya difusi dan osmosis
C. Dasar Teori
Kelangsungan hidup sel sering tergantung pada kemampuan untuk
meningkatkan, menurunkan dan menjaga konsentrasi zat terlarut tertentu dalam
cairan internal. Setiap sel membutuhkan bahan baku dari lingkungannya, dan
masing-masing juga harus melepaskan sisanya (Starr, 2012).
Metabolit hasil pencernaan dan hasil metabolisme dapat dipindahkan baik
dari luar sel ke dalam sel, maupun dari dalam sel ke luar sel. Proses
pemindahan ini bertujuan agar reaksi kimia dapat dilanjutkan atau
menempatkan produk metabolisme pada tempat yang tepat. Mekanisme
memindahkan zat-zat/molekul tersebut yaitu difusi, osmosis, dan transport aktif
(Toha, 2005).
Pergerakan molekul-molekul zat secara difusi dan osmosis tidak
memerlukan energi sehingga disebut transport pasif, sedangkan transport aktif
memerlukan energi untuk pergerakannya (Sulistyowati, 2010).
Jika suatu zat dapat bergerak bebas tanpa hambat oleh gaya tarik, maka
jangka waktu tertentu partikel-partikel itu akan tersebar merata dalam ruang
yang ada. Sampai distribusi merata seperti itu terjadi, akan terdapat lebih
banyak partikel yang bergerak dari daerah tempat partikel itu lebih pekat ke
daerah yang partikelnya kurang pekat, lalu terjadi sebaliknya, dan secara
menyeluruh gerakan partikel pada arah tertentu disebut difusi. Difusi dapat
terjadi pada materi padat, cair dan gas. Menurut (Yatim, 1996), melihat kepada
ada tidaknya pembawa (carrier) pada membran maka difusi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu difusi bebas dan difusi terikat. Difusi bebas ialah difusi zat
tanpa kemudahan dari protein pembawa pada membran. Sedangkan difusi

1
terikat ialah difusi yang dipermudah atau diberi fasilitas oleh protein pembawa
dalam membran.
Metabolit yang mempunyai bobot molekul rendah dapat berdifusi melalui
membran. Proses difusi dapat berlangsung apabila ada perbedaan konsentrasi
antara kedua larutan yang dipisahkan oleh membran. Dalam proses difusi ini
zat yang terlarut dapat berpindah dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan
berkonsentrasi rendah hingga tercapai keadaan keseimbangan. Pada keadaan
keseimbangan, konsentrasi kedua larutan sama besar (Poedjiadi, 2005).
Difusi adalah pergerakan molekul suatu zat secara random yang
menghasilkan pergerakan molekul efektif dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah. Contoh-contohnya antara lain adalah difusi zat warna dalam air, difusi
glukosa dan teknik tomografi, dan difusi zat melalui membrane. Difusi tidak
hanya terjadi pada skala mikro tetapi juga skala makro, seperti difusi gas dalam
galaksi (Trihandaru, 2012).
Difusi merupakan proses fisik yang dapat diamati dengan beberapa tiap
molekul. Sebagai contoh, ketika cat warna di tempatkan dalam air molekul zat
warna dan molekul air bergerak dalam berbagai arah, yang arahnya dari daerah
dengan konsentrasi lebih rendah. Akhirnya, zat warna larut dalam air,
menghasilkan larutan berwarna (Rachmadiarti, 2007). Kecepatan difusi
tergantung pada kekompakan partikel yang menyusunnya. Pada medium cair
kita kenal adanya dua macam kepekatan larutan yaitu hipertonik dan hipotonik
(Lelono, 2002).
Menurut Suryadi (2011), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecepatan difusi, yaitu:
1. Ukuran partikel.semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu
bergerak, sehingga kecepatan difusi tinggi.
2. Ketebalan membran. Semakin tebal membran semakin lambat kecepatan
difusi.
3. Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan
difusinya.

2
4. Suhu. Semakin tinggi suhunya, partikel mendapatkan energi untuk
bergerak dengan lebih cepat. Maka semakin cepat pula kecepatan
difusinya.
5. Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi semakin lambat
kecepatan difusinya.
6. Perbedaan konsentrasi, makin besar perbedaan konsentrasi antara dua
bagian, makin besar proses difusi yang terjadi
Pada proses difusi sederhana tidak memerlukan adanya energi karena pada
proses ini pergerakan terjadi berdasarkan gradien konsentrasi, yaitu dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah (Tanzyah, 2015). Kecepatan molekul
dalam proses difusi dapat menyebabkan kecepatan difusi tersebut menjadi
tinggi ataupun rendah. Empat faktor utama yang mempengaruhi laju difusi
adalah konsentrasi, temperatur, luas permukaan zat terlarut dan tekanan
(Tanzyah, 2015).
Tidak semua molekul dapat bergerak melalui suatu membran. Demikian
pula tidak semua membran dapat dilalui dengan leluasa oleh berbagai molekul.
Membran demikian disebut membran semipermeabel atau permeabel selektif
(Poedjiadi, 2005).
Menurut Parjatmo (1987), Difusi zat terlarut dari suatu larutan ke dalam
larutan yang lainnya dapat berlangsung melalui suatu membran dengan
permeabilitas tertentu yaitu permeabel untuk zat tersebut. Permeabilitas dari
membrane tersebut ada tiga macam, yaitu :
a. Impermeabel (tidak permeabel), dimana air maupun zat terlarut
didalamnya tidak dapat melaluinya.
b. Permeabel, yaitu membrane yang dapat dilalui oleh air maupun zat
tertentu yang terlarut didalamnya.
c. Semipermeabel (permeabel selektif), yaitu membran yang hanya dapat
dilalui oleh air tetapi tidak dapat dilalui oleh zat terlarut, misalnya
membrane sitoplasma.
Osmosis adalah berdifusinya zat pelarut dari larutan yang konsentrasinya
rendah ke larutan yang konsentrasinya tinngi melalui selaput semipermiabel.

3
Osmosis adalah perpindahan ion atau molekul zat dari kerapatan rendah ke
kerapatan tinggi melalui suatu membran (Yahya, 2015). Osmosis merupakan
kasus khusus pada transport pasif. Osmosis memungkinkan difusi molekul air
menyeberangi membrane yang permeable terhadap air tetapi tidak permeable
terhadap bahan terlarut yang terdapat didalam air. Cairan sitoplasma dan
ekstasel merupakan larutan yang dapat mengandung air (Bresnick, 2003). Sel
akan mengerut jika berada pada lingkungan yang mempunyai konsentrasi
larutan lebih tinggi. Hal ini terjadi karena air akan keluar meninggalkan sel
secara osmosis. Sebaliknya, jika sel berada pada lingkungan yang hipotonis
(konsentrasi rendah) sel akan banyak menyerap air, karena air berosmosis dari
lingkungan ke dalam sel. Larutan yang menyebabkan sel menggelembung, atau
tetap penuh, disebabkan oleh masuknya air disebut larutan hipotonik. Larutan
yang menyebabkan sel berkerut disebabkan karena kehilangan air disebut
larutan hipertonik (Campbell, 2008).
Pada hakikatnya osmosis adalah suatu proses disfusi. Para ahli kimia
mengatakan bahwa osmosis adalah difusi dari tiap pelarut melalui suatu selaput
yang permeabel secara diferensiasial. Dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi
ke tempat berkonsentrasi rendah. Perlu di tekankan bahwa konsentrasi disini,
adalah konsentrasi pelarutnya, yaitu air dan bukan konsentrasi dari zat yang
larut (molekul, ion) dalam air itu. Pertukaran air antara sel dan lingkungannya
adalah suatu faktor yang begitu penting sehingga memerlukan suatu penamaan
khusus yaitu osmosis (Kimbal, 1983). Proses osmosis berbeda dengan difusi
karena yang berpindah adalah zat pelarutnya semisal air dan alkohol (Lelono,
2002).
Kondisi optimal dalam kinerja membran pada umumnya dinyatakan oleh
besarnya permeabilitas dan selektifitas membran terhadap suatu spesi kimia
tertentu. Makin besar nilai permeabilitas dan selektifitas membran, maka
membran memiliki kinerja yang semakin baik. Namun pada kenyataannya,
dalam suatu proses pemisahan dengan membran akan ditemukan suatu
fenomena umum yaitu apabila permeabilitas membran besar maka
selektifitasnya akan rendah, demikian pula sebaliknya (Radiman, 2002).

4
Membran sel harus dapat membungkus isi sel, tetapi dapat di lalui oleh
oksigen dan zat – zat pada makanan dari luar ke dalam sel serta dapat di lalui
oleh karbondioksida dan zat – zat yang akan dibuang ke luar dari dalam sel
(Poedjiadi, 2005).
Sel dalam tubuh dikelilingi oleh cairan tertentu yang mempunyai tekanan
osmosis yang sama dengan cairan atau plasma sel. Dalam hal ini kedua cairan
itu disebut isotonik. Sel darah merah bersifat isotonic terhadap plasma darah di
luar sel. Apabila sel darah merah di tempatkan pada air destilasi atau cairan
yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah (hipotonik) maka air akan
masuk ke dalam sel darah merah, sehingga sel akan menggelembung dan
pecah. Sebaliknya bila sel darah ditempatkan pada larutan yang mempunyai
tekanan osmosis lebih besar (hipertonik) daripada sel darah merah, maka air
akan ke luar dari dalam sel sehingga sel akan mengecil (Poedjiadi, 2005).
Ketika sel direndam dalam larutan hipotonik maka dinding sel membantu
mempertahankan keseimbangan airnya. Contohnya sel tumbuhan. Sel
tumbuhan menggembung ketika air masuk melalui osmosis. Akan tetapi,
dinding yang relative tak elastis akan mengemban hanya sampai batas tertentu
sebelum memberikan tekanan balik pada sel yang melawan pengambilan air
lebih lanjut. Akan tetapi, dinding tidak memberikan keuntungan jika sel
direndam dalam larutan hipertonik. Pada kasus ini, sel tumbuhan dan sel hewan
akan kehilangan air dan menyusut. Ketika sel tumbuhan mengerut, membran
plasmanya terlepas dari dinding. Fenomena ini disebut plasmolysis
(plasmolysis) menyebabkan tumbuhan menjadi layu dan dapat menyebabkan
tumbuhan mati. Sel berdinding milik bakteri dan fungi juga mengalami
plasmolisis dalam lingkungan hipertonik (Campbell, 2010).

5
D. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Gelas Beaker
2. Pipet tetes
3. Cutter/silet
4. Pengaduk
5. Stopwatch
6. Stinles still
7. Timbangan
8. Mistar
9. Pinset
10. Kertas penghisap
b. Bahan
a. Kristal CuSO4
b. Larutan Eosin
c. Larutan NaCl 50%
d. Aquadest
e. Tuber Solanum tuberosum

6
E. Prosedur Kerja
1. Difusi
a. Larutan Eosin

Larutan Eosin

Mengisi dua gelas beaker dengan aquadest


masing – masing ± 100 ml

Meneteskan kira – kira 3 tetes larutan eosin


ke dalam masing-masing gelas beaker yang
berisi aquadest tersebut

Mengamati penyebaran warna merah dari


larutan eosin pada gelas yang berisi aquadest
dengan melakukan pengadukan dan tanpa
pengadukan
Mencatat lama waktu yang diperlukan dari
penyebaran warna merah larutan eosin

Tidak diaduk Diaduk

7
b. Kristal CuSO4

Kristal CuSO4

Mengisi dua gelas beaker dengan aquadest


masing – masing ± 100 ml

Memasukkan kristal CuSO4 ke dalam gelas


beaker yang berisi aquadest tersebut

Mengamati penyebaran warna biru dari


kristal CuSO4 pada gelas yang berisi
aquadest dengan melakukan pengadukan dan
tanpa pengadukan

Mencatat lama waktu yang diperlukan dari


penyebaran warna biru kristal CuSO4

Tidak diaduk Diaduk

8
2. Osmosis

Solanum tuberosum

Mengambil tuber dari Solanum tuberosum


dan menusuknya menggunakan stinless still
kemudian memotongnya sepanjang 2 cm
(dua buah potongan )
Membilas irisan kentang dengan aquadest
dan segera mengeringkannya dengan kertas
penghisap dan menimbangnya (sebagai
berat awal)
Merendam potongan kentang ke dalam
larutan NaCl 50% dan aquadest selama 60
menit
Mengeluarkan irisan kentang dari larutan
NaCl dan aquadest lalu mengeringkannya
dengan kertas penghisap

Mengukur panjang dan bobot basah irisan


kentang tersebut

Aquadest NaCl

9
F. Hasil pengamatan
1. Difusi
a. Foto hasil pengamatan
1). Larutan Eosin

Perlakuan

Diaduk Tidak diaduk

2). Kristal CuSO4

Perlakuan

Diaduk Tidak diaduk

b. Tabel hasil pengamatan

Perlakuan
No. Bahan
Diaduk Tidak diaduk
1 Eosin 00 : 11 . 18 01 : 13 : 59 . 51

2 CuSO4 01 : 52 . 44 01 : `16 : 36 . 18

10
2. Osmosis
a. Foto hasil pengamatan
1). Aquadest

Panjang Berat

Awal Akhir Awal Akhir

2). NaCl 50%

Panjang Berat

Awal Akhir Awal Akhir

b. Tabel hasil pengamatan

No. Bahan P0 P1 B0 B1

1. Aquadest 2 cm 2,1 cm 2,2808 g 2,4424 g

2. NaCl 2 cm 1,9 cm 2,3516 g 1,9418 g

11
G. Pembahasan
Menurut Poedjiadi (2005), Dalam proses difusi zat yang terlarut dapat
berpindah dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah
hingga tercapai keadaan keseimbangan. Pada keadaan keseimbangan,
konsentrasi kedua larutan sama besar.
Pada pengamatan difusi yang dilakukan dengan Kristal CuSo4 dan
larutan eosin dilakukan pencampuran antara zat terlarut dengan zat pelarut. Zat
terlarutnya yaitu Kristal CuSo4 dan larutan eosin, sedangkan zat pelarutnya
adalah air atau aquadest. Larutan berisi keduanya yaitu terlarut biasanya padat
dan zat pelarut biasanya cair. Pada pencampuran tersebut terjadi perpindahan
zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dan tampak bahwa zat cair
lebih cepat bereaksi yaitu larutan eosin dibandingkan dengan zat padat yaitu
kristal CuSo4 dikarenakan zat cair lebih mudah terlarut didalam pelarut
dibandingkan dengan zat padat. Proses ini disebut dengan difusi.
Pada saat terjadinya difusi, proses pengadukan CuSo4 dan larutan eosin
dapat mempercepat pencampuran antara air dan dua zat tersebut dikarenakan
adanya tekanan pada kedua larutan yang memicu perpindahan zat lebih cepat.
Sedangkan yang tidak diaduk mengalami proses difusi yang lambat karena
tidak ada bantuan tekanan yang diberikan. Dimana pada pengadukan yang di
lakukan pada kristal CuSo4 yaitu membutuhkan waktu 1 menit 52 detik.
Sedangkan pada kristal CuSo4 yang tidak di aduk membutuhkan waktu cukup
lama agar tercampur sempurna yaitu 1 jam 16 menit dan 36 detik. Adapun pada
perlakuan larutan eosin tidak diaduk membutuhkan waktu yang lama pula yaitu
1 jam 13 menit dan 59 detik. Sedangkan pada perlakuan diaduk larutan eosin
dalam penyebarannya hanya membutuhkan waktu 11 menit 18 detik. Adapun
hal ini disebabkan karena adanya molekul-molekul antara zat terlarut dan
pelarut berampur tanpa ada sekat ataupun membran yang dapat menghambat
proses difusi. Dan hal ini sesuai dengan teori bahwa difusi itu terjadi dari
konsentrasi tinggi yang merupakan larutan eosin dan kristal CuSo4 menuju ke
konsentrasi rendah yaitu air. Tetapi dalam hal ini yang membedakan adalah
waktu penyebarannya tergantung zat terlarutnya.

12
Menurut Poedjiadi (2005), Proses osmosis adalah proses perpindahan
pelarut suatu zat melalui membran semipermeabel. Sebagai pelarut zat – zat
pada makanan dalam tubuh ialah air. Oleh karena itu osmosis yang terjadi
ialah proses perpindahan air melalui membran sel. Perpindahan air
berlangsung dari larutan yang encer ke dalam larutan yang lebih pekat dan
mengakibatkan terjadinya suatu tekanan dari zat cair yang disebut tekanan
osmosis.
Dari hasil pengamatan, tampak bahwa saat kentang di rendam pada larutan
NaCl, kentang mengkerut dan panjangnya berubah dari 2 cm ke 1,9 cm
kentang mengalami penyusutan sebesar 0,1 cm. Serta pada pengamatan
beratnya, kentang dari 2,3516 gram menjadi 1,9418 gram yang berarti bahwa
beratnya menurun. Dalam pengamatan panjang awal maupun akhir dan berat
awal maupun akhir kentang mengalami penyusutan. Hal ini dikarenakan air
yang berada di dalam kentang berpindah ke larutan NaCl. Saat itulah terjadi
proses hipertonis dimana larutan yang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi
dibandingkan dengan larutan di dalam sel. Contoh lainnya larutan hipertonis
terjadi apabila sel darah merah terdapat di dalam plasma hipertonis ( lebih
pekat dari pada sitoplasma sel ) maka akan melepaskan air ke dalam plasma
dan menjadi berkerut. Sel darah merah yang berkerut disebut krenasi.
Larutan hipertonis adalah larutan yang memiliki osmolalitasnya lebih besar
dari plasma.
Adapun saat kentang di rendam pada larutan aquadest, kentang
memanjang dan bertambah berat. Dimana dengan panjang awal 2 cm dan
panjang akhir yaitu 2,1 cm. Pada pengamatan osmosis yaitu kentang dalam
aquadest, panjang kentang bertambah 0,1 cm. Selanjutnya pada pengamatan
beratnya, dengan berat awal adalah 2,2808 gram dan berat akhir 2,4424 gram
menunjukan bahwa beratnya bertambah. Hal ini karena pada saat kentang
direndam, air yang berada di luar kentang masuk kedalam kentang melalui
membran selektif. Saat itulah terjadi proses hipotonis dimana proses hipotonis
terjadi apabila cairan di sekeliling sel lebih rendah tekanan osmotiknya dan air
cenderung melewati membran, masuk ke dalam sel. Air yang masuk ke dalam

13
sel menyebabkan pembengkakan dan kemudian pecah. Larutan hipotonis
adalah larutan yang memiliki osmolalitasnya lebih rendah dibandingkan
dengan plasma. Pada larutan hipotonis larutan, sel tumbuhan dalam hal ini
yaitu solanum tuberosum akan mengembang dari ukuran normalnya. Pada
larutan hipertonis, sel tumbuhan akan kehilangan tekanan turgor.
Hasil pengamatan tersebut sama halnya dengan apa yang dikemukakan
oleh Campbell (2010), yaitu Ketika sel direndam dalam larutan hipotonik
maka dinding sel membantu mempertahankan keseimbangan airnya.
Contohnya sel tumbuhan. Sel tumbuhan menggembung ketika air masuk
melalui osmosis. Akan tetapi, dinding yang relatif tak elastis akan mengemban
hanya sampai batas tertentu sebelum memberikan tekanan balik pada sel yang
melawan pengambilan air lebih lanjut. Akan tetapi, dinding tidak memberikan
keuntungan jika sel direndam dalam larutan hipertonik. Pada kasus ini, sel
tumbuhan dan sel hewan akan kehilangan air dan menyusut. Ketika sel
tumbuhan mengerut, membran plasmanya terlepas dari dinding. Fenomena ini
disebut plasmolisis menyebabkan tumbuhan menjadi layu dan dapat
menyebabkan tumbuhan mati. Sel berdinding milik bakteri dan fungi juga
mengalami plasmolisis dalam lingkungan hipertonik.

14
H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang di lakukan, kami dapat menyimpulkan
bahwa pada difusi, proses penyebaran molekul tanpa adanya membran sel
sebagai perantaranya dari konsentrasi tinggi dalam percobaan ini adalah larutan
eosin dan kristal CuSo4, menuju ke konsentrasi rendah dalam percobaan ini
adalah air atau aquadest. Proses penyebaran molekul-molekul dalam proses
difusi lebih cepat karena tidak adanya membran sel. Sedangkan proses osmosis
merupakan penyebaran molekul dengan adanya membran sel sebagai
perantaranya.
Proses difusi dapat terjadi lebih cepat apabila mengalami pengadukan.
Sedangkan yang tidak diaduk proses difusinya lebih lambat. Dan zat yang lebih
cepat berdifusi adalah zat cair dalam praktikum kali ini yaitu larutan eosin.
Sedangkan zat padat akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
zat cair dalam hal ini adalah kristal CuSo4.
Proses osmosis adalah perpindahan pelarut dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi yang lebih rendah melalui membran semipermeable. Hal ini
dibuktikan pada saat kentang di rendam di dalam NaCl kentang berubah
menjadi ukuran yang lebih kecil sedangkan pada saat di rendam di dalam
aquadest kentang bertambah besar. Perubahan ukuran kentang akibat
perendaman didalam NaCl dan aquadest ini juga menunjukkan adanya proses
hipertonis dan hipotonis. Membran semipermeable harus dapat di tembus oleh
pelarut, tapi tidak oleh zat terlarut. Tekanan osmotik bersifat koligatif, dimana
terjadinya perpindahan bergantung pada konsentrasi zat terlarut itu sendiri.

15
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Nell A. 2010. Biology. Jilid 8 Edisi 1. Jakarta: Erlangga


Parjatmo, W.1987.Biologi Umum I.Bandung: Angkasa Bandung
Poedjiadi, Anna.2005. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia
Radiman, Cynthia. 2002. Pengaruh Media Perendam Terhadap Permeabiliras
Membran Polisulfo.Matematika dan Sains.ISSN : 0893-0923. Vol.7(2).77-
83
Starr, Cecie. 2012. Biology Today and Tomorrow. United States of America:
Brooks/Cole
Sulistyowati, Uut.2010.Biologi.Nganjuk: PT. Temprina Media Grafika
Trihandaru, Suryasatriya.2012.Pemodelan dan Pengukuran Difusi Larutan Gula
dengan Lintasan Cahaya Laser.Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI
Jateng & DIY.ISSN : 0853-0823.Vol.26(1).27-30
Toha, Abdul Hamid A. 2005. Biokimia: Metabolisme molekul. Jakarta: Alfabeta
Yusuf, E. T.A. Rachmanto dan R. Laksono.2008.Pengolahan Air Payau Menjadi
Air Bersih Dengan Menggunakan Membran Reverse Osmosis.Jurnal
Ilmiah Teknik Lingkungan.Vol.1(1).6-15
Parjatmo, Widjojo. 1987. Biologi Umum 1. Jakarta: Angkasa
Yatim, Wildan. 1996. Biologi Modern Biologi Sel. Bandung: Tarsito

16

Anda mungkin juga menyukai