Anda di halaman 1dari 18

SAMPLING DARAH DAN TOLERANSI OSMOTIK ERITROSIT

Laporan Praktikum

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia


yang dibina oleh Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si.

Diusun oleh Kelompok 1 Offering C


Akmadanti Elhanda (170341615043)
Ayu Noerfitriah (170341615031)
Dwi Agustin Nurul Hidayah (170341615074)
Farira Mujtahida (170341615011)
Mardianto Harefa (170341615009)
Sakinah Vinda Putri Kinasih (170341615046)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
NOVEMBER 2018
Tanggal Kegiatan : 21 November 2018

A. TUJUAN
Praktikum bertujuan untuk mengetahui kecepatan terjadinya hemolisis dan
krenasi eritrosit pada medium berbeda-beda dan mengetahui persentase hemolisis
eritrosit pada medium yang berbeda-beda.

B. DASAR TEORI

Darah merupakan suatu jaringan cair yang tersusun dari sel-sel yang berada
dalam matriks cair yakni plasma darah. Sel-sel darah terdiri dari sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Bentuk dan
ukuran eritrosit tergantung pada jenis hewan, pada mamalia, eritrositnya tidak
berinti, berbentuk bulat bikonkaf pada umumnya. Eritrosit pada vertebrata lain
berbentuk lonjong, bikonvek dan berinti. Pada umumnya eritrosit yang tidak
berinti mempunyai ukuran lebih kecil daripada eritrosit yang berinti. Diantara
eritrosit vertebrata, eritrosit amphibi memiliki ukuran yang paling besar (Soewolo,
2000). Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair,
yaitu plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antaralain sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping-keping darah. Plasma
terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolitdan
sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain. Pada vertebrata
eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk ellipsoid. (Ville et al., 1989).

Eritrosit adalah sel dasar berbentuk piringan yang mencekung di bagian tegah
dikedua sisi, seperti donat dengan bagian tengah menggepeng bukan lubang.
Eritrosit berbentuk piringan bikonkaf dengan garis tengah 8 mukrometer,
ketebalan 2 mikrometer di tepi luar, dan ketebalan 1 mikrometer di bagian tengah.
(Sherwood, 2009: 423). Sel darah merah (eritrosit) memiliki membran sel yang
bersifat semipermiabel terhadap lingkungan sekelilingnya yang berada diluar
eritrosit dan memiliki batas-batas fisiologi terhadap tekanan dari luar eritrosit.
Tekanan membran eritrosit dikenal dengan tonisitas yang berhubungan dengan
tekanan osmosis membran itu sendiri. Kekuatan maksimum membran eritrosit
menahan tekanan dari luar sampai terjadinya hemolisis dikenal dengan kerapuhan
atau fragilitas (Siswanto, 2014 : 64).

Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung


danpecahnya sel akibat masuknya air ke dalam sel. membran eritrosit
(termasuk membran sel yang lain) memiliki toleransi osmotik,artinya sampai
batas konsentrasi medium tertentu sel belum mengalami lisis. Hemolisis ini akan
terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalammedium yang hipotonis terhadap isi
sel eritrosit. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan NaCl tertentu tidak
semua eritrosit mengalami hemolisis. Pada eritrosit tua membran selnya
memiliki toleransi rendah (mudah pecah), sedangkan membran eritrosit muda
memiliki toleransi osmotik yang lebih besar (tidak mudah pecah) (Subowo, 1992).

Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa


mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi
dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium hipertonis terhadap
isi eritrosit. misalnya untuk eritrosit hewan Homoioterm adalah larutan NaCl yang
lebih pekat dari 0,9%, sedangkan untuk hewan Poikiloterm adalah larutan NaCl
yang lebih pekat dari 0,7% (Soewolo, 2000).

Bila cairan interseluler dan ekstraseluler dalam keseimbangan osmotik, maka


perubahan yang relatif kecil pada konsentrasi zat terlarut impermeabel dalam
cairan ekstraseluler dapat menyebabkan perubahan luar biasa dalam volume sel
(Syaifuddin, 2009).
 Cairan isotonik. Jika suatu sel diletakkan pada suatu larutan dengan zat
terlarut impermeabel (tidak dapat dilewati) maka sel tidak akan mengerut
atau membengkak karena konsentrasi air dalam cairan intraseluler tidak
dapat masuk atau keluar dari sel sehingga terdapat keseimbangan antara
cairan intraseluler dan ekstraseluler.
 Cairan hipotonik. Jika suatu sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai
konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih rendah, air akan berdifusi
kedalam sel menyebabkan sel membengkak karena mengencerkan cairan
intraseluler sampai kedua larutan mempunyai osmolaritas yang sama.
 Cairan hipertonik. Jika suatu sel diletakkan dalam larutan yang
mempunyai konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih tinggi, air akan
mengalir keluar dari sel ke dalam cairan ekstraseluler. Pada keadaan ini
selakan mengerut sampai kedua konsentrasi menjadi sama
(Syaifuddin,2009).
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain
penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke dalam darah, penurunan
tekananpermukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan
dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dan lain-lain.
(Dietor, 1992).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Mikrokop cahaya & CCTV
2. Kaca benda
3. Kaca penutup
4. Mikropipet
5. Pipet tetes
6. Papan dan alat seksi
7. Gelas piala
8. NaCl 0,9%
9. Aquades
10. NaCl dengan konsentrasi 3%, 2%, 1%, 0,9%, 0,7%, 0,5%, 0,3%, 0,1%.
11. Syringe 1 mL
12. Pipa mikrohematokrit
13. Mencit

D. PROSEDUR KERJA
1. Koleksi Darah
Men-dislokasi leher mencit

Membuka abdomen, dan menggunting diafragma secara perlahan dan hati-hati

Jika jantung sudah terlihat, ditusuk sedikit menggunakan syringe. Jika darah sudah
masuk ke dalam syringe, menarik secara perlahan hingga darah tersedot

Menampung darah dalam tube 1,5 mL.

2. Memisahkan Komponen Darah

Membagi darah dalam 2 tabung 1,5 mL

Darah dimiringkan dan didiamkan selama kurang lebih 30 menit

Darah di sentrifuge dengan kecepatan 2500 selama 15 menit

Mengamati bagian-bagian yang terbentuk pada tabung

3. Mengetahui Kecepatan Hemolisis dan Krenasi


Menampung darah dari mencit dalam tabung 1,5 mL

Menyiapkan kaca benda, meneteskan larutan NaCl 0,9% pada kaca benda,
kemudian ditetesi sedikit darah mencit pada tetesan NaCl

Mengapus tetesan NaCl dan darah dan dicari bagian yang paling tipis, lalu
ditutupi dengan kaca penutup. Diamati kapan telah nampak hemolisis dan
dicatat waktunya.

Melakukan percobaan untuk larutan 0,5%, 0,3%, 0,1% NaCl, dan aquades
seperti langkah nomer 2 dan 3.

Untuk mengetahui kecepatan krenasi, maka dilakukan dengan menggunakan


larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7%, seperti langkah nomor 2&3.
Kemudian dicatat hasilnya

4. Menghitung Presentase Hemolisis


Menampung darah dari mencit dalam tabung 1,5 mL

Menyiapkan tabung reaksi dan diisi dengan 0,1 ml sampel darah dan diberi label.

Ditambahkan dengan larutan NaCl: tabung 1 dengan 2 ml 0,7% NaCl, tabung 2


dengan 2 ml 0,5% NaCl, tabung 3 dengan 2 ml 0,3% NaCl, tabung 4 dengan 2
ml 0,1% NaCl, dan Tabung 5 dengan 2 ml aquades

Darah dalam tabung didiamkan sekitar 10 menit, kemudian di sentrfuge dengann


kecepatan 3000 rpm dengan waktu 5 menit.

Mengamati warna dan volume supernatan, serta endapan eritrosit

E. HASIL PENGAMATAN
A. Tabel
1. Komponen Darah

Gambar Keterangan
1. Sel Darah merah
2. Inti
A

2. Menghitung kecepatan hemolisis dan krenasi


a. Hemolisis
No Perlakuan Waktu Hemolisis
1. Darah + 0,7% NaCl 4 menit 55 detik
2. Darah + 0,5% NaCl 4 menit 55 detik
3. Darah + 0,3% NaCl 10 detik
4. Darah + 0,1% NaCl 1 menit 42 detik
5. Darah + Aquades 4 menit 9 detik
b. Krenasi

No Perlakuan Waktu Hemolisis


1. Darah + 0,9% NaCl 3 menit 25 detik
2. Darah + 1% NaCl Isotonik
3. Darah + 2% NaCl 4 mebit 16 detik
4. Darah + 3% NaCl 3 menit

3. Presentase Hemolisis

No Perlakuan Waktu Hemolisis


1. Darah + 0,7% NaCl Merah terang
2. Darah + 0,5% NaCl Merah terang
3. Darah + 0,3% NaCl -
4. Darah + 0,1% NaCl -
5. Darah + Aquades Merah terang
6. Darah + 0,9% NaCl Merah Fanta

F. ANALISIS DATA
1. Komponen Darah

Pada hasil pengamatan komponen darah ditemukan sel darah merah


(eritrosit). Sel darah merah tidak memiliki inti sehingga dapat berubah
bentuk dengan mudah.
2. Menghitung kecepatan hemolisis dan krenasi
a. Hemolisis
Kecepatan hemolisis dapat diketahui dengan meneteskan larutan NaCl
dengan konsentrasi yang berbeda pada kaca benda yang selanjutnya
dilarutkan sedikit darah katak. Konsentrasi larutan NaCl yang digunakan
terdiri dari 0,7% NaCl, 0,5% NaCl, 0,3% NaCl, 0,1% NaCl dan aquadest.
Berdasarkan data pengamatan diperoleh waktu terjadinya hemolisis. Pada
perlakuan pertama, darah ditambahkan dengan 0,7% NaCl memerlukan
waktu 4 menit 55 detik untuk terjadinya hemolisis. Pada perlakuan kedua,
darah ditambahkan dengan 0,5% NaCl memerlukan waktu 4 menit 35 detik
untuk terjadinya hemolisis.
Pada perlakuan ketiga, darah ditambahkan dengan 0,3% NaCl
memerlukan waktu 10 detik untuk terjadinya hemolisis. darah ditambahkan
dengan 0,7% NaCl memerlukan waktu 1 menit 42 detik untuk terjadinya
hemolisis. darah ditambahkan dengan aquadest memerlukan waktu 4 menit
9 detik untuk terjadinya hemolisis.
b. Krenasi
Sama halnya dengan kecepatan hemolisis, kecepatan krenasi juga
dapat diketahui dengan meneteskan larutan NaCl dengan konsentrasi yang
berbeda pada kaca benda yang selanjutnya dilarutkan sedikit darah katak.
Namun, untuk mengetahui kecepatan krenasi digunakan larutan NaCl yang
memiliki konsentrasi lebih besar daripada NaCl yang digunakan pada
hemolisis. Konsentrasi larutan NaCl yang digunakan terdiri dari 0,9%
NaCl, 1% NaCl, 2% NaCl, 3% NaCl.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh waktu terjadinya krenasi.
Pada perlakuan pertama, darah ditambahkan dengan 0,9% NaCl
memerlukan waktu 3 menit 25 detik untuk terjadi krenasi. Pada perlakuan
ketiga, darah ditambahkan dengan 1% NaCl menjadi larutan isotonik
dengan kata lain tidak mengalami krenasi. Pada perlakuan ketiga, darah
ditambahkan dengan 2% NaCl memerlukan waktu 4 menit 16 detik untuk
terjadi krenasi. Pada perlakuan keempat, darah ditambahkan dengan 3%
NaCl memerlukan waktu 3 menit untuk terjadi krenasi.
3. Persentase Hemolisis

Perlakuan ketiga dilakukan dengan mengambil 1 tetes darah yang


sudah dicampurkan dengan Na oksalat dan dihomogenkan dengan
menggunakan pipet tetes. Darah yang telah diambil diletakkan di kuvet
dan dicampurkan dengan beberapa tetes NaCl berbagai konsentrasi, yaitu
0,9 %, 0,7 %, 0,5 %. Kemudian ada 1 kuvet yang berisi darah yang
dicampur dengan akuades. Keempat kuvet tersebut diletakkan ditutup dan
diletakkan dalam sentrifuge. Selanjutnya, mensentrifuge darah tadi selama
15 menit pada kecepatan 3000 rpm. Setelah 15 menit, keluarkan kuvet dari
dalam sentrifuge dan mengamati 2 lapisan yang terbentuk, yakni bagian
endapan (pellet) dan bagian bening (supernatant). Yang diamati ialah
warna 2 bagian tersebut.
Pada darah yang dicampur dengan 0,9 % NaCl, didapatkan hasil
bagian endapan berwarna merah fanta agak gelap sedangkan pada bagian
supernatant berwarna merah fanta yang lebih terang. Pada darah yang
dicampur dengan 0,7 % NaCl, didapatkan hasil bagian endapan (pellet)
berwarna merah yang cukup gelap sedangkan pada bagian supernatan
berwarna merah terang. Pada darah yang dicampur dengan 0,5 % NaCl,
didapatkan hasil bagian endapan yang berwarna merah gelap sedangkan
pada bagian supernatan berwarna merah terang. Hasil yang sama
ditunjukkan pada darah yang dicampur akuades dimana bagian supernatan
berwarna merah terang, namun di bagian endapan berwarna merah yang
cukup gelap.

G. PEMBAHASAN
1. Komponen Darah

Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu sel yang
terdapat didalam darah yang memiliki fungsi utama adalah sebagai
pengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan (Guyton, 2007). Eritrosit merupakan suatu sel kompleks yang
membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel
merupakan mekanisme yang mempertahankan sel selama 120 hari masa
hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel tersebut
(Palmer and Williams, 2007). Eritrosit memiliki bentuk bikonkaf dengan
diameter sekitar 7,5μm dan tebal 2 μm namun dapat berubah bentuk sesuai
diameter kapiler yang akan dilaluinya, hal tersebut dikarenakan eritrosit
tidak memiliki inti sel.

Komponen utama sel darah merah adalah molekul haemoprotein,


hemoglobin yang terdiri dari 60-70%, H2O 28-35%. Molekul hemoglobin
terdiri atas dua cincin haem dan globin yang disintesis sendiri. Rantai
haem mengandung besi dan merupakan tempat pengikatan oksigen.
Molekul ini memiliki kemampuan mengambil dan menggantikan oksigen
dengan tekanan relatif tipis. Pada mamalia eritrosit tidak berinti,
sedangkan pada unggas dan unta eritrosit berinti. Eritrosit didalam
pembuluh darah tersusun bertumpuk seperti koin dan disebut dengan
istilah reuloux (Guyton, 2007).

2. Menghitung Kecepatan Hemolisis dan Krenasi


a. Hemolisis
Berdasarkan hasil analisis data, darah mengalami hemolisis setelah
ditambahkan larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda. Hal ini
terjadi karena larutan NaCl di luar sel bersifat lebih hipotonik, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya osmosis yaitu perpindahan cairan dari
konsentrasi rendah menuju ke cairan yang berkonsentrasi tinggi. Hal ini
bersesuaian dengan Susilowati, dkk (2016) yang menyatakan bahwa bila
eritrosit dimasukkan ke dalam medium hipotonis, maka air akan masuk ke
dalam eritrosit dan eritrosit akan menggembung. Apabila batas toleransi
osmotik terlampaui, maka eritrosit akan pecah, isi eritrosit akan keluar
sehingga menyebabkan medium menjadi berwarna merah, peristiwa ini
disebut hemolisis.
Perbedaan konsentrasi NaCl yang digunakan pada praktikum ini
menunjukkan hasil yang berbeda. Pada darah yang ditambahkan dengan
0,3% NaCl paling cepat mengalami hemolisis yaitu selama 10 detik.
Namun, pada larutan yang ditambahkan NaCl 0,1% memerlukan waktu
yang lebih lama untuk terjadi hemolisis, yaitu 1 menit 42 detik.
Seharusnya, semakin kecil konsentrasi larutan di luar sel semakin cepat
terjadinya hemolisis karena larutan di luar sel semakin hipotonis, dalam
hal ini cairan berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit
akan menggembung yang kemudian pecah atau disebut dengan hemolisis
(Djukri dan Heru, 2015).
b. Krenasi
Berdasarkan hasil analisis data, darah terjadi krenasi setelah
ditambahkan larutan NaCl pekat. Hal ini terjadi karena larutan NaCl
bersifat hipertonik (lebih pekat) sehingga terjadi osmosis atau perpindahan
cairan dari konsestrasi rendah yaitu sitoplasma eritrosit menuju ke cairan
yang berkonsentrasi lebih tinggi yaitu larutan NaCl 0,9%, NaCl 2%, dan
NaCl 3%.
Perbedaan konsentrasi pada praktikum menunjukkan bahwa
kecepatan krenasi dipengaruhi oleh kepekatan konsentrasi. Semakin pekat
konsentrasi suatu larutan di luar sel maka krenasi semakin cepat terjadi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Watson (2002) yang menyatakan bahwa
faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang
menyebabkan adanya pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel
menjadi mengecil. Namun, pada darah yang diberi larutan NaCl 1%
menjadi larutan isotonic. Hal ini menurut Djukri dan Heru (2015) cairan
isotonis menunjukkan bahwa cairan di dalam sel dan di luar sel memiliki
kekentalan dan konsentrasi yang sama. Menurut Siregar (1995)
Larutanisotonis mempunyai arti klinik yang penting karena dapat
diinfuskan kedalam darahtanpa menimbulkan gangguan keseimbangan
osmosis antara cairan ekstrasel dan intrasel.

3. Persentase Hemolisis
Darah merupakan cairan yang ada di dalam tubuh hewan tingkat
tinggi yang berperan penting dalam transportasi zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh. Darah juga mengangkut hasil metabolism
dan sebagai unit perlindungan diri dari serangan virus maupun bakteri
(Syafar & Hamsah, 2013). Berkaitan dengan menjalankan fungsi yang
amat penting tersebut, kondisi lingkungan tempat darah berada juga sangat
penting untuk diperhatikan. Pada keadaan tertentu, darah bisa mengalami
perubahan secara kimiawi dikarenakan ketidakcocokannya terhadap
kondisi lingkungan. Salah satu perubahan tersebut ialah Hemolisis.
Hemolisis merupakan suatu kondisi dimana darah berada dalam
lingkungan yang hipotonis, yaitu keadaan dimana cairan diluar sel
memiliki tekanan osmotic yang cenderung lebih rendah dibandingkan
dengan di dalam sel, sehingga cairan tersebut cenderung masuk ke dalam
sel (Pratiwi, 2006). Apabila cairan tersebut masuk secara terus menerus
kedalam sel darah, maka sel darah tersebut akan pecah. Hemolisis yang
terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen
hemoglobin menjadi 2, yaitu komponen protein dan komponen heme yang
akan dipecah menjadi 2 yakni zat besi dan bilirubin (Mallo, dkk. 2014).
Pada praktikum kali ini, darah yang telah diperoleh dimasukkan
kedalam 2 mikrotube. Mikrotube pertama berisi darah dan ditambahkan
Na oksalat, sementara mikrotube kedua hanya berisi darah saja.
Penambahan Na oksalat berfungsi sebagai zat antikoagulan, yaitu zat yang
mencegah penggumpalan atau pembekuan darah yang diperlukan dalam
membuat sampel darah (Turgeon, 2012).
Mikrotube pertama yang berisi darah saja akan didiamkan selama
30 menit lalu disentrifuge selama 15 menit pada 3000 rpm. Sementara
setelah darah dan na oksalat dihomogenkan pada mikrotube kedua, darah
akan diambil dengan pipet tetes dan dicampurkan dengan NaCl berbagai
konsentrasi dan aquades. Kemudian campuran darah ini akan disentrifuge.
Penggunaan sentrifuge ini bertujuan agar dapat diketahui apa saja bagian-
bagian yang menyusun darah. Komposisi darah dibagi menjadi 2 bagian
besar, yakni korpuskula yang berisi eritrosit, trombosit, dan leukosit, serta
plasma darah berupa larutan air yang mengandung albumin, bahan
pembeku darah, hormon, dan berbagai jenis protein serta garam (Mallo,
2014).
Hasil sentrifuge menunjukkan bahwa baik pada darah tanpa Na
oksalat maupun darah dengan Na oksalat dan NaCl berbagai konsentrasi,
terdapat 2 lapisan yang terbentuk dengan 2 warna berbeda. Bagian
endapan (pellet) berwarna merah cukup gelap sementara bagian bening
(supernatant) berwarna merah terang dan transparan. Bagian endapan yang
berwarna merah cukup gelap merupakan bagian korpuskula darah yang
mengandung zat protein darah, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit.
Sementara bagian yang yang berada di atas endapan berwarna merah
terang merupakan plasma darah. Pembentukan 2 lapisan dari hasil
sentrifuge ini dikarenakan adanya perbedaan berat jenis antara plasma
darah dan korpuskula (Hamidah, dkk. 2013). Plasma darah yang
mengandung banyak air memiliki berat jenis yang lebih kecil dibanding
korpuskula, sehingga plasma darah dan korpuskula akan berpisah. Pada
beberapa literatur dan hasil penelitian, disebutkan bahwa adanya lapisan
diantara bagian plasma darah dan korpuskula darah pada hasil sentrifuge
darah tanpa Na oksalat. Lapisan tersebut bernama buffy coat yang
berwarna kelabu sampai keputih-putihan yang terdiri dari leukosit dan
trombosit (Dacie & Lewis, 2002).
Plasma darah merupakan cairan transparan yang berwarna
kekuning-kuningan yang volumenya kurang lebih 55%. Plasma darah
tersusun dari air, protein, dan nutrient-nutrien (Soewolo, 2005). Dalam
plasma darah pula terdapat albumin yang mempertahankan tekanan
osmotik koloid dan Gamma globulin yang mengantung antibodi
(Imunoglobulin) untuk perlindungan tubuh dari mikroorganisme (Mallo,
2014). Zat zat lain yang ada di dalam plasma darah ialah glukosa, asam
amino, lipida, berbagai mineral, hormon, dan vitamin-vitamin.
Korpuskula merupakan penyusun darah yang volumenya kurang
lebih 45%. Pada korpuskula, terdapat eritrosit, trombosit, dan Leukosit.
Eritrosit atau sel darah merah merupakan bagian yang dominan dalam
korpuskula karena berfungsi dalam pengikatan dan pengedaran oksigen
oleh hemoglobin. Trombosit atau keeping-keping darah memiliki fungsi
dalam proses pembekuan darah bila terjadi luka. Leukosit atau sel darah
putih yang kandungannya kurang lebih 0,25% memiliki fungsi sebagai
perlindungan tubuh dengan menjaga sistem kekebalan tubuh dan
membunuh bakteri atau virus yang mencoba masuk ke dalam tubuh
(Mallo, 2014).

H. KESIMPULAN

Semakin kecil konsentrasi larutan di luar sel semakin cepat


terjadinya hemolisis karena larutan di luar sel semakin hipotonis, dalam
hal ini cairan berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit
akan menggembung yang kemudian pecah atau disebut dengan hemolisis.
Perbedaan konsentrasi pada praktikum menunjukkan bahwa kecepatan
krenasi dipengaruhi oleh kepekatan konsentrasi. Semakin pekat
konsentrasi suatu larutan di luar sel maka krenasi semakin cepat terjadi.
Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya
komponen-komponen hemoglobin menjadi 2, yaitu komponen protein dan
komponen heme yang akan dipecah menjadi 2 yakni zat besi dan bilirubin.
Plasma darah merupakan cairan transparan yang berwarna kekuning-
kuningan yang volumenya kurang lebih 55% tersusun dari air, protein, dan
nutrient-nutrien. Korpuskula merupakan penyusun darah yang volumenya
kurang lebih 45%. Leukosit atau sel darah putih yang kandungannya
kurang lebih 0,25%.

DAFTAR RUJUKAN

Dacie, S.J.V. & Lewis, S.M. 1991. Practical Haematology. Singapore: Longman
Singapore Publisher.
Dietor, Delman H. 1992. Histologi Veterinner. Jakarta: UI press.

Djukri dan Heru, N.2015.Petunjuk Praktikum Biologi Lanjut.Yogyakarta: PPs


UNY
Guyton, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). 11 ed.
Jakarta: EGC. P. 423-35.

Hamidah, A., Putri, A.D., & Nispuanda, T. 2013. Pemisahan Bagian Darah.
Padang: Politeknik Kesehatan Kemenkes RI.
Mallo, P.Y. Sompie, S.R.U.A., Narasiang, B.S., & Bahrun. 2014. Rancang
Bangun Alat Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen Dalam Darah dengan
Sensor Oximeter Secara Non-Invasive. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Palmer, A. and Williams, B. 2007. Simple Guides Tekanan Darah Tinggi. Jakarta:
EGC.

Pratiwi, D.A. 2006. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.


Sherwood L .2009. Fisiologi Manusia edisi ke 6. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC.

Siregar. 1995. Neuro Fisiologi edisi kelima.Bagian ilmu faal. Fakultas


Kedokteran.Makassar: Universitas Hasanuddin 
Siswanto, etc. 2014. Kerapuhan Sel Darah Merah Sapi Bali. Jurnal Veteriner
ISSN : 1411-8327 Vol. 15 No.1:64-67. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana Bali.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional.

Soewolo. 2005. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang.


Syafar, M.A. & Hamsah. 2013. Hemolisa dan Krenasi, Golongan Darah,
Tekanan Darah. Makassar: Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Subowo. 1992. Histologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Susilowati, Lestasri S. R., Wulandari, N., Gofur A.2016.Petunjuk Praktikum


Fisiologi Hewan dan Manusia.Malang: Universitas Negeri Malang
Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Turgeon, M.L. 2012. Clinical Hematology Theory & Procedure. West Camden:
Market Street Philadelphia.
Villee, C.A,W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1988. General Zoology.
Philadelphia: W.B.Saunders Company.

Watson, R. 2002.Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat Edisi  10.Jakarta: EGC


Buku Kedokteran.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai