Anda di halaman 1dari 12

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah
perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi
membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti
kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat
dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme biologis untuk menjamin
perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat untuk
mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena
ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengarendatasi hambatan. Dormansi pada
benih berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun
tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2002).
Benih dikatakan dormansi bila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap
telah memenuhi syarat bagi suatu perkecambahan. Dormansi merupakan
terhambatnya proses metabolisme dalam biji. Dormansi dapat berlangsung dalam
waktu yang sangat bervariasi (harian-tahunan) tergantung oleh jenis tanaman dan
pengaruh lingkungannya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan
fisik dari kulit, keadaan fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan
tersebut. Namun demikian, dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak
dapat tumbuh kembali, disini hanya terjadi masa istirahat dari pada benih itu
sendiri. Masa ini dapat dipecahkan dengan berbagai cara, seperti cara mekanis
atau kimiawi. Cara mekanis dengan menggunakan sumber daya alat atau bahan
mekanis yang ada seperti amplas, jarum, pisau, alat penggoncang dan sebagainya.
Sedangkan cara kimiawi dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam
sulfat pekat dan HNO3 pekat. Pada intinya cara-cara tersebut supaya terdapat celah
agar air dan gas udara untuk perkecambahan dapat masuk ke dalam benih
(Dwidjoseputro, 1985).
Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri
atasdua macam yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi
eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air,
cahaya, suhu) tidaktersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe
dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih. Tetapi kondisi
cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin
tidak tersedia. Dormansi sekunder dimana benih non dorman dapat mengalami
kondisi yang menyebabkannya menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan
benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan kecuali satu
yang tidak terpenuhi (Sastamidharja, 1996).
1.2 Tujuan
Mahasiswa akan mempelajari beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk
memecahkan atau mempersingkat masa dormansi benih tanaman.
2. BAHAN DAN METODE
2.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Pemecahan Dormansi dilaksanakan di kampus UB Kediri ruang
3.2 pada Kamis 6 Maret 2019 pukul 07.00-08.40 WIB.
2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang harus disiapkan untuk praktikum Pemecahan
Dormansi antara lain cawan petri sebanyak 2 buah, gelas ukur, gunting, alat tulis,
stopwatch, dan pisau. Bahan yang digunakan adalah air panas dan air biasa, kertas
merang, label, dan benih jambu biji (Psidium guajava).
2.3 Metode Pelaksanaan
Mempersiapkan alat dan bahan

Mengambil 10 benih (kontrol), mengambil 20 benih (perlakuan)

Meletakkan benih kontrol diatas cawan petri yang diberi alas kertas merang

Memasukkan 20 benih jambu biji (perlakuan) kedalam gelas ukur

Menambahkan air panas kedalam gelas ukur

Menunggu selama 2 menit

Meniriskan benih

Meletakkan biji kedalam cawan petri yang sudah diberi alas kertas merang

Membasahi kertas merang dengan dicipratkan air

Menutup cawan petri dan masing-masing diberi label (kontrol dan perlakuan)

Mengamati dan di dokumentasi


2.4 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Hal yang perlu disiapkan dalam kegiatan praktikum pemecahan dormansi
yaitu alat yang di gunakan diantaranya cawan petri, gelas ukur, gunting, alat tulis,
stopwatch, dan pisau. Bahan yang digunakan adalah air panas dan air biasa, kertas
merang dan benih jambu biji (Psidium guajava).
Kegiatan yang dilakukan pertama kali yaitu menyiapkan 2 buah cawan petri,
masing-masing diberi kertas merang sebagai alasnya. Setelah itu percikkan air
pada kedua kertas tersebut. Ambil 30 benih jambu biji dari daging buah.
Bersihkan 30 benih tersebut dari selaput atau lendir, keringkan. Letakkan 10 benih
jambu biji diatas kertas merang didalam cawan petri sebagai kontrol, setelah itu
tutup cawan petri tersebut. Kemudian untuk perlakuan, masukkan air panas
kedalam gelas ukur lalu masukkan 20 benih jambu biji kedalamnya, rendam dan
tunggu selama 2 menit. Setelah itu, keringkan 20 benih tersebut. Lalu letakkan 20
benih jambu biji diatas kertas merang didalam cawan petri yang sudah
dipercikkan sedikit air, kemudian tutup cawan petri tersebut. Lakukan pengamatan
selama 21 hari. Dokumentasikan setiap pengamatannya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil

Hari ke-
No Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Fisik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 1. Rata-rata Panjang Tanaman pada Benih Jambu Biji

Hari ke-
No Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kontrol
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(%)
Fisik
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(%)
Tabel 2. Persentase Jumlah Benih Berkecambah pada Benih Jambu Biji

1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5 Fisik

0.4 Kontrol

0.3
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Grafik 1. Rata-rata Panjang Tanaman pada Benih Jambu Biji


1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5 Fisik (%)

0.4 Kontrol (%)

0.3
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Grafik 2. Persentase Jumlah Benih Berkecambah pada Benih Jambu Biji


3.2 Pembahasan
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak
dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Sebelum menjadi tumbuhan baru, biji mengalami
fase berupa suatu proses perkecambahan. Perkecambahan merupakan suatu proses
awal aktifnya suati embrio yang menyebabkan pecahnya kulit biji dan
menghasilkan tanaman baru yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya sendiri.
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses
metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap
substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya
seluruh rangkaian proses perkecambahan. Zat penghambat dapat berada dalam
embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Pematahan dormansi biji dapat dilakukan secara mekanik, fisik maupun
kimiawi. Secara mekanik yaitu dengan goncangan, perlakuan panas, skarifikasi
atau penggoresan, tumbuhnya fungi di kulit biji. Secara kimia yaitu dengan
merendam dengan alkohol, pelarut lemak lainnya, atau asam pekat, dan tiourea.
Secara fisika meliputi pendinginan awal dan dengan perlakuan dalam pemberian
cahaya. Pada percobaan yang kami lakukan yaitu dengan perlakuan mekanik
(Juhanda, 2013).
Berdasarkan hasil praktikum pemecahan dormansi, pengamatan dilakukan
pada hari ke-2 sampai dengan hari ke-21. Pengamatan dilakukan dengan media
yang mendapat perlakuan berbeda, yaitu tanpa perlakuan (kontrol) dan dengan
perlakuan (perendaman air panas). Pengamatan dari hari ke-2 sampai dengan hari
ke-21 mendapatkan hasil yang serupa, yaitu pada benih tanpa perlakuan (kontrol)
maupun dengan perlakuan tidak ada biji yang berkecambah tetapi ada beberapa
biji yang kulitnya mengalami peretakan, tetapi hanya sedikit. Hal ini
menunjukkan adanya perkembangan dalam proses pematahan masa dormansi biji
tersebut. Peretakan pada kulit biji membantu proses perkecambahan dengan
adanya penyerapan air yang masuk kedalam biji tersebut. Benih tidak ada yang
tumbuh perkecambahannya, hal ini dikarenakan adanya lambatnya
perkecambahan biji diduga karena kulit bijinya keras. Lapisan kulit yang keras
menghambat penyerapan air dan gas kedalam biji sehingga proses perkecambahan
tidak terjadi. Selain itu, kulit benih juga penghalang munculnya kecambah pada
proses perkecambahan. Menurut Sutopo (2002), penyerapan air oleh benih
dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan dalam
jumlah air yang tersedia pada media disekitarnya, sedangkan jumlah air yang
diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan
air turut dipengaruhi oleh suhu.
Gejala diatas menununjukkan kondisi lingkungan biji yang kurang
menguntungkan akibatnya biji tidak bisa mengalami dormansi dan tidak bisa
berkecambah. Keadaan yang kurang menguntungkan tersebut adalah kondisi
lingkungan yang kering atau tidak basah. Apabila kadar air terlalu sedikit (dalam
keadaan kering) maka akan mengganggu dalam proses penyerapan air sehingga
memperlambat perkecambahan biji. Selain itu dapat juga dipengaruhi oleh suhu
dimana cawan petri diletakkan, biasanya suhu yang cocok dalam proses
perkecambahan ini berada pada tempat yang lembap. Dapat pula dipengaruhi oleh
cahaya yang didapatkan biji, karena semakin tingginya cahaya yang diperoleh
maka suhunya akan semakin tinggi dan kelembapannya rendah. Pengaruh
ketersediaan oksigen juga akan mempengaruhi proses perkecambahan, karena
apabila kadar oksigen tercukupi, perkecambahan akan berjalan dengan baik.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak
dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Sebelum menjadi tumbuhan baru, biji mengalami
fase berupa suatu proses perkecambahan. Perkecambahan merupakan suatu proses
awal aktifnya suatu embrio yang menyebabkan pecahnya kulit biji dan
menghasilkan tanaman baru yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya sendiri.
Pemecahan dormansi biji dapat dilakukan secara mekanik, fisik maupun kimiawi..
Secara mekanik yaitu dengan goncangan, perlakuan panas, skarifikasi atau
penggoresan, tumbuhnya fungi di kulit biji. Secara fisik meliputi pendinginan
awal (prechilling) dan dengan perlakuan dalam pemberian cahaya. Sedangkan
secara kimia yaitu dengan merendam dengan alkohol, pelarut lemak lainnya, atau
asam pekat, dan tiourea. Faktor-faktor yang mempengaruhi dormansi biji: Faktor
eksternal meliputi cahaya, suhu dan kurangnya air. Faktor internal meliputi kulit
biji, kematangan embrio, adanya inhibitor (penghambat) dan rendahnya zat
perangsang tumbuh.
4.2 Saran
Sebaiknya lebih berhati-hati dalam menjalankan praktikum karena
menggunakan air panas untuk benih jambu biji yang mendapat perlakuan. Selain
itu, kegiatan yang sering disepelekan yaitu tidak mencuci bersih benih jambu biji
sehingga benih tidak bisa berkecambah secara optimal, hal tersebut dapat
menghambat pemecahan dormansi. Maka dari itu, pada saat mencuci dengan air
diusahakan lebih bersih sehingga zat penghambat tidak tertinggal pada biji.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Juhanda, Yayuk Nurmiaty dan Ermawati. 2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola
Imbibisi dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.).
Jurnal Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Vol. 1, No. 1: 45 – 49, Januari
2013. Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Lakitan, Benyamin. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Sastamidharja, Dardjat dan Arbayah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
LAMPIRAN
Data Mentah
Tabel 1. Panjang Tanaman dengan Perlakuan Kontrol
Nama Hari ke-
No Ulangan
Biji 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Jambu 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Biji 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
DOKUMENTASI

Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3.


Menyiapkan alat dan Mengambil 10 benih Membersihkan 30 benih
bahan untuk kontrol dan 20 jambu biji dari selaput/
benih untuk perlakuan lendir
dari daging buah

Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6.


Meletakkan 10 benih Merendam 20 benih Memercikkan air diatas
yang sudah bersih diatas selama 2 menit di dalam kertas merang
kertas merang gelas ukur yang berisi air
(kontrol) panas (perlakuan)

Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9.


Menutup cawan petri dan Cawan petri berisi 10 Cawan petri berisi 20
masing-masing diberi benih jambu biji untuk benih jambu biji untuk
label (kontrol dan kontrol perlakuan
perlakuan)

Anda mungkin juga menyukai