Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN

PERKECAMBAHAN BIJI

Disusun Oleh:

Nama : Elisa Nourma Zulaikhah

NIM : 21106040055

Kelompok : 4(Empat)

Asisten : Fadiela

LABORATORIUM BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN KALIJAGA


2022

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman kacang hijau dalam pertumbuhannya tidak membutuhkan waktu dan


tergolong dalam tanaman berumur genjah. Pertumbuhan pada tanaman itu sendiri
merupakan proses kenaikan massa dan volume yang bersifat irreversible (tidak dapat
kembali) seperti bertambahnya tinggi, panjang dan lebar pada bagian - bagian tumbuhan.
Hal ini terjadi karena adanya pertambahan jumlah dan ukuran sel. Pertumbuhan pada
suatu tanaman dapat diukur serta dapat dinyatakan dengan angka atau bersifat kuantitatif.
Pertumbuhan pada tanaman tidak terlepas oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang
berasal dari tubuh tumbuhan itu sendiri seperti faktor genetik dan hormon. Sedangkan
faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh tumbuhan tersebut yaitu
dari lingkungan(Magfiroh,2017). Masalah yang dianalisis pada praktikum ini adalah
melihat bagaimana pengaruh pertumbuhan tanaman kacang hijau yang ditumbuhkan di
tempat dengan intensitas cahaya yang berbeda yaitu di tempat terang dan gelap.

Perkecambahan merupakan tahap awal dalam perkembangan tumbuhan. Faktor


intrinsik yang mempengaruhi perkecambahan ialah iklim mapun organisme pengganggu
tanaman. Biji dapat berkecambah saat direndam dengan air namun terdapat bagian sel
kedap air yang dapat menghalangi. Proses perkecambahan dimulai dengan proses
imbibisi air ke dalam benih sehingga menginisiasi pertumbuhan embrio. Untuk
mempermudah perkecambahan benih dapat diskarifikasi agar air dan udara dapat lebih
mudah masuk. Skarifikasi juga bertujuan untuk menghilangkan dormansi fisik benih.
Skarifikasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu fisik, mekanik, dan
kimiawi(Putri,2022)

B. Tujuan
a. Membandingkan pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan biji kacang hijau(Vigna
sinensis).
b. Mengetahui pengaruh perlakuan pengamplasan dan perendaman pada asam sulfat
terhadap dormansi biji saga(Abrus precatorius).

BAB II

DASAR TEORI

Kacang hijau merupakan suku polong-polongan fabaceae yang memiliki manfaat sebagai
sumber bahan pangan protein nabati tinggi untuk makanan . Selain itu, kacang hijau dapat
dijadikan sebagai pangan sumber energi pengganti. Kacang hijau merupakan tanaman jenis
leguminoceae yang tahan akan kekeringan, sehingga mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan. Tanaman tersebut merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang
banyak dimakan rakyat Indonesia (Magfiroh,2017).

Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan dimulai dengan berkecambahnya biji.


Kondisi lembab dibutuhkan untuk aktifitas pemanjangan sel serta cahaya yang dapat
berpengaruh pada pertumbuhan. Pada pertumbuhan hormon juga berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan misalnya auksin, sitokinin, giberelin, asam traumalin, dan kalin. Kualitas,
intensitas, dan lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh terhadap
berbagai proses fisiologi. Perkembangan struktur tumbuhan juga dipengaruhi oleh cahaya
(fotomorfogenesis). Cahaya tersebut dapat dijadikan pembanding kecambah yang tumbuh di
tempat terang dengan kecambah dari tempat gelap. Kecambah yang tumbuh di tempat gelap akan
mengalami etiolasi atau kecambah tampak pucat dan lemah karena produksi klorofil terhambat
oleh kurangnya cahaya. Sedangkan, pada kecambah yang tumbuh di tempat terang, daun lebih
berwarna hijau, tetapi batang menjadi lebih pendek karena aktifitas hormon auksin
terhambat(Haryanti,Dkk,2015).

Cahaya merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan


pada tanaman kacang hijau terjadi melalui tiga tahapan yaitu perkecambahan, pertumbuhan
primer ,dan pertumbuhan sekunder. Perkecambahan sebuah biji menandakan permulaan
kehidupan yang ditandai dengan keluarnya bakal akar atau radix dari kulit biji. Pertumbuhan
primer merupakan pertumbuhan yang bergantung pada letak meristem. Meristem berada pada
ujung akar dan pada pucuk tunas, menghasilkan sel bagi tumbuhan untuk tumbuh memanjang.
Sedangkan pertumbuhan sekunder, pertumbuhan ini akan menyebabkan membesarnya ukuran
dan diameter tumbuhan karena aktivitas kambium (Magfiroh,2017).

Daun lembaga atau kotiledon merupakan daun pertama suatu tumbuhan. Daun lembaga
dapat mempunyai fungsi yang berbeda-beda antara lain sebagai tempat penimbunan makanan
sehingga dapat menebal, seringkali mempunyai bentuk cembung pada suatu sisi dan rata pada
sisi yang lain, jumlahnya biasanya dua dan duduk berhadapan pada sisi yang rata tadi. Selain itu,
kotiledon juga dapat dijadikan alat untuk melakukan asimilasi/fotosintesis yang memiliki tugas
sebagai daun tumbuhan biasanya. Daun-daun lembaga ini kemudian berwarna hijau dan tinggal
agak lama pada tumbuhan yang masih kecil. Kotiledon juga menjalankan tugas sebagai alat
penghisap makanan untuk lembaga dan putih lembaga. Karena bentuknya yang seperti perisai
alat ini dinamakan skutelum. Biji tampak utuh dan bagian ini (daun lembaga ) tidak tampak dari
luar(Haryanti,Dkk,2015).

Pohon saga dapat tumbuh sampai ketinggian 30 m, daunnya menyirip, dan bunganya
berbentuk tandan. Pohon saga tidak hidup berkelompok dan tidak menuntuk kualitas tanah yang
tinggi. Pohon ini dapat hidup pada paparan sinar matahari baik pada dataran tinggi dan dataran
rendah. Pohon saga memiliki biji merah yang dapat diolah menjadi susu. Selain itu, karena
warna bijinya yang menarik maka sering dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan perhisan. Kayu
pohon ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan mebel dan furnitur(Putri,2022).

Teknik skarifikasi adalah usaha untuk mempercepat perkecambahan benih dengan


merusak impermeabilitas kulit benih agar air dapat mudah masuk. Dormansi biji dapat dipecah
dengan cara mekanik yaitu mengamplas untuk menggosok kulit benih. Pengamplasan ini
menyebabkan kerusakan terhadap bakal biji. Jika kulit biji tidak diamplas maka kulitnya masih
akan keras dan dapat memperlambat masa perkecambahan(Putri,2022).

Biji saga memiliki kulit biji yang keras sehingga dapat memiliki waktu dormansi yang
cukup lama. Kulit biji yang bersifat impermeabel sehingga dapat mencegah terjadinya imbibisiait
ke dalam biji tersebut. Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan upaya perendaman HCl,
H2SO4, air panas, dan skarifikasi. Dormansi biji juga dapat disebabkan dari keberadaan zat
inhibitor perkecambahan seperti ABA , kematangan embrio yang belum sempurna, dan factor
genetis biji. Perendaman dengan asam kuat encer efektif untuk mematahkan dormansi pada biji
yang memiliki kulit yang keras. Asam kuat dapat melunakkan kulit biji sehingga air menjadi
lebih mudah masuk dan perkecambahan dapat dipercepat(Tanjung,Dkk,2017).

Lamanya perendaman asam sulfat harus memperhatikan pericarp atau kulit biji dan
larutan asam sulfat tersebut tidak mengenai embrio. Perendaman 1 sampai 10 menit terlalu cepat
untuk mematahkan masa dormansi biji sedangkan jika 60 menit akan merusak embryo tanaman.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dapat digunakan dengan onsentrasi yang berfariasi
bergantung jenis bijinya agar kulit bijinya dapat dilunakkan. Disamping dapat melunakkan kulit,
larutan asam sulfat dapat membunuh bakteri dan cendawan yang dapat membuat benih menjadi
dorman(Tanjung,Dkk,2017).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Untuk kegiatan pengaruh cahaya terhadap perkecambahan biji (Kegiatan 1)
memerlukan bahan antara lain biji Vigna sinensis yang berkecambah umur 1, 2, 3,4, 5,6,
dan 7 hari yang ditumbuhkan pada tempat gelap dan terang. Untuk alat yang dibutuhkan
adalah timbangan dan penggaris.
Kegiatan kedua yaitu pematahan dormansi biji membutuhkan bahan antara lain
biji saga (Abrus precatorius), asam sulfat pekat, dan akuades. Alat yang digunakan untuk
kegiatan 2 adalah cawan petri dan amplas.
B. Cara Kerja
Langkah untuk kegiatan 1 yaitu 10 biji kering di tanam setiap hari selama 7 hari(3
kelompok kondisi gelap dan 2 kelompok kondisi terang). Jika sudah 7 hari maka semua
kecambah dari tiap-tiap kelompok diukur panjangnya dan dirata-ratakan. Untuk
kotiledon, dipisahkan dan ditimbang tersendiri. Berat total kecambah juga ditimbang
menggunakan timbangan. Data yang didapat ditabulasikan dan dibuat grafik.
Langkah kegiatan 2 diawali dengan pengambilan 50 biji saga dan dibagi dalam 5
kelompok perlakuan (masing masing 10 biji untuk tiap perlakuan). Pada perlakuan 1, biji
pada bagian yang tidak ada lembaganya dihilangkan kulitnya dengan cara di amplas
kemudian dikecambahkan dalam air. Perlakuan ke-2, 3 dan 4 biji direndam dalam asam
sulfat pekat selama 5, 10, dan 15 menit kemudian dicuci dengan air dan dikecambahkan
dengan air. Perlakuan 5 , biji digunakan sebagai kontrol dengan dikecambahkan
menggunakan air saja. Data perkecambahan selama 2 minggu diamati dan ditabulasikan
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan 1 yaitu praktikum pengaruh cahaya terhadap perkecambahan biji Vigna


sinensis. Penanaman biji dilakukan di tempat gelap maupun terang. Pada kegiatan ini, terdapat 3
hal yang diamati yaitu panjang kecambah, berat total kecambah, dan berat kotiledon kecambah.
Tabulasi data diambil dari rata-rata 3 kelompok untuk perhitungan biji yang tumbuh di tempat
gelap dan rata-rata 2 kelompok dari biji yang tumbuh di tempat terang. Grafik dibawah ini
merupakan hubungan antara panjang rata-rata biji yang tumbuh di tempat terang dengan tempat
gelap.

Grafik 1. Hubungan Panjang Kecambah dengan Keberadaan Cahaya

PENGARUH CAHAYA TERHADAP PANJANG KECAMBAH


25.0
19.8
20.0
Panjang Kecambah

16.29
14.6
15.0 12.24 12.6
11.1
10.0 8.68 7.82 6.7
5.0 4.0
1.87 0.91 0.89
0.5
0.0
1 2 3 4 5 6 7
Hari Penanaman

Terang Gelap

Pada hasil grafik ditempat terang(Garis warna biru), garis menghasilkan arah negatif
(arah grafiknya turun) dikarenakan kecambah penanaman hari-1 sudah berumur 7 hari dengan
rata-rata panjang 14,6 cm. Pada rata-rata panjang kecambah hari kedua dengan nilai 19,8 cm
mengalami kenaikan grafik. Namun, setelah itu nilai grafik turun dengan teratur pada penanaman
hari ke- 3,4,5,6, dan 7 dengan panjang berturut-turut 12,6 cm, 11,1 cm, 6,7 cm, 4 cm,0,5 cm.
Untuk rata-rata panjang kecambah yang hidup di tempat gelap(warna coklat) menunjukkan
grafik dengan arah negatif dengan nilai lebih rendah daripada grafik biru(tempat terang) yang
ditunjukkan letak grafik coklat berada dibawah grafik biru. Penanaman hari ke -1 (kecambah
berumur 7 hari) pada perlakuan tempat gelap memiliki nilai 16,29 cm yang diikuti penurunan
teratur panjang kecambah pada penanaman hari ke- 2,3,4,5,6 dan 7 dengan nilai berurutan 12,24
cm,8,68 cm, 7,82 cm,1,87 cm, 0,91 cm, 0,89 cm.

Terdapat perbedaan hasil praktikum dengan hasil literatur. Menurut Magfiroh (2017),
penanaman biji pada tempat gelap akan lebih panjang daripada penanaman di tempat terang. Hal
ini dikarenakan biji yang terkena cahaya,batangnya akan mengalami hambatan untuk tumbuh.
Selain itu, cahaya juga dapat menghambat perkembangan xilem serta organ yang lain. Batang
yang tidak terkena cahaya mengalami pertumbuhan yang lebih cepat sehingga lebih
panjang .Namun, pertumbuhan biji pada tempat gelap akan mempengaruhi batang menjadi tidak
kokoh.. Morfologi luar biji yang tumbuh pada tempat gelap berwarna pucat, kurus, dan daun
tidak berkembang. Pertumbuhan semacam itu karena etiolasi. Dalam keadaan tanpa cahaya ,
hormon auksin akan merangsang pemanjangan sel dan pada keadaan bercahaya auksin akan
rusak sehingga pertumbuhannya lambat.

Grafik 2. Hubungan Berat Total Kecambah dengan Keberadaan Cahaya

PENGARUH CAHAYA TERHADAP BERAT TOTAL KECAMBAH


0.350
0.309 0.311
Berat Total Kecambah (Gram)

0.300
0.266 0.262
0.248 0.242
0.250
0.206
0.200
0.200
0.150 0.142
0.150 0.121 0.130 0.125
0.122
0.100
0.050
0.000
1 2 3 4 5 6 7
Penanaman Hari Ke

Terang Gelap

Pengukuran berat total tanaman pada tempat terang dihasilkan berat rata-rata 0,248 gram
pada penanaman hari pertama(umur 7 hari tanam) lalu berat bertambah menjadi 0,266 gram pada
penanaman hari-2. Setelah itu, beratnya turun sampai hari penanaman ke 7(Umur tanaman 1
hari) secara berurutan menjadi 0,242 gram(hari-3), 0,206 gram(hari ke 4), 0,150 gram(hari ke 5),
0,142 gram (hari ke 6), dan 0,125 gram(hari ke-7). Pengukuran pada berat rata-rata tanaman
yang hidup di tempat gelap memiliki berat 0,309 gram pada umur penanaman 7 hari(penanaman
hari ke-1) yang selanjutnya berat naik beberapa gram di hari kedua menjadi 0,311 gram pada
penanaman kedua(umur tanamn 6 hari). Pada hari penanaman ke-3 sampai ke-5 berat total
mengalami penurunan namun naik lagi ketika penanaman hari ke-6 berturut-turut bernilai 0,262
gram(penanaman ke-3), 0,200 gram(penanaman ke-4),0,121gram(penanaman hari ke-5), 0,130
gram(penanaman hari ke-6), dan 0,122 gram(penanaman hari ke-7). Grafik tanaman ditempat
terang maupun gelap menunjukkan korelasi dimana grafik berat total tanaman ditempat gelap
lebih tinggi dari pada ditempat terang selama 3 hari awal penanaman. Setelah 4 hari penanaman,
grafik menunjukkan hubungan yang berubah dimana grafik berat total pada tanaman di tempat
terang lebih tinggi daripada di tempat gelap.

Hasil berat total pada tanaman ditempat terang lebih tinggi dapat dikarenakan semakin
tinggi intensitas cahaya yang didapatkan tanaman maka tinggi tanaman semakin panjang.
Tumbuhan yang semakin tinggi akan memiliki berat total yang semakin berat. Hal ini terjadi
disebabkan fotosintesis berlangsung intensif. Tanaman sangat membutuhkan cahaya matahari
untuk melakukan fotosintesis. Hasil fotosintesis ini nantinya akan ditranslokasikan ke seluruh
jaringan tanaman melalui floem yang selanjutnya energi hasil fotosintesis akan
dipergunakan untuk mengaktifkan pertumbuhan tunas, daun dan batang sehingga
tanaman dapat tumbuh optimal(Aulia,Dkk,2019).

Grafik 3. Hubungan Pengaruh Cahaya dengan Berat Kotiledon


PENGARUH CAHAYA TERHADAP BERAT KOTILEDON
0.140
0.120 0.117
0.104
Berat Kotiledon(Gram)

0.100 0.088 0.088 0.092


0.082 0.079
0.080 0.071 0.067
0.060 0.055
0.046
0.040 0.028 0.031
0.018
0.020
0.000
1 2 3 4 5 6 7
Penanaman Hari Ke

Gelap Terang

Hasil dari penimbangan berat kotiledon lalu diambil rata-rata nya sehingga pada tanaman
yang diberi perlakuan terang memiliki berat kotiledon 0,018 g pada hari penanaman ke-1(umur
tanam 7 hari) dan terus naik sampai hari penanaman ke-7 walaupun pada hari ke-4 dan ke-5
mengalami penurunan berat. Berat kotiledon secara berturut-turut tersebut yaitu 0,028 g(hari ke-
2), 0,055 g (hari ke-3), 0,031 g(mengalami penurunan berat pada hari tanam ke-4), 0,046 g(hari
tanam ke- 5), 0,092 g(pada hari tanam ke-6), dan 0,117 g(pada hari tanam ke-7). Grafik berat
rerata kotiledon di tempat terang lebih menunjukkan kenaikan nilai grafik daripada grafik berat
kotiledon tanaman di tempat gelap yang cenderung lebih konstan nilainya. Pada grafik tanaman
tempat gelap kenaikan dan penurunan nilai terlihat tidak begitu signifikan. Nilai tersebut berturut
– turut yaitu pada penanaman hari pertama memiliki berat 0,082 g(umur tanaman 7 hari),
penanaman hari kedua 0,079 g(umur tanaman 6 hari), hari ketiga 0,088 g, hari keempat 0,088 g,
hari kelima 0,071 g, hari keenam 0,067 g, dan pada hari penanaman terakhir memiliki berat
0,104 g.

Pada grafik berat kotiledon tanaman ditempat terang menunjukkan perubahan berat yang
signifikan diantara tanaman dengan umur yang berbeda karena pada keadaan terang terjadinya
perombakan kotiledon lebih lambat daripada keadaan gelap,sehingga berat basahnya lebih cepat
berkurang. Sedangkan pada grafik kotiledon tanaman pada tempat gelap menunjukkan
perubahan naik turun yang tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan fotosintesis di keadaan
gelap yang terjadi pada kotiledon berjalan lambat karena kurangnya cahaya sehingga kotiledon
berat basahnya cenderung lebih tinggi daripada tanaman tempat terang. Disamping itu, diduga
oksigen yang rendah menghambat dalam proses respirasi, sehingga energi yang digunakan enzim
untuk pengubah karbohidrat menjadi senyawa sederhana dan ATP juga berjalan lambat. Berat
basah kotiledon berkaitan dengan adanya kandungan air dalam jaringan selain bahan organik.
Berat basah tanaman merupakan hasil aktivitas pertumbuhan dan nilainya dipengaruhi kadar air
jaringan dan hasil metabolismenya(Haryanti,Dkk,2015).

Kegiatan kedua yaitu pematahan dormansi biji menggunakan biji saga atau Abrus
precatorius. Perlakuan yang diberikan yaitu asam sulfat dengan fariasi waktu 5 menit, 10
menit,dan 15 menit. Selain itu pengamplasan di tepi biji dan di permukaan biji. Untuk
membandingkan hasilnya maka terdapat 1 petri yang dijadikan kontrol dengan hanya
memberikan air. Dibawah ini merupakan daftar respon dari setiap perlakuan.

Tabel 1. Daftar Perlakuan kepada Biji Saga dan Responnya

Perlakuan
Hari
asam Sulfat Asam Sulfat Asam Sulfat Amplas
5' 10' 15' Amplas Tepi Permukaan Kontrol
Belum ada Belum ada Belum ada Belum ada Belum ada Belum ada
1 respons respons respons respons respons respons
1
berkecambah,
3 kecambah, 1 kecambah, 7 berbintik 1 Belum ada
2 1 cracking 1 cracking jamur berkecambah 1 kecambah respons
3 kecambah, 1 kecambah, 2 kecambah, 1 tunas, 1 1 tunas, 4 1 tumbuh
3 2 berjamur 10 berjamur 9 berjamur kecambah berjamur kecambah
3 kecambah,
5 berjamur, 1 1 kecambah, 2 kecambah, 1 kecambah, 1 tunas, 5 1 tumbuh
8 menghitam 10 berjamur 10 berjamur 10 berjamur berjamur kecambah

4 kecambah, 1 kecambah, 3 kecambah, 10 berjamur, 1 tunas, 8 1 biji tumbuh


11
8 berjamur, 1 10 berjamur 10 berjamur 7 berjamur tunas
mengelupas,
menghitam 1 tunas
10 berjamur, 10 berjamur, 9 biji tidak
5 kecambah, 7 9 10 ada respon, 1
10 berjamur, 1 kecambah, mengelupas, mengelupas, mengelupas, biji tumbuh
14 1 menghitam 10 berjamur 3 kecambah 1 tunas 10 berjamur tunas

Pemberian konsetrasi asam sulfat dan lama perendaman dapat mempengaruhi


perkecambahan, panjang embryo akar, berat basah, dan berat keringnya. Pada perlakuan
perendaman biji dengan asam sulfat , hasil terbaik yang ditandai jumlah biji yang paling banyak
berkecambah yaitu pada petri dengan perendaman asamsulfat selama 5 menit. Dalam 2 minggu ,
petri dengan perendaman biji selamat 5 menit menghasilkan 5 biji yang berkecambah.
Sedangakan perendaman asam sulfat 10 menit hanya menghasilkan 1 kecambah biji dan
perendaman selama 15 menit menghasilkan 3 kecambah biji. Kondisi lain selain perkecambahan
juga ditemukan adanya penjamuran pada ketiga perlakuan baik perendaman asam sulfat 5,10,
dan 15 menit. Hal ini tidak sesuai dengan literatur dariTanjung,Dkk(2017), dimana jika biji lebih
lama direndam pada asam sulfat maka pematahan masa dormansi biji akan lebih cepat dan biji
yang mengalami perkecambahan akan lebih banyak.

Ketidak sesuaian tersebut dapat disebabkan faktor internal maupun eksternal yang
biasanya mempengaruhi proses perkecambahan. Faktor dari dalam dapat berupa kematangan
sebagian benih yang belum matang fisiologis, ukuran benih yang tidak seragam, faktor genetic.
Sedangkan factor dari luar yaitu kekurangan air, suhu tidak optimal , oksigen, pencahayaan,
serta media tanam yang tidak steril. Pertumbuhan jamur pada beberapa biji juga
mengakibatkan penghambatan pertumbuhan biji (Tanjung,Dkk,2017).

Pada percobaan skarifikasi dengan pengamplasan dilakukan pada 2 tipe. Tipe pertama
yaitu pengamplasan di tepi biji dan tipe kedua pengamplasan di permukaan biji. Hasil setelah 2
minggu perendaman pada air, niji yang diamplas pada bagian tepi menunjukkan hasil 1 biji
bertunas. Sedangkan pada biji yang diamplas bagian permukaan , biji mengalami perkembangan
1 bertunas dari total 10 biji. Namun, kedua tipe pengamplasan tidak tumbuh maksimal
dikarenakan terdapat jamur yang hidup pada permukaan dan media biji. Kedua tipe tersebut juga
tidak memperlihatkan hasil yang berbeda secara siknifikan.

Pada hasil yang diperoleh diatas kurang sesuai dengan pernyataan menurut
Febrian(2015), dimana biji yang diamplas dengan permukaan lebih luas akan lebih cepat
mempermudah perkecambahan. Dari pernyataan tersebut, pengamplasan pada bagian permukaan
seharusnya akan memperlihatkan biji dengan kecambah lebih banyak daripada biji yang
diamplas bagian tepi. Hal ini dikarenakan jika biji diamplas pada bagian perukaan maka daerah
yang tergosok akan lebih luas daripada daerah yang diamplas pada bagian tepi. Oleh sebab itu,
air lebih mudah masuk dan memecah masa dormansi lebih mudah.

BAB V

KESIMPULAN

Percobaan membandingkan pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan biji kacang hijau


(Vigna sinensis) didapatkan bahwa tinggi tanaman pada penempatan tempat terang lebih panjang
daripada penempatan ditempat gelap karena kloroplas lebih berkembang. Berat total tanaman
pada keadaan terang mempunyai berat yang lebih tinggi dikarenakan semakin mendapatkan
cahaya maka tanaman kacang hijau akan semakin tinggi dan berat total tanaman akan semakin
berat. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya akan mengoptimalkan proses fotosintesis. Pada
berat kotiledon tanaman ditempat terang menunjukkan perubahan berat yang signifikan diantara
tanaman dengan umur yang berbeda karena pada keadaan terang terjadinya perombakan
kotiledon lebih lambat daripada keadaan gelap,sehingga berat basahnya lebih cepat berkurang.

Percobaan pengaruh perlakuan pengamplasan dan perendaman pada asam sulfat terhadap
dormansi biji saga(Abrus precatorius) menghasilkan bahwa perendaman biji pada asam sulfat
selama 5 menit menghasilkan hasil terbaik dengan 5 biji berkecambah. Untuk pengamplasan tepi
maupun permukaan tidak menghasilkan perbedaan yang sifnifikan dikarenakan adanya factor
eksternal seperti jamur. Pada perendaman biji pada asam sulfat menhasilkan hasil terbaik untuk
pemecahan dormansi biji.

DAFTAR PUSTAKA

Aulia, S., Ansar, A., & Putra, G. M. D. (2019). Pengaruh intensitas cahaya lampu dan lama
penyinaran terhadap pertumbuhan tanaman kangkung (Ipomea reptans Poir) pada system
hidroponik indoor. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 7(1), 43-51.

Febriyan, D. G., & Widajati, E. (2015). Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik dan Media
Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica fragrans). Buletin
Agrohorti, 3(1), 71-78.

Haryanti, S., & Budihastuti, R. (2015). Morfoanatomi Berat Basah Kotiledon dan Ketebalan
Daun Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus vulgaris l.) pada Naungan yang
Berbeda. ANATOMI FISIOLOGI, 23(1), 47-56.

Maghfiroh, J. (2017). Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan tanaman. Prosiding


Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Putri, W. D. (2022). Pematahan Dormansi Benih Saga Pohon (Adenanthera pavonina L.)
menggunakan Asam Sulfat dengan Lama Perendaman yang Berbeda .Skripsi. Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Tanjung, S. A., & Lahay, R. R. (2017). Pengaruh Konsentrasi Dan Lama Perendaman Asam
Sulfat Terhadap Perkecambahan Biji Aren (Arenga pinnata Merr.). Jurnal Online
Agroekoteknologi, 5(2), 396-408.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai