Anda di halaman 1dari 6

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli

Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Dormansi benih adalah ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada lingkungan yang optimum. Dormansi dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit benih, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali. Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan hal yang sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara pematahan dormansi yang tepat sehingga benih dapat berkecambah dengan cepat dan seragam. Masa dormansi tersebut dapat dipatahkan dengan skarifikasi mekanik maupun kimiawi. Studi beberapa perlakuan pematahan dormansi belum memberikan hasil yang memuaskan khususnya pada benih tanaman perkebunan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji beberapa perlakuan

skarifikasi mekanik dan kimiawi dalam mematahkan dormansi benih.

II. Perlakuan Pematahan Dormansi Benih 2.1. Perlakuan Skarifikasi Mekanik Perlakuan pendahuluan adalah istilah yang digunakan untuk proses mematahkan dormansi benih. Perlakuan pendahuluan diberikan pada benih-benih yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi untuk dikecambahkan (Widhityarini, Suryadi, dan Purwantoro, 2011). Upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan dormansi benih berkulit keras adalah dengan skarifikasi mekanik. Skarifikasi merupakan salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada benih keras karena meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi mekanik dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan oksigen. Teknik yang umum dilakukan pada perlakuan skarifikasi mekanik yaitu pengamplasan, pengikiran, pemotongan, dan penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian embrio (perlukaan selebar 5 mm). Skarifikasi mekanik memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk memulai berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi mekanik

mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi berkurang

Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Dengan Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi

--------------- 1

sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat sehingga benih cepat berkecambah (Widyawati et al., 2009). Pelaksanakan teknik skarifikasi mekanik harus hati-hati dan tepat pada posisi embrio berada. Posisi embrio benih aren kadang-kadang berbeda seperti terletak pada bagian punggung sebelah kanan atau kiri, dan terkadang terletak di bagian tengah benih (Rofik dan Murniati, 2008). 2.2. Perlakuan Skarifikasi Kimiawi Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan kulit benih lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Perendaman pada larutan kimia yaitu asam kuat seperti KNO3, H2SO4, dan HCl dengan konsentrasi pekat membuat kulit benih menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Berikut rincian masing-masing penggunaan larutan kimia untuk memecahkan dormansi benih : a. Perendaman Dengan Larutan Kalium Nitrat (KNO3) ISTA merekomendasikan penggunaan KNO3 dengan konsentrasi 0,1 0,2 %. KNO3 digunakan sebagai promotor perkecambahan dalam sebagian besar pengujian perkecambahan benih (Copeland dan McDonald, 2001 dalam Marlina et al., 2010). Cara aplikasi pematahan dormansi dengan larutan KNO3 : 1. Siapkan benih sesuai jumlah yang dibutuhkan untuk pengujian. 2. Benih direndam dalam bak perendaman yang telah berisi larutan KNO3 dengan konsentrasi sesuai kebutuhan selama 24 jam. 3. Kemudian benih yang telah direndam diangkat, lalu dicuci sampai bersih dengan air aquades sebanyak 3 kali. 4. Setelah dicuci dengan aquades barulah benih disemai di atas media pengecambahan. 5. Amati perkecambahan pada hari sesuai dengan ketentuan. 6. Dicatat hasil pengamatan dari kecambah normal, abnormal, mati dan benih segar tidak tumbuh. 7. Kemudian hitung prosentasenya. Sumber : Anonim 1,( 2013). Penelitian pada benih tanjung memperlihatkan hasil bahwa rerata kombinasi perlakuan (skarifikasi dan perendaman KNO 3) memberikan nilai kecepatan berkecambah 42,6 hari lebih awal dibandingkan dengan kontrol dengan prosentase perkecambahan 75,3%. Kombinasi perlakuan terbaik adalah pada perlakuan tanpa skarifikasi dengan konsetrasi KNO 3 0,5 % dan 0,4 % yang masing-masing dapat mempercepat perkecambahan benih

Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Dengan Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi

--------------- 2

tanjung 63,75 dan 47,75 hari lebih awal dari kontrol (Widhityarini, Suryadi, dan Purwantoro, 2011). Pemberian konsentrasi KNO3 0,2 %, 0,3 %, 0,4 % sangat mempengaruhi tekstur permukaan keras benih kelapa sawit menjadi lebih lentur apabila dibandingkan dengan kontrol. KNO3 konsetrasi 0,2 % dapat meningkatkan perkecambahan benih Acacia nilotica menjadi 79 % sedangkan pada konsentrasi KNO3 1 % hanya memberikan 37 % daya kecambah. Konsentrasi yang digunakan untuk berbagai jenis biji tentunya tidak sama, tergantung kepada karakteristik biji yang bersangkutan. Hasil penelitian Saleh et al., (2008), menyatakan bahwa benih aren berkecambah terbanyak diperoleh pada perlakuan skarifikasi + KNO 3 0,5 % yang direndam selama 36 jam + suhu 400 C yang dikecambahkan pada media tumbuh asal hutan aren + pupuk organik (1 : 1) + pupuk NPK 1 g/kg media) yaitu daya berkecambah 83,33 86,67 %. Pada pengujian pematahan benih kopi robusta, perendaman benih kopi robusta dengan air selama 24 jam menghasilkan prosentase perkecambahan lebih tinggi daripada perendaman dengan KNO 3 , tetapi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah lainnya (Masoedi, 1985). Hal ini diduga konsentrasi 0,2 0,6 % belum mampu merangsang perkecambahan benih kopi. b. Perendaman Dengan Larutan Asam Sulfat (H2SO4) Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 1 10 menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan (Schimdt, 2000 dalam Winarni , 2009). Menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009), larutan asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang diperlakukan, sehingga kulit biji menjadi lunak. Disamping itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula membunuh cendawan atau bakteri yang dapat membuat benih dorman. Penelitian pada benih mindi menunjukkan bahwa perkecambahan normal tercepat tercapai setelah mendapat perlakuan perendaman benih dalam 12 N H2SO4 selama 10 menit (Soeherlin, 1996 dalam Silomba 2006).

Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Dengan Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi

--------------- 3

Penelitian pada benih kayu afrika menunjukkan benih yang direndam dalam larutan H2SO4 dengan konsentrasi 20 N dan lama perendaman 20 menit dapat meningkatkan daya berkecambah hingga 91,6 % dibanding dengan kontrol (tanpa perlakuan) daya berkecambahnya sebesar 57,7 % (Kurniaty, 1987 dalam Silomba 2006). c. Perendaman Dengan Larutan Asam Klorida (HCl) Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Asam klorida adalah asam kuat. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Ciri fisik asam klorida, seperti titik didih, titik leleh, kepadatan, dan pH tergantung dari konsentrasi atau molarity dari HCl di dalam larutan asam (Anonim 4, 2013). d. Perendaman Dengan Air Menurut Sutopo (2004) dalam Winarni (2009), beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman dalam air dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Perlakuan perendaman dalam air berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih cepat. Perendaman adalah prosedur yang sangat lambat untuk

mengatasi dormansi fisik, selain itu ada resiko bahwa benih akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh benih menjadi permeabel (Schimdt, 2000 dalam Silomba, 2006). Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 400 700 C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Kemudian benih ditiriskan untuk kemudian dikecambahkan (Anonim 4, 2013). Silomba (2006) menyatakan bahwa pada pengujian benih kelapa sawit, interaksi lama perendaman dan lama pemanasan benih kelapa sawit tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh (KCT). Tiga perlakuan yang terbaik diperoleh dari lama perendaman 3-7 dengan pemanasan 40 hari yang menghasilkan daya berkecambah 87,44 % dan KCT 5,176 % per etmal, lama perendaman 5-7 dengan pemanasan 40 hari menghasilkan daya berkecambah 85,33 % dan KCT 5,738 % per etmal, dan lama perendaman 7-3 dengan lama pemanasan 40 hari yang menghasilkan daya berkecambah 85,33 % dan KCT 3,608 % per etmal.

Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Dengan Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi

--------------- 4

III. Penutup Dormansi benih bukan berarti benih tersebut mati, tetapi keadaan dimana benih mengalami istirahat total sehingga meskipun dalam keadaan media tumbuh benih optimum, benih tidak menunjukkan gajala hidup. Kombinasi antara perlakuan skarifikasi mekanik dan kimiawi terbukti mampu mematahkan dormansi benih. Perlakuan yang diberikan terhadap benih dorman berbeda-beda tergantung jenis benihnya. Perlunya pengujian lebih mendalam mengenai pematahan dormansi pada berbagai jenis benih tanaman perkebunan. DAFTAR PUSTAKA Anonim1. 2013. Teknik pengujian daya kecambah benih (oryza sativa) yang diberi perlakuan KNO3 0,2 % dengan metode Pkdp (pada kertas gulung dalam plastik). http://alhikmahcrew.blogspot.com. Diakses tanggal 10 September 2013. Anonim2. 2013. Giberelin. http ://id.im.wikipedia.org. Diakses tanggal

15 September 2013. Anonim3. 2013. Resume fungsi hormon auksin, giberelin, sitokinin dan asam absisat.
4

http://bu-guru-biologi.blogspot.com.

Diakses

tanggal

15 September 2013. Anonim . 2013. Dormansi. http://aufariz.blogspot.com. Diakses tanggal

15 September 2013. Masoedi. 1985. Pengaruh Komposisi Media dan Larutan Kalium Nitrat Terhadap Perkecambahan Benih Kopi Robusta (Coffea cenephora). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rofik, A. dan E. Murniati. 2008. Pengaruh perlakuan deoperkulasi dan media perkecambahan untuk meningkatkan viabilitas benih aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Buletin Agronomi 36 (1) 33 40. Saleh, M.S. Adelina, E. Murniati, E dan Budiarti, T. 2008. Pengaruh Skarifikasi dan Media Tumbuh Terhadap Viabilitas Benih dan Vigor Kecambah Aren. Jurnal Agroland 15 (3) : 182-190. Silomba, S, D, A. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan Terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Widhityarini, D. Suryadi Mw, Purwantoro, A. 2011. Pematahan Dormansi Benih Tanjung Dengan Skarifikasi Dan Perendaman Kalium Nitrat.

Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Dengan Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi

--------------- 5

Widyawati, N., Tohari, P. Yudono, dan I. Soemardi. 2009. Permeabilitas dan perkecambahan benih aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Jurnal Agronomi Indonesia 37 (2) : 152 158. Winarni, T, B. 2009. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan dan Berat Benih Terhadap Perkecambahan Benih Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.). Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Studi Perlakuan Pematahan Dormansi Dengan Skarifikasi Mekanik dan Kimiawi

--------------- 6

Anda mungkin juga menyukai