Anda di halaman 1dari 27

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER PENGANTAR SOSIOLOGI

EKONOMI
“FENOMENA KONSUMSI PENGGUNAAN MASYARAKAT TERHADAP
PRODUK-PRODUK BARANG YANG LAGI HITS/POPULER DI KAB.
LABUHANBATU”

DISUSUN OLEH:

SURYA

190521007

DOSEN PENGAMPU: Ance Marintan D. Sitohang, SP., M.Div., M.Th

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Yang Diwajibkan Dalam Mengikuti


Perkuliahan Pengantar Sosiologi Ekonomi

PROGRAM STUDI MANAJEMEN EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan paper Pengantar Sosiologi Ekonomi ini
dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan disusunnya paper ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Pengantar Sosiologi Ekonomi yang berjudul “Fenomena Konsumsi Masyarakat
Terhadap Produk-produk Yang Lagi Hits/Populer Di Kab. Labuhanbatu”. Terima
kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini Ibu Ance Marintan D. Sitohang, SP.,
M.Div., M.Th yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pemahaman penulis dalam menyelesaikan paper.

Dengan menyadari bahwa penulisan paper ini masih kurang sempurna dan terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak. Semoga paper ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak.

Medan, Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………… ................................................ i


DAFTAR ISI ………………………… ............................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………. ..................................... 1
1.1 Latar Belakang …………..................... ........................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………. ................................................. 2
1.3 Tujuan ……………………… ........................................................................ 2
BAB 2 TEORI ……………………………………………................................. 4
2.1 Pandangan Para Tokoh Sosiolog Tentang Konsumsi …………… ................ 4
2.2 Perbandingan Antara Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi ……… ................ 8
2.3 Teori Sosiologi Sebagai Pendekatan ……………………… .......................... 11
BAB 3 METODE YANG DIPAKAI ………………………………................. 17
3.1 Metode Penelitian ………………………………………………................... 17
BAB 4 MENDIALOGKAN TEORI DENGAN FENOMENA YANG
TERJADI ……………………………………………… .................................... 18
4.1 Pandangan Para Tokoh Sosiologi Tentang Konsumsi …………. .................. 18
4.2 Perbandingan Antara Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi ……… ................ 19
4.3 Teori Sosiologi Sebagai Pendekatan …………………………… .................. 20
BAB 5 PENUTUP ………………………………………................................... 22
5.1 Kesimpulan ……………………………………………… ............................ 22
5.2 Saran ……………………………………………………............................... 23
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………. ................................ 24

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumsi adalah kegiatan atau tindakan mempergunakan komoditas barang


atau jasa untuk memenuhi keinginan, dengan cara atau sikap yang umum, yang
dipengaruhi oleh struktur dan pranata sosial di sekitarnya. Sosiologi konsumsi
sebagai kajian dapat dilihat bagaimana masyarakat mempengaruhi konsumsi dan
bagaimana konsumsi mempengaruhi masyarakat. Masyarakat sebagai realitas
eksternal akan menuntun individu dalam menentukan apa yang boleh dikonsumsi,
bagaimana cara mengkonsumsinya dan dimana dapat mengkonsumsi. Dalam
sosiologi, konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar sebagai pemenuhan
kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan dengan aspek-
aspek sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas atau
gaya hidup. Sosiolog memandang dari segi selera sebagai suatu yang dapat berubah,
difokuskan pada kualitas simbolik dari barang, dan tergantung dari persepsi tentang
selera orang lain. Sedangkan menurut ekonom selera sebagai sesuatu yang stabil,
difokuskan pada nilai guna, dibentuk secara individu dan dipandang sebagai suatu
yang eksogen.

Konsumsi dalam masyarakat kapitalis global, tidak hanya untuk memenuhi


nilai fungsional melainkan untuk memenuhi nilai simbolik. Barang-barang yang
semula sebatas kebutuhan sekunder dapat menjadi primer. Perubahan konsumsi
masyarakat disini dalam arti konsumsi masyarakat bukan hanya sekedar memenuhi
kebutuhan, akan tetapi juga pemenuhan kebutuhan yang memperhitungkan gengsi
atau prestise. Perilaku konsumtif ini telah menjadi bagian dari gaya hidup dalam
kehidupan masyarakat sekarang ini.

Perilaku konsumtif yang dimaksud disini adalah perilaku konsumsi


menggunakan produk-produk yang berkaitan dengan budaya masyarakat konsumsi.
Menggunakan/memakai suatu produk barang bukan hanya sekedar tuntutan selera,
melainkan bagi sebagian masyarakat perkotaan sudah menjadi bagian dari gaya

1
hidup. Hal ini terbukti dengan munculnya brand-brand baru yang dibuat agar dapat
menikmati dan memuaskan produk barang favorit mereka.

Seiring dengan berkembangnya budaya konsumen yang dimiliki oleh


masyarakat urban perkotaan, salah satu alternatif adalah memiliki prestise tinggi
untuk tetap menjaga dan membawa identitas mereka. Dengan selalu menggunakan
produk barang yang lagi hits/populer di kalangan masyarakat banyak dapat
menandakan nilai prestise yang tinggi bagi para penikmatnya dibandingkan dengan
produk barang lainnya yang bisa dibilang kurang dikenali oleh masyarakat banyak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep Fenomena Konsumsi Penggunaan Masyarakat Terhadap


Produk-produk Barang Yang Lagi Hits/Populer di Kab. Labuhanbatu dilihat
dari teori konsumsi yang dikemukakan para ahli?

2. Bagaimana konsep Fenomena Konsumsi Penggunaan Masyarakat Terhadap


Produk-produk Barang Yang Lagi Hits/Populer di Kab. Labuhanbatu dalam
perbandingan antara pendekatan ekonomi dan sosiologi?
3. Bagaimana konsep Fenomena Konsumsi Penggunaan Masyarakat Terhadap
Produk-produk Barang Yang Lagi Hits/Populer di Kab. Labuhanbatu dalam
teori sosiologi sebagai pendekatan?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai ialah:

1. Untuk mengetahui konsep Fenomena Konsumsi Penggunaan Masyarakat


Terhadap Produk-produk Barang Yang Lagi Hits/Populer di Kab.
Labuhanbatu yang dikemukakan para ahli.

2
2. Untuk mengetahui konsep Fenomena Konsumsi Penggunaan Masyarakat
Terhadap Produk-produk Barang Yang Lagi Hits/Populer di Kab.
Labuhanbatu dalam perbandingan antara pendekatan ekonomi dan sosiologi.
3. Untuk mengetahui konsep Fenomena Konsumsi Penggunaan Masyarakat
Terhadap Produk-produk Barang Yang Lagi Hits/Populer di Kab.
Labuhanbatu dalam teori sosiologi sebagai pendekatan.

3
BAB 2

TEORI

2.1 Pandangan Para Tokoh Sosiologi Tentang Konsumsi


Para tokoh sosiologi klasik telah berbicara tentang konsumsi. Sudut
pandang dan isi dari teori yang dikembangkan oleh para tokoh teori tersebut
beragam. Beberapa teori pemikiran yang akan dibahas adalah menurut Karl Marx,
Emile Durkheim, Max Weber, dan Thorstein Veben, Jean Baudrillard.

1. Karl Marx (1818-1883)


Dalam membahas komoditas, Marx membedakan antara alat-alat produksi
(means of production) dan alat-alat konsumsi (means of consumption). Perbedaan
tersebut tergantung pada apakah kegiatan itu berhubungan dengan produksi atau
tidak. Oleh sebab itu, Marx mendefinikan alat-alat produksi sebagai komoditas
yang memeliki suatu bentuk dimana komoditas memasuki konsumsi produktif.
Sedangkan alat-alat konsumsi didefinikan sebagai komoditas yang memiliki suatu
bentuk dimana komoditas itu memasuki konsumsi individual dari kelas kapitalis
dan pekerja.

Konsekuensi logis dari pembagian tersebut adalah mengklasifikasikan jenis


konsumsi, yaitu konsumsi substensi dan konsumsi mewah. Konsumsi substensi
merupakan alat-alat konsumsi yang diperlukan atau yang memasuki konsumsi kelas
pekerja. Dengan demikian, semua alat-alat konsumsi seperti bahan kebutuhan
pokok (sandang, pangan dan papan) dipandang sebagai konsumsi substensi.
Sedangkan konsumsi mewah adalah alat-alat konsumsi mewah yang hanya
memasuki konsumsi kelas kapitalis yang dapat dipertukarkan hanya untuk
pengeluaran dari nilai surplus, yang tidak diberikan kepada pekerja.

Selain itu pandangan Karl Marx tentang cara dan pola konsumsi seseorang
suatu kelas merupakan refleksi dari basis infrastruktur ekonominya. Pola konsumsi
borjuis akan berbeda dengan pola konsumsi porletar.

2. Emile Durkheim (1858-1917)

4
Menurut Durkheim, masyarakat terintegrasi karena adanya kesadaran
kolektif yaitu totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama.
Ia merupakan solidaritas yang bergantung pada individu-individu yang memiliki
sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan-kepercayaan dan pola normative
yang sama pula.

Durkheim membagi masyarakat atas dua tipe, yaitu masyarakat yang


berlandaskan solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Dalam masyarakat
berlandaskan solidaritas mekanik, kesadaran kolektif meliputi keseluruhan
masyarakat beserta anggotanya dan dengan intensitas tinggi seperti keterlibatan
komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang dengan menggunakan
hukup represif. Kesadaran kolektif dalam masyarakat berlandaskan solidaritas
mekanik menuntun anggotanya untuk melakukan konsumsi yang tidak berbeda
Antara satu sama lain, seragam dalam cara dan pola konsumsi seperti pola pangan,
sandang dan pangan. Masyarakat berlandaskan solidaritas organik telah mengalami
transformasi ke dalam suatu solidaritas yang ikat oleh pembagian kerja sehingga
intensitas kesadaran kolektif hanya mencakup kalangan masyarakat terbatas yang
berada pada jangkauan ruang kesadaran kolektif itu saja. Intensitas kesadaran
kolektif seperti itu mencerminkan individualitas yang tinggi, pentingnya consensus
pada nilai-nilai abstrak dan umum seperti hukum pidana dan hukum perdata, dan
dominannya hukum restitutif, yaitu hukum yang bertujuan untuk mengembalikan
keadaan menjadi keadaan seperti semula melalui hukum yang bersifat memulihkan.

3. Max Weber (1864-1920)

Menurut Weber, agama protestan memberikan dorongan motivasional


untuk menjadi seseorang yang memiliki suatu orientasi agama yang bersifat asketik
dalam dunia (inner-worldly asceticism), yaitu suatu komitmen untuk menolak
kesempatan atau sangat membatasi diri untuk menuruti keinginan jasadi atau
inderawi, atau kenikmatan yang besifat materialistic, termasuk cara konsumsi
tertentu, demi meraih suatu tujuan spiritual yang tinggi, yaitu keselamatan abadi,
melalui pekerjaan di dunia yang dianggap sebagai suatu panggilan suci.

5
Max Weber dalam Ekonomi and Society menyatakan bahwa tindakan
konsumsi dapat dikatakan sebagai tindakan sosial sejauh tindakan tersebut
memperhatikan tingkah laku dari individu lain dan oleh karena itu diarahkan pada
tujuan tertentu.

Sedangkan tindakan sosial menurut Weber terdiri dari:

• Zweckrationalitat / instrumentally rational action / tindakan rasional


instrumental yaitu tindakan yang berdasarkan pertimbangan yang sadar
terhadap tujuan tindakan dan pilihan dari alat yang dipergunakan.
• Wertrationalitat / value rational action / tindakan rasional nilai yaitu suatu
tindakan dimana tujuan telah ada dalam hubungannya dengan nilai absolut
dan akhir bagi individu
• Affectual type / tindakan afektif, yaitu suatu tindakan yang di dominasi
perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar
seperti cinta, marah, suka, atau duka.
• Traditional action / tindakan tradisional yaitu tindakan yang dikarenakan
kebiasaan atau tradisi
4. Thorstein Veblen (1857-1929)
Mengajukan istilah conspicuous consumption (konsumsi yang mencolok)
untuk menunjukkan barang-barang yang kita beli dan kita pertontonkan kepada
orang lain untuk menegaskan gengsi dan status kita serta menunjang gaya hidup
diwaktu luang. Barang-barang yang di beli atau di konsumsi biasanya berupa
sesuatu yang tidak berguna, yang kadang malah mengurangi gerak dan kenyamanan
di tubuh seseorang. Veblen juga mengajukan istilah pecuniary emultion
(penyamaan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan uang) di mana golongan
yang tidak masuk pada leisure class berusaha menyamai perolehan atau pemakaian
benda-benda tertentu dengan harapan bahwa mereka akan mencapai keadaan
identitas manusia yang secara intrinsic lebih kaya dari orang-orang lain.

Veblen dalam bukunya “The Theory of the Leisure Class” melihat kapitalis
industry berkembang secara bar-bar, karena property private tidak lain merupakan
barang rampasan yang diambil melalui kemenangan perang.

6
Kapitalis seperti ini memunculkan abseente owner, yaitu para pemilik
modal yang tidak mengerjakan apa-apa tetapi memperoleh hasil yang banyak.
Dengan kata lain abseente owner tersebut memiliki atau menguasai sekelompok
perusahaan-perusahaan yang beragam, tetapi tidak mengelola sendiri perusahaan-
perusahaan tersebut namun memperkerjakan para professional dan teknisi.
Selanjutnya mereka tinggal memetik dan menikmati hasil usaha perusahaannya,
tanpa berbuat banyak.

5. Jean Baudrillard

Jean Baudrillard, seorang teoritisi postmodernis dan sosiolog asal Perancis,


meradikalkan konsep tentang konsumsi ini dengan menghubungkannya dengan
kapitalisme global dan media massa yang berperan dalam menyebarkan tanda-tanda
untuk dikonsumsi oleh masyarakat konsumen. Inti teori Baudrillard adalah
memperdebatkan makna dengan realita, melihat realitas kontemporer kemudian
merefleksikan masa depan dengan memberi peringatan dini tentang apa yang akan
terjadi dimasa mendatang jika kecenderungan realitas kontemporer hari ini terus
berlanjut. Menurut analisis Baudrillard, globalisasi telah menyebabkan masyarakat
perkotaan menjadi satu model global yang berperilaku “seragam”. Keseragaman ini
disebabkan karena pengaruh media yang berperan dalam menyebarkan tanda-tanda
dalam setiap kehidupan. Hal ini berakibat pada pergeseran pola piki dan logika
konsumsi masyarakat. Menurut teori Baudrillard kini logika konsumsi masyarakat
bukan lagi berdasarkan use value atau exchange value seperti yang dikemukakan
oleh Karl Marx, melainkan hadir nilai baru yang disebut “symbolic value”.
Maksudnya orang tidak lagi mengonsumsi objek berdasarkan nilai tukar atau nilai
guna. Melainkan berdasarkan nilai tanda/simbolis yang sifatnya abstrak dan
terkonstruksi. Hal ini disebabkan karena beberapa bagian dari tawaran iklan justru
menafikan kebutuhan konsumen akan keunggulan produk, melainkan dengan
menyerang rasa sombong tersembunyi dalam diri manusia, produk ditawarkan
sebagai simbol prestise dan gaya hidup mewah yang menumbuhkan rasa bangga
yang klise dalam diri pemakainya.

7
2.2 Perbandingan Antara Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi

Pendekatan adalah cara pandang dalam melihat sesuatu dengan landasan


berpikir atau asumsi tertentu. Pendekatan berguna dalam melihat ekonomi dengan
landasan berpikir atau asumsi dari sisi ekonomi dan sosiologi.
1. Konsep Aktor
Ekonomi sebagai suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan kegiatannya
yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya masyarakat yang terbatas
diantara berbagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan
keinginan masing-masing. Yang dimaksud disini berkaitan dengan semua aktivitas
orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran
dan konsumsi barang-barang ataupun jasa-jasa langka.
Titik tolak analisis ekonomi adalah individu. Pendekatan individu dalam
analisis ekonomi berakar dari utilitarianisme dan ekonomi politik Inggris.
Utilitarianisme mengasumsikan bahwa individu adalah makhluk yang rasional.
Sedangkan ekonomi politik Inggris dibangun diatas prinsip”laissez faire, laissez
passer”, yaitu biarkan hal-hal yang lain masuk Artinya biarkan individu mengatur
dirinya, karena individu tahu apa yang dia mau. Hal ini dikarenakan individu lebih
mengetahui tentang dirinya sendiri dari sisi kemampuan, pengetahuan,
keterampilan, jaringan, dan lain sebagainya.
Sedangkan sosiologi mengarahkan perhatiannya pada aktor sebagai
kesatuan yang dikonsruksi secara social, yaitu ”aktor dalam suatu interaksi” atau
”aktor dalam masyarakat”. Aktor dalam suatu interaksi adalah individu yang
terlibat dalam suatu interaksi dengan individu atau beberapa individu lainnya.
Sedangkan aktor dalam masyarakat adalah individu yang identitas dirinya tidak
tampil tetapi tersembunyi dalam suatu kesatuan yang dinamakan masyarakat.
Aktor dalam sosiologi tidak bisa di lihat sebagai individu itu sendiri, tetapi
individu yang di hubungkan atau dikaitkan dengan individu lainnya, baik individu
sebagai perorangan atau dalam kelompok (masyarakat). Formulasi Weber tersebut
menegaskan perbedaan antara ekonomi atau sosiologi. Yang pertama
mengasumsikan bahwa aktor tidak dihubungkan dengan aktor lain, sedangkan yang

8
disebut terakhir mengasumsikan bahwa aktor di hubungkan dan dipengaruhi oleh
aktor lain.
2. Konsep Tindakan Ekonomi
Tindakan yang di lakukan oleh aktor bertujuan untuk memaksimalkan
pemanfaatan (individu) dan keuntungan (perusahaan). Tindakan tersebut dipandang
rasional secara ekonomi. Sedangkan sosiologi melihat beberapa kemungkinan tipe
tindakan ekonomi. Tindakan ekonomi dapat berupa rasional, tradisional, dan
spekulatif-irrasional.
Tindakan ekonomi rasional, mempertimbangkan alat yang tersedia untuk
mencapai tujuan yang ada. Tindakan ekonomi rasional menjadi perhatian baik
ekonomi maupun sosiologi. Dua tindakan ekonomi lain yang tidak dilihat oleh
ekonomi, tetapi menjadi perhatian sosiologi adalah tindakan ekonomi tradisional
dan tindakan ekonomi spekulatif-irrasional. Tindakan ekonomi tradisional
bersumber dari tradisi atau konvensi. Sedangkan tindakan spekulatif-irrasional
merupakan tindakan berorientasi ekonomi yang tidak mempertimbangkan
instrument yang ada dengan tujuan yang hendak dicapai.
Perbedaan kedua antara ekonomi dan sosiologi adalah menanggap
rasionalitas sebagai asumsi, sementara sosiologi memandang rasioalitas sebagai
variable. Tindakan ekonomi dapat dilihat sebagai suatu tindakan sosial selama
tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Seperti memperhatikan
orang lain, saling bertukar pandang, berbincang dengan mereka, dan sebagainya.
3. Hambatan pada Tindakan Ekonomi
Tindakan ekonomi dibatasi oleh selera dan kelangkaan sumber daya,
termasuk teknologi. Sedangkan sosiologi memperhatikan tidak hanya pengaruh
kelangkaan sumber daya, tetapi juga aktor-aktor lain yang akan memudahkan,
memperlancar, menghambat, dan membatasi tindakan ekonomi dalam pasar.
Tindakan ekonomi biasanya tidak berada dalam di ruang hampa, tetapi secara
umum terjadi dalam konteks hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan tersebut
tidak hanya sekedar hubungan ekonomi. Pada umumnya perselisihan dalam dunia
bisnis bersumber dari ketidakmampuan mempertahankan atau menjaga

9
kepercayaan yang dimiliki dari satu pihak kepada pihak lain. Apabila suatu
perselisihan telah terjadi maka akan menghambat terjadinya tindakan ekonomi.
4. Hubungan Ekonomi dan Masyarakat
Pusat perhatian dari kajian ekonomi adalah pertukaran ekonomi, pasar dan
ekonomi. Sedangkan masyarakat dianggap sebagai “sesuatu yang di luar “, dia
dipandang sebagai sesuatu yang telah ada (given). Oleh sebab itu, sosiolog tidak
terbiasa melihat kenyataan dengan melakukan ceteris paribus terhadap faktor –
faktor yang dipandang berpengaruh terhadap suatu kenyataan sosial. Tetapi
sebaliknya, sosiolog terbiasa melihat kenyataan secara holisti, melihat kenyataan
saling kait mengait antar berbagai faktor. Dengan demikian, sosiologi ekonomi
selalu memusatkan perhatian pada:

a. Analisis sosiologis terhadap proses ekonomi, misalnya proses pembentukan


harga antara pelaku ekonomi, proses terbentuknya kepercayaan dalam suatu
tindakan ekonomi, atau proses terjadinya perselisihan dalam tindakan
ekonomi.
b. Analisis hubungan dan interaksi antara ekonomi dan institusi lain dari
masyarakat, seperti hubungan antara ekonomi dan agama, pendidikan,
stratifikasi sosial, demokrasi atau politik.
c. Studi tentang perubahan institusi dan parameter budaya yang menjadi konteks
bagi landasan ekonomi dari masyarakat. Contohnya semangat kewirausahaan
di kalangan santri, kapital budaya pada masyarakat nelayan dan etos kerja di
kalangan pekerja tambang.
5. Tujuan Analisis
Ekonomi lebih cenderung melakukan prediksi dan eksplanasi, dan sangat
sedikit membuat deskripsi. Artinya, dalam analisis ekonomi lebih cenderung
melakukan ramalan tentang masa depan dengan membentangkan kemungkinan
kecenderungan yang akan terjadi serta menjelaskan hubungan atau pengaruh antar
variabel. Dalam analisis sosiologi lebih menekankan pada kedalaman suatu
fenomena secara kualitas, apa yang ada dibalik kenyataan dan melihat tembus
terhadap realitas yang ada.

10
6. Penerapan Metode
Karena ekonomi terlalu menekankan prediksi maka metode yang cocok
dengan itu adalah metode yang ditujukan untuk penerapan hipotesa dan
penggunaan model-model dalam bentuk penerapan oleh karena itu ekonomi sering
menggunakan data resmi atau dikenal dengan data sekunder dan tidak mempunyai
data sendiri. Sedangkan sosiologi lebih menggunakan beberapa metode yang
berbeda satu sama lain seperti hermeneutik, etnografi, dan fenomenologi termasuk
metode historis dan perbandingan. Para sosiolog lebih sering mencari data sendiri
di lapangan.

2.3 Teori Sosiologi Sebagai Pendekatan

Dalam sosiologi, teori telah mengalami perkembangan yang sangat pesat


sekali. Kita hanya membatasi empat teori saja, yaitu dua pada tingkatan makro dan
dua pada mikro. Perbedaan antara makro dan mikro adalah jika analisis dilakukan
pada tatanan individu/interaksi maka dikenal sebagai teori mikro. Sebaliknya jika
pada tingkatan struktur maka dikenal dengan teori makro. Pembahasan berkisar
pada baik teori sosiologi makro maupun teori sosiologi mikro yaitu teori structural
fungsional dan teori strukturan konflik sebagai teori sosiologi makro, serta teori
interaksionisme simbolik dan teori pertukaran sebagai teori sosiologi mikro.
1. Teori Struktural Fungsional
Teori ini menjelaskan bagaimana berfungsinya suatu struktur seperti
persahabatan, organisasi dan masyarakat akan tetap ada sepanjang ia memiliki
fungsi.
Asumsi Teori Struktural Fungsional
Menurut Pendapat Ralp Dahrendorf tentang asumsi dasar yang dimiliki oleh teori
struktural fungsional:
a) Setiap Masyarakat Terdiri Dari Berbagai Elemen yang Terstruktur Secara
Relatif Mantap dan Stabil
Ketika kita melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari, contoh ketika
anda bangun pagi anda cuci muka lalu shalat subuh lalu beres-beres rumah, mandi,

11
berpakaian, sarapan pagi, lalu menonton televisi, dan ketika menjelang siang anda
shalat dzuhur, makan siang, lalu melakukan aktivitas yang lain kemudian anda
kuliah sore berangkat ke kampus dan begitulah seterusnya. Orang lain juga
melakukan hal yang sama seperti apa yang anda lakukan, tentunya dengan beragam
variasi yang ada. Anda tidak bisa melakukan suatu kegiatan sendiri walaupun ada
beberapa kegiatan yang bisa anda lakukan sendiri, dimana kita bisa membantu
maupun dibantu orang lain. Demikianlah aktivitas anda dalam masyarakat, juga
aktivitas orang lain dalam masyarakat. Kegiatan seperti itu anda lakukan secara
mantap dan stabil, dari hari ke hari terus bulan ke bulan terus tahun ke tahun, anda
rasakan relatif sama, hampir tidak berubah. Perubahan itu akan terasa berbeda pada
saat memperbandingkannya dari suatu titik waktu dengan titik lain yang sangat
berjarak.
b) Elemen-elemen Terstruktur Tersebut Terintegrasi dengan Baik

Jaringan hubungan yang terpola mencerminkan struktur elemen-elemen


yang terintegrasi dengan baik. Artinya, elemen-elemen yang membentuk struktur
memiliki kaitan dan jalinan yang bersifat saling mendukung dan saling
ketergantungan antara satu dengan lainnya, Hubungan itu bersifat saling
mendukung dan saling ketergantungan dan membuahkan struktur elemen-elemen
terintegrasi dengan baik.
c) Setiap Elemen dalam Struktur Memiliki Fungsi, yaitu Memberikan
Sumbangan pada Bertahannya Struktur itu sebagai Suatu Sistem
Setiap elemen dalam struktur memiliki fungsi. Misalnya: Disitu anda adalah
salah satu dari elemen dari struktur. Seperti telah dikemukakan anda adalah sebagai
Guru memiliki tugas dan fungsi sebagai pengajar dan memberi ilmu pengetahuan
kepada pelajar. Sedangkan Pak Beman sebagai penjaga sekolah bertugas
memberikan berbagai macam pelayanan keamanan di sekolah. Bu Minah sebagai
staff administrasi pembayaran yang bertugas memberikan pelayanan terhadap anda
menerima gaji bulanan dan juga untuk pembayaran uang sekolah bulanan pelajar.
Bu Ijah sebagai penjual makanan bertugas memberikan pelayanan terhadap anda
dan pelajar siswa/siswi bila jam istirahat telah tiba. Jadi, semua elemen yang ada

12
mempunyai fungsi. Fungsi tersebut memberikan sumbangan bagi bertahannya
suatu struktur sebagai suatu sistem.
d) Setiap struktur yang Fungsional Dilandaskan pada Suatu Konsensus Nilai di
Antara

Anggotanya

Untuk memahami ini mari kita ambil sebuah contoh, yaitu antara anda
dengan teman-teman anda. Katakanlah anda sedang mengerjakan tugas makalah
yang terdiri dari 3 orang, dimana anda bertugas meringkas atau merangkum
beberapa buku setelah itu diambil data-data nya yang penting untuk dijadikan
sebuah makalah, teman anda yang pertama bertugas mengetik ringkasan atau
rangkuman yang diambil dari beberapa buku, teman anda yang kedua bertugas
mengeprint untuk diberikan kepada dosen setelah itu di foto copy untuk diberikan
kepada teman-teman anda yang lain. Kesepakatan yang anda buat bersama teman-
teman anda merupakan suatu konsensus diantara anda dengan 2 orang teman anda.
2. Teori Struktural Konflik

Teori structural konflik menjelaskan bagaimana struktur memiliki konflik


dan memiliki berbagai elemen yang berbeda. Elemen-elemen yang berbeda tersebut
memiliki motif, maksud, kepentingan, atau tujuan yang berbeda-beda pula.
Perbedaan tersebut memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi, konflik,
dan perpecahan.
Asumsi Teori Struktural Konflik
Beberapa pendapat Ralp Dahrendorf (1986:197-198) tentang asumsi dasar
yang dimiliki oleh teori structural konflik.
a) Setiap masyarakat, dalam setiap hal, tunduk pada proses perubahan;
perubahan social terdapat dimana-mana
Teori ini melihat masyarakat pada proses perubahan yang terjadi karena
elemen-elemen yang berbeda sebagai pembentuk masyarakat (struktur sosial) yang
mempunyai perbedaan pula dalam motif, maksud, kepentingan, atau tujuan.
Perbedaan tersebut menyababkan setiap elemen berusaha untuk mengusung motif
atau tujuan yang dipunyai menjadi motif , atau tujuan dari struktur. Apabila sudah

13
menjadi bagian dari struktur maka elemen tersebut cenderung mempertahankan
disatu sisi. Sedangkan elemen yang lain berusaha untuk mendapatkannya juga.
b) Setiap Masyarakat, dalam setiap hal, memperlihatkan pertikaian dan konflik
; konflik social terdapat dimana-mana
Setiap struktur sosial terdiri dari beberapa elemen yang memiliki motif,
maksud, kepentingan, atau tujuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan itu
sumber terjadinya pertikaian dan konflik diantara berbagai elemen dalam struktur
sosial. Selama perbedaan tersebut masih ada di dalam struktur, maka selama itu
pula pertikaian dan konflik dimungkinkan ada. Menurut teoretisi konflik itu semua
adalah realitas kehidupan sosial.
c) Setiap elemen dalam suatu masyarakat menyumbang disintegrasi dan
perubahan.

Perbedaan motif, maksud, kepentingan, atau tujuan dari berbagai elemen


merupakan sumber pertikaian dan konflik. Selanjutnya pertikaian dan konflik
menyebabkan disintegrasi dan perubahan dalam struktur sosial.
d) Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas
orang lain.

Menurut teorisi konflik Keteraturan, keharmonisan atau kenormalan


dipandang sebagai suatu hasil paksaan dari sebagian anggotanya terhadap sebagian
anggota yang lainnya. Misalnya didaerah tempat kita tinggal, terdapat peraturan
yang dibuat oleh masyarakat yang memiliki kewenangan untuk merumuskan atau
menetapkan suatu aturan perundangan yang wajib untuk dilaksanakan dengan
tujuan terciptanya keteraturan, keharmonisan dan kenormalan, maka itu semua
harus dilaksanakan oleh anggota masyarakat yang lain walaupun ada sebagian yang
terpaksa melakukannya.
3. Teori Interaksionisme Simbolis

Teori ini memahami realitas sebagai suatu interaksi yang dipenuhi berbagai
simbol, dalam kenyataannya yang menggunakan simbol-simbol termasuk kedalam
interaksi interpersonal. Banyak individu secara aktif mengonstruksikan tindakan-

14
tindakannya dengan menyesuaikan diri dan mencocokkan berbagai macam
tindakan dengan mengambil peran dan komunikasi simbol.
Asumsi Teori Interaksionisme Simbolis
Menurut Turner (1978:327-330) ada empat asumsi dari teori interaksionisme
simbolis, yaitu:

a) Manusia adalah makhluk yang mampu menciptakan dan menggunakan


simbol.

Tindakan sosial dipahami sebagai suatu tindakan individu yang memiliki


arti atau makna subjektif bagi dirinya dan dikaitkan dengan orang lain. Proses
pemberian arti atau pemaknaan menghasilkan simbol. Seorang yang sedang
berinteraksi dengan beberapa orang mereka bisa saja menciptakan atau
menggunakan simbol.
Contoh: apabila ada dua atau lebih anak-anak yang sedang bermain di kursi tetapi
mereka menganggap bahwa kursi itu sebagai sebuah kendaraan yang sedang
mereka kendarai bahkan mereka juga menggunakan mulutnya untuk mengeluarkan
bunyi sebuah kendaraan, kursi dan mulut mereka dinamakan simbol.
b) Manusia Menggunakan Simbol untuk Saling Berkomunikasi

Manusia menciptakan simbol melalui pemberian nilai atau pemaknaan


terhadap sesuatu (baik berupa bunyi, kata, gerak tubuh, benda, atau hal yang lainya)
yang bias dijadikan komunikasi. Komunikasi akan berjalan dengan lancar apabila
pihak-pihak yang terlibat komunikasi menggunakan simbol yang dapat dipahami
secara bersama, misalnya menggunakan bahasa yang sma-sama bias dimengerti.
c) Manusia Berkomunikasi Melalui Pengambilan Peran (Role Taking)

Role Talking merupakan proses pengambilan peran yang mengacu pada


bagimana kita melihat situasi sosial dari sisi orang lain dimana dari dia kita akan
memperoleh respon. Di dalam proses pengambilan peran, seseorang
mempertimbangkan atau mengantisipasi peran orang lain yang dianggap sesuai
dengan kebutuhan, atau yang sering muncul dalam hidupnya, dikenal dengan
significant other. Contoh: Anak yang sedang menggunakan kostum dokter-
dokteran maka, ia menganggap bahwa dirinya adalah seorang dokter.

15
d) Masyarakat terbentuk, bertahan, dan berubah berdasarkan kemampuan
manusia untuk berpikir, mendefinisikan, melakukan refleksi diri dan untuk
melakukan evaluasi.
Ini semua merupakan proses interaksi social yang sangat penting dalam
mengembangkan kemampuan manusia. Dengan kemampuan tersebut, melalui
proses interaksi, manusia membentuk dan dapat merubah masyarakat.
4. Teori Pertukaran

Teori ini melihat dunia sebagai arena pertukaran, tempat orang-orang saling
bertukar ganjaran/hadiah. Apapun bentuk perilaku social tidak lepas dari soal
pertukaran.
Asumsi Teori Pertukaran
a) Manusia adalah makhluk yang rasional, dia memperhitungkan untung dan
rugi.

Dalam teori ini melihat bahwa manusia terus menerus terlibat dalam
memilih diantara perilaku-perilaku alternative, dengan pilihan mencerminkan cost
and reward yang diharapkan berhubungan dengan garis-garis perilaku alternative
itu. Suatu tindakan dikatakan rasional apabila berdasarkan perhitungan untung rugi.
Dalam suatu interaksi sosial seorang akan mempertimbangkan keuntungan yang
besar dari pada biaya yang dikeluarkannya. Oleh karena itu semakin tinggi ganjaran
(reward) yang didapatkan maka semakin sering perilaku itu akan diulang.
Sebaliknya apabila semakin besar hukuman atau tinggi biaya yang didapatkan maka
kemungkinan semakin kecil perilaku yang sama akan diulang.
b) Perilaku pertukaran sosial terjadi apabila: (1) perilaku tersebut harus
berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi
dengan orang lain dan (2) perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana
bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
c) Transaksi-transaksi pertukaran terjadi hanya apabila pihak yang terlibat
memperoleh keuntungan dari pertukaran itu.
Pertukaran sosial akan terjadi apabila kedua belah pihak mendapatkan
keuntungan, bukan hanya salah satunya saja.

16
BAB 3

METODE YANG DIPAKAI

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan kajian literatur dan wawancara sebagai sarana


pendukung tentang praktik konsumsi produk barang yang lagi hits/populer. Batasan
usia yang ditetapkan pada narasumber berusia sekitar kurang lebih 15-30 tahun di
Kab. Labuhanbatu. Analisa dari responden akan diarahkan untuk menemukan
identitas mereka dalam mengonsumsi produk barang yang lagi hits/populer. Praktik
konsumsi produk barang yang lagi hits/populer ini merupakan bentukan
konsumerisme pos modern, yakni pola konsumsi yang tidak sesuai dengan arti
harfiah dari konsumsi, namun lebih mengarah pada konsumsi simbol-simbol.

Bentuk penelitian ini adalah kualitatif. Metode kualitatif dipilih dikarenakan


fenomena yang diambil sebagai bahan penelitian adalah fenomena yang sedang
banyak terjadi sekarang ini. Metode ini digunakan untuk menganalisis kedalaman
fenomena, mempelajari perilaku individu yang terlibat dalam fenomena secara
lebih intensif. Dalam metode kualitatif yang disebutkan, penulis menggunakan tiga
teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan interpretasi.

17
BAB 4

MENDIALOGKAN TEORI DENGAN FENOMENA YANG TERJADI

4.1 Pandangan Para Tokoh Sosiologi Tentang Konsumsi

Dari beberapa pemahaman teori konsumsi yang dikemukanan oleh Karl


Marx, Emile Durkheim, Max Weber, Thorstein Veblen dan Jean Baudrillard pada
bab 2. Dapat dilihat bahwa fenomena konsumsi penggunaan masyarakat terhadap
produk-produk barang yang lagi hits/populer menggunakan teori yang
dikemukakan oleh Karl Marx dan Jean Baudrillard.
Dikarenakan bahwa budaya konsumsi dilatarbelakangi oleh munculnya
masa kapitalisme yang dikemukakan oleh Marx. Marx menjelaskan bahwa
komoditas hanya memiliki dua aspek, yaitu use value dan exchange value. Nilai
guna atau use value tidak lain merupakan kegunaan suatu objek dalam pemenuhan
kebutuhan tertentu, sedangkan exchange value menekankan pada nilai tukar yang
terkait dengan nilai produk itu dipasar atau objek yang bersangkutan. Tetapi, apa
yang dinyatakan oleh Marx berbeda dengan Baudrillard. Sebuah objek tidak hanya
memiliki use value dan exchange value, tetapi juga memiliki symbolic value dan
sign value. Maksud dari pernyataan tersebut bahwa orang tidak lagi mengonsumsi
sebuah objek berdasarkan kegunaan dan nilai tukarnya, tetapi juga adanya nilai
simbolik dan nilai tanda yang bersifat abstrak. Konsumsi menurut Baudrillard
memegang peranan penting dalam hidup manusia. Konsumsi membuat manusia
tidak mencari kebahagiaan, tidak berusaha mendapatkan persamaan, dan tidak
adanya intensitas untuk melakukan homogenisasi, manusia justru melakukan
diferensiasi (perbedaan) yang menjadi acuan dalam gaya hidup dan nilai, bukan
kebutuhan ekonomi.

Hal inilah yang terjadi pada masyarakat kita sekarang ini, masyarakat
seperti ini disebut Baudrillard sebagai masyarakat konsumeris. Individu akan
merasa dicap sebagai masyarakat modern, kelas sosial menengah ke atas ketika
mereka menggunakan produk barang yang lagi hits/populer dan juga dikenal oleh
masyarakat kebanyakan dibanding menggunakan produk barang yang kurang
hits/populer dan kurang dikenali oleh masyarakat kebanyakan. Tujuan distinction

18
adalah demi mempertahankan prestise/harga untuk mengejar kehormatan.
Fenomena menggunakan produk barang yang lagi hits/populer di kalangan
masyarakat banyak erat kaitannya dengan pergeseran konsep status of object milik
Baudrillard, yaitu hilangnya nilai fungsi konsumsi yang sebenarnya. Dalam konteks
tersebut dapat diartikan bahwa menggunakan produk barang yang lagi hits/populer
tidak lagi dibeli sebagai produk barang yang sebagai kebutuhan semata, namun ada
nilai-nilai simbolik yang melekat dan harus dibayar mahal untuk mendapatkannya.
Jika Marx selalu menekankan bahwa kapitalis tugasnya memproduksi barang,
sedangkan bagi Baudrilland kapitalis memproduksi tontonan, karena konsumen
menginginkan sebuah differensiasi melalui permainan tanda-tanda di dalam
produk. Baudrilland menyempurnakan bahwa era kapitalis dapat dilihat dari
produksi tontonan, yaitu tontonan apa yang bisa diambil dari penggunaan produk-
produk barang yang lagi hits/populer.lam konsep simulakra (istilah reprentasi
symbol dan tanda) produk barang yang lagi hits/populer ini bersifat konkret yang
mampu berubah menjadi abstrak (imajinasi) dengan penunjang harga jual yang
tinggi sehingga menciptakan imajinasi lain atau biasa yang disebut Baudrillard
dengan hiperealitas ketika para konsumen menggunakan/memakai produk-produk
barang dengan brand yang lagi hits/populer dibanding produk-produk barang yang
kurang hits/populer brand lainnya.

4.2 Perbandingan Antara Pendekatan Ekonomi dan Sosiologi

Perbandingan antara pendekatan ekonomi dan sosiologi yaitu, konsep aktor,


konsep tindakan ekonomi, hambatan pada tindakan ekonomi, hubungan ekonomi
dan masyarakat, tujuan analisis dan penerapan metode. Dari ke 6 perbandingan
antara pendekatan ekonomi dan sosiologi yang dijelaskan pada bab 2, maka dapat
dilihat bahwa fenomena konsumsi penggunaan masyarakat terhadap produk-
produk barang yang lagi hits/populer masuk kedalam pendekatan konsep aktor.
Karena yang menjadi titik tolak analisis adalah individu. Misalnya dilihat dari nilai
ekonomi individu. Dalam membeli produk barang yang lagi hits/populer tentunya
bagi orang-orang yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi tidaklah sulit untuk

19
menjangkau harga setiap produk barang yang lagi hits/populer tersebut, namun bagi
konsumen yang pendapatan rendah mungkin akan berpikir ulang sebelum mereka
membeli produk barang yang lagi hits/populer tersebut. Individu sendirilah yang
mengetahui nilai ekonominya sendiri apakah dia mampu untuk membeli produk
barang yang lagi hits/populer tersebut atau produk barang dengan brand lainnya
yang sesuai dengan nilai ekonominya. Perilaku mengonsumsi produk barang yang
dilakukan sekarang ini adalah suatu tindakan membeli produk barang yang kurang
diperlukan sehingga bersifat berlebihan. Dalam artian individu akan lebih
mementingkan faktor keinginan (want) daripada kebutuhan (need) dan individu
cenderung dikuasai oleh hasrat kesenangan material semata.

4.3 Teori Sosiologi Sebagai Pendekatan

Teori sosiologi sebagai pendekatan berupa teori struktural fungsional, teori


struktural konflik, teori interaksionisme simbolis dan teori pertukaran. Dari ke 4
teori sosiologi sebagai pendekatan terhadap fenomena konsumsi penggunaan
masyarakat terhadap produk-produk barang yang lagi hits/populer menggunakan
teori interaksionisme simbolis. Dimana individu secara aktif mengkontruksikan
tindakan-tindakannya dan proses interaksi dimana individu menyesuaikan diri dan
mencocokkan berbagai macam tindakannya dengan mengambil peran dan
komunikasi simbol.
Praktik konsumsi produk barang yang lagi hits/populer merupakan bentukan
konsumerisme pos modern, yakni pola konsumsi yang tidak sesuai dengan arti
harfiah dari konsumsi, namun lebih mengarah pada konsumsi simbol-simbol.
Konsumerisme digunakan untuk menganalisis bagaimana perilaku konsumsi pos
modern khususnya yang terjadi pada masyarakat urban. Dalam perilaku
mengonsumsi produk barang yang lagi hits/populer ada makna tertentu dari setiap
individu. Makna membeli produk barang yang lagi hits/populer itu sendiri dalam
masyarakat sekarang tidak lagi menjadi satu-satunya aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan nilai fungsi, melainkan sebagai pemenuhan kebutuhan nilai simbolik.
Dimana pemaknaan menggunakan/memakai produk barang yang lagi hits/populer

20
tidak hanya memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi juga sebagai alat untuk
mengekspresikan diri. Mengonsumsi produk barang yang lagi hits/populer saat ini
tampak menjadi suatu aktivitas baru yang mulai biasa dilakukan oleh tiap-tiap
individu.

21
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam sosiologi, konsumsi tidak hanya dipandang bukan sekedar


pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetap berkaitan
dengan aspek-aspek sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera,
identitas dan gaya hidup. menurut ekonom, selera sebagai suatu yang stabil,
difokuskan pada nilai guna, dibentuk secara individu. Perkembangan serta
perubahan ilmu dan teknologi di berbagai bidang merupakan bukti eksistensi
masyarakat. Hal itu di satu sisi menjadi bukti kemajuan masyarakat, karena semua
urusan dan akses lebih mudah serta cepat. Namun di lain pihak kemajuan tersebut
juga berdampak pada munculnya berbagai problem budaya, ekonomi sampai gaya
hidup. Budaya dan gaya hidup masyarakat mengalami perubahan, bahkan kemajuan
teknologi tersebut menuntut individu dari masyarakat melakukan adaptasi terhadap
berbagai perubahan tersebut.

Perubahan konsumsi masyarakat disini dalam arti konsumsi masyarakat


bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan, akan tetapi juga pemenuhan kebutuhan
yang memperhitungkan gengsi atau prestise. Perilaku konsumtif ini telah menjadi
bagian dari gaya hidup dalam kehidupan masyarakat sekarang ini.

Perilaku konsumtif yang dimaksud disini adalah perilaku konsumsi


menggunakan/memakai produk barang yang lagi hits/populer yang berkaitan
dengan budaya masyarakat konsumsi. Menggunakan/memakai produk barang yang
lagi hits/populer bukan hanya sekedar tuntutan selera, melainkan bagi sebagian
masyarakat perkotaan sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Hal ini terbukti
dengan munculnya brand-brand baru yang dibuat agar dapat menikmati dan
memuaskan produk barang favorit mereka.

22
5.2 Saran

Sebaiknya konsumsi masyarakat sekarang ini lebih diperhatikan lagi dengan


baik. Sudah saatnya untuk berpikiran kalau ingin membeli suatu produk barang itu
yang memang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan ekonomi. Jangan membeli
suatu produk barang hanya sekedar untuk memuaskan nafsu semata dan ingin
dilihat serta dianggap oleh masyarakat lainnya sebagai orang yang gaul atau
kekinian sehingga melupakan kemampuan ekonomi yang dimilikinya yang dengan
demikian dapat melakukan segala cara bagaimana agar dapat tercapainya memiliki
produk barang tersebut baik itu cara yang baik ataupun yang tidak baik. Jangan
hanya karena tidak menggunakan/memakai produk barang yang lagi hits/populer
membuat ada perasaan malu terhadap diri sendiri yang dapat mengakibatkan
berkurangnya tingkat sosial terhadap sesama yang lainnya. Cobalah untuk menjadi
lebih percaya diri lagi dan menjadi apa adanya sehingga dengan begitu dapat
membuat tidak mudah terpengaruh akan perkembangan zaman yang begitu cepat
ini

23
DAFTAR PUSTAKA

Soedrajad, Mochammad Rijaal. 2018. Masyarakat Konsumsi Di Era Global – Studi


Kasus Pengaruh Media Dan Kecemburuan Sosial Terhadap Barang Branded.
Universitas Indonesia.

Nadya Afdholy. 2019. Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi
Ala Starbucks. Satwika: Jurnal Kajian Budaya dan Perubahan Sosial. Volume 3,
Nomor 1.

Damsar dan Indrayani. 2018. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana


Prenadamedia Group

24

Anda mungkin juga menyukai