Anda di halaman 1dari 30

TEORI KONSUMSI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Teori Sosiologi

Dosen Pengampu:

Dr. H. Zulfi Mubaraq, M. Ag.

Disusun Oleh:

Yusron habibi 17130039 (ketua)

Muhammad iqbal 17130050 (sekretaris)

Naufal samudra 17130150 (anggota)

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG
1

12 Maret 2019DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................i

BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................1

A..............................................................................................................Latar
Belakang..................................................................................................1
B..............................................................................................................Rumus
an Masalah..............................................................................................2
C..............................................................................................................Tujuan
Pembahasan.............................................................................................2

BAB II: POKOK PEMBAHASAN....................................................................3

A..............................................................................................................Pengert
ian Konsumsi secara Etimologi dan Terminologi...................................3
B..............................................................................................................Sejarah
munculnya Teori Konsumsi....................................................................7
C..............................................................................................................Riwaya
t tokoh Teori Konsumsi...........................................................................9
D..............................................................................................................Pokok
pikiran tokoh Teori Konsumsi.................................................................14

BAB III: ANALISIS DAN DISKUSI.................................................................25

A..............................................................................................................Analisi
s...............................................................................................................25
B..............................................................................................................Diskusi
.................................................................................................................25

BAB IV: KESIMPULAN....................................................................................26


1

Daftar Rujukan 27BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Teori Sosiologi tentang
“TEORI KONSUMSI” Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori
Sosiologi. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-
dalamnya kepada dosen Dr. H. Zulfi Mubaraq, M. Ag pembimbing mata kuliah Teori
Sosiologi. Serta Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen
mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik
di masa yang akan datang.

Dalam makalah ini membahas pentingnya teori konsumsi sebagai pendekatan


sosiologis yang diterapkan pada fenomena konsumsi. Sosiologi konsumsi sebagai
kajian dapat dilihat bagaimana masyarakat mempengaruhi konsumsi dan bagaimana
konsumsi mempengaruhi masyarakat. Masyarakat sebagai realitas eksternal akan
menunutun individu dalam menentukan apa yang boleh dikonsumsi, bagaimana cara
mengkonsumsinya dan dimana dapat mengkonsumsi. Konsumsi tidak hanya dipandang
sekedar pemenuh kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan
dengan aspek-aspek social budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera,
identitas, atau gaya hidup.

Konsumsi dalam pandangan sosiologi sebagai masalah selera, identitas, atau


gaya hidup maksudnya terkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Sosiolog memandang
dari segi selera sebagai sesuatu yang dapat berubah, difokuskan pada kualitas simbolik
2

dari barang maksudnya jika di lihat orang menjadi menarik dan modis, dan tergantung
dari persepsi tentang selera orang lain. Konsumsi adalah kegiatan atau tindakan
mempergunakan komoditas barang atau jasa untuk memenuhi keinginan, dengan cara
atau sikap yang umum, yang dipengaruhi oleh struktur dan pranata sosial di sekitarnya.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari teori Konsumsi ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian Teori Konsumsi secara Etimologi dan Terminologi?
2. Bagaimana sejarah munculnya Teori Konsumsi?
3. Bagaimana riwayat hidup penemu Teori Konsumsi?
4. Bagaimana pokok-pokok pikiran Teori Konsumsi?

C. Tujuan
1. Ingin memahami pengertian Teori Konsumsi secara Etimologi dan
Terminologi.
2. Ingin memahami sejarah munculnya Teori Konsumsi.
3. Ingin memahami riwayat hidup penemu Teori Konsumsi .
4. Ingin memahami pokok-pokok pikiran Teori Konsumsi.
1

BAB II

POKOK PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Konsumsi


a. Pengertian teori Konsumsi secara etimologi
konsumsi menurut kamus pelajar konsumsi adalah barang-barang
yang langsung memenuhi keperluan hidup.1
konsumsi menurut kamus ilmiah populer adalah pemakaian
barang-barang (produksi).2
konsumsi menurut kamus besar ilmu pengetahuan adalah
penggunaan akhir barang – barang hasil industri seperti: pakaian,
makanan, elektronik dan lain-lain.3
konsumsi menurut kamus bahasa indonesia kontemporer adalah
pemakaian barang – barang yang diperoleh dari hasil industri yang
langsung dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup.4
Konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie, bahasa Inggris
consumption, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa,
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.5
Konsumsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
Pemakaian barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan

1Menuk Hardaniwati, Isti Nureni & Hari Sulastri, “Kamus Pelajar”, (Bandung: PT Remaja Rusda
Karya, 2003), hal. 337

2Acmad Maulana dkk, “Kamus Ilmiah Populer”, (Yogyakarata: PT Absolut, 2003), hal. 242

3Save M. Dagun, “Kamus Besar Ilmu Pengetahuan”, (Jakarta: Lembaga pengkajian kebudayaan
nusantara (LPKN), 1997), hal. 528.

4Drs. Peter Salim, M.A. & Yenny Salim, B. Sc, “Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer” , (Jakarta:
Modern English Press, 1995), hal. 766

5 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Konsumsi”, https://id.wikipedia.org/wiki/Konsumsi, (diaskes pada


8 april 2019, pukul 18.50)
2

sebagainya) barang-barang yang lanngsung memenuhi keperluan hidup


kita.6
Konsumsi menurut Oxford Dictionary adalah Tindakan
menggunakan sumber daya. 'Negara-negara industri harus mengurangi
konsumsi energi mereka'.7
Konsumsi menurut Webster Dictionary adalah Tindakan atau
proses konsumsi konsumsi konsumsi sumber daya makanan.8
Konsumsi menurut Longman Dictionary adalah jumlah yang
digunakan jumlah energi, minyak, listrik dll yang digunakan → konsumsi
energi / konsumsi bahan bakar dll.9
Konsumsi menurut Cambridge Dictionary adalah jumlah yang
digunakan atau dimakan: Sebagai bangsa, konsumsi junk food kita sangat
mengerikan. Kita perlu mengurangi konsumsi bahan bakar kita dengan
memiliki lebih sedikit mobil di jalan.10

b. Pengertian teori Konsumsi secara terminologi

jask Pengertian konsumsi menurut Don Slater adalah bagaimana


manusia dan aktor sosial dengan kebutuhan yang dimilikinya berhubungan
dengan sesuatu (dalam hal ini material, barang simbolik, jasa atau
6 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, “Konsumsi”, https://kbbi.web.id/konsumsi, (diakses pada 8
April 2019, pukul 19.10)

7 Oxford Dictionary, “Consumption”, https://en.oxforddictionaries.com/definition/consumption,


(diakses pada 8 April 2019, pukul 19.30)

8 Webster Dictionary, “Consumption”, https://www.merriam-webster.com/dictionary/consumption,


(diakses pada 8 April 2019, pukul 20.00)

9 Longman Dictionary, “Consumption”, https://www.ldoceonline.com/dictionary/consumption,


(diakses pada 8 April 2019, pukul 20.35)

10 Cambridge Dictionary, “Consumption”,


https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/consumption?q=Consumption, (diakses pada 8
April 2019, pukul 21.05)
3

pengalaman) yang dapat memuaskan mereka. Berhubungan dengan


sesuatu yang dapat memuaskan mereka dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti menikmati, menonton, melihat, menghabiskan, mendengar,
memperhatikan, dan lain-lain.11
Konsumsi adalah berhubungan dengan masalah selera, identitas,
gaya hidup. Jika para ekonom memperlakukan selera sebagai suatu yang
stabil, difokuskan pada nilai guna, dibentuk secara individu, dan
dipandang sebagai sesuatu yang eksogen yaitu diluar dari pusat perhatian.
Sedangkan sosiolog memandang selera sebagai sesuatu yang dapat
berubah, di fokuskan pada kualitas simbolik dari barang, dan tergantung
pada persepsi tentang selera dari orang lain.12
Konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan atau memakai
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Mutu dan jumlah barang
atau jasa dapat mencerminkan kemakmuran konsumen tersebut. Semakin
tinggi mutu dan semakin banyak jumlah barang atau jasa yang
dikonsumsi, berarti semakin tinggi pula tingkat kemakmuran konsumen
yang bersangkutan sebaliknya semakin rendah mutu kualitas dan jumlah
barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin rendah pula tingkat
kemakmuran konsumen yang bersangkutan.13
Teori Konsumsi menurut pusat pengkajian dan pengembangan
ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang
memberikan maslahah/kebaikan dunia dan akhirat bagi konsumen itu
sendiri. Secara umum pemenuhan kebutuhan akan memberikan tambahan
manfaat fisik, spiritual, intelektual, ataupun material, sedangkan

11 Damsar, “Pengantar Sosiologi ekonomi”, (Jakarta : PT Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.
113

12 Ibid, hal. 135

13 Sri Wahyuni, “Teori Konsumsi dan Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Fakultas Ekonomi
Universitas Mulawarman. Volume 10 No. 1 Maret 2013, hal. 75
4

pemenuhan keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat psikis


disamping manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan diinginkan oleh
seseorang maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan maslahah
sekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan kebutuhan tidak dilandasi
diinginkan bukan kebutuahan maka pemenuhan keinginan tersebut hanya
akan memberikan kepuasan saja.14
Konsumsi pada dasarnya adalah mata rantai terakhir dalam
rangkaian aktivitas ekonomi tempat diubahnya modal, dalam bentuk uang
menjadi komoditas - komoditas melalui proses produksi materiel. Seluruh
aktivitas produksi, dimana perusahaan memperkejakan kaum buruh,
mengembangkan manajemen produksi, mencetak produk dan kemudian
memasarkannya ke konsumen, muara dari seluruh aktivitas ekonomi
seperti ini adalah bagaimana produk atau komoditas yang dihasilkan laku
dan kemudian di konsumsi masyarakat. Dalam pemikiran Adam Smith,
masyarakat yang kapitalistık dan rasional umumnya baru membeli dan
mengonsumsi suatu ketika mereka membutuhkan, dan itu pun dengan
dasar pertimbangan yang serba rasional: mengalkulasi untung rugi dan
dibayangkan masyarakat senantiasa mencari komoditas dengan harga yang
terendah karena di situlah sifat rasional masyarakat bekerja.15
Konsumsi dalam pandangan Baudrillard, dilihat bukan sebagai
kenikmatan atau kesenangan yang dilakukan masyarakat secara bebas dan
rasional, melainkan sebagai sesuatu yang terlembagakan, yang dipaksakan
kepada masyarakat, dan seolah merupakan suatu tugas yang terhindarkan.
Jean Baudrillard, mencirikan masyarakat konsumer sebagai masyarakat
yang didalamnya terjadi pergeseran logika dalam konsumsi, yaitu dari

14 Ibid, hal. 76

15 Bagong Suyanto, “ Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-
Modernisme”, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 109
5

logika kebutuhan menuju logika hasrat, yaitu bagaimana konsumsi


menjadi pemenuhan akan tanda - tanda. Dengan lain, orang tidak lagi
mengonsumsi nilai guna produk, tetapi nilai tandanya. Ia mencontohkan
bagaimana orang mengganti handphone - nya dengan Black Berry tidak
didorong oleh kebutuhan, melainkan karena di dorong gengsi dan
kenginan disebut orang yang tidak ketinggalan zaman.16
Konsumsi adalah sebuah perilaku aktif dak kolektif, ia merupakan
sebuah paksaan, sebuah moral, konsumsi adalah sebuah institusi. Ia adalah
keseluruhan nilai, istilah ini berimplikasi sebagai fungsi integrasi
kelompok dan integrasi kontrol sosial. Masyarakat konsumsi, juga
merupakan masyarakat pembelajaran konsumsi, pelatihan sosial dalam
konsumsi artinya sebuah cara baru dan spesifik bersosialisasi dalam
hubungannya dengan munculnya kekuatan-kekuatan produktif baru dan
restrukturisasi mopolistik sistem ekonomi pada [roduktifitas yang tinggi.17.

B. Sejarah munculnya teori Konsumsi


a. Asal mula teori Konsumsi

Kalau mau dicoba dilacak ke belakang, perubahan perilaku


masyarakat yang makin konsumtif dan munculnya masyarakat komsumsi
sesungguhnya bermula dari terjadinya revolusi konsumen yang terjadi di
Inggris paruh kedua abad ke-18. Di zaman itu, ketika modernisasi dan
mekanisasi mulai menguasai pabrik - pabrik, dan barang - barang dapat di
ciptakan dalam skala massal, sementara di saat yang sama kondisi
kesejahteraan masyarakat melambung karena peningkatan performance
perekonomian, maka yang terjadi kemudian adalah perkembangan pasar

16 ibid, hal. 110

17 Jean Baudrillard,“ Masyarakat Konsumsi”, (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2004), hal. 90


6

massal untuk barang mewah, yang diikuti oleh terjadinya perubahan nilai,
keyakinan, dan gaya hidup masyarakat.18
Berbeda dengan kaum buruh yang acap kali digambarkan hidup
pas - pasan dan menjadi korban eksploitasi, d kalangan masyarakat
menengah dan kaum borjuis di era revolusi Industri yang berkembang
adalah sebuah kesadaran baru, sebuah gaya hidup baru yang berbeda
dengan masa sebelumnya. Industri yang tumbuh pesat di masyarakat tidak
hanya memproduksi komoditas - komoditas untuk memenuhi kebutuhan
dasar masyarakat, tetapi juga menghasilkan berbagai jenis komoditas yang
memiliki makna simbolis: menawarkan prestise dan menjadi simbol yang
membedakan mereka dengan orang lain yang tidak mengkonsumsinya.
Sejumlah teoretisi kritis dari Mazhab Frankfurt, seperti Horkheimer,
Adorno, dan Marcuse sejak lama telah melihat bagaimana dampak yang
ditimbulkan kekuatan kapitalis yang mengalami metamorfosis
menghasilkan produk - produk budaya.19
Di era masyarakat industrial yang di dominasi kekuatan
kapitalisme, Mazhab Frankurt meyakini bahwa masyarakat mengonsumsi
produk - produk budaya umumnya tidak didorong karena kebutuhan,
tetapi lebih disebabkan oleh daya tarik budaya populer. Seperti dikatakan
Adorno, kita hidup dalam suatu masyarakat komoditas, yakni masyarakat
yang di dalamnya berlangsung produksi barang - barang, bukan terutama
bagi pemuasan keinginan dan kebutuhan manusia, tetapi demi profit dan
keuntungan. Dalam pandangan Adorno, kebutuhan manusia terpuaskan
hanya secara insidental, namun hal itu tidak mudah dihindari karena batas

18 Bagong Suyanto, “Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Kosumsi di Era Masyarakat Post-
Modernisme”, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 113

19 Ibid, hal. 114


7

dan perbedaan antara realitas dan simulasi kenyataan yang di bentuk iklan
dan media massa menjadi makin baur.20
Di era perkembangan masyarakat yang didominasi kekuatan
kapitalisme, sifat kapitalisme akan membawa masyarakat menjadi massa,
artinya masyarakat dilebur dari batas - batas tradisionalnya menjadi sati
masif konsumsi. Ketika persaingan antar-kekuatan kapital makin ketat dan
masing - masing berusaha mencari ceruk pasar baru dan berusaha
memaksimalkan produksi serta keuntungan, maka yang terjadi adalah
bagaimana mereka mencari peluang pasar secara terus menerus, merawat
loyalitas pelanggan, dan mencoba menawarkan produk - produk, termasuk
produk budaya secara masif. Masa konsumen, di era masyarakat modern
berubah menjadi tempat pemasaran produk budaya dan sasaran
berondongan iklan. Untuk alasan komersial, di mata kekuatan kapitalisme
tidak hanya produk budaya yang perlu distandardisasi berdasarkan
kategori - kategori instrumentalistik, bahkan selera dan cita rasa
masyarakat pun kemudian dikemas dan dikonstruksi menurut logika
pasar.21
Di era sekarang ini, boleh dikata tidak ada tahap kehidupan
manusia yang terlepas dari pengaruh kekuatan industri budaya. Apa yang
dikenakan masyarakat, apa yang dilihat, dan apa yang dikonsumsi, nyaris
semua adalah konsekuensi dari kuatnya pengaruh industri budaya dalam
memasarkan dan memanipulasi selera pasar.22
C. Riwayat tokoh Teori Strukturalisme
1. Karl Marx
Adapun biografi dari tokoh Karl Marx sebagai berikut :23
a. Riwayat Kelahiran

20 Ibid.

21 Ibid, hal. 116

22 Ibid. Hal 116


8

Karl Marx dilahirkan di Trier, Prussia, Jerman pada tanggal 5 mei


1818.
b. Riwayat Keluarga
Karl Marx berasal dari suatu keluarga yang liberal bahkan sedikit
radikal. Karl Marx putra kedua dari suatu keluarga Yahudi yang kaya.
Ayahnya bernama Heinrich Marx dan ibunya bernama Henriette
Pressburg. Karl Marx merupakan anak ke-3 dari 9 bersaudara. Marx
menikah dengan Jenny von Westphalen pada 19 Juni 1843 di gereja
protestan Kreuznach.
c. Riwayat Pendidikan
Pada Oktober 1835, di usia 13 tahun Marx masuk Universitas Bonn
untuk belajar filsafat dan sastra lalu masuk ke Universitas Berlin pada
Oktober 1936 di Fakultas Hukum selanjutna masuk ke Universitas
Jena.
d. Riwayat Karya
Karl Marx adalah seorang filsuf, ekonom, sejarawan, pembuat teori
politik, sosiolog, jurnalis dan sosialis refolusioner asal Jerman. Karya
terkenalnya adalah panflet tahun 1848, manifesto komunis, dan karya
3 volume das kapital. Pada 1837, Marx menulis karya Fiksi dan no-
Fiksi menyelesaikan novel pendek, scorpion n velix, drama, oulanem
serta sejumlah puisi cinta yang di curahkan pada Jenny von
Westphalen. Pada tahun 1847, Karl Marx menerbitkan bukunya yang
berjudul The Poverty of Phylosophy (kemiskinan filsafat). Pada 1858,
menerbitkan buku berjudul Zur Kritik der Politischen Oekonomie.
e. Riwayat Kematian
Selama dekade akhir hayatnya, kesehatan Karl Marx sangat merosot
dan ia tidak sanggup lagi mengerjakan hal- hal yang kreatif seperti ia
masih sehat. Kondisi fisiknya terus merosot itulah Karl Marx pergi
mengunjungi sumber mata air di Eropa secara teratur bahkan hingga ke
Aljazair dalam upaya memulihkan kesehatannya yang terus menurun
23 Bachrawi Sanusi, “Tokoh Pemikir dalam Mazhab Ekonomi”, ( Jakarta :PT Rineka Cipta, 2004),
hal.79
9

apalagi ditambah putri tertuanya dan istrinya wafat yang membuat


kehidupan Karl Marx semakin suram hingga ia wafat pada tanggal 13
Mei 1883 di London.24

2. Emile Durkheim
Adapun biografi dari Emile Durkheim sebagai berikut : 25
a. Riwayat Kelahiran
Lahie 15 April 1858 di Espinal, Lorraine, Prancis dan berkebangsaan
Perancis.
b. Riwayat Keluarga
Berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh, Ayah dan kakeknya
adalah Rabi. Latar belakang Yahudi-nya membentuk sosiologi-nya.
Banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi,
seringkali masih berhubungan darah dengannya.
c. Riwayat Pendidikan
Pada 1879, Durkheim masuk ke Ecole Normale Superieure. Pada 1887
ia pergi ke Pordeaug, di sana ia mengajar pedagogi dan ilmu- ilmu
sosial.
d. Riwayat Karya
Pada 1893, Emile Durkheim menerbitkan “pembagian kerja dalam
masyarakat”. Pada 1895, Duekheim menerbitkan “aturan-aturan
metode sosiologis” lalu Durkheim mendirikan jurusan sosiologi
pertama di Universitas Bourdeaux di Eropa. Pada 1896 Duekheim
menerbitkan jurnal Lannee Sociologique. Pada 1902, Durkheim
memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia menjadi Profesor
di Sorbonne.

e. Riwayat Kematian

24 Ibid, hal.81

25 Wikipedia, Emile Durkheim, https://id.wikipedia.org/wiki/%C3%89mile_Durkheim Diakases pada


10 April 2019, pukul 16.00
10

Akibat Perang Dunia 1 Rene anak laki-laki Durkheim sendiri


tewas dalam perang, sebuah pukulan mental yang tidak pernah teratasi
oleh Durkheim. Selain sangat terpukul emosinya, Durkheim juga
terlalu lelah bekerja. Sehingga akhirnya ia terkena serangan lumpuh
dan meninggal pada 15 November 1917 umur 59 di Paris, Ille de
France, Prancis.

3. Max Webber
Adapun biografi dari Max Weber sebagai berikut : 26
a. Riwayat Kelahiran
Maxi Milian Weber lahir di Erfurt, Jerman 21 April 1864 dari keluarga
kelas menengah.
b. Riwayat Keluarga
Kedua orang tuanya memiliki latar belakang dan kecenderungan
berbeda dan itu membentuk karakter pemikiran Weber. Ayahnya
politikus kaya dan ibunya calvinis saleh.
c. Riwayat Pendidikan
Maximilian Weber adalah ahli Ekonomi Politik dan sosiolog dari
Jerman yang dianngap sebai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan
administrasi Negara Modern. Saat usia 16 tahun, Weber belajar di
Universitas Heilderberg. Tahun 1884 kuliah di Universitas Berlin.
Minat Weber di sosiologi dan ekonomi Weber lalu mengalami masa
gila kerja yang mengantarkannya menjadi Profesor Ekonomi di
Universitas Heilderberg di tahun 1986.

d. Riwayat Karya
Selama hidupnya Max Weber telah banyak menghasilkan karya
diantaranya sebagai berikut: Die protestantische Ethik und der ‘Geist’
des Kapitalismus/The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism,
Wirtschaft und Gessellschaft/ Economy and Society 1920,

26 Wikipedia, Max Weber, https://id.wikipedia.org/wiki/Maximilian_Weber , diakses pada 10 April


2019, pukul 19.00
11

Gessamelter Aufsatze zur Regionssoziologie/ Sociology of


Religionssoziologie/ Sociology of Religion 1921, The Theory Social
and Economic and Organization, General Econimi History, From Max
Weber; Essay in Sociology. Banyak teori yang disumbangkan seperti,
teori etika protestan dan kapitalisme, rasionalisme, rasionalisasi,
tindakan social, birokrasi, sosiologi agama.
e. Riwayat Kematian
Tahun 1897 ayahnya meninggal dunia. Tak lama kemudian Weber
mengalami gangguan syaraf. Baru di tahun 1904 ia pulih dan kembali
di dunia akademis, hingga akhirnya meninggal dunia pada 14 Juni
1920 di Munchen, Jerman umur 56 tahun akibat sakit pneumonia.

4. Thorstein Veblen
Adapun biografi dari Thorstein Veblen sebagai berikut : 27
a. Riwayat Kelahiran
Thorsten Bunde Veblen lahir 30 Juli 1857 Cato, Wisconsin. Lahir
sebagai anak petani berkebangsaan Norwegian American.
b. Riwayat keluarga
Orang tuanya berimigrasi dari Norwegia ke Amrika, Veblen
menghabiskan masa mudanya di peternakan milik keluarganya.
c. Riwayat Pendidikan
Pendidikan awal ditempuh bidang filsafat di John Hopkins University
dan Yale University. Kemudian ia memperdalam ekonomi di Cornel
University. Sebagai orang brilian, uniknya jabatanya sebatas dosen dan
pembantu profesor.
d. Riwayat Karya
Ia mempelajari banyak ilmu; sosiologi, politik, falsafah, sejarah,
antropologi dan ekonomi. Beberapa buku yang ditulisnya antara lain;
1) The Theory of Leisure Class (1899),
2) The Theory of Business Enterprise (1904),
3) Absentee Ownership and Business Enterprise in Recent
Times The Case of America (1923).
e. Riwayat Kematian
27Pemikiran biografi dan kritik Thorstein http://ensiklo.com/2015/10/04/pemikiran-biografi-dan-
kritik-thorstein-veblen-terhadap-perilaku-orang-kaya/ , diakses pada 10 April 2019, pukul 20.30
12

Thorstein Veblen meninggal 3 Agustus 1929.

D. Pokok pikiran tokoh teori Konsumsi


1. Karl Marx
a. Marx, menurut Ritzer, ternyata banyak membahas konsumsi,
khususnya dalam karyanya tentang komoditas. Dalam membahas
komoditas, Marx membedakan antara alat alat produksi (means of
production) dan alat alat konsumsi (means of consumption).
Perbedaan tersebut tergantung pada apakah kegiatan itu
berhubungan dengan produksi atau tidak. Konsekuensi logis dari
pembagian tersebut adalah pengklasifikasian jenis konsumsi, yaitu
konsumsi subsistensi dan konsumsi mewah. konsumsi subsistensi
merupakan alat alat konsusmsi yang diperlukan (necessary menas
of consumption) atau “yang memasuki konsumsi kelas pekerja”.
Dengan demikian, semua alat alat konsumsi seperti bahan
kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) dipandang sebagai
konsumsi subsistensi. Sedasngkan konsumsi mewah adalah alat
alat konsumsi mewah (luxury means of consumption), yang hanya
memasuki konsumsi kelas kapitalis, yang dapat dipertukarkan
hanya untuk pengeluaran dari nilai surklus, yang tidak diberikan
kepada pekerja. Dengan demikain semua alat alat konsumsi seperti
sedan mewah BMW atau Mercedes, rumah gedung bagaikan
istana, kapal pesiar pribadi, pesawat terbang pribadi dan lainnya
yang berhubungan dengan kemewahan dilihat sebagai konsumsi
mewah.28
b. Selain itu, pandangan Marx tentang suprastruktur sosial budaya
dibangun diatas fundamen infrastruktur ekonomi merupakan
sumbangan penting lainnya terhadap sosiologi konsumsi.
Pandangan ini menyatakan bahwa semua institusi sosial, termasuk
28 Damsar, “Pengantar Sosiologi ekonomi”, (Jakarta : PT Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.
114
13

agama, didirikan atas dasar infrastruktur ekonomi yaitu, alat alat


produksi, hubungan sosial dalam produksi, menyesuakian diri
dengan tuntutan tuntutan dan persyaratan persyaratan yang dimiliki
oleh infrastruktur ekonomi tersebut. Pandangan seperti ini tetap
berlaku dalam hubungannya dengan konsumsi. Dengan kata lain,
cara dan pola konsumsi seseorang atau suatu kelas merupakan
refleksi dari basis insfrastuktur ekonominya. Pola konsumsi
Borjuis akan berbeda dengan pola konsumsi proletar. Perbedaan
tersebut dipahami karena adanya basis yang berbeda dari
infrastruktur ekonomi yang dimiliki.29
2. Emile Durkheim
a. Sumbangan pemikiran Dhurkeim tentang konsumsi juga bisa
ditelusuri pada bukunya The Division of Labor in Society. Dalam
buku tersebut, Dhurkeim mencoba cari jawaban tentang apa yang
mempersatukan masyarakat. Menurut Dhurkeim, masyarakat
terintegrasi kaerena adanya kesadaran kolektif (collective
consciousness), yaitu totalitas kepercayaan-kepercayaan dan
sentimen-sentimen bersama. ia merupakan suatu solidaritas yang
tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang
sama dan menganut kepercayaan-kepercayaan dan pola normatif
yang sama pula. Dalam masyarakat pedesaan misalnya, semua
orang dalam komunitas memiliki pandangan sama tentang
bagaimana atau seperti apa cara atau pola berbusana, tentang
bentuk atau pola perumahan, tentang cara atau pola makan, tentang
ide atau nilai baik buruk atau benar salh sesuatu dan sebagainya.30
b. Kesadaran kolektif ternyata tidak sama pada setiap masyarakat,
tergantung pada tipenya. Dhurkeim membagi masyarakat atas dua
29 Ibid, hal. 115

30 Damsar, “Pengantar Sosiologi ekonomi”, (Jakarta : PT Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.
116
14

tipe, yaitu masyarakat yang berlandaskan solidaritas mekanik dan


solidaritas organik. Dalam masyarakat berlandaskan solidaritas
mekanik, kesadaran kolektif meliputi keseluruhan masyarakat
beserta anggotanya dan dengan intensitas tinggi seperti ketelibatan
komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang dengan
mengutamakan penggunaan hukum represif. Kesadaran kolektif
dalam masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik menuntun
anggotanya untuk melakukan konsumsi yang tidak berbeda antara
satu sama lain, seragam dalam cara dan pola konsumsi seperti pola
pangan atau makan, sandang atau busana, dan papan atau
perumahan. Penyimpangan terhadap cara dan pola konsumsi akan
dikenakan sanksi hukuman represif dan kolektif seperti dari
menggunjingkan atau menggosipkan sampai kepada mengucilkan
atau mebuang seseorang secara adat. Dalam beberapa komunitas
adat di Indonesia seperti Bali dan Minagkabau, ketika ada
seseorang anggota dari komunitas yang melanggar kesadaran
kolektif maka dia akan dikucilkan secara adat, dalam arti dia tidak
diikut sertakan dalam segala kegiatan adat. Pada saat ada acara
siklus kehidupan seperti kelahiran, inisiasi dewasa, perkawinan
atau kematian, dia tidak diikut sertakan pada kegiatan tersebut.
sebaliknya ketika dia ada suatu acara atau momen siklus kehidupan
seperti disebut diatas, komunitas tidak mau terlibat. Sedangkan
dibuang secara adat dimaksudkan sebagai suatu dimana seseorang
telah melakukan pelanggaran berat terhadap adat sehingga dia
tidak lagi diakui statu keanggotaannya sebagai warga kamunitas
adat dan disuruh keluar dari komunitas terebut. Pada masa lampau,
misalnya pada masyarakat minangkabau, saat anggota komunitas
masih sedikit dan tanah masih banyak tau lapang, pengucilan
secara adat dilakukan melalui pemindahan anggota yang
15

melanggar adat kedaerah tepi atau pinggiran negeri, yang tidak


berpenghuni.31
c. masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik, kesadaran
kolektif pada masyarakat berlandaskan solidaritas organik telah
mengalami transformasi kedalam suatu solidaritas yang diikat oleh
pembagian kerja sehingga intensitas kesadaran kolektif hanya
mencakup kalangan masyarakat terbatas yang berada pada
jangkauan ruang kesadaran kolektif itu saja. Intensitas kesadaran
kolektif seperti itu mencerminkan individualitas yang tinggi,
pentingnya konsensus pada nilai-nilai abstrak dan umum seperti
hukum pidana dan perdata, dan dominannya hukum restitutif,
yaitu hukum yang bertujuan untuk mengembalikan keadaan
menjadi keadaan seperti semula melalui hukum yang bersifat
memulihkan. Tidak seperti masyarakat berlandaskan solidaritas
mekanik yang memiliki cara dan pola konsumsi yang relatif
seragam, pada masyarakat berlandaskan solidaritas organik karena
intensitas kesadaran kolektif yang rendah dan tingginya
individualitas, setiap anggota masyarakat dimungkinkan tampil
beda dalam cara dan bentuk konsumsi seperti perbedaan dalam
bentuk arsitektur rumah, cara berbusan, atau menu makanan tanpa
harus mencederai kesadaran kolektif. Perbedaan cara dan kosumsi
tersebut dipandang akan meningkatkan integrasi dalam masyarakat
sebab perbedaan cara atau pola tersebut dilihat akan menciptakan
spesialisasi dalam pekerjaan yang menyediakan barang dan jasa
bagi suatu konsumsi. Misalnya dalam masyarakat perkotaan,
tersedia berbagai jenis dan penjual makan seperti masakan padang,
warung tegal, warung pecel lele, fast food dengan berbagai merek
(KFC, CFC, dll.), masakan cina, masakan india, masakan sea food,

31 Ibid, hal 116


16

dan sebagainya. Keragam tersebut memunculan spesialisasi dalam


masyarakat perkotaan. Karena orang tidak mungkin melakukan
semua hal, seperti dalam masyarakat pedesaan, oleh karena itu
diperlukan spesialisasi. Spesialisasi tersebut dilihat sebagai suatu
cara mengintegrasikan masyarakat perkotaan lewat makanan.
Contoh, pada masyarakat pedesaan terdapat cara dan pola busana
yang relatif sama. Cara dan pola busana tersebut mencerminkan
kesadaran kolektif mereka. Jika di Aceh dan Minangkabau
misalnya, cara dan pola busananya memuat nilai ketertutupan aurat
( konsep islam tentang batas yang boleh diperlihatkan bagian dari
tubuh ) dan kesederhanaan. Apabila ada orang yang berbeda dalam
busana dengan nilai-nilai tersebut misalnya, wanita memakai
celana pendek dimuka publik, maka masyarakat akan bereaksi
dengan berbagai cara seperti dari memandang aneh dan curiga
terhadap apa yang dilihat sampai memberikan sanksi
penyimpangan perilaku dari sesuatu yang dipandang normal.
Memandang aneh dan curiga terhadap wanita bercelana pendek
mungkin dengan interpretasi bahwa wanita tersebut melakukan
pekerjaan tidak baik (pelacur) di kota. Karena wanita bercelana
pendek sudah diinterpretasikan sebagai pelacur, mungkin saja
masyarakat desa mengusir wanita dari desanya karena masyarakat
takut desa mereka tercemari. Hal seperti itu terjadi karena
solidaritas mekanik dalam masyarakat desa. Oleh sebab itu,
peristiwa yang sudah jelaskan tidak jarang terjadi pada masyarakat
pedesaan.32

3. Max Webber
Seperti telah disinggung pada bagian konsumsi bahwa:

32 Ibid, hal 117


17

a. Max weber juga berbicara soal konsumsi ketika ia


memperlihatkan bagaimana cara konsumsi dan gaya hidup
seseorang berkaitang dengan etika protestan. Dengan kata lain,
agama protestan memberikan dorongan motivasional untuk
menjadi seseorang yang memiliki suatu orientasi agama yang
bersifat asketik dalam dunia (inner-worldly asceticism), yaitu suatu
komitmen untuk menolak kesempatan atau sangat membatasi diri
untuk menuruti keinginan jasadi atau inderawi, atau kenikmatan
yang bersifat materialistik termasuk cara konsumsi tertentu, demi
meraih suatu tujuan spiritual yang tinggi yaitu keselamatan abadi,
melalui pekerjaan di dunia yang dianggap sebagai suatu panggilan
suci. Contoh, seseorang yang diajarkan bahwa segala sesuatu yang
dimiliki di dunia adalah amanah. Oleh sebab itu, segala sesuatu
tersebut akan diminta pertanggung jawabannya oleh Sang pemberi
amanah yaitu, Allah Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran tersebut
menjadi rujukan bagi seseorang dalam berperilaku, bertindak, dan
berbuat termasuk melakukan konsumsi. Dalam berkonsumsi dapat
hemat, tidak hedonis, dan berperhitungan atau cermat.33
b. Max Weber dalam Economy and Society menyatakan bahwa
tindakan konsumsi dapat dikatan sebagai tindakan sosial sejauh
tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain
dan oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu. Sedangkan
tindakan sosial itu sendiri menurut Weber, terdiri dari : Satu,
zweckrationalitat / instrumentally rational action / tindakan yang
berdasarkan pertimbangan yang sadr terhadap tujuan tindakan dan
pilihat dari alat yang dipergunakan. Misalnya, untuk
berpenampilan menarik di tempat bekerja seseorang wanita muda

33 Damsar, “Pengantar Sosiologi ekonomi”, (Jakarta : PT Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.
120
18

menggunakan lipstik. Agar bisa meraih perhatia dan simpati gadis


idaman-idamannya, seorang pria membeli mobil baru untuk
mengantar jemput gadis idamannya ke kantor. Dua,
wertrationalitat/ valuerational action / tindakan rasional nilai yaitu
suatu tindakan dimana tujuan telah ada dalam hubungannya
dengan nilai absolut dan akhir bagi individu. Misalnya semua
orang perlu makan untuk hidup, namun bagi seorang muslim tidak
semua makanan boleh dimakan seperti khamr ( alkohol), daging
babi, dan anjing. Atau semua orang perlu berbusana, tetapi seorang
muslim harus mempertimbangkan bahan busan yang dipakainya
sebab ada bahan busana yang diharmakan untuk memakainya
misalnya sutra. Tiga, affectual type / tindakan afektif, yaitu
sesuatu tindakan yang didominasi perasaan atau emosi tanpa
refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar seperti cinta,
marah, suka, atau duka. Misalnya untuk mengungkapkan cinta
seorang gadis menggunakan busana berwarna meraah jambu,
sedangkan mengungkapkan perasaan duka menggunakan busana
berwarna hitam. Empat, traditional action / tindakan tradisional
yaitu tindakan yang dikarenakan kebiasaan atau tradisi. Misalnya,
pada masyarakat Indonesia orang berbuka puasa dengan
menyantap makanan tradisi sesuai dengan lokus budayanya,
seperti kolak dengan berbagai jenis, isi, bentuk, warna, dan
namanya. Secara teoritis-hipotetis suatu tindakan konsumsi bisa
mencakup beberapa bentuk dari tindakan sosial. Misalnya, jika
seorang muslim tidak mengkonsumsi daging babi karena alasan
agama maka tindakan tersebut dipandang sebagai tindakan rasional
nilai. Si muslim tersebut bisa juga telah menyadari bahwa ternyata
danging babi mengandung penyakit seperti sumber cacing pita.
Kesadaran seperti ini dalam suatu tindakan bisa dipandang sebagai
19

tindakan rasional insgtrumental. Selanjutnya apabila si babi adalah


suatu pola yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya secara tradisi maka pola tersebut dapat dilihat sebagai
suatu tindakan tradisional.34

4. Thorstein Veblen
a. Pemikiran Veblen tentang sosiologi konsumsi dapat dirunut
pada tulisannya The Theory of The Leisure Class. Veblen melihat
kapitalisme industri berkembang secara bar-bar, karena properti
privat tidak lain merupakan Barang rampasan yang di ambil
melalui kemenangan perang. Sedangkan pencarian kekayaan,
kesenangan dan barang-barang melalui persaingan dengan
tetangga adalah bagian dari “Insting Predator”. Veblen melihat
perkembangan ekonomi Amerika Serikat pada masa itu dimana
“pembukaan” kawasan ekonomi secara besar-besaran dan arus
gerak kegiatan dari bagian timur kearah bagian barat melalui
pembuatan jaringan kereta api secara luas telah menyebabkan
suatu perilaku para pemilik modal yang bertindak sewenang-
wenang tanpa memperdulikan kepentingan masyarakat sekitar.
Kapitalisme seperti ini memunculkan abseente owner, yaitu para
pemilik modal yang tidak mengerjakan apa-apa tetapi memperoleh
hasil yang banyak. Dengan kata lain, abseente owner tersebut
memiliki atau menguasai sekelompok perusahaan-perusahaan yang
beragam, tetapi tidak mengelola sendiri perusahaa-perusahaan
tersebut namun memperkerjakan para professional dan teknisi.
Selanjutnya mereka tinggal memetik dan menikmati hasil
perusahaannya, tanpa berbuat banyak.35
34 Ibid, hal 120-121

35 Damsar, “Pengantar Sosiologi ekonomi”, (Jakarta : PT Kencana Prenada Media Group, 2009), hal.
122-123
20

b. Untuk mencapai tujuan, para pemilik modal melakukan


praktek monopoli atai oligopoli. Perkembangan ekonomi berjalan
dengan dinamis, namun kasar dan ganas karena tidak adanya
aturan. Jika ada, aturan tersebut hanya berlaku diantara kelompok
perusahaan yang memiliki monopoli atau oligopoli. Kedaan ini
menyengsarakan rakyat, terutama dari kelompok tani kecil dan
menengah. Penjelasan dari Veblen tentang abseente owner dan
perilakunya ternyata juga terjadi di Indonesia, terutama pada
parohan terakhir dari masa pemerintahan orde baru. Pada masa
tersebut tumbuh banyak konglomerat baru yang memiliki berbagai
fasilitas kemudahan termasuk untuk melakukan praktek monopoli
dan eligopoli. Para konglomerat tersebut berburu berbagai macam
surat keputusan dan aturan perundangan lainnya sehingga bisa
memperoleh banyak uang tanpa harus bekerja keras, cukup
mengantongi surat keputusan peraturan pemerintah seperti
pengaturan perdagangan cengkeh atau jeruk yang di berikan
kepada salah seorang pengusaha ketika masa orde baru. Dengan
surat keputusan pemerintah tersebut mereka memiliki hak untuk
memonopoli perdagangan jeruk, misalnya Dalam situasi
masyarakat seprti di jelaskan di atas, tumbuh dan berkembang
suatu lapisan masyarakat yang di sebut Veblen sebagai Leisure
Class. Leisure Class tumbuh dari suatu kelas masyarakat atas yang
berasal dari dunia industri dan keuangan. Leisure Class ini
mengembangkan suatu budaya yang di tandai oleh nafsu untuk
mengejar kekayaan berupa uang, dikenal dengan pecuniary culture
serta pola “konsumsi yang mencolok” (konspicuous consumtion),
yaitu pengeluaran yang sia-sia untuk kesenangan semata dan hasrat
untuk menunjukkan suatu posisi atau status sosial yang lebih
terpandang dibandingkan dengan kalangan-kalangan yang lain.
21

Orang kaya menjadi terkenal dengan “pengeluaran yang


berlebihan”. Veblen melanjutkan, “untuk menjadi terkenal,
seseorang harus menjadi boros”.36
c. Leisure class menghambur-hamburkan uang untuk
mengembangkan fashion, membuat pesta yang prestis, melakukan
olahraga yang bergengsi, dang sebagainya. Mereka hidup dalam
alam hedonistik. Kesemua itu, menurut Veblen, merupakan bagian
dari rohanimalistic dan memperkuat hasrat bar-barian untuk
mendominasi. Bagi Veblen pola konsumsi yang mencolok
(Conspicuous Consumption) merupakan pemborosan yang
merugikan masyarakat secara menyeluruh, penghalang efisiensi
ekonomi masayarakat dan perilaku yang sok pamer. Leisure class,
juga ditemukan di Indonesia beberapa perkawinan eklusif di hotel
berbintang lima dengan berbagai kemewahan menumakan dan
minuman, sajian acara yang memikat, dan pelayan prima, tentu
dengan biaya yang sangat mahal telah menghiasi hidup bangsa
Indonesia. Penyelenggaraan pesta pesta perkawiana yang demikian
eklusif tersebut sangat kontras dengan kehidupaan mayoritas
masyarakat Indonesia yang berada di bawah dan mendekati garis
kemiskinan. Orang kaya tersebut memperoleh ketenarannya
melalui pemborosan, Melalui pengeluaran uang yang sangat
berlebihan. Bagi Veblen pemborosan seperti ini merugikan
masyarakat secara keseluruhan.37

36 Ibid, hal 123-124

37 Ibid, hal 124-125


22

BAB III

ANALISIS DAN DISKUSI

A. Analisis
Secara umum konsumsi didefinisikan sebagai penggunaan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi
juga memiliki pengertian yang hampir sama, tapi ada perbedaan yang
melingkupinya. Perbedaan yang mendasar adalah tujuan pencapaian dari
konsumsi dan cara pencapaiannya yang harus memenuhi Kaidah Syariah
Islam. Tujuan utama konsumsi bagi seorang muslim adalah sebagai sarana
penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya konsumsi selalu
didasari niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada
Allah, sehingga menjadikan konsumsi juga bernilai ibadah. Sebab hal-hal
yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan
diri (taqarrub) kepada Allah, dalam hal ini dimaksudkan untuk menambah
potensi mengabdi kepada-Nya. Dalam ekonomi Islam, konsumsi dinilai
sebagai sarana wajib yang tidak bisa diabaikan oleh seorang muslim untuk
merealisasikan tujuan dalam penciptaan manusia, yaitu mengabdi sepenuhnya
hanya kepada Allah untuk mencapai falah. Falah adalah kehidupan yang
mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat. Falah dapat terwujud apabila
kebutuhan-kebutuhan hidup manusia terpenuhi secara seimbang.
23

Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang disebut


mashlahah. Mashlahah adalah segela bentuk keadaan, baik material maupun
non material yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai
makhluk yang paling mulia. Kandungan mashlahah terdiri atas manfaat dan
berkah. Dalam konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan
manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen
akan merasakan adanya manfaat dalam konsumsi ketika kebutuhannya
terpenuhi. Berkah akan diperoleh ketika ia mengkonsumsi barang dan jasa
yang dihalalkan oleh syariat islam.
Dan di dalam Islam melarang apabila mengkonsumsi yang berlebihan,
yang biasa disebut dengan isrof, sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam
Q.S. Al-A’raf’:31:

‫ف‬ ‫يِياَ ُّبيفن ُّآييديم ُّمخمذوا ُّفزيِنيتيمكسم ُّفعسنيد ُّمكلل ُّيمسسفجدد ُّيومكلموُا ُّيواسشيربموُا ُّيويل ُّتمسسفرفموُا ُّإفنهم ُّيل ُّ مفي ب‬
‫ب ُّالسممسسفرف ي‬
‫ي‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap


(memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
(QS. Al-A’raf: 31).

B. DISKUSI
24

BAB IV

KESIMPULAN

Konsumsi adalah segala kegiatan yang dipergunakan dengan tujuan


untuk mengambil kegunaan pada suatu produk dan jasa. Produk dan jasa ini
dapat berupa barang atau benda, serta sebuah jenis jasa atau pelayanan.
Bermula pada abad 18, teori ini muncul karena tingkat komsumtif
manusia yang semakin tinggi dan kemajuan teknologi yang begitu pesat
sehingga mengakibatkan perubahan gaya hidup masyarakat.
Tokoh-tokoh Teori Konsumsi ini antara lain Karl Marx, Emile
Durkheim, Max Webber dan Thorstein Veblen. Karl Marx membedakan
means of production dengan means of comsumption. Emile Durkheim
berpendapat hal yang mempersatukan masyarakat. Max Webber
memerhatikan tingkah laku dari induvidu lain dan oleh karena itu diarahkan
pada tujuan tertentu. Sedangkan Thorstein veblen, melihat kaum kapitalis
berkembang secara barbar.
25

Daftar Pustaka

Menuk Hardaniwati, Isti Nureni & Hari Sulastri, 2003, “Kamus Pelajar”,
Bandung: PT Remaja Rusda Karya.

Acmad Maulana dkk, 2003,“Kamus Ilmiah Populer”, Yogyakarata: PT


Absolut.

Save M. Dagun, 1997 “Kamus Besar Ilmu Pengetahuan”, Jakarta:


Lembaga pengkajian kebudayaan nusantara (LPKN).

Drs. Peter Salim, M.A. & Yenny Salim, B. Sc. 1995. “Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer” , Jakarta: Modern English Press.

Damsar, 2009, “Pengantar Sosiologi ekonomi”, Jakarta : PT Kencana


Prenada Media Group.

Sri Wahyuni, Volume 10 No. 1 Maret 2013 “Teori Konsumsi dan


Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Fakultas Ekonomi Universitas
Mulawarman.

Bagong Suyanto, 2003, “ Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Konsumsi di


Era Masyarakat Post-Modernisme”, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Jean Baudrillard, 2004,“ Masyarakat Konsumsi”, Yogyakarta : Kreasi


Wacana.

Bachrawi Sanusi, 2004, “Tokoh Pemikir dalam Mazhab Ekonomi”,


Jakarta :PT Rineka Cipta.

Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Konsumsi”, (2019, 8 April) diakses


dari https://id.wikipedia.org/wiki/Konsumsi,

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, “Konsumsi”, (2019, 8 April) diakses


dari https://kbbi.web.id/konsumsi.

Oxford Dictionary, “Consumption”, (2019, 8 April) diakses dari


https://en.oxforddictionaries.com/definition/consumption.
26

Webster Dictionary, “Consumption”, (2019, 8 April) diakses dari


https://www.merriam-webster.com/dictionary/consumption.

Longman Dictionary, “Consumption”, (2019, 8 April) diakses dari


https://www.ldoceonline.com/dictionary/consumption.

Cambridge Dictionary, “Consumption”, (2019, 8 April) diakses dari


https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/consumption?q=Consumption.

Wikipedia, Emile Durkheim, (2019, 10 April) diakses dari ,


https://id.wikipedia.org/wiki/%C3%89mile_Durkheim.

Wikipedia, Max Weber, (2019, 10 April) diakses dari


https://id.wikipedia.org/wiki/Maximilian_Weber.

Pemikiran biografi dan kritik Thorstein , (2019, 10 April) diakses dari


http://ensiklo.com/2015/10/04/pemikiran-biografi-dan-kritik-thorstein-veblen-
terhadap-perilaku-orang-kaya/.

Anda mungkin juga menyukai