Dosen pengampuh:
Dr. Desi Isnaini, MA
Disusun oleh:
Agung Permana Putra Zena (2011140019)
Elya Saputri (2011140024)
Cindy Oliva (2011140034)
Heny Janjry Harlinda (2011140035)
Terima kasih.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
"Disarikan dari buku Muhammad as A Trader, karya Afzalurrahman yang dimuat dalam
"Muhammad Encyclopedia of Seerah" Volume Il buku ke tiga. London: The Musiim Schools Trust,
1982
1
sebagai pelaku usaha sejati. Agar dalam pelaksanaannya selaras untuk menghasilkan
kebermanfaatan, maka kita wajib untuk melaksanakan nilai-nilai etika bisnis
(Hamzah et al., 2017). Dalam usaha meperoleh rizki yang halal merupakan sebuah
kewajiban. Hal tersebut akan erdampak pada kehidupan sosial (Antonio, 2018).2
2
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 514
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal kelahiran Rasulullah SAW?
2. Bagaimana perjalanan dagang Rasulullah SAW?
3. Bagaimana bisnis setelah perkawinan Rasulullah SAW?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui awal kelahiran Rasulullah SAW.
2. Untuk mengetahui perjalanan dagang Rasulullah SAW.
3. Dan untuk memahami bisnis setelah perkawinan Rasulullah SAW.
3
BAB II
PEMBAHASAN
“Tidak ada satu pun makanan yang lebih baik daripada yang di makan dari
hasil keringat sendiri’’
(HR. Bukhari)
“Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya termasuk dalam golongan para
namn, orang-orang yang benar-benar tulus dan para syuhada”
(HR. Tirmidzi, Darimi dan Daraqutni)
3
Disaran dan buay Muammat a A Duder kay Atau dalam hammad Excyclopedia of Seerat volute Il
buku ke figa London The Musam Sonoos Trust, 192
4
“Allah memberikan rahmat-Nya kepada setiap orang yang bersikap baik
ketika meniual, membeli dan membuat suutu pernyataan’’
(HR. Bukhari).
4
Al-Hafiz Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al-Maqdisy, Sejarah Rasulullah, 2011, hlm 4
5
Ketika rombongan Abu Thalib berkemah di dekat biar aku loh pendeta itu keluar
dari mengundang rombongan untuk menghadiri jamuan yang sudah dipersiapkan bagi
mereka titik pada kesempatan-kesempatan terdahulu, para pedagang juga melewati
biara ini namun mereka belum pernah diundang makan malam bersama pernyataan
tersebut.
Bahira, yang sangat baik ini telah mengatur sebuah pesta besar yang
diperuntukkan bagi orang-orang ini. Sebab dari dalam biara Bahira melihat seorang
kafir yang singgah bersama seorang anak muda yang dilindungi oleh sekumpulan
awan putih mengesampingkan yang lainnya ia juga memperhatikan cabang-cabang
pohon tempat anak muda tersebut beristirahat; seluruhnya merunduk, sehingga anak
muda itu dapat berlindung. Ketika melihat ini, Bahira keluar dari biaranya dan
berkata: " Saya telah menyediakan makanan untuk kalian wahai kaum Quraisy, dan
saya ingin kalau semua datang baik yang besar maupun kecil, yang termasuk para
budak.
Mereka terkejut dan berkata: "Wahai bahira apa yang telah terjadi pada mu hari
ini? Engkau tidak biasanya melayani kami seperti ini, meskipun mereka berkali-kali
melewati biaramu." Dengan sopan Bahira menjawab: "Kalian adalah tamuku hari ini,
dan aku senang sekali dapat memulihkan kalian."
Beberapa waktu kemudian, semuanya memenuhi undangan Bahira tetapi pemuda
Muhammad tinggal di belakang untuk menjaga barang dagangan. Bahira meneliti
setiap orang dan berseru: "Wahai kaum Quraisy, tak satu pun dari kalian yang tidak
hadir memenuhi undanganku." "Ya," jawab mereka, "Kecuali seorang anak laki-laki
yang tinggal di belakangan bersama barang-barang bawaannya." Bahira pun merasa
bingung dan berkata: "Itu tidak adil. Suruh dia masuk." Muhammad dibawa masuk.
Ketika Bahira melihatnya, ya mulai menatapnya dengan seksama. Selesai makan dan
berpencar, Bahira mendekati anak laki-laki itu serta menanyakan beberapa
pertanyaan. Akhirnya bahira dapat melihat "Tanda-tanda kenabian" yang terdapat
diantara kedua bahunya. Ini mirip seperti tanda dari sebuah kaca melengkung. Lalu
mendekati Abu Thalib dan berkata: "Baagaimana hubunganmu dengan anak laki-laki
6
ini?". "Ia adalah putraku." Kata Abu Thalib. "Bukan" kata Bahira. "Ia bukan putramu.
Bapaknya tidak mungkin masih hidup." "Memang," kata Abu Thalib meminta maaf,
"Ia adalah putra saudara aku dan saudaraku telah meninggal."
Selanjutnya Bahira menasehati Abu Thalib, "Kembalilah ke negerimu bersama
keponakanmu itu dan jagalah ia dari orang-orang Yahudi. Sebab, demi Tuhan, jika
mereka melihatnya serta tahu tentang iya sebagaimana yang aku ketahui, pastilah
mereka akan melakukan penganiayaan terhadap nya. Suatu masa depan yang sangat
besar di bentang baginya. Maka segeralah kembali ke negerimu bersama anak muda
ini" (IBN Hisyam, Hal. 115-7; lihat juga Al Tirmidzi, 46 : 3). Abu Thalib merasa
agak takut, dan membawa Muhammad pulang kembali ke Makkah segera setelah ia
selesai berdagang di Syiria. Inilah perjalanan pertama kali Muhammad ke Syiria. 5
5
Muhammad, Etika Bisnis Islami, 2004, hlm xii-xiii
7
hasil yang dicapai olehNabi Muhammad SAW. Dalam menggapai kesuksesan
semacam itu pastinya beliau mempraktikkan satu prinsip serta strategi manajemen
bisnis yang sangat profesional. Prinsip- prinsipnya antara lain: jujur, setia, serta
handal. Serta ini mendadak jadi satu teladan etika bisnis yang ditiru oleh segenap
bangsa Arab. Kita ketahui sendiri keadaan bangsa Arab dikala itu semacam apa.
Terlebih, kala itu Muhammad mengutamakan customer satisfaction, excellence
service, kompetensi, efisiensi, tranparansi dan persaingan yang sehat serta kompetitif.
Hal ini menjadi fondasi etika bisnis serta style manajemen yang luar biasa kepada
bangsa Arab, sistem bisnis yang dibangunnya telah tertata sedemikian rupa, sampai
tanpa kedatangan dirinya juga bisnis senantiasa berjalan baik, kalua istilah saat ini
bisa jadi dapat diistilahkan dengan passive income. 6
Dengan demikian, Muhammad tumbuh dewasa di bawah asuhan Abu Thalib dan
harus belajar mengenai bisnis perdagangan dari pamannya. Ketika dewasa dan
menyadari bahwa pamannya bukanlah orang berada serta memiliki keluarga besar
yang harus diberi nafkah, ia mulai berdagang sendiri di kota Makkah. Tampaknya
profesi sebagai pedagang ini telah dimulai lebih awal daripada yang dikenal umum
dengan modal dari Khadijah. Ia melakukan bisnis pada taraf kecil dan pribadi di
Makkah. Ia membeli barang-barang dari suatu pasar lalu menjualnya kepada orang
lain. Hal ini ditegaskan dengan peristiwa-peristiwa selanjutnya yang menunjukkan
bahwa ia telah memasuki kerjasama bisnis bersama sejumlah kecil orang sebelum
berhubungan dengan Khadijah.Nabi adalah salah seorang dari anggota keluarga besar
suku Quraisy, dan karenanya ia diharapkan berprofesi - sebagai mutu pencahariannya
- sebagaimana anggota suku Quraisy lainnya. 7
Meskipun tidak memiliki uang untuk berbisnis, tetapi ia banyak menerima modal
dari para janda kaya dan anak-anak yatim yang tidak sanggup menjalankan sendiri
dana mereka. dan menyambut baik seseorang yang jujur untuk menjalankan bisnis
6
urnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(01), 2021, 515
7
Muhammad, Etika Bisnis Islami, 2004, hlm xiii-xiv
8
dengan uang yang mereka miliki berdasarkan kerjasama. Dengan demikian, terbuka
kesempatan luas bagi Muhammad untuk memasuki dunia bisnis dengan cara
menjalankan modal orang lain, baik dengan upah maupun berdasarkan persetujuan
bagi hasil sebagai mitra. Khadijah adalah salah seorang dari banyak wanita kaya di
Makkah yang menjalankan bisnisnya melalui agen-agen berdasarkan berbagai jenis
kontrak. Karena Muhammad sejak kecilnya terkenal rajin dan percaya diri, ia
memperoleh reputasi yang baik ketika dewasa. Ia dikenal karena kejujuran dan
integritasnya. Penduduk Makkah sendiri memanggilnya dengan sebutan Siddiq
(jujur) dan Amin (terpercaya). Tidak heran jika Khadijah pun menganggapnya
sebagai mitra yang dapat dipercaya dan menguntungkan, sehingga ia mengutusnya
dalam beberapa perjalanan dagang ke berbagai pasar di Utara dan Selatan dengan
modalnya. Terkadang dengan memberi upah, tidak jarang berdasarkan bagi hasil
sebagai seorang mitra dagang.
Selanjutnya, Nabi banyak melakukan perjalanan dagang dengan modal dari
Khadijah. Salah satu perjalanan ini menjadi sangat terkenal sebab pada akhirnya
Khadijah melayangkan usulan untuk menikah melalui pembantunya. Tepatnya adalah
pada perjalanan ke Busra di Syina Keterangan mendetail mengenai ini terdapat dalam
kitab-kitab hadits, tarikh (sejarah) dan sirah. Muhammad melakukan perjalanan ini
ketika berusia 25 tahun. Meskipun demikian, sebelumnya dia sudah banyak
melakukan perjalanan dagang, dan sebagian dilakukan atas nama Khadijah.
Sedangkan perjalanan-perjalanan lainnya hanya disebutkan oleh para ahli sejarah,
tanpa perincian mengenai sifat perjalanan tersebut. Pernyataan beberapa penulis
sangat kabur sehingga akan keliru menyebut perjalanan-perjalanan ini sebagai
perjalanan dagang, meskipun memang ada kemungkinan demikian, karena tidak
diketemukan alasan lain bagi Nabi untuk melakukan perjalanan ke luar negeri pada
waktu itu.
Jelas bahwa Nabi telah membina dirinya menjadi seorang pedagang profesional,
yang memiliki reputasi dan integritas luar biasa. Selain itu, ia juga berhasil mengukir
namanya di kalangan masyarakat bisnis pada khususnya, dan kaum Quraisy pada
9
umumnya, sejak sebelum dipekerjakan oleh Khadijah berdagang ke kota Busra di
Syiria. Agaknya Nabi telah melakukan sebagian besar perjalanan dagangannya ke
Yaman, dan untuk maksud inilah ia melakukan banyak perlawatan ke berbagai kota
dagang di Yaman. Ia telah melakukan empat perjalanan seperti ini untuk Khadijah.
Pengarah sirah Halabiyah tampaknya telah meletakkan kesalahan karena
mencampuradukkan dua kota dagang: ia mengira bahwa Habasyah dan Jorasy adalah
nama nama pusat perdagangan yang sama, tetapi ia jelas keliru sebab keduanya
adalah dua kota yang terpisah di Yaman. Menurut geografi Arabia waktu itu salah
satu dari kota ini berada di Yaman dan satunya lagi di Tahamah. Menurut seorang
ahli geografi Arab, Yaqut Hamawi, Jorasy adalah sebuah propinsi di Yaman ke arah
kota Makkah. Habasyah merupakan salah satu pasar terkenal di Tahamah pada masa
Arab jahiliyah.
Seorang ahli hadits, Abdur Razzaq, menyebutkan sebuah riwayat dari Ma'amer
berdasarkan sumber dari Imam Zahri bahwa ketika mencapai usia dewasa, Nabi telah
menjadi seorang pedagang. Karena tidak memiliki modal sendiri, Nabi pun
berdagang dengan modal orang lain Khadijah telah mempekerjakannya untuk
membawa barang-barang dagangannya ke pasar Habasyah. Dengan demikian,
menurut sejumlah laporan yang disebutkan dalam Sirah Halabiyah, Nabi telah
melakukan, selain perlawatannya ke Syiria, empat perlawatan dagang lagi untuk
Khadijah, dua ke Habasyah dan dua lagi ke Jorasy. 8
8
Muhammad, Etika Bisnis Islami, 2004, hlm xiv-xv
10
perjalanan dagang ke berbagai daerah Semenanjung Arab dan negeri-negeri
perbatasan Yaman, Bahrain, Irak, dan Syiria.
Benar bahwa di penghujung usia 30-an, Nabi lebih berkecenderungan ke arah
meditasi dan ibadah, dan untuk tujuan ini Nabi sering menghabiskan waktunya
berhari-hari, bahkan berminggu-minggu di gunung Hira (Jabal Nur). Tetapi sebelum
itu hingga pertengahan usia 30-an, Nabi banyak terlibat dalam bidang perdagangan
seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga dan perjalanan dagang Nabi
setelah menikah telah dicatat dalam sejarah Pertama. perjalanan dagang ke Yaman;
Kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najarn.
Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-perjalanan tersebut, Nabi terlibat
dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji, di festival dagang Ukaz
dan Dzul Majaz Sedangkan musim lain Nabi sibuk mengurus perdagangan grosir di
pasar-pasar kota Makkah.
A. Transaksi-transaksi Penjualan
Anas meriwayatkan bahwa Nabi pernah menawarkan sebuah kain pelana dan
bejana untuk minum seraya mengatakan, "Siapa yang ingin membeli kain pelana dan
bejana air minum?" Seorang laki-laki menawarnya seharga satu dirham, dan Nabi
menanyakan apakah ada orang yang akan membayar yang lebih mahal. Seorang laki-
11
laki menawar padanya dengan harga dua dirham, dan ia pun menjual barang tersebut
padanya (Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibn Majah).
Abdullah ibn Abdul Hamzah mengatakan: "Aku telah membeli sesuatu dari Nabi
sebelum ia menerima tugas kenabian, dan karena masih ada suatu urusan dengannya,
maka aku menjanjikan untuk mengantarkan padanya, tetapi aku lupa. Ketika teringat
tiga hari kemudian, aku pun pergi ke tempat tersebut dan menemukan Nabi masih
berada di sana." Nabi berkata, "Engkau telah membuatku resah, aku berada di sini
selama tiga hari menunggumu." (Abu Dawud).
B. Transaksi-transaksi Pembelian
Muhammad melakukan sejumlah besar transaksi pembelian, terutama sebelum
kenabiannya. Sebagian dari transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
Jabir berkata, "Saya sedang melakukan perjalanan dengan menunggang seekor
unta yang sudah kelelahan, tetapi ketika Nabi lewat dan memukulnya, unta tadi
berjalan lagi. Ini belum pernah ia lakukan sebelumnya. Nabi SAW lalu berkata:
"Juallah unta itu padaku seharga satu uqiyah (40 dirham). Saya setuju, tetapi dengan
syarat boleh mengendarainya sampai ke rumah. Ketika sampai di Madinah, saya
serahkan unta tersebut dan ia membayar kontan," Dalam versi lain, Jabir berkata,
"Nabi membayar dengan harga tersebut dan mengembalikannya pada saya." Dan
dalam versi Bukhari. "Nabi berkata pada Bilal, bayarlah ia dan berikan padanya
sesuatu sebagai tambahan, dan Bilal pun memberikan uang tersebut dengan
menambah satu qirat." (Bukhari dan Muslim). Urwah ibn Abu al-Ja'd al-Barigi
mengatakan, Nabi telah memberikan padanya satu dinar untuk membeli seekor biri-
biri. Ia pun membeli dua ekor biri-biri untuk Nabi, dan menjual satu di antaranya
scharga satu dinar. Maka Nabi pun memohon berkah atas transaksi dagang ini dan
membawakan untuknya seekor biri-biri dan uang satu dinar, dan berkata bahwa ia
memiliki bakat sedemikian rupa sehingga jika membeli sebutir debu pun, ia akan
mendapatkan untung (HR. Bukhari).
12
Hakim ibn Hizam berkata, Nabi mengirimkan padanya uang satu dinar untuk
membeli seekor hewan kurban untuknya, ia membeli seekor domba seharga satu
dinar, menjualnya kembali seharga dua dinar, membeli seekor hewan kurban seharga
satu dinar, dan membawanya bersama keuntungan satu dinar yang didapatnya. Nabi
memberikan uang satu dinar tadi sebagai sedekah serta memohonkan berkah atasnya
(Tirmidzi dan Abu Dawud).
13
Allah. Saya bersumpah, tujuan saya memperlakukan engkau seperti ini semata-mata
untuk memastikan gambaran tentang engkau yang telah diungkapkan dalam Taurat:
"Muhammad Ibn Abdullah, yang bertanah kelahiran di kota Makkah, yang hijrah ke
Taiba, dan yang memiliki kerajaan di Syiria; ia tidak bersifat kasar, keras, atau suka
berteriak di jalan-jalan, dan tidak dikenali karena kekasaran atau pembicaraannya
yang tidak senonoh. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Berikanlah keputusan tentang harta
saya ini menurut apa yang Allah telah perlihatkan padamu," Orang-orang Yahudi itu
sangat kaya (Baihaqi dalam Dalail an Nubuwwah).
Muhammad pernah membeli seekor unta, kemudian datanglah penjualnya dan
meminta uangnya dengan kata-kata yang sangat kasar. Para sahabat Nabi
menangkapnya, tetapi ia berkata, "Biarkan ia, sebab si pemegang hak berhak untuk
berbicara." Pernah, pada suatu hari, Nabi membeli sesuatu tetapi tidak mempunyai
uang untuk membayarnya. Kemudian Nabi menjualnya supaya mendapat keuntungan
dan membelanjakan keuntungan tersebut untuk pada janda dari Bani Muttalib dan
mengatakan, "Nanti saya tidak akan membeli sesuatu sampai saya memiliki uang
untuk membayar harganya" (Abu Dawud)9
9
Muhammad, Etika Bisnis Islami, 2004, hlm xv-xviii
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa
pelaku usaha harus mengikuti etika bisnis yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
saw. Namun, terdapat beberapa aspek yang harusterpenuhi diakibatkan beberapa
pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti pelapak yang tidak jujur, pelapak yang
tidak menjaga hak konsumen, pembeli yang kurang ramah atau menggunakan bahasa
yang kurang sopan, pembeli yang tidak menjaga hak pelapak, dan pelaku usaha yang
tidak menanggapi keluhan pelanggan dan pelapak secara cepat dan tepat.
Implementasi maqashid syariah, empat penjagaan diantaranya sudah dapat
melindungi konsumen dari hak-haknya. Seperti perlindungan terhadap agama, jiwa,
akal dan keturunan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16