Anda di halaman 1dari 28

KUNCI KESUKSESAN BISNIS RASULULLAH SAW

MAKALAH

Diajukan untuk memenuh Tugas Mata Kuliah Ekonomi Industri Syariah

Dosen Pengampu: Drs Fadhil Suharto

Disusun Oleh:

Resi Patmawati

E.19.34275

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAA ISLAM DARUL ARQAM


MUHAMMADIYAH GARUT

2022 M

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayahnya
saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para
sahabatnya.

Makalah yang berjudul “Kunci Kesuksesan Bisnis Rasulullah SAW” ini saya
buat untuk memenuhi kompetensi mata kuliah Ekonomi industry Syariah. Dalam
penyusunan makalah ini, saya telah berusaha sekuat tenaga. Namun tentu saja,
makalah ini tidaklah luput dari kesalahan. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun, agar makalah ini menjadi lebih baik.

Dalam pembuatan makalah ini kami mendapatkan dukungan dari berbagai


pihak. Untuk itu, kami ingin mengucapkan rasa terima kasih yang telah memberikan
dukungannya baik secara moril maupun materil.

Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.

Garut, 6 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULAN............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
PEMBAHASAN............................................................................................................4
2.1 Bisnis Nabi Muhammad SAW.............................................................................4
2.1.1 Masa Kecil Membentuk Jiwa Wirausaha......................................................4
2.1.2 Mengembangkan Bisnis................................................................................6
2.1.3 Setelah Menikah Tetap Berbisnis..................................................................9
2.2 Strategi Sukses Bisnis Rasulullah......................................................................10
2.3 Kebijaksanaan Nabi Berbisnis...........................................................................12
2.3.1 Siddiq..........................................................................................................12
2.3.2 Amanah.......................................................................................................13
2.3.3 Fatanah........................................................................................................13
2.3.4 Tabligh........................................................................................................14
2.4 Prinsip-Prinsip Perdagangan Yang Adil............................................................15
2.4.1 Penghasilan Terbaik....................................................................................15
2.4.2 Perdagangan Terlarang................................................................................16
2.4.3 Benda-Benda Terlarang...............................................................................16
2.4.4 Sikap Baik dalam Hubungan Dagang.........................................................16
2.4.5 Hak-hak Kelompok dalam Transaksi..........................................................17
2.4.6 Persetujuan Kedua Belah Pihak..................................................................18
2.5 Orientasi Kepada Pelanggan..............................................................................18
2.5.1 Mencintai Pelanggan...................................................................................18
2.5.2 Menghargai Pelanggan................................................................................19
2.5.3 Memudahkan Pelanggan.............................................................................19
2.5.4 Memenuhi Janji Terhadap Pelanggan.........................................................20
BAB III........................................................................................................................22
PENUTUP...................................................................................................................22
3.1 Simpulan............................................................................................................22
3.2 Saran..................................................................................................................22
GLOSARIUM.............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27
BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai Rasul terakhir, Nabi Muhammad SAW tercatat dalam sejarah adalah
pembawa kemaslahatan dan kebaikan yang tiada bandingan untuk seluruh umat
manusia. Bagaimana tidak karena Rasulullah SAW telah membuka zaman baru
dalam pembangunan peradaban dunia. Beliau adalah tokoh paling sukses dalam
bidang agama sebagai Rasul sekaligus dLm bidang duniawi sebagai pemimpin
negara dan peletak dasar peradaban Islam yang gemilang selama 1000 tahun.
Kesuksesan Rasulullah SAW itu sudah banyak dibahas dan diulas oleh para
ahlu sejarah Islam maupun Barat. Namun ada salah satu sisi Muhammad SAW
ternyata jarang dibahas dan kurang mendapat perhatian oleh para ahli sejarah
maupun agama yaitu sisinya sebagai seorang pebisnis yang sukses. Padahal
manajemen bisnis yang dijalankan Rasulullah SAW hingga kini maupun di masa
mendatang akan selalu relevan diterapkan dalam bisnis modern. Setelah kakek
yang merawatnya sejak bayi meninggal, seorang pamannya yang bernama Abu
Thalib lalu memeliharanya.
Abu Thalib yang sangat menyayangi Muhammad SAW sebagaimana anaknya
sendiri adalah seorang pedagang. Sang paman kemudian mengajari Rasulullah
SAW cara-cara berdagang (berbisnis) dan bahkan mengjaknya pergi bersama
untuk berdagang meninggalkan negerinya (Makkah) ke negeri Syam (yang kini
dikenal sebagai Suriah) pada saat Rasulullah SAW berusia 12 tahun. Tidak heran
jika beliau telah pandai berdagang sejak berusia belasan tahun. Kesuksesan
Rasulullah SAW dalam berbisnis tidak terlepas dari kejujuran yang mendarah
daging dalam sosoknya.
Kejujuran itu telah diakui oleh penduduk Makkah sehingga beliau diberi gelar
Al-Shiddiq. Selain itu, Muhammad SAW juga dikenal sangat teguh memegang
kepercayaan (amanah) dan tidak pernah sekali-kali mengkhianati kepercayaan itu.

1
Tidak heran jika beliau juga mendapat julukan Al Amin (Terpercaya). Menurut
sejarah, telah tercatat bahwa Muhammad SAW melakukan perjalanan bisnis ke
luar negeri sebanyak 6 kali di antaranya ke Syam (Suriah), Bahrain, Yordania,
dam Yaman. Dalam semua perjalanan bisnis, Muhammad SAW selalu mendapat
kesuksesan besar dan tidak pernah mendapat kerugian.
Seperti dikatakan oleh Prof. Aflazul Rahman dalam bukunya “Muhammad: A
Trader” bahwa Rasulullah SAW adalah pebisnis yang jujur dan adil dalam
membuat perjanijan bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya
mengeluh. Dia sering menjaga janjinya dan menyerahkan barang-barang yang
dipesan dengan tepat waktu. Muhammad SAW pun senatiasa menunjukkan rasa
tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi dalam berbisnis. Dengan
kata lain, beliau melaksanakan prinsip manajemen bisnis modern yaitu kepuasan
pelanggan, pelayanan yang unggul, kemampuan, efisiensi, transparansi,
persaingan yang sehat, dan kompetitif.
Dalam melakukan bisnisnya, Muhammad SAW tidak pernah mengambil
keuntungan sangat tinggi seperti yang biasa dilakukan para pebisnis lainnya pada
masanya. Beliau hanya mengambil margin keuntungan secukupnya saja dalam
menjual produknya. Ternyata metode pengambilan margin keuntungan yang
dilakukan beliau sangat efektif, semua barang yang dijualnya selalu laku terjual.
Orang-orang lebih suka membeli barang-barang yang dijual Muhammad SAW
daripada pedagang lain karena bisa mendapatkan harga lebih murah dan
berkualitas. Dalam hal ini, beliau melakukan prinsip persaingan sehat dan
kompetitif yang mendorong bisnis semakin efisien dan efektif.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah Rasulullah SAW berbisnis?


2) Apakah strategi yang membuat Rasulullah SAW sukses berbisnis?
3) Bagaimanakah kebijaksanaan Rasulullah SAW dalam berbisnis?
4) Bagaimanakah prinsip keadilan dalam berdagang menurut Rasulullah SAW?
5) Bagaimanakah Rasulullah SAW memandang orientasi terhadap pelanggan?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Memenuhi tugas mata kuliah Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam.
2) Memberikan refensi bagi mahasiswa terkait dengan kunci keberhasilan
Rasulullah SAW dalam berbisnis.
3) Mempelajari bagaimanakah Rasulullah SAW menjalankan bisnisnya.
4) Mempelajari bagaimana strategi sukes Rasulullah SAW dalam berbisnis.
5) Mempelajari bagaimana kebijaksanaan Rasulullah SAW dalam berbisnis.
6) Mempelajari bagaimanakah perdagangan yang adil menurut Rasulullah SAW.
7) Melihat bagaimana pandangan Rasulullah SAW terhadap pelanggannya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bisnis Nabi Muhammad SAW

Sebelum diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT, Muhammad telah


berkecimpung dalam dunia bisnis selama kurang lebih 25 tahun. Beliau mulai
merintis karir dagangnya saat berusia 12 tahun dan memulai usahanya sendiri ketika
berumur 17 tahun.1 Allah SWT mengukuhkan Nabi Muhammad SAW sebagai
teladan bagi seluruh umat manusia termasuk dari sisi bisnis. Dalam aktivitas bisnis,
Nabi SAW memberikan teladan terbaik bagaimana merintis, mengelola, dan
mengembangkan bisnis secara lurus dan bersih. Rasulullah menunjukkan keteladanan
dalam menyiapkan mentalitas dan kepribadian yang kelak mendukung kesuksesan
bisnisnya; ketekunan, kejelian, dan kesuksesan bisnis yang telah dijalankannya;
bagaimana kisahnya; strategi pemasaran dan pelayanan; cara menghadapi pesaing;
pengalaman bisnisnya; sejauh mana relasi dan pengalaman dalam menekuni bisnis
sehingga sangat memahami permasalahan bisnis.

2.1.1 Masa Kecil Membentuk Jiwa Wirausaha

Terjunnya Muhammad SAW dalam perniagaan sejak dini tidak terlepas dari
kenyataan yang menuntut beliau untuk belajar hidup mandiri. Pada usia enam
tahun, Muhammad SAW sudah ditinggal wafat kedua orangtuanya. Sejak itu,
beliau sempat diasuh sang kakek ‘Abdul Muttalib. 2 Setelah kakeknya wafat,
Muhammad SAW tinggal bersama pamannya, Abu Thalib yang berprofesi
sebagai pedagang sebagaimana kebanyakan pemimpin Quraisy lain. Sebab,
berdagang merupakan pendapatan utama penduduk Makkah.

1
Zaidah Kusumawati, Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai Wirausahawan, (Jakarta: Lentera
Abadi, 2011), hlm. 47
2
Muhammad Syafii Antoni, Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW, (Jakarta:
Tazkia Publishing, 2011), hlm.12
Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, membuat Muhammad SAW
merasa harus berusaha untuk meringankan bebannya. Beliau pun sempat bekerja
‘serabutan’: membantu tetangga merapikan pekarangannya, memukul batu untuk
sedikit upah, atau mengambil kayu bakar atau semak belukar dari hutan lalu
menjualnya di pasar.

Muhammad SAW kecil melakukan apa saja yang “halal” untuk meringankan
beban beban yang ditanggung oleh sang paman, Abu Thalib, yang telah
mengasuhnya. Pada masa kanak-kanak beliau menjadi penggembala kambing
milik penduduk Mekkah dan menerima upah atas jasanya itu. Jiwa bisnisnya
semakin kuat, karena sejak usia 12 tahun, Muhammad SAW ikut berdagang
dengan pamannya ke Syiria (Syam). Awalnya, Abu Talib tidak berniat
mengajaknya karena medan perjalanan yang sulit; melewati padang pasir yang
luas. Tetapi, karena Muhammad kecil berkeras untuk ikut, ia terpaksa
mengabulkan permintaan tersebut. Kerasnya keinginan Muhammad untuk ikut
ekspedisi dagang, menunjukkan betapa besar semangatnya untuk mengubah
nasib, memperbaiki keadaan, dan tidak ingin merepotkan paman lebih jauh.3

Ketika menginjak dewasa, Muhammad mulai berdagang sendiri di Mekkah. Ia


menjalankan bisnisnya, mulai dari skala kecil. Ia membeli sejumlah barang dari
satu pasar, lalu menjualnya ke orang lain. Terkadang ia bekerja untuk
mendapatkan upah dan menjadi agen untuk beberapa pebisnis kaya di kota
Mekkah.4

Kepribadiannya yang mulia menjadi modal terpenting dalam bisnis.


Kejujurannya mendorong masyarakat Mekkah memberinya gelar ash-Shiddiq
(orang yang selalu berkata benar dan tidak pernah sekalipun berbohong).
Keteguhannya dalam menunaikan amanah orang lain, membuat masyarakat

3
Ibid hlm.12
4
Ibid, hlm. 15
Mekkah menggelarinya al-Amin (orang terpercaya).5 Dengan keunggulan
pribadinya, ia sering mendapat kepercayaan masyarakat Mekkah untuk mengurus
keperluan mereka, termasuk dalam mengembangkan modal. Muhammad
menerima modal dari para janda dan anak yatim dengan sistem upah maupun
bagi hasil (mudharabah).

Salah satu pemitra pemodal Nabi saw adalah Khadijah, salah seorang
konglomerat pada masa itu. Muhammad saw menjalankan kontrak syirkah
(kerjasama) dengan sistem upah maupun bagi hasil (mudharabah) dengan
Khadijah. Terkadang ia menjadi pengelola (mudharib) dan Khadijah sebagai
mitra nonaktif (shahibul maal), dan keduanya berbagi atas keuntungan maupun
kerugian. Di lain waktu, Nabi SAW menjadi pebisnis yang digaji atau diupah
untuk mengelola barang dagangan Khadijah. Khadijah pernah mengelola barang
dagangan Khadijah. Khadijah pernah mempercayakan barang dagangannya
kepada Muhammad SAW untuk dijual ke Suriah.6

2.1.2 Mengembangkan Bisnis

Nabi Muhammad SAW banyak melakukan perjalanan bisnis regional dengan


modal dari Khadijah. Wilayah perdagangan yang dikunjungi Muhammad SAW
meliputi Yaman, Syam, Busra, Irak, Yordania, Bahrain, dan kota-kota
perdagangan di Jazirah Arab lainnya. Menurut suatu riwayat, sebelum menikah,
beliau menjadi manajer perdagangan Khadijah ke pusat perdagangan di Yaman.
Muhammad pun empat kali memimpin ekspedisi dagang ke Syam dan Jerash di
Yordania. Beliau pernah mendapat imbalan dua ekor unta untuk setiap kali
perjalanan ke kota-kota dagang di sekitar Yaman.

5
Zaidah Kusumawati, Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai Wirausahawan, (Jakarta: Lentera
Abadi, 2011), hlm. 49
6
Ibid, hlm. 50
Nabi SAW begitu menonjol dalam hal ketekunan dan kesungguhannya dalam
bisnis. Ia pernah menunggu pembelinya, Abdullah bin Abdul Hamzah selama
tiga hari. Abdullah bin Abdul Hamzah mengatakan, “Aku telah membeli sesuatu
dari Nabi sebelum beliau menerima tugas kenabian, tapi karena masih ada suatu
urusan dengannya, lalu ia menjanjikan untuk mengantarkan padanya, tetapi aku
lupa. Ketika teringat tiga hari kemudian aku pun pergi ke tempat tersebut dan
menemukan Nabi masih berada di sana.” Nabi berkata, “Engkau telah
membuatku resah, aku berada di sini selama tiga hari menunggumu.” (HR. Abu
Dawud).7 Peristiwa ini menunjukkan kesabaran dan pengorbanan Nabi
Muhammad SAW yang luar biasa untuk tidak membuat relasi atau pelanggan
kecewa. Ia tidak marah, ia hanya menyampaikan bahwa ia merasa resah karena
telah menunggu tiga hari.

Kecerdasan bisnisnya sangat teruji. Ia pernah menjual barang dagangan di


pasar Busradan meraih keuntungan dua kali lipat dibanding para pedagang lain. 8
Ketika mengetahui bahwa Muhammad berhasil mendapat keuntungan sangat
besar yang belum pernah diraih oleh siapapun sebelumnya. Khadijah memberi
bagian keuntungan yang lebih besar dibanding yang telah mereka sepakati.

Kepiawaian Nabi Muhammad SAW dalam bisnis dan penguasaannya atas


pasar sangat luar biasa. Pernah suatu ketika Nabi Muhammad SAW diminta
membawa barang dagangan milik Khadijah. Para pedagang senior Quraisy
Mekkah tidak suka kepada Muhammad yang jujur dalam berdagang. Bagi
mereka, berdagang adalah hal yang terpisah dari kejujuran. Mereka
berpandangan bahwa kejujuran tidak mungkin diterapkan dalam berdagang.
Mereka membuat rencana untuk membuat Muhammad SAW bangkrut. Ketika
rombongan mereka datang ke Syam, mereka sengaja menjatuhkan harga. Nabi
Muhammad tidak mau melakukannya karena yang ia bawa adalah barang
7
Ibid, hlm. 51
8
Ibid, hlm. 51
dagangan milik Khadijah. Ia merasa harus menjalankan kepercayaan Khadijah
untuk mendapat keuntungan, bukan kerugian. Nabi Muhammad SAW sangat
memahami kondisi pasar bahwa saat itu, dimana jumlah permintaan (kebutuhan
masyarakat) lebih tinggi dari jumlah penawaran (barang dagangan yang ada).
Oleh karena itu, ia meyakini ketika barang dagangan milik saudagar Quraisy itu
habis, orang-orang akan tetap mencari barang tersebut.9 Prediksi Nabi
Muhammad SAW terbukti benar. Saat barang dagangan Quraisy dengan harga
murah itu telah habis, masyarakat membelinya dari Nabi SAW dengan harga
normal.

Ketika rombongan pedagang Quraisy Mekkah pulang, kota itupun gempar.


Semua pedagang rugi kecuali Nabi Muhammad SAW. Ia justru meraih
keuntungan besar. Inilah contoh kejelian Nabi Muhammad SAW dalam melihat,
menganalisis, dan memahami pasar, serta adanya keberkahan dari sikap jujur dan
menjalankan amanah. Ini juga merupakan bukti kemampuan seorang Muhammad
dalam merespons strategi pesaing secara jernih.

Karier bisnis Muhammad SAW semakin kuat di usia 25 tahun. Usia ini
menjadi titik keemasan kemampuan bisnisnya.10 Muhammad akhirnya menikah
dengan Khadijah. Ia memeberikan mas kawin dalam jumlah yang sangat besar
pada waktu itu, yaitu 20 ekor unta muda. Ia juga pernah berkurban secara pribadi
dengan jumlah sangat besar yaitu 100 ekor unta. Setelah menikah dengan
Khadijah, ia tetap menjalankan bisnis perdagangan ke berbagai Semenanjung
Arabia dan negeri-negeri perbatasan Yaman, Bahrain, Irak, dan Suriah.

9
Ibid, hlm. 51
10
Ibid, hlm.52
2.1.3 Setelah Menikah Tetap Berbisnis

Setelah menikah, Muhammad SAW tetap melanjutkan usaha perdagangannya.


Pada masa itu, ia bertindak sebagai mitra dalam usaha isterinya. Satu hal yang
berbeda, sebelum menikah, Muhammad adalah project owner bagi Khadijah.
Setelah menikah, beliau menjadi joint owner dan supervisor bagi agen-agen
perdagangan Khadijah.11

Sejumlah hadits yang memberikan tuntutan perdagangan menunjukkan bahwa


Muhammad SAW mengetahui seluk-beluk bisnis. Beliau memahami strategi agar
perdagangan dapat berhasil. Beliau mengetahui sifat dan perilaku yang merusak
atau menghambat bisnis perdagangan. Lebih dari itu, Muhammad SAW
memahami berbagai hal yang merusak sistem pasar secara keseluruhan, seperti
kecurangan timbangan, menyembunyikan cacat barang yang dijual, riba, dan
gharar. Beliau telah membuktikan bahwa kesuksesan bisnis dapat dicapai tanpa
cara-cara terlarang.12

Semasa Muhammad SAW berdagang, beliau kerap mengunjungi pusat-pusat


bisnis perdagangan di sepanjang tanah Arab yang terkenal, di antaranya adalah:
Daumatul Jandal, Mushaqqar, Suhar, Dabba, Shihr (Maharah), Aden, San’a,
Rabiyah, Ukaz, Dul Majaz, Mina, Nazat, Hijr, dan Bushra. 13 Beliau telah
berinteraksi dan berkompetisi dengan pebisnis regional dan dari negeri Timur
Jauh, juga dari wilayah lainnya.

Menginjak usia 30-an, Muhammad SAW menjadi seorang investor dan mulai
memiliki banyak waktu untuk memikirkan kondisi masyarakat. Pada saat itu,
Muhammad SAW sudah mencapai apa yang disebut sebagai “kebebasan uang
11
Muhammad Syafii Antoni, Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW, (Jakarta:
Tazkia Publishing, 2011), hlm.18
12
Ibid, hlm. 19
13
Zaidah Kusumawati, Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai Wirausahawan, (Jakarta: Lentera
Abadi, 2011), hlm. 53
dan waktu”. Ketika Muhammad SAW berusia 37 tahun, beliau mulai mengurangi
aktivitas bisnis dan lebih banyak melakukan kontemplasi. Nabi Muhammad
SAW terus mengurangi aktivitas bisnis terutama sesudah datangnya kenabian.14

2.2 Strategi Sukses Bisnis Rasulullah

Keberhasilan bisnis Nabi Muhammad SAW sangat terkait dengan dua prinsip
yang menjadi kunci suksesnya: Pertama, keberhasilan dalam membangun
kepercayaan, sehingga beliau sangat dipercaya (al-Amin). Dengan citra dirinya
sebagai al-Amin, orang-orang senang melakukan transaksi bisnis dengan beliau dan
tidak segan-segan menginvestasikan modal mereka kepadanya. Kedua, kompetensi
dan kemampuan secara teknis. Muhammad SAW mengetahui benar cara berinteraksi
dengan (calon) pembeli atau mitra bisnis. Beliau juga mengenal pasar-pasar dan
tempat-tempat perdagangan di Jazirah Arab. Muhammad SAW memahami seluk
beluk aktivitas perdagangan dan perekonomian. Beliau memahami keuntungan suatu
perdagangan dan bahaya riba serta berbagai transaksi perdagangan yang menyalahi
nilai-nilai syar’i.15

Ketika berdagang, Muhammad SAW tidak sekedar menjual produk, tetapi


beliau juga “menjual nilai-nilai” kepada mitra bisnis dan para pelanggannya. Maksud
dari “menjual nilai-nilai” adalah senantiasa mengedepankan etika bisnis yang dijiwai
dengan nilai-nilai syar’i.16 Nilai-nilai yang dijual antara lain: sopan saat bersikap,
santun kala berucap, jujur saat menjelaskan sifat/ karakter suatu produk, proporsional
dalam menentukan laba dari setiap produk, memberikan kelonggaran pembayaran
kepada pelanggan yang tidak mampu, dan berlaku adil serta transparan terhadap
pelanggan atau mitra bisnis.

14
Ibid, hlm. 54
15
Muhammad Syafii Antoni, Ensiklopedia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW, (Jakarta:
Tazkia Publishing, 2011), hlm. 160
16
Ibid, hlm. 161
Dalam Islam, hakikat seorang pedagang mengandung makna yang luas dan
mendalam. Allah menegaskan bahwa “perniagaan dengan Allah” merupakan suatu
solusi agar kita dapat selamat dari azab neraka. 17 Dalam perwujudannya, “perniagaan
dengan Allah” melandasi setiap aktivitas berdagang/berbisnis untuk meraih
keridhaan-Nya dan sebagai bagian dari beribadah. Kemudian menjadikan setiap
usaha/bisnis yang dijalankan tidak berlebihan dalam memandang harta dan
keuntungan materi.

Nabi telah membuktikan bahwa sukses bisnis yang digapainya, banyaknya


kekayaan yang diraihnya, sama sekali tidak membuat beliau lupa diri dan hidup
dalam kemewahan. Sebaliknya, beliau memilih pola hidup yang sederhana dan
membelanjakan semua kekayaannya di jalan Allah.

Sejalan dengan memaknai bisnis/perdagangan secara Islami, Syarif (2005)


mengemukakan, bahwa bisnis yang terbaik adalah bisnis yang berkah. Bisnis yang
dikatakan berkah adalah bisnis yang melibatkan nilai (value), antara lain:
1. Tidak hanya berorientasi untuk mendapatkan uang, tetapi lebih berorientasi
kepada misi: mengharap keridhaan Allah.
2. Mengutamakan tujuan jangka panjang (ukhrawi) dibandingkan hanya mencari
keuntungan jangka pendek (duniawi).
3. Menjadikan sumber daya manusia sebagai aset, bukan sebagai alat.18

Maka pedagang yang senantiasa menerapkan etika bisnis syar’i seperti yang
dicontohkan Nabi SAW, tidak akan pernah merugi dalam menjalankan usahanya.
Sebab, dalam Islam, keuntungan tidaklah semata-mata ditinjau berdasarkan materi
semata. Hakikat keuntungan perniagaan dalam Islam sesungguhnya antara lain
mencakup: 1) bila kegiatan berdagang menambah amal shalih, 2) dapat membantu

17
Ibid, hlm 161
18
Ibid, hlm 163
orang lain, 3) menambah ilmu dan pengalaman, dan 4) menjalin silaturahim dan
networking.19

2.3 Kebijaksanaan Nabi Berbisnis

Profesionalisme Nabi SAW dalam berbisnis melekat erat dengan karakter


yang ada pada diri beliau. Karakter ini mencakup sifat Nabi yang mulia, yaitu siddiq,
amanah, fatanah, dan tabligh. Dalam konteks bisnis, sifat-sifat tersebut menjadi dasar
dalam setiap aktivitas bisnis beliau yang kemudian menjadi sikap dasar manusiawi
yang mendukung keberhasilan.20

2.3.1 Siddiq

Siddiq berarti “jujur” atau “benar”. Dalam menjalankan bisnisnya, Nabi


Muhammad SAW selalu menunjukkan kejujuran. Beliau meyakini bahwa
membohongi para pelanggan sama dengan menghianati mereka. Mereka akan
kecewa bahkan tertipu. Akibatnya, mereka tidak akan bertransaksi bisnis lagi.
Akibatnya, lambat laun bisnis pun akan hancur.
Dalam manajemen pemasaran modern, karakter siddiq sangat menentukan
terciptanya layanan informasi secara benar. Bahkan, karakter siddiq merupakan
dasar yang harus menyertai aktivitas bisnis. Dengan jiwa siddiq, hak atau
kepentingan pelanggan tetap terpenuhi.21
Kejujuran Nabi sebagai pebisnis anatara lain:
a. Tidak mengingkari janji yang telah disepakati.
b. Tidak menyembunyikan cacat atas sesuatu yang ditransaksikan.
c. Tidak mengelabui harga pasar.

19
Ibid, hlm. 164
20
Ibid, hlm. 62
21
Ibid, hlm. 64
2.3.2 Amanah

Amanah berarti “dapat dipercaya”. Dalam konteks ini, amanah adalah tidak
mengurangi atau menambah sesuatu dari yang seharusnya atau dari yang telah
disepakati.22 Itu bisa terjadi antara penjual dan pembeli, penyewa dan yang
menyewakan, maupun antara penggadai dan yang menggadaikan. Setiap orang
yang diberi amanah harus benar-benar dapat menjaga dan menanggung amanah
tersebut.
Seorang pebisnis haruslah dapat dipercaya, seperti yang telah dicontohkan
Nabi Muhammad SAW dalam memegang amanah. Saat menjadi pedagang, Nabi
Muhammad SAW selalu memberikan hak pembeli dan orang-orang yang
mempercayakan modalnya kepada beliau.
Bersikap amanah mutlak diterapkan dalam setiap transaksi bisnis atau
muamalah. Sebab, dengan adanya sikap ini kita dapat menghindar dari berbagai
perilaku yang menyalahi aturan syariat. Sikap amanah dalam bertansaksi antara
lain:
a. Tidak mengurangi sesuatu yang disetujui.
b. Tidak menambah sesuatu yang disepakati.
c. Memberikan sesuatu sesuai pesanan.23

2.3.3 Fatanah

Fatanah berarti “cakap” atau “cerdas”. Pebisnis yang cerdas mampu


memahami peran dan tanggung jawab bisnisnya dengan baik. Dia pun mampu
menunjukkan kreativitas dan inovasi guna mendukung dan mempercepat
keberhasilan.24 Seiring itu, pebisnis yang cerdas mampu memberikan sentuhan
nilai yang efektif dan efisien dalam melakukan kegiatan pemasaran.

22
Ibid, hlm. 64
23
Ibid, hlm. 66
24
Ibid, hlm. 65
Di dunia bisnis yang penuh persaingan saat ini, kecerdasan dalam berbisnis
(kreativitas dan inovasi) sangat vital. Jika tidak, sukses dan keberhasilan hidup
suatu usaha akan terancam. Dalam transaksi muamalah, prinsip-prinsip yang
dijiwai dari sifat fatanah tercarmin dari:
a. Mengadministrasikan dokumen transaksi.
b. Menjaga profesionalisme dan kualitas pelayanan.25
c. Kreatif dan inovatif.
d. Mengantisipasi perubahan yang terjadi di pasar, baik yang berhubungan
dengan produk, teknologi, harga, maupun persaingan.

2.3.4 Tabligh

Tabligh artinya “menyampaikan”. Dalam konteks bisnis, pemahaman tabligh


bisa mencakup argumentasi dan komunikasi. Penjual hendaknya mampu
mengomunikasikan produknya dengan strategi yang tepat. Artinya, tepat dalam
memilih media promosi, seperti TV, radio, surat kabar, dan majalah; tepat dalam
membidik segmentasi pasar, gender dan usia; tepat dalam menentukan target daya
beli; tepat dalam memberikan bulan diskon; tepat dalam menentukan biro iklan
atau model yang akan menjadi brand ambassador produk.26
Dengan sifat tabligh, seorang pebisnis diharapkan mampu menyampaikan
keunggulan-keunggulan produk dengan menarik dan tepat sasaran tanpa
meninggalkan kejujuran dan kebenaran. Dengan itu, pelanggan dapat dengan
mudah memahami pesan bisnis yang disampaikan.
Rasulullah SAW telah menunjukkan dirinya sebagai pedagang yang
argumentatif dan komunikatif. Beliau juga merupakan sosok komunikator yang
ulung, sehingga banyak mitra dan palanggan merasa senang berbisnis dengannya.
Lebih dari itu, beliau mampu memberi pemahaman kepada mereka perihal bisnis
yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
25
Ibid, hlm. 66
26
Ibid, hlm. 67
2.4 Prinsip-Prinsip Perdagangan Yang Adil

Muhammad benar-benar mengikuti prinsip-prinsip perdagangan yang adil


dalam transaksi-transaksinya. Selain itu ia juga selalu menasehati para sahabatnya
untuk melakukan hal serupa. Ketika berkuasa, ia telah mengikis habis transaksi-
transaksi dagang dari segala macam praktik yang mengandung unsur-unsur penipuan,
riba, judi, ketidakpastian, keraguan, eksploitasi, pengambilan untung yang berlebihan
dan pasar gelap. Ia juga melakukan standarisasi timbangan dan ukuran, dan melarang
orang-orang mempergunakan standar timbangan dan ukuran lain yang kurang dapat
dijadikan pegangan.27

2.4.1 Penghasilan Terbaik

Nabi mendapatkan penghasilan halal dengan cara bekerja keras selama tinggal
di Makkah, baik di masa mudanya maupun setelah dewasa. Seseorang bertanya
pada Nabi, jenis penghasilan mana yang terbaik. Nabi menjawab, “Hasil kerja
seseorang dengan tangannya sendiri dari setiap transaksi perdagangan yang
disetujui” (HR Ahmad).28 Nabi juga bersabda, “Sesuatu yang halal sudah jelas
dan apa yang haram juga sudah jelas, tetapi di antara keduanya ada hal-hal yang
samar yang banyak orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa menjaga dirinya
dari sesuatu yang meragukan, berarti ia memelihara agamanya dan kemuliaan
pribadinya, tetapi barangsiapa menjatuhkan dirinya ke dalam sesuatu yang
meragukan, berarti ia jatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan, seperti seorang
penggembala kambing yang menggembalakan hewan-hewannya di sekeliling
suatu tanah terlarang di mana akhirnya ia akan menggembala di dalamnya. Setiap
penguasa memiliki peraturan-peraturan yang tidak dapat dilanggar, dan larangan
Tuhan adalah hal-hal yang telah dinyatakan-Nya haram. Di dalam tubuh ada

27
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1996),
hlm. 20
28
sepotong daging, dan jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, tetapi jika ia rusak
maka rusaklah seluruh tubuh. Itulah hati” (HR Bukhari dan Muslim).29

2.4.2 Perdagangan Terlarang

Nabi melarang beberapa jenis perdagangan, baik karena hakikat perdagangan


itu memang dilarang maupun karena adanya unsur-unsur yang diharamkan di
dalamnya.

2.4.3 Benda-Benda Terlarang

Memperjualbelikan benda-benda yang dilarang dalam Al-Quran adalah


haram.30 Allah SWT dan Rasul-Nya telah menyatakan haramnya penjualan
anggur, hewan yang mati dengan cara tidak disembelih, babi dan berhala. Nabi
SAW juga melarang harga yang dibayarkan untuk darah, membeli anjing,
kucing, dan mengutuk orang yang menerima dan membayar riba, orang yang
mentato dirinya, dan pematung.

2.4.4 Sikap Baik dalam Hubungan Dagang

Nabi sangat sopan dan baik hati dalam melakukan transaksi perdagangan.
Selain itu, ia juga selalu menasehati para sahabatnya untuk bersikap sama, kapan
saja dan dengan siapa saja mereka melakukan transaksi. Rasulullah SAW
berkata, “Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi dagang,
sebab itu dapat menghasilkan suatu penjualan yang cepat lalu menghapuskan
berkah” (HR Bukhari dan Muslim).31 Orang yang menjual barangnya dengan
sumpah palsu menurut Rasulullah SAW termasuk pada orang yang padanya
Allah tidak akan berbicara pada Hari Kebangkitan, ke arahnya Allah tidak

29
Ibid, hlm. 20
30
Ibid, hlm. 21
31
Ibid, hlm. 22
melihat, yang tidak Allah sucikan dan mereka mendapat ‘azab yang pedih’.
Kemudian, Abu Said meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata, “Saudagar
yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para Nabi,
orang-orang jujur dan para syuhada” (HR Tirmidzi).32

2.4.5 Hak-hak Kelompok dalam Transaksi

Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan pertukaran barang dengan persetujuan


antara kedua belah pihak dalam suatu transaksi dagang sebagai sesuatu yang
halal, dan melarang mengambil benda orang lain tanpa persetujuan dan izin
mereka. Ini sangat penting, selain untuk mempertahankan perdamaian dan
ketertiban dalam masyarakat, juga untuk memelihara hubungan yang baik dan
harmonis di kalangan anggota masyarakat. Nabi telah meletakkan dasar-dasar
hukum dan peraturan guna melakukan transaksi-transaksi. Selain itu, ia juga
telah memberikan hak pada tiap kelompok untuk meneruskan atau membatalkan
transaksi dengan syarat-syarat tertentu.

Nabi juga melarang segala macam praktek riba. Ibn ‘Umar berkata, Nabi telah
melarang penjualan dengan kredit yang jumlah pembayarannya berbeda pada
waktu yang lain (Daruqutni).33 Nabi juga melarang pertukaran logam mulia,
buah-buahan dan makanan yang terbuat dari gandum jika ada kemungkinan
timbulnya praktek riba, sebagaimana diperlihatkan oleh contoh-contoh berikut.
Menurut riwayat Abu Sa’id Khudri, Rasulullah SAW berkata, “Emas harus
dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma
dengan kurma dan garam dengan garam, atas dasar persetujuan bersama, dan
pembayaran dilakukan segera. Jika seseorang memberikan lebih atau meminta
lebih, maka ia telah memperdagangkan riba, yang menerima dan memberi sama-
sama berdosa” (HR Muslim).

32
Ibid, hlm. 22
33
Ibid, hlm. 23
2.4.6 Persetujuan Kedua Belah Pihak

Al-Qu’ran memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan perdagangan


dengan persetujuan kedua belah pihak (kesepakatan bersama). Kesepakatan
bersama mengandung arti bahwa semua transaksi harus dilakukan dengan
persetujuan bersama, bukan atas dasar paksaan maupun penipuan. 34 Contohnya,
walaupun kenyataannya ada kesepakatan bersama dalam pemberian bunga dan
suap menyuap, namun jelas bahwa pihak yang membutuhkan dipaksa oleh
keadaan untuk setuju akan transaksi semacam itu. Di dalam perjudian, seperti
peserts tertipu oleh harapan palsu untuk menang. Tidak seorang pun akan setuju
akan setuju untuk berjudi kalau ia tahu bahwa ia akan kalah. Begitu juga setiap
kasus transaksi yang melibatkan unsur-unsur penipuan. Pihak yang tertipu setuju
karena ketidaktahuannya bahwa di situ terjadi penipuan. Seandainya ia
mengetahui bahwa ia akan tertipu, ia akan menolaknya.

2.5 Orientasi Kepada Pelanggan

2.5.1 Mencintai Pelanggan

Dalam berdagang Rasulullah sangat mencintai pelanggan seperti dia


mencintai dirinya sendiri. Itu sebabnya beliau melayani pelanggan dengan
sepenuh hati. Bahkan, beliau tidak rela pelanggan tertipu saat membeli. Sikap ini
mengingatkan pada hadits yang beliau sampaikan, “Belum beriman seseorang
sehingga dia mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri.”35

Jika kita ingin berusaha mencintai customer seperti mencintai diri kita sendiri
maka ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, antara lain:
 Berusaha mengerti keinginan pelanggan

34
Ibid, hlm. 26
35
Muammar Nas, Kedahsyatan Marketing Muhammad, (Bogor: Pustaka Iqro Internasional, 2010),
hlm.51
 Tidak berusaha menipu pelanggan mengenai kualitas produk yang kita
tawarkan
 Bersikap dan berprasangka baik terhadap pelanggan
 Tidak membuat konflik dan merendahkan pelanggan36

2.5.2 Menghargai Pelanggan

Tidak ada alasan untuk mengabaikan penawar pertama dalam berbisnis. Jika
sang penawar dalam perjalanan dan ia telah menawar via telepon, tunggulah
sampai sang penawar datang dan kita bertatap muka dengannya.37 Demikianlah
penghormatan yang disyaratkan Nabi Muhammad SAW kepada penawar
pertama. Orang yang menawar pertama kali harus dilayani dengan baik dan
diberikan prioritas hingga dicapainya kesepakatan jual-beli.

Para pembeli atau pelanggan memang tetap menjadi raja. Mereka hendak
dilayani, bahkan berharap dilayani dengan baik. Pedagang yang tampak
bermalas-malasan melayani tentu akan dijauhi pembeli. Apalagi jika ada
pedagang yang menyakiti hati konsumennya, maka ia tentu akan mendapatkan
complain yang dapat berakibat buruk.

2.5.3 Memudahkan Pelanggan

Nabi Muhammad SAW begitu menekankan kemudahan terutama dalam jual


beli, beliau bersabda: “Janganlah kamu menciptakan kesulitan-kesulitan untuk
masyarakat dan buatlah hidup ini mudah dan nyaman sesuai dengan mereka.” 38
Kemudahan dalam jual beli dapat berbentuk kemudahan cara membayar, baik

36
Ibid, hlm. 53
37
Bambang Trim, Business Wisdom of Muhammad SAW 40 Kedahsyatan Bisnis ala Nabi SAW,
(Bandung: Madani Prima, 2008), hlm. 29
38
Ibid, hlm. 33
dalam bentuk cash, debit, ataupun transfer dan juga dalam persoalan penukaran
barang jika pembeli salah membeli barang.

2.5.4 Memenuhi Janji Terhadap Pelanggan

Dalam bisnis dan perniagaan, kepercayaan pelanggan adalah sesuatu yang


amat berharga. Modal utama Rasulullah SAW dalam berbisnis adalah kejujuran
untuk mendapatkan kepercayaan konsumen. Nabi sejak dulu selalu berusaha
memenuhi janji-janjinya. Firman Allah, “Wahai orang-orang yang beriman
penuhi janjimu.” (QS Al-Maidah:3).39 Dalam dunia pemasaran, Rasulullah SAW
selalu memberikan value atau nilai produknya seperti yang diiklankan atau
dijanjikan.

Pada bisnis yang berorientasi kepada laba, seringkali terjadi kecurangan-


kecurangan untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Pada zaman Nabi SAW,
permasalahan kejujuran tampak pada kasus timbangan yang kerap kali ‘diakali’
sehingga tidak memenuhi bobot yang seharusnya, yang pada akhirnya akan
merugikan pembeli. Pada zaman sekarang, kecurangan dapat berbentuk
pengurangan kualitas suatu produk atau pekerjaan. Contohnya pengurangan
kualitas bahan baku bangunan dalam bisnis konstruksi dan penggunaan bahan-
bahan berbahaya dalam bisnis makanan.

Nabi SAW bersabda: “Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-
sama nabi, orang-orang shadiqin, dan para syuhada” (HR Tirmidzi dan Ibnu
Majah).40 Seseorang yang berbisnis tanpa berorientasi pada menanamkan
kepercayaan maka bisnisnya sudah pasti akan segera bubar meskipun dari hal ini
dia bisa kaya raya.

39
Muammar Nas, Kedahsyatan Marketing Muhammad, (Bogor: Pustaka Iqro Internasional, 2010),
hlm. 65
40
Bambang Trim, Business Wisdom of Muhammad SAW 40 Kedahsyatan Bisnis ala Nabi SAW,
(Bandung: Madani Prima, 2008), hlm. 31
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Sebelum diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT, Muhammad telah
berkecimpung dalam dunia bisnis selama kurang lebih 25 tahun. Keberhasilan bisnis
Nabi Muhammad SAW sangat terkait dengan dua prinsip yang menjadi kunci
suksesnya yakni: Pertama, keberhasilannya dalam membangun kepercayaan.
Profesionalisme Nabi SAW dalam berbisnis melekat erat dengan karakter yang ada
pada diri beliau, yaitu siddiq, amanah, fatanah, dan tabligh. Sifat-sifat inilah yang
menjadi dasar aktivitas bisnis beliau, sehingga orang-orang senang melakukan
transaksi bisnis dengan beliau dan tidak segan-segan menginvestasikan modal mereka
kepadanya.

Kedua, kompetensi dan kemampuan secara teknis. Muhammad SAW


mengetahui benar cara berinteraksi dengan (calon) pembeli atau mitra bisnis. Beliau
senantiasa memperlakukan pelanggannya seperti raja, dengan selalu mencintai,
menghargai, memudahkan, dan memenuhi janjinya terhadap pelanggan. Beliau juga
memahami keuntungan suatu perdagangan dan bahaya riba serta berbagai transaksi
perdagangan yang menyalahi nilai-nilai syar’i, sehingga selalu melaksanakan prinsip
keadilan dalam berdagang.

3.2 Saran
Dengan mempelajari kisah Nabi Muhammad SAW dalam berbisnis, kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa berdagang itu penting dan dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mengangkat derajat seseorang. Maka kita sebagai seorang mahasiswa,
sudah seharusnya belajar berdagang sejak dini, seperti yang telah dicontohkan Nabi
Muhammad SAW yang mulai berdagang sejak umur 12 tahun. Kemudian untuk
menjadi seorang pedagang yang sukses, sosok Nabi Muhammad SAW dapat
dijadikan sebagai suri teladan yang terbaik bagaimana merintis, mengelola, dan
mengembangkan bisnis secara lurus dan bersih. Dimana berdagang bukan hanya
berorientasi pada keuntungan saja, tetapi juga menjunjung tinggi prinsip kejujuran
dan keadilan.
DAFTAR PUSTAKA

Afzalurrahman. 1996. Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta: Yayasan


Swarna Bhumy
Antonio, Muhammad Syafii dan Tim Tazkia. 2011. Ensiklopedia Leadership dan
Manajemen Muhammad SAW. Jakarta: Tazkia Publishing

Kusumawati, Zaidah dkk. 2011. Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai


Wirausahawan. Jakarta: PT Lentera Abadi

Nas, Muammar. 2010. Kedahsyatan Marketing Muhammad. Bogor: Pustaka Iqro


Internasional

Trim, Bambang. 2008. Business Wisdom of Muhammad SAW 40 Kedahsyatan Bisnis


ala Nabi SAW. Bandung: Madani Prima

Anda mungkin juga menyukai