Manajemen ZISWAF
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
1
Hujriman, Hukum Perwakafan di Indonesia (Sleman: Juni, 2018), 1-2.
Dari Ibnu umar Radhiyallahu ‘anhu ia berkata “Umar bin Khattab
memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan
berkata, “Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar
yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi
nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya
untuk melakukannya?” maka Rasulullah bersabda “Kalau kamu mau,
tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar
menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan
wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga,
untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan
Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh
digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya,
seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya
sebagai sumber pendapatan.
3. Syarat-Syarat Wakaf
a. Syarat Waqif
Para ulama bersepakat bahwa untuk memenuhi standart
waqif harus memenuhi beberapa kriteria dalam melakukan ibadah
tersebut. Diantaranya adalah :
1) Merdeka
2) Berakal sehat
3) Dewasa
4) Tidak dibawah pengampuan
b. Syarat Mauquf bih (harta wakaf)
Ada perbedaan pendapat menurut ulama mazhab dalam
menentukan syaratsyarat benda yang diwakafkan, yaitu :
1. Ulama Mazhab Hanafi mensyaratkan harta yang diwakafkan itu :
a) Harta harus bernilai menurut syara’ dan merupakan benda
tidak bergerak. Oleh sebab itu, minuman keras tidak bisa
diwakafkan, karena minuman keras dan sejenisnya tidak
tergolong harta dalam pandangan syara’. Disamping itu
haqq al-irtifaq (hak memanfaatkan harta orang lain) tidak
boleh diwakafkan, karena hak seperti itu tidak termasuk
harta bagi mereka dan harta yang bergerak pun tidak bias
menjadi objek wakaf, karena objek wakaf itu harus yang
bersifat tetap.
b) Tentu dan jelas
c) Milik sah waqif, ketika berlangsung akad dan tidak terkait
hak orang lain pada harta itu
2. Ulama Mazhab Maliki mensyaratkan harta yang diwakafkan itu :
a) Milik sendiri, tidak terkait dengan orang lain
b) Harta tertentu dan jelas
c) Dapat dimanfaatkan
Oleh sebab itu, harta yang sedang menjadi jaminan utang,
dan harta yang sedang disewakan orang tidak boleh
diwakafkan. Akan tetapi Ulama Mazhab Maliki membolehkan
mewakafkan manfaat hewan untuk dipergunakan dan
mewakafkan makanan, uang, dan benda tidak bergerak
lainnya.
3. Ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi mensyaratkan harta
yang diwakafkan itu :
a) Sesuatu yang jelas dan tentu
b) Milik sempurna waqif dan tidak terkait dengan orang lain
c) Bisa dimanfaatkan sesuai dengan adat setempat
d) Pemanfaatan harta itu bisa berlangsung terus-menerus tanpa
dibatasi waktu
Apabila pemanfaatan harta itu tidak bersifat langgeng,
seperti makanan tidak sah wakafnya. Disamping itu, menurut
mereka, baik harta bergerak, seperti mobil dan hewan ternak,
maupun harta tidak bergerak, seperti rumah dan tanaman,
boleh diwakafkan.2
2
Ichtiar Baru Van Hoeve, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT Intermasa, 2003), 1906.
c. Mauquf 'Alaih (pihak penerima wakaf)
Yang menjadi pihak penerima wakaf adakala adalah orang
yang tertentu baik satu orang ataupun lebih dan adakala kepada
orang yang tidak ditentukan yang disebut dengan jihat/arah . Bila
yang menjadi pihak penerima wakaf berupa orang maka
disyaratkan:
1) Tidak maksiat
2) Tertentu/mu`ayyan
3) Mungkin menerima wakaf dari si Waqif.
4. Macam-Macam Wakaf
Macam wakaf ditinjau dari segi peruntukannya kepada
siapa, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua:
a. wakaf ahlī yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang
tertentu seorang atau lebih, keluarga orang yang berwakaf atau
bukan. Wakaf ini juga disebut dengan wakaf khusus karena
diperuntukkan untuk orang-orang tertentu.
b. wakaf khayrī adalah wakaf yang sejak semula manfaatnya
diperuntukkan untuk ke-pentingan umum tidak dikhususkan
untuk orang-orang tertentu seperti mewakafkan tanah untuk
mendirikan masjid atau madrasah.3
3
Drs. H. Abdul Halim, M.A, Hukum Perwakafan di Indonesia,(Ciputat: Ciputat Press, 2005), 25.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, Zakat
adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh umat Muslim yang
telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diberikan kepada golongan
yang berhak menerima, seperti fakir miskin dan semacamnya, sesuai
dengan yang ditetapkan oleh syariah.
Infaq adalah mengeluarkan atau membelanjakan harta yang baik
untuk perkara ibadah (mendapat pahala) atau perkara yang dibolehkan
dalam islam.
Sedekah berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang
muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh
waktu dan jumlah tertentu yang bertujuan mengharap ridha Allah SWT
dan pahala semata.
Dan terakhir, wakaf adalah suatu jenis pemberian yang dilakukan
dengan cara menahan (pemilikan) asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan
manfaat dari benda tersebut untuk kemaslahatan ummat.