Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HADIST TENTANG PESERTA DIDIK 2


Disusun Dan Dipresentasikan Pada Mata Kuliah Hadist

Disusun Oleh Kelompok 4:


Indera Raka Setia 22329131
M.Aqil Shahzada 22329135
Sa’id Ramadhan 22329165

Dosen Pembimbing
Oktari Kanus, S.Th.I, M.Ag

DEPARTEMEN ILMU AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2024
BAB 1
PEMBAHASAN

A. Syarat-syarat pendidik
Para ahli pendidikan sangat beragam dalam mengemukakan jumlah syarat-
syarat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Dalam hal ini AnNahlawi
mengemukakan syarat-yarat yang harus dimiliki oleh pendidik. Diantara syarat
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir pendidik bersifat robbani
2. Hendaknya pendidik seorang yang ikhlas, dan ini merupakan
kesempurnaan sifat robbaniah.
3. Hendaknya pendidik bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan
kepada anak didik.
4. Hendaknya pendidik berperilaku jujur dalam apa yang diserukannya.
5. Hendaknya pendidik senantiasa membekali diri denga ilmu dan
kesediaan membiasakan untuk terus mengkajinya.
6. Hendaknya pendidik mampu menggunakan berbagai metodemetode
mengajar secara berfarias
7. Hendaknya pendidik mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak
serta meletakkan berbagai perkara secara proposional.
8. Hendaknya pendidik mempelajari kehidupan fisik para peserta didik
9. Hendaknya pendidik tanggap terhadap berbagai kondisi dan
perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola
pikir anak muda.1

Pendidik adalah orang yang paling berpengaruh terhadap perkembangan


peserta didik. Oleh sebab itu, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
seseorang yang akan menjadi pendidik. Menurut hadis, syarat-syarat tersebut
adalah:

1
Ahmad Izzan dan Saehuddin, HADIS PENDIDIKAN Konsep Pendidikan Berbasis Hadis,
humaniora (Juli,2016),100.
1. Pendidik harus beriman
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab membimbing anak
untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, pendidik terlebih dahulu
harus beriman.

‫اإل ْسالَ ِم قَ ْوالً الَ أ َ ْسأ َ ُل‬ ُ ‫عن سفيان بن عبد هللا الثقفي قال قُ ْلتُ يا َ َر‬
ِ ‫س ْو ُل هللاِ قُ ْل ِل ْي فِي‬
‫] رواه مسلم‬1[.‫ قَا َل قُ ْل آ َم ْنتُ ب ِاهللِ فَا ْستَ ِق ْم‬: ) َ‫غي َْرك‬ َ ُ ‫ث أ َ ِبي أ‬
َ َ‫سا َمة‬ َ َ‫ع ْنهُ أ َ َحدًا بَ ْعدَك‬
ِ ‫(وفِي َح ِد ْي‬ َ
‫وأحمد‬

“Sufyan bin Abdullah al-Saqafiy meriwayatkan bahwa ia berkata


kepada Rasulullah: Ya Rasulullah ! Katakanlah kepada saya sesuatu
tentang Islam yang tidak akan saya tanyakan lagi sesudah Engkau! Nabi
berkata: Katakanlah! Saya beriman kepada Allah lalu tetapkanlah
pendirianmu.”(HR.Muslim dan Ahmad)

2. Pendidik harus berilmu


‫ يَقُو ُل « إِ هن ه‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬
َ‫َّللا‬ ِ ‫سو َل ه‬ُ ‫سمِ ْعتُ َر‬ َ ‫اص قَا َل‬ ِ َ‫ع ْم ِرو ب ِْن ْالع‬ َ ‫َّللا ب ِْن‬ َ ‫ع ْن‬
ِ ‫ع ْب ِد ه‬ َ
ِ ‫ َحت هى إِذَا لَ ْم يُ ْب‬، ِ‫ْض ْالعُلَ َماء‬
‫ق‬ ِ ‫ض ْالع ِْل َم بِقَب‬
ُ ِ‫ َولَك ِْن يَ ْقب‬، ‫عهُ مِ نَ ْال ِعبَا ِد‬
ُ ‫ يَ ْنت َِز‬، ‫ض ْالع ِْل َم ا ْنتِزَ اعًا‬
ُ ِ‫الَ يَ ْقب‬
‫] رواه البخارى‬2[.‫ضلُّوا‬ َ َ‫ ف‬، ‫ فَأ َ ْفت َْوا بِغَي ِْر ع ِْل ٍم‬، ‫سئِلُوا‬
َ َ‫ضلُّوا َوأ‬ ُ َ‫سا ُج ههاالً ف‬ ُ ‫ ات ه َخذَ النه‬، ‫عا ِل ًما‬
ً ‫اس ُر ُءو‬ َ
“Abdullah ibn 'Amru ibn al-'Ash meriwayatkan bahwa ia mendengar
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menarik ilmu
penetahuan kembali dengan mencabutnya hati sanubar manusia, akan
tetapi dengan mewafatkan orang-orang berpengetahuan (ulama).Apabila
tidak ada lagi orang alim yang tersisa, manusia akan mengangkat orang
bodoh menjadi pemimpin yang dijadikan tempat bertanya. Lalu orang-
orang bodoh itu ditanya dan mereka berfatwa tanpa ilmu mengakibatkan
mereka sesat dan menyesatkan.”(H.R Bukhari)
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa hadis ini berisi anjuran menjaga
ilmu, peringatan bagi pemimpin yang bodoh, peringatan bahwa yang
berhak mengeluarkan fatwa adalah pemimpin yang benar-benar
mengetahui, dan larangan bagi orang yang berani mengeluarkan fatwa
tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan. Hadis ini juga dijadikan alasan oleh
jumhur ulama untuk mengatakan, bahwa pada zaman sekarang ini tidak
ada lagi seorang mujtahid.
3. Pendidik Harus Mengamalkan Ilmunya
ِ ‫الر ُج ِل يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة فَي ُْلقَى فِي النه‬
‫ار فَت َ ْندَ ِل ُق‬ ‫سله َم يُ َجا ُء ِب ه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫سو ُل ه‬
َ ‫َّللا‬ َ ُ ‫ع ْن ِأ‬
ُ ‫سا َمةَ قَا َل َر‬ َ
َ‫ي فُالَ ُن َما شَأ ْنُك‬ ْ َ‫علَ ْي ِه فَ َيقُولُونَ أ‬
َ ‫ار‬ ُ ‫ُور ْالحِ َم‬
ِ ‫ار ِب َر َحاهُ فَ َي ْجتَمِ ُع أ َ ْه ُل النه‬ ُ ‫ُور َك َما َيد‬ ِ ‫أَ ْقتَابُهُ فِي النه‬
ُ ‫ار فَ َيد‬
َ ‫ْس ُك ْنتَ ت َأ ْ ُم ُرنَا ِب ْال َم ْع ُروفِ َوت َ ْن َهانَا‬
‫ع ْن ْال ُم ْنك َِر قَا َل ُك ْنتُ آ ُم ُر ُك ْم ِب ْال َم ْع ُروفِ َوالَ آتِي ِه َوأَ ْن َها ُك ْم‬ َ ‫أَلَي‬
‫] رواه البخارى‬5[.ِ‫ع ْن ْال ُم ْنك َِر َوآتِيه‬ َ
“Usamah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
“Seseorang akan didatangkan pada hari kiamat dan dilemparkan ke
neraka. Maka usus-ususnya keluar di neraka. Ia pun berputar
sebagaimana berputarnya keledai di penggilingan. Para penghuni neraka
berkumpul kepadanya dan bertanya, wahal fulan! Ada apa denganmu?
Bukankah engkau dahulu memerintahkan kami untuk melakukan yang
ma ‘ruf dan melarang kami dari perbuatan munkar? Ia menjawab,dahulu
aku memerintahkan kamu kepada yang ma‘ruf tetapi aku tidak
melakukannya, dan aku melarang kamu dan perbuatan mungkar tetapi
aku mengerjakannya”(H.R Bukhari).
Hadis di atas menjelaskan siksaan Allah yang bakal diterima oleh
orang yang mengajarkan kebaikan (al-amr bi al-ma'ruf) tetapi ia sendiri
tidak mengerjakannya, dan orang yang menasihati orang agar
meninggalkan yang jelek (al-nahy 'an al-munkar) tetapi ia sendiri
mengerjakannya. Tugas tersebut adalah salah satu yang dikerjakan oleh
pendidik, guru. Jadi guru harus mengamalkan ilmu yang diajarkannya
kepada peserta didiknya agar terhindar dari siksa Allah.
4. Pendidik harus adil
َ‫سله َم ا ْع ِدلُوا بَيْنَ أ َ ْبنَائِ ُك ْم ا ْع ِدلُوا َبيْن‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ِير قَا َل قَا َل َر‬
ِ ‫سو ُل ه‬
َ ‫َّللا‬ ٍ ‫عن النُّ ْع َمان بْنَ بَش‬
‫] رواه النسائى والبيهقى‬6[.‫أ َ ْبنَائِ ُك ْم‬
“Dari Nu'man ibn Basyir, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu! Berlaku adillah kamu di
antara anak-anakmu!”(HR. An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).
Dalam hadis ini dengan tegas Rasulullah saw. memerintahkan
kepada para sahabat (umatnya) agar berlaku adil terhadap anak-anaknya.
Dalam konteks pendidikan, peserta didik itu adalah anak oleh
pendidiknya. Dengan demikian, pendidik wajib berlaku adil dalam
berbagai hal terhadap peserta didiknya.
5. Pendidik Harus Berniat Ikhlas
‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه‬:‫عن أمير المؤمنين عمر ابن الخطاب رضى هللا عنه قال‬
‫س ْو ِل ِه‬ ِ ‫َت هِجْ َرتُهُ ِإلَى‬
ُ ‫هللا َو َر‬ ْ ‫ فَ َم ْن كَان‬،‫ئ ماهن ََوى‬ ٍ ‫ت َو ِإنه َما ِل ُك ِل ا ْم ِر‬ ِ ‫ ِإنه َما األ َ ْع َما ُ ُل ِب‬:‫وسلم يقول‬
ِ ‫النيها‬
‫ُص ْيبُ َها أَو ا ْم َرأَةٍ يَ ْن ِك ُح َها فَ ِهجْ َرتُهُ إِلَى َماهَا َج َر‬
ِ ‫َت ِه ْج َرتُهُ ِلدُ ْنيَا ي‬
ْ ‫ َو َم ْن كَان‬،ِ‫س ْو ِله‬ ُ ‫فَ ِه ْج َرتُهُ إَلَى هللاِ َو َر‬
)‫] (رواه البخارى ومسلم‬8[ِ‫إِلَ ْيه‬.
“Umar bin Khaththab RA berkata, “Aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda, Tiap-tiap amal perbuatan harus disertai dengan niat,
balasan bagi setiap amal manusia sesuai dengan apa yang diniatkan.
Barangsiapa yang berhijrah untuk mengharapkan dunia atau seorang
perempuan untuk dinikahi, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang
diniatkan”(H.R Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa tiap-tiap amal perbuatan harus
disertai dengan niat. Menurut Al Khauyi, seakan-akan Rasulullah
memberi pengertian bahwa niat itu bermacam-macam sebagaimana
perbuatan. Seperti orang yang melakukan perbuatan dengan motivasi
ingin mendapat ridha Allah dan apa yang dijanjikan kepadanya, atau
ingin menjauhkan diri dari ancamannya.Niat yang benar adalah
keinginan dalam hati dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk
mendapatkan keridhaan Allah.
6. Pendidik harus Berlapang Dada
‫ب ث ُ هم‬
َ ‫َض‬ َ ‫ع ْن أَ ْشيَا َء ك َِر َه َها فَلَ هما أ ُ ْكث َِر‬
ِ ‫علَ ْي ِه غ‬ َ ‫سله َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُّ ِ‫سئِ َل النهب‬
َ ‫ي‬ َ ‫ع ْن أَبِي ُمو‬
ُ ‫سى قَا َل‬ َ
‫سو َل‬ ُ ‫ام آخ َُر فَقَا َل َم ْن أَبِي يَا َر‬
َ َ‫ع هما ِشئْت ُ ْم قَا َل َر ُج ٌل َم ْن أَبِي قَا َل أَبُوكَ ُحذَافَةُ فَق‬
َ ‫سلُونِي‬َ ‫اس‬ ِ ‫قَا َل لِلنه‬
ِ ‫َّللا إِنها نَت ُوبُ إِلَى ه‬
‫َّللا‬ ِ ‫سو َل ه‬ ُ ‫ش ْيبَةَ فَلَ هما َرأَى‬
ُ ‫ع َم ُر َما فِي َو ْج ِه ِه قَا َل يَا َر‬ َ َ‫َّللا فَقَا َل أَبُوك‬
َ ‫سا ِل ٌم َم ْولَى‬ ِ‫ه‬
‫] رواه البخارى‬12[.‫ع هز َو َجله‬
َ .
“Dari Abu Musa radhiallahu anhu, dia berkata, “Seseorang bertanya
kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengenai perkara yang tidak
disukai beliau. Maka tatkala orang itu terrlalu banyak bertanya, Nabi
menjadi marah. Kemudian beliau berkata, “Tanyakanlah apa yang
hendak kamu tanyakan.”Seorang laki-laki bertanya, “Siapakah
bapakku?” Nabi menjawab. “Bapakmu, Hudzafah.” Bertanya pula yang
lain, “Siapakah bapakku hai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Bapakmu
Salim, hamba sahaya Syaibah.”Tatkala Umar bin Khaththab,) melihat
rasa kurang senang tergambar di wajah Rasululluh karena soal-soal yang
tidak menentu itu. segera ia berkata, "Wahai Rasulullah SAW. ! Kami
tobat kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Agung“(H.R
Bukhari).

B. Sifat-Sifat Pendidik
Rasulullah dalam beberapa hadisnya banyak menguraikan kepada
kita bagaimana sebenarnya sifat-sifat pendidik ideal yang seharusnya
menjadi contoh bagi kita semua. Berikut diuraikan hadis-hadis nabi yang
berkaitan dengan sifat-sifat pendidik.
1. Pendidik harus penyayang
،ً‫ فَأَقَ ْمنَا ِع ْندَهُ ِع ْش ِرينَ يَ ْو ًما َولَ ْيلَة‬، َ‫اربُون‬
ِ َ‫شبَبَةٌ ُمتَق‬
َ ‫سله َم َونَ ْح ُن‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫أَت َ ْينَا ِإلَى النهبِي‬
- ‫ أَ ْو قَدْ ا ْشتَ ْقنَا‬- ‫ظ هن أَنها قَدْ ا ْشت َ َه ْينَا أ َ ْهلَنَا‬
َ ‫ فَلَ هما‬،‫سله َم َرحِ ي ًما َرفِيقًا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ِ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫َو َكانَ َر‬
- ،‫ع ِل ُموهُ ْم َو ُم ُروهُ ْم‬ َ ‫ َو‬،‫ َفأَقِي ُموا فِي ِه ْم‬،‫ار ِجعُوا ِإ َلى أ َ ْهلِي ُك ْم‬ ْ :َ‫ َفأ َ ْخ َب ْرنَاهُ َقال‬،‫ع هم ْن ت ََر ْكنَا َب ْعدَنَا‬
َ ‫سأ َ َلنَا‬
َ
‫ص َالة ُ فَ ْلي َُؤذ ِْن‬
‫ت ال ه‬ َ ُ ‫صلُّوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمونِي أ‬
َ ‫ فَإِذَا َح‬،‫صلِي‬
ْ ‫ض َر‬ ُ َ‫ظ َها أَ ْو َال أ َ ْحف‬
َ ‫ َو‬- ‫ظ َها‬ ُ َ‫َوذَك ََر أ َ ْشيَا َء أ َ ْحف‬
‫ َو ْليَ ُؤ هم ُك ْم أ َ ْكبَ ُر ُك ْم‬،‫لَ ُك ْم أَ َحدُ ُك ْم‬
“Kami datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, saat itu
kami adalah para pemuda yang usianya sebaya. Maka kami tinggal
bersama beliau selama dua puluh hari dua puluh malam. Beliau adalah
seorang yang sangat penuh kasih dan lembut. Ketika beliau merasa
bahwa kami telah ingin, atau merindukan keluarga kami, beliau bertanya
kepada kami tentang orang yang kami tinggalkan. Maka kami pun
mengabarkannya kepada beliau. Kemudian beliau bersabda:
"Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan perintahkan (untuk shalat)." -Beliau lantas
menyebutkan sesuatu yang aku pernah ingat atau lupa -. Beliau
mengatakan: "Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat. Maka
jika waktu shalat sudah tiba, hendaklah salah seorang dari kalian
mengumandangkan adzan, dan hendaklah yang menjadi Imam adalah
yang paling tua di antara kalian.” (Shahih Bukhari dan Muslim)
Pada hadis di atas disebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan para
sahabatnya mereka yaitu bani lais untuk pulang menemui keluarga
mereka ketika para sahabat berkumpul bersama Rasulullah. Selama
tinggal bersama, Rasulullah selalu mengajak mereka untuk
melaksanakan shalat secara berjamaah dan menujuk seorang imam
ketika hendak melaksanakan shalat, serta mencontohkan kepada mereka
bagaimana shalat yang benar. Karena para sahabat sudah lama tidak
bertemu dengan keluarga mereka, Rasulullah mengetahui bahwa para
sahabatnya telah merasa rindu, menyadari hal itu, dengan sifat kasih dan
sayangnya, ia memerintahkan para sahabat untuk pulang. Rasulullah
tidak mau memaksakan para sahabat untuk tetap tinggal bersamanya dan
melanjutkan pelajaran sedangkan mereka sudah tidak dapat
berkonsentrasi. Karena jika dipaksakan, dikhawatirkan para sahabat
tidak dapat menyerap pelajaran yang diberikan dengan baik.
2. Adil
‫ع ْن‬ َ ‫الرحْ َم ِن َو‬ َ ‫ع ْن ُح َم ْي ِد ب ِْن‬
‫ع ْب ِد ه‬ َ ‫ب‬ َ ٍ‫علَى َمالِك‬
ٍ ‫ع ِن اب ِْن ِش َها‬ َ ُ‫َحدهثَنَا يَ ْحيَى بْنُ يَحْ يَى قَا َل قَ َرأْت‬
ِ ‫سو َل ه‬
- ‫َّللا‬ ُ ‫ِير أَنههُ قَا َل إِ هن أَبَاهُ أَت َى بِ ِه َر‬
ٍ ‫ان ب ِْن بَش‬ َ ‫ِير يُ َح ِدثَانِ ِه‬
ِ ‫ع ِن النُّ ْع َم‬ ِ ‫ُم َح هم ِد ب ِْن النُّ ْع َم‬
ٍ ‫ان ب ِْن بَش‬
ِ ‫سو ُل ه‬
‫ صلى هللا عليه‬- ‫َّللا‬ ُ ‫ فَقَا َل إِنِى نَ َح ْلتُ ا ْبنِي َهذَا‬- ‫صلى هللا عليه وسلم‬
ُ ‫غ َال ًما َكانَ لِي فَقَا َل َر‬
‫ صلى هللا عليه‬- ‫َّللا‬ ِ ‫سو ُل ه‬ُ ‫ فَقَا َل َر‬.‫ فَقَا َل َال‬.» ‫ « أ َ ُك هل َو َلدِكَ نَ َح ْلتَهُ مِ ثْ َل َهذَا‬-‫وسلم‬
ْ َ‫ « ف‬-‫» وسلم‬
ُ‫ار ِج ْعه‬
“Dari Nu’mân bin Basyîr r.a. dia berkata: ”Bapak saya mendatangi
Rasulullah ia berkata kepada Rasulullah ”Aku memberikan hadiah untuk
anakku seorang pembantu, kemudian Rasulullah bertanya ”Apakah
semua anakmu kamu berikan hadiah seperti itu? Ia (ayah saya) berkata
“Tidak” Rasulullah bersabda”Pulangkan kembali hadiah itu”(H.R.
AlBukhari). (Al-Bukhari, t.t: 212).
Dalam hadis ini, dijelaskan bahwa Basyir (ayah Nu’man) datang
menemui Rasulullah dan berkonsultasi kepada beliau tentang pemberian
hadiah yang ia berikan kepada anaknya (Nu’man) berupa seorang
pembantu yang ia berikan untuk membantu Nu’man. Basyir bertanya
kepada Rasulullah, wahai Rasulullah! Aku telah memberikan anakku
seorang pembantu, kemudian Rasulullah bertanya kepadanya “Apakah
semua anakmu kau berikan hal yang sama? Ia menjawab “tidak”, maka
Rasulullah bersabda “Ambil kembali hadiah tersebut”. Setelah itu,
Basyir kembali dan mengambil kembali hadiah yang ingin diberikannya
kepada Nu’man.
3. Demokrasi
‫أخبرني عمرو بن منصور قال حدثنا أبو جعفر بن نفيل قال قرأت على معقل بن عبيد هللا عن‬
‫ أقرأني رسول هللا‬: ‫عكرمة بن خالد عن سعيد بن جبير عن بن عباس عن أبي بن كعب قال‬
‫صلى هللا عليه و سلم سورة فبينا أنا في المسجد جالس إذ سمعت رجال يقرؤها يخالف قراءتي‬
‫فقلت له من علمك هذه السورة فقال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم فقلت ال تفارقني حتى نأتي‬
‫رسول هللا صلى هللا عليه و سلم فأتيته فقلت يا رسول هللا إن هذا خالف قراءتي في السورة التي‬
‫علمتني فقال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم اقرأ يا أبي فقرأتها فقال لي رسول اللهصلى هللا‬
‫عليه و سلم أحسنت ثم قال للرجل اقرأ فقرأ فخالف قراءتي فقال له رسول هللا صلى هللا عليه و‬
‫سلم أحسنت ثم قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يا أبي إنه أنزل القرآن على سبعة أحرف‬
‫كلهن شاف کاف قال أبو عبد الرحمن معقل بن عبيد هللا ليس بذلك القوي‬
“Dari Ubay bin Ka’ab berkata “Rasulullah membacakan sebuah
surat, lalu ketika aku berada di masjid, tiba-tiba aku mendengar seorang
laki-laki membacanya tidak sama dengan bacaanku. Saya berkata ”siapa
yang mengajarkanmu surat ini? Dia berkata “Rasulullah”, saya berkata “
kamu tidak boleh meninggalkanku hingga aku datang kepada Rasulullah.
Maka kami datang kepada beliau, saya berkata “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya orang ini telah menyelisihi bacaanku dalam surat ini yang
engkau ajarkan kepadaku, beliau berkata “wahai Ubay, bacalah!, maka
saya membaca dan beliau berkata “bagus!”. Kemudian Rasulullah
berkata kepada orang laki-laki itu, “bacalah!, maka orang itu membaca
selain dengan bacaanku, lalu beliau berkata kepadanya “bagus!”,
kemudian beliau bersabda “wahai Ubay, sesungguhnya Al-Qur’an
diturunkan dalam tujuh huruf (bacaan), semuanya dapat mengobati
ketidak pahaman maksudnya dan memadai sebagai hujjah” (H.R. Nasâ’î)
(An-Nasa’i, 1995: 164).
Pada hadis ini, dijelaskan bahwa ketika Ubay bin Ka’ab sedang
berada di masjid ia mendengar seorang laki-laki membaca al-Qur’an
dengan bacaan yang berbeda dengan yang Rasulullah ajarkan kepadanya.
Kemudian Ubay menghampiri laki-laki itu dan bertanya kepadanya,
“siapa yang mengajarimu cara membacanya?”, laki-laki itu menjawab
“Rasulullah”, kemudian Ubay mengajak laki-laki tersebut untuk
menemui Rasulullah dan menanyakan masalah tersebut kepada
Rasulullah. “wahai Rasulullah, lakilaki ini membaca al-Qur’an berbeda
dengan bacaan yang telah engkau ajarkan kepadaku”, kemudian
Rasulullah memerintahkan kepada Ubay untuk membaca AlQur’an
seperti yang telah ia ajarkan kepadanya, setelah Ubay membaca,
Rasulullah berkata “bagus”, setelah itu Rasulullah juga memerintahkan
orang laki-laki tersebut untuk membaca, ia membaca dengan bacaan
yang berbeda dengan Ubay, setelah laki-laki tersebut membaca,
Rasulullah berkata “bagus”. Kemudian Rasulullah menjelaskan kepada
Ubay bahwa al-Qur’an diturunkan dengan tujuh macam bacaan yang
berbeda
4. Terbuka
‫ف ْب ُن‬ ُ ‫ َحدهثَنَا يُو‬، ‫سلَي ٍْم‬
ُ ‫س‬ َ ‫ َحدهثَنِي‬,‫ َحدهثَنَا ْال َه ْيث َ ُم ْب ُن َجمِ ي ٍل‬، ‫َحدهثَنَا أ َ ْح َمدُ ْب ُن ْاأل َ ْزه َِر‬
ُ ‫ع ْم ُرو ْب ُن‬
ُ ‫ َم ْن‬: ‫سله َم يَقُو ُل‬
‫سئِ َل‬ َ ُ‫صلهى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه و‬ ِ ‫سو َل ه‬
َ ‫َّللا‬ َ : ‫َس بْنَ َمالِكَ يَقُو ُل‬
ُ ‫سمِ ْعتُ َر‬ َ ‫سمِ ْعتُ أَن‬ َ ، ‫ِيم‬ َ ‫إِب َْراه‬
ِ ‫ع ْن ع ِْل ٍم فَ َكتَ َمهُ ْال ِج َم يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة بِ ِل َج ٍام مِ ْن ن‬
‫َار‬ َ
“Dari Abî Hurairah r.a. berkata, Rasulullah bersabda:”Barang siapa
yang ditanya tentang ilmu yang diketahuinya, kemudian ia
menyembunyikannya maka dibelenggulah ia pada hari kiamat dengan
belenggu dari api neraka”(H.R. Tirmidzi). (al-Mubârkafũrî, t.t.: 408).
Melalui hadis di atas, Rasulullah memerintahkan kita untuk tidak
menyembunyikan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki kepada siapa
pun. Dan itu berarti adanya perintah untuk mengajarkannya tanpa
membedakan murid atas dasar kekayaan dan kedudukan antara orang
miskin dan orang kaya. Apalagi jika yang dimaksud merupakan
pengetahuan yang berkaitan dengan permintaan fatwa atas perkara
tertentu. Karena menyembunyikan ilmu pengetahuan berakibat buruk
bagi orang yang berilmu, yaitu adanya ancaman hukuman yang berat di
akhirat nanti dengan dibelenggu dengan api neraka.
Pada kata “Man suila a’n i’lmin ‘alimahu” yang dimaksud ilmu di
sini adalah ilmu yang dibutuhkan oleh seseorang yang bertanya terutama
pada masalah agama, “Tsumma katamahu” artinya sengaja diam dan
tidak memberikan jawaban atau menahan penjelasan, “uljima” artinya
pada hari kiamat nanti orang yang berilmu namun sengaja
menyembunyikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya tersebut mulutnya
akan dimasukkan sebuah cambuk, karena mulut merupakan tempat
keluarnya ilmu dan perkataan (Al-Mubarkafuri, t.t: 408).
5. Memperhatikan Keadaan Peserta Didik
Agar pendidikan dan pembelajaran dapat telaksana dengan efektif,
maka pendidik perlu memperhatikan keaadan peserta didiknya. Hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah minat, perhatian, kemampuan, dan
kondisi jasmani peserta didik. Sehubungan dengan ini terdapat hadis :

َ ‫سله َم َيتَخ هَولُنَا ِب ْال َم ْو ِع‬


َ ‫ظ ِة فِي ْاألَي ِهام ك ََرا َهةَ السهآ َم ِة‬
‫علَ ْينَا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُّ ‫ع ْن اب ِْن َم ْسعُو ٍد قَا َل كَانَ ال هن ِب‬
َ ‫ي‬ َ

“Dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan, Nabi SAW selalu menyelingi


harihari belajar untuk kami untuk menghindari kebosanan kami”(HR.
Al-Bukhari)

Kandungan hadis ini yaitu tedapat informasi bahwa Rasulullah


mengajar sahabat tidak setiap hari, tetapi ada waktu belajar dan ada pula
waktu istirahat. Hal itu dilakukannya untuk menghindari kebosanan
kepada pelajaran. Itu berarti bahwa Rasulullah memperhatikan kondisi
para sahabat dalam mengajar. Pada hadis di atas, Rasulullah juga
mempraktikkan prinsip pembagian waktu belajar. Ini sebagai metode
mendidik jiwa para sahabatnya agar tidak merasa bosan.

6. Jujur
Seorang pendidik harus bersifat jujur kepada peserta didiknya
sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
hadis berikut : Umar bin Al-Khaththab meriwayatkan, “… Jibril
berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat. ‘Rasulullah
menjawab, “Tentang masalah ini, saya tidak lebih tahu dari engkau.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW
ditanya oleh Malaikat Jibril tentang hari kiamat, beliau menjawab,
“Saya tidak lebih tahu dari engkau.” Sebagai seorang Rasul beliau tidak
menjawab semua yang ditanyakan kepadanya. Beliau tidak segan
mengatakan tidak tahu, apabila yang ditanyakan seseorang memang
tidak diketahui jawabannya. Inilah sifat yang harus dimiliki oleh setiap
pendidik.

C. Ancaman bagi orang yang menyembunyikan ilmu


Dalam Al-Qur’an dijelaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 159 –
162. Sebagai berikut :

ّٰ ‫ولٓ ِٕٮكَ يَ ۡلعَنُ ُه ُم‬


‫ّٰللاُ َو‬ ِ ِۙ ‫اس فِى ۡال ِك ٰت‬
ٰ ُ‫ب ا‬ ِ َّ‫ت َو ۡال ُه ٰدى مِ ۡۢۡن بَ ۡع ِد َما بَيَّنّٰهُ لِلن‬ ِ ‫اِنَّ الَّذ ِۡينَ يَ ۡكت ُ ُم ۡونَ َما ٓ ا َ ۡن َز ۡلنَا مِ نَ ۡالبَيِ ٰن‬
ُ ‫علَ ۡي ِه ۡۚۡم َواَنَا الت َّ َّو‬
‫اب‬ َ ‫ب‬ُ ‫ولٓ ِٕٮكَ ا َ ت ُۡو‬
ٰ ُ ‫صلَ ُح ۡوا َوبَيَّـنُ ۡوا َفا‬ ۡ َ ‫> ا ََِّّل الَّذ ِۡينَ تَابُ ۡوا َوا‬١٦٢< َ‫يَ ۡلعَنُ ُه ُم اللّٰ ِعنُ ۡون‬
‫اس‬ِ َّ‫ّٰللا َو ۡال َم ٰلٓ ِٕٮ َك ِة َوالن‬
ِ ّٰ ُ‫علَ ۡي ِهمۡ لَ ۡعنَة‬ َ َ‫ولٓ ِٕٮك‬ٰ ُ ‫>اِنَّ الَّذ ِۡينَ َكفَ ُر ۡوا َو َمات ُۡوا َوهُمۡ ُكفَّا ٌر ا‬١٦٠<‫الرحِ ۡي ُم‬ َّ
>١٦٢< َ‫ظ ُر ۡون‬ َ ‫اب َو ََّل هُمۡ يُ ۡن‬ ُ َ‫ف ع َۡن ُه ُم ۡالعَذ‬ ُ ‫>خ ِلد ِۡينَ ف ِۡيهَا ۚۡۚ ََّل يُ َخ َّف‬ ٰ ١٦١< َ‫ا َ ۡج َمع ِۡي ِۙن‬

“Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah


Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami
jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Alquran), mereka itulah yang
dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh orang-orang yang melaknat
<159>,kecuali mereka yang telah bertobat, mengadakan perbaikan dan
menjelaskan(nya),mereka itulah yang Aku terima tobatnya dan Akulah
Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang <160>,Sungguh, orang-
orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat
laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya<161>,mereka kekal di
dalamnya (laknat), tidak akan diringankan azabnya, dan mereka tidak
diberi penangguhan<162> (Q.S Al-Baqarah : 159-162)

Demikianlah ancaman Allah terhadap yang berani atau dengan


sengaja menyembunyikan apa yang diajarkan oleh para Rasul berupa ayat-
ayat yang bertujuan baik dan sangat dibutuhkan oleh manusia, sesudah
dijelaskan oleh Alllah kepada manusia dalam kitab yang telah diturunkan
kepada Rasul-rasul-Nya.Ayat ini turun berkenaan dengan ahli kitab yang
telah menyembunyikan sifat-sifat Nabi Muhammad saw. Yang tersebut
dalam kitab mereka :

ٍ ‫ أ ُ ْل ِج َم يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة بِ ِل َج ٍام مِ ْن ن‬،ُ‫ع ْن ع ِْل ٍم فَ َكت َ َمه‬


‫َار‬ ُ ‫َم ْن‬
َ ‫سئِل‬

“Barang siapa ditanya mengenai suatu ilmu, lalu ia


menyembunyikannya niscaya kelak dihari kiamat dia akan disumbat
dengan kendali dari apa neraka.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Abu hurairah berkata, “Jika tidak ada ayat 159 ini, niscaya aku
takkan meriwayatkan satu hadis pun kepada orang lain.”Dalam ayat 159 ini
Allah menyatakan, bahwa orang yang menyembunyikan ilmu yang
diturunkan Allah dalam kitab-Nya akan dikutuk oleh Allah, para malaikat,
dan seluruh manusia dan seluruh makhluk yang dapat mengutuk. Kemudian
Allah mengecualikan orang yang bertobat dan memperbaiki perbuatannya
serta menerangkan apa yang dahulu mereka sembunyikan. Allah akan
menerima tobat dan memaafkan mereka. Sebab memang sifat Allah Maha
Pemberi dan Penerima tobat serta Maha Pengasih

Ayat ini menunjukan, bahwa orang yang mengajak kepada kekafiran


dan bid’ah, jika mau bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya. Kecuali
orang kafir yang mati dalam kekafiran, maka mereka tetap dikutuk oleh
Allah, malaikat dan seluruh manusia bahkan kekal dalam siksa
Allah.Dengan hadis ini dapat diambil kesimpulan, bahwa orang yang tidak
suka kepada Allah dan Rasulullah saw. Boleh dikutuk dan di laknat
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas di ambil kesimpulan bahwa syarat-syarat
pendidik itu ada banyak seperti yang sudah di jelaskan di atas seperti
Pendidik harus beriman, Pendidik harus berilmu, Pendidik Harus
Mengamalkan Ilmunya, Pendidik harus adil, Pendidik Harus Berniat Ikhlas,
Pendidik harus Berlapang Dada.
Mengenai Sifat-Sifat Pendidik Dalam Perspektif Hadis pada
pembahasan di atas dapat ditarik dalam beberapa pemahaman diantaranya
Pendidik merupakan figur yang dijadikan suri tauladan bagi peserta
didiknya, oleh karena itu pendidik selayaknya mempunyai sifat yang mulia.
Dalam hadis-hadis Rasulullah dijelaskan beberapa sifat yang harus dimiliki
oleh pendidik diantaranya adalah, kasih sayang, adil, demokratis dan
motivator, tranparan, memperhatikan peserta didik, dan jujur dalam
penyebaran ilmunya
Penting seorang muslim yang mempunyain ilmu untuk
mengamalkannya agar ilmu yang dimili seseorang bisa bermanfaat bagi
dirinya maupun orang lain.Jika seorang mengetahui syariat Alloh, akan
tetapi ia tidak mengamalkannya, maka orang seperti itu bukanlah seorang
yang fakih (memahami isi agamanya), sekalipun ia hafal dan memahami isi
kitab fikih paling besar diluar kepala. Ia hanya dinamakan seorang qori saja.
Orang fakih adalah orang yang mengamalkan ilmunya.Dan jika seseorang
yang mempunyai tetapi tidak mengamalkannya maka ilmu yang diperoleh
akan mejadi sia-sia dan mendapat ancaman bagi orang yang tidak
mengamalkan ilmunya karena tidak bermaanfaat baginya maupun orang
lain.
Daftar pustaka

Ahmad Izzan, s. (2016). Hadis pendidikan konsep pendidikan berbasis hadis.


Buah batu - Bandung: Humaniora.
Giantara, F. (2022). Sifat-Sifat Pendidik Prespektif Hadis Nabi. Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 63-73.
Umar,Bukhari.(2010). Pendidik dalam Perspektif Hadis: Syarat-syarat Pendidik.

Anda mungkin juga menyukai