Anda di halaman 1dari 23

WAKAF

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Tafsir Ayat Ziswaf

Dosen Pengampu : Lutfiyatun Nikmah, M.S.I.

Disusun Oleh :

Kelompok 11 MZW-2A

1. Syafa Hidayatunni’mah (1820410020)


2. Andini Soraya Putri (1820410031)
3. Lilis Sa’datul Ni’mah (1820410036)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di antara tanda-tanda keshalihan dan keutamaan seseorang adalah
dijadikannya paham terhadap ajaran islam. Islam bukanlah agama yang
membiarkan segala permasalahan hadir tanpa batasan. Namun islam
tumbuh dengan banyak kepedulian positif terhadap suatu permasalahan.
Karena itu, Rasullullah dalam banyak hadistnya memotivasi dan
menganjurkan umatnya untuk banyak mengajarkan ilmu tafsir ayat kepada
manusia dan mempermudah mereka mempelajari ilmu tafsir ayat tersebut.
Termasuk dalam ilmu tafsir ayat zizwaf, terdapat banyak sekali materi
yang sangat membantu dalam melaksanakan ibadah wakaf.
Wakaf merupakan salah satu potensi ekonomi yang sangat besar
manfaatnya. Namun, terkadang kaum muslim kurang paham dalam
mempelajari ilmu wakaf.. Mereka terlihat tabu dengan hal-hal yang
berkaitan dengan dalil tentang wakaf, pengembangan dan pengelolaan
wakaf, dan masih banyak lagi. Terlepas dari kendala-kendala yang ada,
wakaf menyimpan potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi aset
produktif yang pada akhirnya mampu mendorong perekonomian negeri
ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian wakaf?
2. Apa saja rukun dan syarat wakaf?
3. Apa saja macam-macam wakaf?
4. Bagaimana tafsir-tafsir ayat wakaf?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Wakaf
Para ahli bahasa menggunakan tiga kata untuk mengungkapkan tentang
wakaf, yaitu: al-waqf (wakaf), al-habs (menahan), dan at-tasbil (berderma
untuk sabilillah). Kata al-waqf adalah bentuk masdar (gerund) dari ungkapan
waqfu asy-sai’i, yang berarti menahan sesuatu.1
Dalam kitab Tabrir al-Faz at-Tanbih, Imam Nawawi yang bermazhab
Syafi’i mendefinisikan wakaf sebagai:
ِ ‫حبس م ٍال مُيْ ِكن اِإْل نْتِ َف اع بِ ِه م ع ب َق ِاء عينِ ِه بَِقط ِع التَّص ُّر‬
,‫ف ىِف َر َقبَتِ ِه‬ َ َْ َ َ َ ُ ُ َ ُ َْ
ِ ‫ف منَافِعِ ِه اِىَل الْرِب ِّ َت َقُّربا اِىَل‬
‫اهلل َت َعاىَل‬ ِ ‫وتَصُّر‬
ً َ َ َ
“Penahanan harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan
barangnya, terlepas dari campur tangan wakif atau lainnya, dan hasilnya
disalurkan untuk kebaikan semata-mata dan untuk taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Allah.”2
Definisi wakaf dalam Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 28 Tahun
1977 adalah: perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan
umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.3
B. Rukun dan Syarat Wakaf
a. Wakif (orang yang mewakafkan)
(1) Berakal sehat
(2) Baligh (dewasa)
(3) Tidak dalam tanggungan karena safih (boros) dan gaflah (bodoh)

1
Abdurrohman Kasdi, Fiqh Wakaf, Yogyakarta: Idea Press, 2017, 5
2
Abdurrohman Kasdi, Fiqih Wakaf, 11
3
Abdurrohman Kasdi, Fiqih Wakaf, 17
(4) Atas kemauan sendiri
(5) Merdeka
b. Mauquf ‘alaih (pihak yang menerima wakaf)
(1) Pihak yang diserahi wakaf adalah pihak yang berorientasi pada
kebajikan
(2) Hendaknya pihak penerima wakaf kontinyu (tidak terputus dalam
pengelolaannya)
(3) Harta yang telah diwakafkan tidak kembali kepada wakif.
(4) Pihak penerima wakaf cakap hukum untuk memiliki dan
menguasai harta wakaf
c. Harta yang diwakafkan
(1) Harta wakaf itu memiliki nilai (ada harganya)
(2) Harta wakaf harus jelas (diketahui) betuknya.
(3) Harta wakaf itu merupakan hak milik dari wakif
(4) Harta wakaf itu dapat diserahterimakan bentuknya.
(5) Harta wakaf itu harus terpisah
d. Lafal yang menunjukkan adanya wakaf
C. Macam-macam Wakaf
1. Berdasarkan batas waktunya
a. Wakaf Mu’abbad (selamanya)
b. Wakaf Mu’aqqat (sementara/dalam jangka waktu tertentu)
2. Berdasarkan cakupannya
a. Wakaf keluarga (ahli/zurri)
b. Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairi)
c. Wakaf gabungan antara keduanya (musytarak)
3. Berdasarkan penggunaan harta
a. Wakaf mubasyir (langsung)
b. Wakaf istimari (produktif)
4. Berdasarkan tujuan harta yang diwakafkan
a. Wakaf air minum
b. Wakaf sumur dan sumber mata air di jalan-jalan yang biasa
menjadi lalu lintas jama’ah haji yang datang dari Irak, Syam
(Syiria), Mesir, dan Yaman, serta kafilah yang berpergian menuju
India dan Afrika
c. Wakaf jalan dan jembatan untuk memberi pelayanan umum kepada
masyarakat
d. Wakaf khusus bantuan fakir miskin dan orang-orang yang sedang
berpergian
e. Wakaf pembinaan sosial bagi mereka yang membbutuhhkan
f. Wakaf sekolah dan universitas serta kegiatan ilmmiyh lainnya.
g. Wakaf asrama pelajar dan mahasiswa
h. Wakaf pelayanan kesehatan
i. Wakaf pelestarian lingkungan hidup
5. Berdasarkan bentuk manajemennya
a. Wakaf dikelola oleh wakif sendiri atau salah satu dari
keturunannya, yang kategori orangnya ditentukan oleh wakif
b. Wakaf dikelola oleh orang lain yang ditunjuk wakif mewakili suatu
jabatan atau lembaga tertentu
c. Wakaf yang dokumennya telah hilang, sehingga hakim menunjuk
seeseorang untuk memanaj wakaf tersebut
d. Wakaf yang dikelola oleh pemerintah
6. Berdasarkan jenis barangnya
a. Wakaf pokok tetap berupa tanah pertanian dan bukan pertanian
b. Wakaf harta benda bergerak yang dijadikan pokok tetap menurut
pengertian ekonomi modern, seperti alat pertanian, mushaf
Alquran, sajadah untuk masjid, buku untuk perpustakaan umum,
dan perpustakaan masjid.
c. Wakaf uang yang berupa dirham atau dinar
7. Berdasarkan keadaan wakif
a. Wakaf orang-orang kaya
b. Wakaf tanah pemerintah berdasarkan keputusan penguasa atau
hakim
c. Wakaf yang dilakukan oleh wakif atas dasar wasiat.
D. Tafsir Ayat tentang Wakaf

‫مَوٲهَلُمۡ ىِف َس بِ ِيل ٱللَّ ِه َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة َأ ۢنبَتَ ۡت َس ۡب َع َس نَابِ َل‬Bۡ ‫ين يُ ِنف ُق و َن َأ‬ ِ َّ
َ ‫َمثَ ُل ٱلذ‬
( ‫يم‬ِ‫ىِف ُك ل س ۢبنلَ ۬ ٍة ِّماَْئةُ حبَّ ٍة ۗ وٱللَّه يضٰـعِف لِمن يش ٓاءۗ‌ وٱللَّه و ِاس ع عل‬
ٌ َ ٌ َ ُ َ ُ ََ َ ُ َ ُ ُ َ َ ُ ُ ِّ
‫ين يُ ِنف ُق و َن َأمۡ َواهَلُمۡ ىِف َس بِ ِيل ٱللَّ ِه مُثَّ اَل يُ ۡتبِعُ و َن َم ٓا َأن َف ُق واْ َمنًّا‬ ِ َّ
َ ‫) ٱلذ‬٢٦١
۬
( ‫ف َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل ُهمۡ حَي ۡحَزنُ و َن‬ ٌ ‫َوٓاَل َأ ًذى‌ۙ هَّلُمۡ َأ ۡج ُر ُهمۡ ِعن َد َرهِّبِمۡ َواَل َخ ۡو‬
۬ ۬ ‫ف وم ۡغ ِفرةٌ ۡخي‬ ۬ ‫) ۞ ق ۡو ۬ ٌل م ۡعرو‬٢٦٢
‫ َوٱللَّ ُه‬ ۗ‌‫ص َدقَ ۬ ٍة ۡيتََبعُ َهٓا َأ ًذى‬
َ ‫ن‬ ‫م‬ِّ ‫ر‬ٌ َ َ ََ ٌ ُ َّ َ
)٢٦٣( ‫َغىِن ٌّ َحلِي ۬ ٌم‬
261 Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
262 Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian
mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-
nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima),
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
263 Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah
yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.

orang-
‫ين‬ ِ َّ Perumpamaa
orang yang َ ‫ٱلذ‬ n
‫َمثَ ُل‬
Harta-harta
ۡ‫َأمۡ َواهَلُم‬ mereka
‫يُ ِنف ُقو َن‬
mereka menginfaqka
n
Jalan Allah
‫َسبِ ِيل ٱللَّه‬ Di ‫ىِف‬
Sebuah biji
‫َحبَّ ٍة‬ seperti
‫َك َمثَ ِل‬
prumpamaan
Tujuh
‫َس ۡب َع‬ dia
‫ت‬Bۡ َ‫َأ ۢنبَت‬
menumbuhk
an
Di ‫ىِف‬ Tangkai-
‫َسنَابِ َل‬
tangkai

(satu)
‫ُس ۢنُبلَ ۬ ٍة‬ tiap-tiap
‫ُك ِّل‬
tangkai

biji/benih
‫َحبَّ ٍة‬ (ada) seratus
ُ‫ِّماَْئة‬

ِ ‫ي‬
ُ‫َوٱللَّه‬
Dia dan Allah
‫ف‬
ُ ‫ضـٰع‬
َُ
melipatgan
dakan
Dia bagi siapa
‫لِ َمن‬
kehendaki ُ‫يَ َشٓاء‬ yang

Maha luas
‫َو ِاس ٌع‬ dan Allah
ُ‫َوٱللَّه‬
Maha
‫يم‬ِ
mengetahui ٌ ‫َعل‬
mereka
‫يُ ِنف ُقو َن‬ orang-orang
‫ين‬ ِ َّ
َ ‫ٱلذ‬
menginfakk yang
an
Di ‫ىِف‬ harta-harta
‫َأمۡ َواهَلُ ْم‬
mereka
Kemudian
َّ‫مُث‬ jalan Allah
‫َسبِ ِيل ٱللَّ ِه‬

mereka
‫يُ ۡتبِعُو َن‬ Tidak
‫اَل‬
mengikuti

mereka apa yang


ْ‫َأن َف ُقوا‬ ‫َمٓا‬
infakkan

dan tidak dengan


‫َوٓاَل‬ ‫َمنًّا‬
mengungkit-
ungkit
۬
bagi
ۡ‫هَّلُم‬ menyakiti
‫َأ ًذى‬
mereka hati

َ ‫ِع‬ ۡ‫َأ ۡج ُر ُهم‬


Disisi pahala
‫ند‬
mereka

dan tidak
‫َواَل‬
Tuhan
ۡ‫َرهِّبِم‬
(ada) mereka

atas mereka
ۡ‫َعلَ ۡي ِهم‬ rasa takut
ٌ ‫َخ ۡو‬
‫ف‬

mereka dan tidak


ۡ‫ُهم‬ ‫َواَل‬
(pula)

mereka
‫حَي ۡحَزنُو َن‬
bersedih

yang baik
ٌ ۬ ‫َّم ۡع ُرو‬
‫ف‬ Perkataan
‫قَ ۡو ۬ ٌل‬

lebih baik
‫َخ ۡي ۬ ٌر‬ dan
ٌ‫َو َم ۡغ ِفَرة‬
pemberian
maaf

sedekah
‫ص َدقَ ۬ ٍة‬
َ
Daripada
‫ِّمن‬
۬
sesuatu
menyakitkan
‫َأ ًذى‬ Ia
mengiringinya
‫يَ ۡتَبعُ َهٓا‬

ٌّ ‫َغىِن‬ ُ‫َوٱللَّه‬
Maha kaya dan Allah

Maha
‫َحلِي ۬ ٌم‬
penyantun

1. Tafsir Al Bayaan
Adab-adab dan syarat-syarat mengeluarkan harta di jalan Allah
261. Perumpamaan – nafaqah – orang yang menafqahkan hartanya
di jalan Allah (dalam pekerjaan tha’at kepada Allah), adalah setamsil suatu
bibit yang menumbuhkan tujuh tungkul, pada tiap-tiap tungkul terdapat
seratus biji {Ya’ni : menumbuhkan satu batang yang bercabang tujuh. Dari
suatu tungkul, keluarlah 100 biji; karenanya terdapatlah 700 biji pada tiap-
tiap batang. Ayat ini mengisyaratkan bahwa ‘amal shalih disuburkan Allah
untuk yang mengerjakannya, sebagai tanaman-tanaman disuburkan untuk
orang yang menanamnya di tanah yang baik. Ayat ini adalah suatu
kiasan}. Dan Allah mengganda-gandakan kepada siapa yang Ia kehendaki
dan Allah meluaskan pemberianNya lagi senantiasa mengetahui.4

262. Orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah,


kemudian – terus-menerus – mereka tidak mengiringi apa yang telah
mereka nafaqahkan itu dengan menyebut-nyebut ni’mat yang telah
diberikan kepada orang yang telah diberinya dan tiada pula dengan
menyakiti (menyinggung perasaan) mereka – yang diberi ni’mat itu –,
mendapat pahala di sisi Tuhan mereka, dan tak ada yang dikhawatiri
terhadap mereka dan tiada pula mereka bergundah hati {Ya’ni : mereka
yang mendapat pahala terhadap memberikan sedekahnya ialah orang

4
Prof TM Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al Bayaan 1, 271
(mereka) yang tidak mengiringkannya dengan gangguan dan sebutan-
sebutan yang menyinggung perasaan hati si penerima}.5

263. Perkataan yang ma’ruf {Yakni : ucapan yang baik dan do’a
untuk seseorang muslim, Masuk ke dalam “perkataan yang ma’ruf”,
menolak dengan cara yang baik}. Dan memberi ma’af {Ya’ni :
memaafkan sipeminta yang menimbulkan kekacauan bagi kita}. Adalah
lebih baik daripada memberi sedekah yang diiringi oleh sikap-sikap yang
menyakitkan hati; dan Allah senantiasa kaya dan senantiasa Haliim (tidak
segera menyiksa orang-orang yang bersalah).6

2. Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan

261. Ini merupakan anjuran yang agung dari Allah terhadap


hamba-hambaNya untuk menafkahkan harta mereka di jalanNya; yaitu
jalan yang menyampaikan kepadaNya. Termasuk dalam hal ini adalah
menafkahkan hartanya dalam meningkatkan ilmu yang bermanfaat, dalam
mengadakan persiapan berjihad di jalanNya, dalam mempersiapkan para
tentara maupun membekali mereka, dan dalam segala macam kegiatan-
kegiatan sosial yang berguna bagi kaum muslimin. Kemudian disusul
berinfak kepada orang-orang yang membutuhkan, fakir miskin, dan
kemungkinan saja dua cara itu dapat disatukan hingga menjadi nafkah
untuk menolong orang-orang yang membutuuhkan dan sekaligus bakti
sosial dan ketaatan.

Nafkah-nafkah seperti ini akan dilipatgandakan. Kelipatan ini


dengan tujuh ratus kali lipat hingga berlipat ganda banyaknya lagi dari itu.
ِ ِ‫)وٱللَّه يضٰـع‬
Karena itu Allah berfirman, (
ُ‫ف ل َمن يَ َش ٓاء‬
ُ َُُ َ “Allah melipat

gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.” Itu tentunya sesuai
dengan apa yang ada dalam hati orang yang berinfak tersebut dari
keimanan dan keikhlasan yang tulus, dan juga sesuai dengan kebaikan dan

5
Prof TM Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al Bayaan 1, 271
6
Prof TM Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al Bayaan 1, 272
manfaat yang dihasilkan dari infaknya tersebut, karena beberapa jalan
kebajikan dengan berinfak padanya akan mengakibatkan manfaat-manfaat
yang terus menerus dan kemaslahatan yang bermacam-macam, maka
balasan itu tentunya sesuai dengan jenis perbuatannya.7

262. Kemudian Allah juga menyebutkan ada pahala lain bagi


orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalanNya dengan infak
yang dikeluarkan dengan syarat-syarat yang cukup dan terbebas dari
segala penghalang-penghalangnya. Maka orang yang berinfak itu tidak
boleh mengiringi infaknya itu dengan menyebut-nyebutnya dan
menghitung-hitung kebaikannya, serta tidak menyakiti perasaan si
penerima dengan perkataan maupun perbuatan.

Maka mereka itu ( ۡ‫َرهِّبِم‬ ‫“ )هَّلُمۡ َأ ۡجُر ُهمۡ ِعن َد‬memperoleh pahala di sisi
Rabb mereka” sesuai dengan apa yang Dia ketahui dari mereka dan sesuai
dengan kadar infak-infak mereka dan manfaatnya dan tentu saja
karuniaNya yang tidak akan diperoleh dan tidak akan digapai oleh nafkah-

‫َۡز‬
nafkah mereka. (‫حنُو َن‬ ‫ف َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل ُهمۡ حَي‬
ٌ ‫“ ) َواَل َخ ۡو‬Tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Allah menjauhkan dari mereka perkara yang dibenci yang telah
berlalu dengan menghilangkan dari mereka kesedihan, dan yang akan
datang dengan menghilangkan kekhawatiran dari mereka, hingga mereka
memperoleh apa yang dicintainya dan dijauhkan dari perkara yang
dibenci.8
263. Allah menyebutkan empat tingkatan dalam kebajikan:
Tingkatan Pertama: Nafkah yang terlahir dari niat yang shalih
dan pemberi nafkah tidak mengiringinya dengan menyebut-nyebutnya dan
menyinggung perasaan si penerima.
Tingkatan Kedua: Berkata yang baik, yaitu kebajikan berupa
perkataan dengan segala bentuknya yang mengandung kebahagiaan bagi

7
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’adi, Tafsir Al-Qur’an, Jakarta : Darul Haq, 2016, 369
8
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’adi, Tafsir Al-Qur’an, 370
seorang Muslim, meminta maaf dari orang yang meminta apabila dia tidak
memiliki apa yang diminta, dan sebagainya dari perkataan yang baik.
Tingkatan Ketiga: Kebajikan dengan memberi maaf dan ampunan
kepada orang yang telah berlaku buruk kepada Anda, baik dengan
perkataan maupun dengan perbuatan. Dua yang terakhir ini lebih utama
dan lebih baik dari tingkatan berikut.
Tingkatan Keempat: Pemberi infak itu mengiringi infaknya
dengan perlakuan menyakitkan kepada penerimanya karena dia telah
mengotori kebaikannya tersebut dan dia telah berbuat baik dan jahat
(sekaligus). Kebajikan yang murni walaupun sangat sedikit adalah lebih
baik daripada kebajikan yang dicampuri oleh keburukan walaupun
kebajikan itu banyak. Ini merupakan ancaman yang keras terhadap orang
yang berinfak yang menyakiti orang yang diberikan nafkahnya tersebut,
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang suka mencela, pandir,
dan bodoh.

(ُ‫“ ) َوٱللَّه‬Dan Allah” yang Mahatinggi adalah juga (ٌّ ‫“ ) َغىِن‬Maha

Kaya” dari sedekah-sedekah mereka dan dari seluruh hamba-hambaNya, (

‫) َحلِي ۬ ٌم‬ “lagi Maha Penyantun”; di samping kesempurnaan kekayaanNya

dan luasnya pemberian dariNya, Dia penyantun terhadap pelaku-pelaku


maksiat. Dia tidak menyegerakan hukuman bagi mereka, akan tetapi Dia
memberikan keselamatan kepada mereka, meberi mereka rizki, meluaskan
bagi mereka kebaikanNya; namun mereka menentang Allah dengan
bermaksiat kepadaNya.
Kemudian Allah melarang dengan sangat keras dari mengungkit-
ungkit pemberian dan menyakiti orang yang diberi. Allah membuat
perumpamaan tentang itu dengan firmanNya.9
3. Tafsir Muyassar
Penggunaan Harta dan hukum-hukumnya

9
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’adi, Tafsir Al-Qur’an, 370
261. Dan di antara hal yang paling bermanfaat bagi kaum
Mukminin adalah infak di jalan Allah. Dan perumpamaan kaum mukminin
yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah, adalah seperti satu benih
yang ditanam di tanah yang subur. Maka tak berapa lama, benih itu telah
menumbuhkan batang yang bercabang tujuh. Dan tiap cabang terdapat satu
tangkai. Dan pada tiap tangkai terdapat seratus biji. Allah menggandakan
pahala bagi siapa saja yang dikehendakiNya, sesuai dengan keadaan hati
orang yang berinfak berupa keimanan dan keikhlasan yang sempurna. Dan
karunia Allah itu luas. Dan Dia Allah Swt Maha Mengetahui siapa-siapa
yang berhak memperolehnya, juga Maha Mengetahui niat-niat hamba-
hambaNya.10
262. Orang-orang yang mengeluarkan harta kekayaan mereka
dalam jihad dan pos-pos kebajikan lainnnya, kemudian apa yang mereka
infakkan berupa harta benda, tidak mereka iringi dengan mengungkit-
ungkit hal itu kepada orang yang telah mereka beri atau dengan menyakiti,
baik dengan ucapan atau perbuatan (terhadap si penerima) yang
mengindikasikan dirinya lebih utama darinya, bagi mereka pahala mereka
yang besar di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa khawatir pada mereka
ketika datang kepada Allah dan mereka pun tidak bersedih hati atas
sesuatu yang terlewatkan dari mereka di dunia ini.11
263. Perkataan baik dan pemberian maaf terhadap sikap yang
tampak dari peminta-minta berupa desakan dalam meminta itu lebih baik
daripada sedekah yang diiringi dengan menyakiti hati dan perlakuan buruk
dari pemberi sedekah. Allah Mahakaya, tidak membutuhkan sedekah-
sedekah hamba-hambaNya, lagi Maha penyantun, tidak menyegerakan
siksaan pada mereka.12
4. Tafsir Al-Azhar
Mengurbankan Harta

10
Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin Muhammad Alu asy-Syaikh, Tafsir Muyassar, Jakarta: Darul
Haq, 2016, 130
11
Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin Muhammad Alu asy-Syaikh, Tafsir Muyassar, 131
12
Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin Muhammad Alu asy-Syaikh, Tafsir Muyassar, 131
Apabila cina dan takwa telah berpusat kepada Allah swt, maka
harta benda dunia tidaklah lagi mengikat mengebat hati orang yang
beriman. Jika hati masih lekat terhadap harta benda sehingga
menimbulkan bakhil, kikir,dll yang tandanya masih ada sisa syirik dalam
hati. Oleh sebab itu, maka pada ayat-ayat yang berikut ini Tuhan
memberrikan dididkan agar murah hati, murah tangan, terutama adalam
menengakan jalan Allah swt. Jalan Allah swt itu amat luas dan
mengandung berbagai macam segi, yang semuanya mengehendaki
pengurbanan harta benda. Kadang- kadang timbul peperangan
menegakkan agama Allah; dia mengehendaki pengurbanan harta benda.
Kadang- kadang fakir miskin mesti dibantu; dia menghendaki
pengurbanan harta benda. Semuanya mengehendaki pengurbanan harta
benda. Sebab itu pula maka didalam al-Quran kadang-kadang disampaikan
seruan berkurban hata itu dengan Targhib, rayuan dan janji gembira,
sebagai pada ayat yang terdahulu Tuhan bertanya siapa yang sudi
meminjamkan harta kepada Allah. Kadang –kadang bersifat Tarhib,
sebagai ancaman kepada orang yang bakhil, akan ditanggungbalikkan
kedalam neraka berama harta yang disimpannya dengan sifat bakhilnya
itu.
Maka didalam Surat al-Baqarah ini sesudah hampir sampai
keakhirnya bertemulah 14 ayat berturut-turut mnerangkan kepentingan
menafkahkan harta benda, menghilangkan sifat bakhil dan memberikan
tuntunan bagaimana caranya bersedekah yang diridhai oleh Allah.

Sekarang datanglah ayat Targhib:

“Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta benda


mereka pada jalan Allah adalah laksana satu biji menumbuhkan tujuh
arai.” (pangkal ayat 261). Ingatlah arai pinang atau arai kepala. Dan kalau
pada padi disebut tangkai. “Pada tiap-tiap satu arai ada seratus biji”.
“Dengan demikian diberikanlah targhib bahwasanya satu kebijakan
ditanamkan akan bergandalah hasilnya sampai tujuh kali seratus. Dengan
demikian dijelaskanlah bahwasanya pengurbanan harta menegakkan jalan
Allah bukanlah merugikan, tetapi memberikan untung. Dimisalkan sebagai
seoraang harta-dermawan mendirikan sebuah dasar dalam sebuah desa
atau kampong yang miskin, sehingga anak-anak tak usah belajar ketempat
jauh, dapat belajar dikampung mereka sendiri berates anak dikirimkan
orang menjadi murid tiap-tiap tahun dan berates pula yang melanjutkan
sekolahnya kepada yang lebih atas, dan berates pula yang telah yang
berkecimpungdalam masyarakat. Kadang-kadang orang yang mendirikan
bermula itu telah lama meninggal, tetapi bekas tangannya sebuah rumah
sekolah sebagai biji pertama, telah menghasilkan buah berpuluh ataupun
beratus, bahkan beribu dari tahun ketahun. Kalau Tuhan mengatakan
bahwa hasil itu ialah tujuh ratus, bukanlah mesti persis tujuh ratus,
melainkan beribu-ribu.

Yang dapat mengenal dan menginsafi hal ini tentu saja orang yang
beriman. Adapun orang yang mementingkan diri sendiri dan diperbudak
harta, yang dipandangnya hanyalah berat mengeluarkan yang sebiji dari
dalam pundi-pundinya, dan tidak diingatnya tujuh ratus laba keuntungan
untuk membina jalan Allah yang akan dihasilkan oleh apa yang
dikeluarkannya itu. Itu sebabnya maka lanjutan ayat demikian bunyinya:
“Dan Allah akan menggandakan (pahala) kepada barangsiapa yang
dikendakiNya.”. siapakah yang dikehendaki Tuhan buat digandakan
pahalanya itu? Niscaya yang mengurbankan hartanya dengan ikhlas, bukan
dengan riya’ dan bukan karena terpaksa dan segan-menyegan. Orang-
orang yang ikhlas itu menerima keuntungan dunia dan akhirat, berlipat
ganda, sehingga tidak sepadan besar pahala yang diterima dengan
pengurbanan yang diberikan, sehingga timbul sesal mengapa hanya
sebegitu aku berikan dahulu, padahal aku sanggup leboh. “Dan Allah
adalah Maha Luas, lagi Mengetahui.” (ujung ayat 261).

Maha Luas, sehingga kalau seorang dermawan memberikan


hartanya pada jalan Allah dengan ikhlas, masih luas sumber rezeki terbuka
buat penggantinya Maha Mengetahui pula akan keikhlasan hati
hambaNya.

Kemudian diterangkanlah adab sopan-satun membelanjakan harta


di jalan Allah. "Orang-orang yang membelanjakan benda-benda mereka
pada jalan Allah, kemudian itu tidak mereka iringkan apa yang telah
mereka belanjakan itu dengan membangkit-bangkit dan tidak dengan
menyakiti, untuk mereka pahala di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada
ketakutan atasmereka dan tidaklah mereka akan berdukacita". (Ayat 262)

Pada ayat ini dituntun budi orang yang berkurban harta untuk jalan
Allah yang luas itu, supaya pemberian yang telah diberikan jangan
hendaknya dibangkit-bangkit. Sebab seorang yang membangkit-bangkit
kembali pemberian yang telah diberikannya, nyatalah bahwa dia tidak
memberi larena Allah. Seumpama seseorang yang telah memberikan
bantuan mendirikan sebuah tempat belajar agama. Satu kali dia
telahmemberi, tetapi belum mencukupi pekerjaan itu belum selesai. Lalu
orang datang lagi meminta perbantuannya. Tiba-tiba disebut-sebutnya
pemberiannya yang lama, mengapa datang lagi, padahal tempohari saya
sudah memberi bantuan. Padahal kalau dia suka 1.000 kali tidaklah ada
salahnya.

Atau orang yang membantu seorang fakir-miskin sehingga orang


itu bisa membangun hidupnya lantaran perbantuan iti. Kemudian setelah
hidup si fakir-miskin itu berubah jadi baik, maka yang pernah memberinya
bantuan itu berkata: " Kalau bukan lantaran perbantuan saya tempohari,
tidaklah dia akan sesenang sebagai sekarang itu". Ini namanya
membangkit-bangkit. Banyak orang yang ribut dalam urusan-urusan
kemasyarakatan, menyalahkan si anu, memburukkan panitia, sebab dia
telah berkurban, padahal pekerjaan belum selesai. Dia sendiri yang
menghancurkan nilai perbuatannya karena dibangkit-bangkitnya.
Kemudian itu ialan menyakiti. Derma perbantuan diberikannya
juga, tetapi dilepaskannya dahulu mulut kasar. Mengapa datang meminta
bantu ke mari, mengapa maka tidak diurus sendiri di kampung itu, dan
lain-lain sebagainya. Atau memberikan orang yang datang meminta bantu
bercakap sepanjang-panjangnya menerangkan maksudnya. Padahal yang
diurusnya itu adalah urusan masyarakat umum. Setelah dia payah bercerita
baru diberi bantuan ala-kadarnya, tidak sepadan dengan kepayahannya.
Itupun termasuk menyakiti.

Maka membangkit-bangkit pemberian dan menyakiti hati orang


yang diberi, termasuklah akhlak yang rendah. Inilah orang yang tidak insaf
bahwa kekayaan dan rezeki yang diberikan Allah kepadanya, tidaklah
akan ada artinya kalau dia terputus dalam masyarakat. Berikanlah bantuan
dan perbelanjaan dengan hati tulus, pandanglah orang yang datang
meminta bantu itu sebagai aaat dari Allah buat membuka pintu hati dan
bungkusan uang, supaya dikeluarkan kepada jalan yang baik.

Di ujung ayat Tuhan memberikan jaminan yang amat mulia kepada


orang yang dermawan. Jaminan yang selalu diberikan kepada orang yang
beriman, yaitu bahwa dia tidak akan ditimpa oleh perasaan takut, dan tidak
pula oleh perasaab dukacita. Dia tidak akan merasa takut bahwa hartanya
akan berkurang karena dia dermawan, yang pergi akan mendapat gantinya
yang baru. Dia kaya terus, tidak pernah miskin, sebab kekayaan itu berurat
berakar pada kehilangan. Sebab dia tidak merasa berhutang kepada orang.
Hatinya lapang terus dan fikirannya terbuka.

Karena dia tidak merasa takut, niscaya yang ada ialah timbalannya,
yaitu berani! Dia berani mengurbankan harta bendanya untuk keperluan
jalan Allah sebab dia yakin bahwa dia akan diganti oleh Tuhan dan dia
tidak akan terlantar kalaum memberi.

Karena dia tidak merasa dukacita, niscaya yang ada ialah


timbalannya, yaitu gembira sukacita, muka selalu jernih berseri-seri.
Karena sebagai orang yang hidup ditengah masyarakat kaumnya, dia telah
melakukan kehidupan sekedar tenaga yang ada padanya. Dia tidak takut
akan miskin. Dia tidak dukacita kalau ada yang kurang. Gembira terus,
sebab walapun harta benda ini kadang-kadang datang dan kadang-kadang
pergi, namun satu kekayaan tidak pernah hilang dari dirinya, yaitu
keprcayaannya kepada Tuhan.

Selanjutnya Tuhan bersabda: " Suatu kata-kata yang patut dan


menutup (rahasia) lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan
menyakiti, dan Allah adalah Maha Kaya, lagi Maha Sabar". (Ayat 263)

Kadang-kadang sedang tidak ada yang dibantukan dan akan


diberikan. Kadang-kadang keadaan diri sendiri sedang susah pula. Datang
orang meminta bantu. Maka bukanlah bantuan harta saja yang perlu bagi
orang itu. Mulut manis dan kaya yang jujur kadang-kadang membuat
hatinya puas juga, walau pun dia tidak mendapat. Inilah yang dinamai
Qaulun Ma'rufun. Kata yang patut dan sopan, kata yang mengobati hati.
Misalnya: "Saya sangat menyesal sekali kedatangan saudara kepada saya
pada waktu ini terpaksa tidak berhasil, sebab sayapun dalam kesusahan.
Tetapi sukakah saudara saya tolong dengan jalan lain? Bawalah surat kecil
saya inj kepada si Fulan, pada fikiran saya dia dapat membantu saudara!"
Itupun sudah namanya pertolongan. Sebagaimana pepatah orang tua-tua
kita: "Nasi dimakan habis, kain dipakai akan lusuh, uang dibelanjakan
akan habis. Tetapi mulut yang manis dan budi bahasa yang baik lebih
berkesan ke dalam hati dari pada nasi, kain, dan uang". Kemudian
dituntukan lagi supaya menutup rahasia. Sebab ada orang yang kadang-
kadang amat malu membuka rahasia kesusahan hidupnya kepada orang
lain. Kalau tidaklah sangat terdesak, tidaklah dia akan datang meminta
bantu kepada saudara. Dan niscaya dia telah menduga-duga bahwa
maksudnya tidak akan dihampaka. Kalau kejadian yang seperti itu, dan
saudara sanggup memberinya bantuan, berikanlah bantuan itu dengan
diam-diam dan tutup rahasianya supaya jangan sampai ketahui orang lain
bahwa dia pernah meminta bantu kepada saudara. Biasakanlah
mengirimaan pos wessel kepada orang yang patut dibantu dengan tidak
menuliskan alamat, sehingga dia sendiripun tidak tahu dari mana dia
mendapat bantuan. Di ujung ayat disebutkanlah sifat Tuhan, bahwa Tuhan
Maha Kaya, oleh sebab Tuhan Maha Kaya, maka janganlah ragu-ragu
membantu orang yang susah. Pasti akan diganti Tuhan dengan yang lebih
banyak. Disebut pula sifat Tuhan Maha Sabar, karena tidak lekas
dinyatakanNya hukumanNya kepada orang yang suka membangkit-
bangkit dan menyakiti. Namun lama-lama hukuman Tuhan itu akan datang
juga. Orang-orang yang demikian, dengan tidak sadar, lama-lama akan
bertukar menjadi budak daripada hartanya, sesudah tadinya dia masih
menguasai harta itu.13

13
Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 1, Singapura: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd, 2001,
642-646
BAB III

PENUTUP

Simpulan

Definisi wakaf dalam Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 28 Tahun


1977 adalah: perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakan selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam.

Rukun wakaf

1. Wakif
2. Mauquf ‘alaih
3. Harta yang diwakafkan
4. Lafal yang menunjukkan adanya wakaf

Ayat yang menujukkan wakaf

‫مَوٲهَلُمۡ ىِف َس بِ ِيل ٱللَّ ِه َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة َأ ۢنبَتَ ۡت َس ۡب َع َس نَابِ َل‬Bۡ ‫ين يُ ِنف ُق و َن َأ‬ ِ َّ
َ ‫َمثَ ُل ٱلذ‬
ِ ِ ِ ِ‫ىِف ُك ل س ۢبنلَ ۬ ٍة ِّماَْئةُ حبَّ ٍة ۗ وٱللَّه يضٰـع‬
ٌ ‫ف ل َمن يَ َش ٓاءُۗ‌ َوٱللَّهُ َواس ٌع َعل‬
( ‫يم‬ ُ َُُ َ َ ُ ُ ِّ
َ B‫يل ٱهَّلل ِ ثُ َّم اَل ي ُۡتبِ ُع‬
‫ون َمٓا‬B ِ ِ‫ب‬B ‫ َوالَهُمۡ فِى َس‬B ۡ‫ون َأم‬B Bَ ‫) ٱلَّ ِذ‬٢٦١
َ Bُ‫ين يُنفِق‬
ِ ِ ً ۬ ‫َأ َ ُ ْ ًّ ٓاَل‬
ۡ‫ف َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل ُهم‬ ‫و‬ۡ ‫خ‬ ‫اَل‬
ٌ َ َ ََ ‫و‬ ۡ‫م‬ ‫هِّب‬‫ر‬ ‫د‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ۡ‫م‬‫ه‬ ‫ر‬ ‫ج‬
ُُ ُۡ ‫َأ‬ ۡ‫م‬ ‫هَّل‬ ۙ ‌ ‫ى‬‫ذ‬ ‫وا َمنا َو َأ‬BB‫نفق‬

َ ‫ ۬ ٌر ِّمن‬B‫ُوف َو َم ۡغفِ َرةٌ َخ ۡي‬


‫ َدقَ ۬ ٍة‬B‫ص‬ ٌ ۬ ‫) ۞ قَ ۡو ۬ ٌل َّم ۡعر‬٢٦٢( ‫حَي ۡحَزنُ و َن‬
۬
)٢٦٣( ‫ َوٱللَّهُ َغىِن ٌّ َحلِي ۬ ٌم‬ ۗ‌‫يَ ۡتبَ ُعهَٓا َأ ًذى‬
261 Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

262 Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian


mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-
nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima),
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

263 Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah
yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
DAFTAR PUSTAKA

As-sa’adi, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. 2016. Tafsir Al-Qur’an, Jakarta :


Darul Haq,

Ash-shiddieqy, Hasbi. Tafsir Al Bayaan 1

Asy-syaikh, Shalih bin Muhammad Alu. 2016. Tafsir Muyassar. Jakarta:


Darul Haq

Hamka. 2001. Tafsir Al-Azhar. jilid 1. Singapura: Kerjaya Printing Industries


Pte Ltd

Kasdi, Abdurrohman. 2017. Fiqh Wakaf. Yogyakarta. Idea Press.

Anda mungkin juga menyukai