Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“WAKAF”
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah fikqih muamalah
Dosen pengampu: Dr. Hj. Sholihah Sari Rahayu, S. Ag, M.H

Di susun oleh: Rizka Maharani Nur (2061007)


(semester 3)

FAKULTAS SYARIAH PRODI EKONOMI SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH
PONDOK PESANTREN SURYALAYA
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat,hidayah dan mahgfirahnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Wakaf”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tetap tercurah limpahkan kepada suri tauladan
kita yakni habibana wanabiyana Muhammad SAW,yang telah mengantarkan umat manusia dari
dunia kegelapan dan kebodohan menuju Dunia yang penuh dengan cahaya dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas yang
diberikan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.Setitik harapan dari
kami,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta bisa menjadi pembahasan
yang berguna dan bermanfaat.

Tasikmalaya,15 november 2021

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………4
A. Latar Belakang.............................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................4
C. Tujuan……………………………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………..5
A.Pengertian Wakaf………………………………………………………………………….5
B.Dalil-dalil Wakaf…………………………………………………………………………….6
C.Rukun Wakaf....................................................................................7
D.Syarat-syarat Wakaf ........................................................................8
E.Macam-macam Wakaf…………………………………………………………………….8
F.Pengelolaan Wakaf………………………………………………………………………….9

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………….11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………..12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Wakaf ialah mengalihkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan atau organisasi
yang memberikan manfaat bagi masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan dan rida
Allah SWT. Wakaf hukumnya sunah dan harta yang di wakafkan terlepas dari pemiliknya untuk
selamanya, lalu menjadi milik Allah SWT semata-mata. Dan wakaf memiliki empat rukun yaitu,
orang yang mewakafkan, Ikrar serah terima wakaf, barang yang diwakafkan dan pihak yang
menerima wakaf.
Wakaf memiliki syarat-syarat bagi pewakaf, salah satunya yaitu pewakaf boleh
menentukan apa saja syarat yang ia inginkan dalam wakafnya. Kekuasaan atas wakaf dibagi dua:
yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Yang bersifat umum yaitu kekuasaan atas wakaf
yang ada ditangan Waliul Amr, sedangkan yang khas yaitu kekuasaan yang diberikan kepada
orang yang diserahi wakaf ketika dilakukan, atau orang yang diangkat oleh hakim syar’i.

B.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun merumuskan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian wakaf?
2. Apa saja dalil-dalil wakaf?
3. Bagaimana rukun wakaf?
4. Apa syarat-syarat wakaf?
5. Apa macam-macam wakaf?
6. Bagaimana cara pengelolaan wakaf?

C.TUJUAN

1.Untuk mengetahui pengertian wakaf


2.Untuk mengetahui apa saja dalil-dalil wakaf
3.Untuk menegtahui rukun-rukun wakaf
4.Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat wakaf
5.Untuk mengetahui macam-macam wakaf

4
6.Untuk menegtahui bagaimana cara pengelolaan wakaf
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN WAKAF
Wakaf adalah perbuatan yang dilakukan wakif (pihak yang melakukan wakaf)
untuk menyerahkan sebagian atau keseluruhan harta benda yang dimilikinya untuk
kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat untuk selama-lamanya. Wakaf menurut
bahasa, waqafa berarti menahan atau mencegah, misalnya “saya menahan diri dari
berjalan”.
Dalam peristilahan syara’, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya
dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal, lalu menjadikan manfaatnya berlaku
umum. yang dimaksud dengan menahan (pemilikan) asal ialah menahan barang yang
diwakafkan itu agar tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk dijual, dihibahkan,
digadaikan, disewakan, dipinjamkan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya
adalah dengan menggunakannya sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.
Ada beberapa pendapat para ulama mengenai wakaf diantarnya yaitu:
1. Mazhab Maliki, berpendapat bahwa, wakaf tidak terwujud kecuali bila orang yang
mewakafkan bermaksud mewakafkan barangnya untuk selama-selamanya dan terus
menerus. itu pula sebabnya, maka wakaf disebut sedekah jariah.
2. Sebagian ulama Imamiyah mengatakan pembatasan seperti itu menyebabkan wakaf
tersebut batal, tapi habs-nya 190 sah, sepanjang orang yang melakukannya
memaksudkan hal itu sebagai hasab. Sedangkan bila dia memaksudkannya sebagai
wakaf, maka batallah wakaf dan hasabnya sekaligus.
3. Hal itu telah membuat Syekh Abu Zahra salah paham dan mengalami kesulitan untuk
membedakan wakaf dari hasab yang berlaku di kalangan Imamiyah. Itu sebabnya
beliau mengisbatkan pendapat kepada Imamiyah bahwa di kalangan Imamiyah wakaf
boleh dilakukan untuk selamanya dan untuk waktu terbatas. ini jelas tidak benar, sebab
di kalangan Imamiyah wakaf itu berlaku untuk selamanya.
Dari beberapa pendapat para ulama dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf
ialah mengalihkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan atau organisasi yang
memberikan manfaat bagi masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan dan
rida Allah SWT.
Wakaf juga dapat diartikan pemindahan kepemilikan suatu barang yang dapat
bertahan lama untuk diambil manfaatnya bagi masyarakat dengan tujuan ibadah dan
mencari rida Allah SWT.

5
B.DALIL WAKAF

1. Dalil Al-Quran
Secara umum tidak terdapat ayat Al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas.
Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam
menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat Al-Quran yang
menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:‫ق هَّللا ُ ال ِّربَا َويُرْ بِي‬ ُ ‫يَ ْم َح‬
)٢٧٦( ‫ار ثِ ٍيم‬ ‫َأ‬ َّ َ َّ ُ
ٍ ‫ ل كف‬VV‫ت َو ُ يُ ِحبُّ ك‬ ‫اَل‬ ‫هَّللا‬ ۗ َ َّ
ِ ‫ َدقا‬VV‫“الص‬Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 267)‫ُّونَ َو َما تُنفِقُوا‬ ۚ ‫لَن تَنَالُوا ْالبِ َّر َحتَّ ٰى تُنفِقُوا ِم َّما تُ ِحب‬
‫هَّللا‬
)٩٢( ‫ ِه َعلِي ٌم‬V ِ‫ِإ َّن َ ب‬V َ‫ ْي ٍء ف‬V ‫“ ِمن َش‬Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna)
sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92) ‫َّمثَ ُل‬
ِ ‫ا ۚ ُء َوهَّللا ُ َو‬V‫ضا ِعفُ لِ َمن يَ َش‬
( ‫ ٌع َعلِي ٌم‬V‫اس‬ َ ُ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِي ُك ِّل سُنبُلَ ٍة ِّماَئةُ َحبَّ ۗ ٍة َوهَّللا ُ ي‬
ْ ‫الَّ ِذينَ يُنفِقُونَ َأ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة َأنبَت‬
)٢٦١“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya
di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-
tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 261)
Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta yang
diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat Al-Baqarah
telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh orang yang menginfakkan
hartanya di jalan Allah.
2. Dalil Hadis
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan
tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta
petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan
menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia
bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di
Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari
padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah:
“Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar
menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar
menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang
yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh
digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau
memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”
Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari
Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka
terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak saleh yang mendoakannya.”
Selain dasar dari Al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijmak) menerima wakaf
sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan
dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa

6
dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimin sejak masa awal Islam
hingga sekarang.
Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat
Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan
Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang
nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah
juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004.

C.RUKUN WAKAF

1. Pewakaf (wakif)
Pewakaf (wakif) adalah orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam
disebut wakif. Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, di
antaranya adalah kecakapan bertindak, telah dapat mempertimbangkan baik buruknya perbuatan
yang dilakukannya dan benar-benar pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai kecakapan
bertindak, dalam hukum fikih Islam ada dua istilah yang perlu dipahami perbedaannya yaitu
balig dan rasyid. Pengertian balig menitikberatkan pada usia, sedangkan rasyid pada kematangan
pertimbangan akal” menurut A.A. Basyir dalam (Ali, 1988, p. 85).
Apabila seorang wakif berada dalam keadaan sakit parah ketika mewakafkan hartanya,
perbuatan itu dapat dikiaskan pada wasiat yang akan berlaku setelah ia meninggal dunia dan
jumlahnya tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah harta kekayaannya, kecuali perwakfan itu
disetujui oleh ahli warisnya. Seorang wakif tidak boleh mencabut kembali wakafnya dan tidak
boleh menuntut agar harta yang sudah diwakafkan dikembalikan ke dalam hak miliknya. Agama
yang dipeluk seseorang tidak menjadi syarat bagi seorang wakif, artinya seorang non muslim pun
boleh berwakaf asal tujuannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam” menurut A. Wasit
Aulawi dalam (Ali, 1988, pp. 85-86).
2. Harta yang diwakafkan (mauquf)
Syarat dari harta yang akan diwakafkan adalah: (a) harus tetap zatnya dan dapat
dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tetapi haruslah dimanfaatkan untuk hal-hal yang
berguna, halal dan sah menurut hukum. (b) harta yang diwakafkan haruslah jelas wujudnya dan
batas-batasnya (misal yang diwakafkan adalah tanah). (c) harta yang diwakafkan harus benar-
benar kepunyaan wakif dan bebas dari beban hutang orang lain. (d) harta yang diwakafkan dapat
berupa benda mati maupun benda bergerak (misal saham atau surat-surat berharga lainnya) (Ali,
1988, p. 86).
3. Tujuan wakaf (mauquf ‘alaih)
Dalam tujuan harus tercermin siapa yang berhak atas wakaf, misalnya (a) untuk
kepentingan umum, seperti (tempat) mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, dll. (b) untuk
menolong fakir-miskin, anak yatim seperti mendirikan panti asuhan, dll. (c) tujuan wakaf tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai Ibadah seperti mewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar,
lapangan olah raga, dll (Ali, 1988, p. 87).
4. Lafal atau pernyataan (sighat) wakif
Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan,
dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan pernyataan tersebut, hilanglah hak wakif

7
terhadap benda yang diwakafkannya. Dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab perwakafan
telah terjadi, sedangkan pernyataan (qabul) dari mauquf ‘alaih yakni orang yang berhak
menikmati hasil wakaf itu tidak diperlukan, artinya dalam wakaf hanya ada ijab tanpa ada qabul
Contoh lafal yang diucapkan wakif saat perwakafan: “saya wakafkan tanah milik saya
seluas 200 meter persegi ini, agar dibangun Masjid di atasnya”. Pada lafal wakaf tidak boleh ada
unsur taklik (syarat), karena maksud dari wakaf adalah pemindahan kepemilikan untuk
selamanya bukan untuk sementara. Contoh lafal wakaf yang tidak sah: “saya wakafkan tanah
sawah milik saya kepada para fakir miskin selama satu tahun” 

D.SYARAT-SYARAT WAKAF

Syarat-syarat sahnya perwakafan seseorang adalah sebagai berikut:


1. Perwakafan benda itu tidak dibatasi oleh waktu tertentu melainkan selamanya.
2. Tujuannya harus jelas dan disebutkan ketika mengucapkan ijab.
3. Wakaf harus segera dilaksanakan segera setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif dan tidak
boleh menggantungkan pelaksanaannya, jika pelaksanaan wakaf tertunda hingga wakif
meninggal dunia, hukum yang berlaku adalah wasiat yang kemudian syaratnya, harta yang
diwakafkan tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan.
4. Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf oleh wakif berlaku seketika dan
selama-lamanya.
5. Perlu dikemukakan syarat yang dikeluarkan oleh wakif atas harta yang diwakafkannya, artinya
seorang wakif berhak memberikan syarat akan diapakan harta yang ia wakafkan selama tidak
bertentangan dengan hukum Islam.

E. Macam-macam Wakaf

1. Wakaf keluarga atau wakaf ahli atau wakaf khusus


Wakaf keluarga atau wakaf ahli atau wakaf khusus adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga maupun orang lain (Ali, 1988, p. 90). Di
beberapa negara Timur Tengah wakaf semacam ini menimbulkan banyak masalah terutama jika
wakaf tersebut berupa tanah pertanian sering kali terjadi penyalahgunaan seperti menjadikan
wakaf keluarga ini sebagai alat untuk menghindari pembagian harta kekayaan pada ahli waris
yang berhak menerimanya, setelah wakif meninggal dunia.
Wakaf keluarga ini dijadikan alat untuk mengelak dari tuntutan kreditor terhadap hutang-
hutang yang dibuat oleh seseorang, sebelum ia mewakafkan tanahnya itu. Maka dari itu di
beberapa negara wakaf keluarga ini dihapuskan seperti di Mesir tahun 1952 wakaf ini
dihapuskan karena praktek-praktek penyimpangan yang tidak sesuai ajaran Islam. Selain itu di
Indonesia harta pusaka suku Minangkabau memiliki ciri-ciri seperti wakaf keluarga, harta pusaka
tersebut dipertahankan tidak dibagi-bagi atau diwariskan kepada keturunan secara individual,
karena diperuntukkan bagi kepentingan keluarga” menurut Nazaroeddin Rachmat dalam (Ali,
1988, p. 90).

8
2. Wakaf Umum atau Wakaf Khairi
Wakaf Umum atau Wakaf Khairi adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau
kemaslahatan umum, yang sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam
bentuk Masjid, madrasah, pesantren, rumah sakit, dll. Wakaf umum inilah yang paling sesuai
dengan ajaran Islam dan sangat dianjurkan karena bagi yang menjalankannya akan memperoleh
pahala yang terus mengalir.

F. Pengelolaan Wakaf
Pada masa pra kemerdekaan Republik Indonesia lembaga perwakafan sering
dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam. Sekalipun pelaksanaan wakaf
bersumber dari ajaran Islam namun wakaf seolah-olah merupakan kesepakatan ahli
hukum dan budaya bahwa perwakafan adalah masalah hukum adat Indonesia. Sejak
masa dahulu praktek wakaf ini telah diatur oleh hukum adat yang sifatnya tidak tertulis
dengan berlandaskan ajaran yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam.
Untuk mengelola wakaf di Indonesia, yang pertama-tama adalah pembentukan
suatu badan atau lembaga yang mengkoordinasi secara nasional bernama Badan Wakaf
Indonesia. (BWI). Badan Wakaf Indonesia diberikan tugas mengembangkan wakaf secara
produktif dengan membina nazir wakaf (pengelola wakaf) secara nasional, sehingga
wakaf dapat berfungsi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam pasal 47 ayat
2 disebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia bersifat independen, dan pemerintah
sebagai fasilitator. Tugas utama badan ini adalah memberdayakan wakaf melalui fungsi
pembinaan, baik wakaf benda bergerak maupun benda yang bergerak yang ada di
Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat.
Di samping memiliki tugas-tugas konstitusional, BWI harus menggarap wilayah
tugas:
1. Merumuskan kembali fikih wakaf baru di Indonesia, agar wakaf dapat dikelola lebih
praktis, fleksibel dan modern tanpa kehilangan wataknya sebagai lembaga Islam yang
kekal.
2. Membuat kebijakan dan strategi pengelolaan wakaf produktif, mensosialisasikan
bolehnya wakaf benda-benda bergerak dan sertifikat tunai kepada masyarakat.
3. Menyusun dan mengusulkan kepada pemerintah regulasi bidang wakaf kepada
pemerintah.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Tabung Wakaf
Indonesia (adalah nazir wakaf) berbentuk badan hukum, dan karenanya, persyaratan
yang insya-Allah akan dipenuhi adalah:

9
1. Pengurus badan hukum Tabung Wakaf Indonesia ini memenuhi persyaratan sebagai
nazir perseorangan sebagaimana dimaksud pada pasal 9, ayat (1) Undang-undang
Wakaf Nomor 41 Tahun 2004.
2. Badan hukum ini adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Badan hukum ini bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan
keagamaan Islam.
Tabung Wakaf Indonesia merupakan badan unit atau badan otonom dari dan
dengan landasan badan hukum Dompet Dhuafa Republika, sebagai sebuah badan
hukum yayasan yang telah kredibel dan memenuhi persyaratan sebagai nazir wakaf
sebagaimana dimaksud Undang-undang Wakaf tersebut.
Dalam perkembangannya wakaf tidak hanya berasal dari benda-benda tetap tetapi
wakaf juga dapat berbentuk benda bergerak misalnya seperti wakaf tunai sebagaimana
menurut keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Tunai.
Pengelolaan dana wakaf ini juga harus disadari merupakan pengelolaan dana publik.
Untuk itu tidak saja pengelolaannya yang harus dilakukan secara profesional, akan
tetapi budaya transparansi serta akuntabilitas merupakan satu faktor yang harus
diwujudkan. Pentingnya budaya ini ditegakkan karena di satu sisi hak wakif atas aset
(wakaf tunai) telah hilang, sehingga dengan adanya budaya pengelolaan yang
profesional, transparansi dan akuntabilitas, maka beberapa hak konsumen (wakif) dapat
dipenuhi, yaitu:
1. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang/jasa.
2. Hak untuk didengar dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
3. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Untuk itulah, agar wakaf tunai dapat memberikan manfaat yang nyata kepada
masyarakat maka diperlukan sistem pengelolaan (manajemen) yang berstandar
profesional. Manajemen wakaf tunai melibatkan tiga pihak utama yaitu: yang pertama
adalah pemberi wakaf (wakif), kedua pengelola wakaf (nazir), sekaligus akan bertindak
sebagai manajer investasi, dan ketiga beneficiary (mauquf alaihi).
Dalam melakukan pengelolaan wakaf diperlukan sebuah institusi yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan akses kepada calon wakif.
2. Kemampuan melakukan investasi dana wakaf.
3. Kemampuan melakukan administrasi rekening beneficiary.
4. Kemampuan melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf.
5. Mempunyai kredibilitas di mata masyarakat, dan harus dikontrol oleh hukum/regulasi
yang keta1

1
https://doc.lalacomputer.com/makalah-wakaf/#B-Rumusan-Masalah

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakaf hukumnya sunah. Rukun wakaf terdiri dari wakif, maukuf lahu, maukuf,
lafal/sighat wakuf. Wakaf memiliki syarat-syarat bagi pewakaf, salah satunya yaitu
pewakaf boleh menentukan apa saja syarat yang ia inginkan dalam wakafnya. Dalam
kekuasaan wakaf bahwa wali wakaf adalah harus orang yang berakal sehat dan balig,
pandai menggunakan harta, dan bisa di percaya. bahkan mensyaratkan ia harus adil dan
mempunyai sifat amanat dan bisa dipercaya. di tambah dengan kemampuan mengelola
wakaf secara sempurna.
Barang wakaf tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. maka barang yang
diwakafkan tidak boleh diganti. namun persoalannya akan lain jika misalnya barang
wakaf itu tadi sudah tidak bisa dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga
atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. artinya hasil jualnya dibelikan gantinya.
dalam keadaan seperti ini mengganti barang wakaf diperbolehkan.
Banyak sekali hikmah dan manfaat Dari wakaf, bagi kehidupan orang banyak yaitu
Mendidik manusia untuk bersedekah dan selalu mengutamakan kepentingan umum di
atas kepentingan pribadi. Membantu, mempercepat perkembangan agama Islam, baik
sarana, prasarana umum berbagai perlengkapan yang diperlukan dalam pengembangan
agama. Dapat membantu dan mencerdaskan masyarakat, misalnya Wakaf buku, Al-
Quran dan lain-lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. D. (1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI-Press.

Amin, M., Sam, M. I., AF., H., Hasanuddin, & Sholeh, A. N. (2011). Himpunan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975. Jakarta: Erlangga.

Mahfud, R. (2010). Al-Islam. Jakarta: Erlangga.

Suryana, A. T., Alba, C., Syamsudin, E., & Asiyah, U. (1996). Pendidikan Agama Islam
untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Tiga Mutiara.

Syamsuri. (2004). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga.

https://id.wikipedia.org/wiki/Wakaf

12

Anda mungkin juga menyukai