Anda di halaman 1dari 15

WAKAF

Oleh:
Decequen Putri Setiadi
Kelas

PEMERINTAH PROVINSI
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk
dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga
selesainya makalah ini. Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini
dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,
menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat
memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya
kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang
dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh
sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang
bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.

Jakarta, 17 Agustus 1945


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf................................................................................... 2
B. Dalil Wakaf............................................................................................ 3
C. Rukun Wakaf......................................................................................... 5
D. Syarat-syarat Wakaf............................................................................... 7
E. Macam-macam Wakaf........................................................................... 7
F. Pengelolaan Wakaf................................................................................ 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 11
B. Saran...................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf ialah mengalihkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan
atau organisasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat dengan tujuan
untuk mendapatkan kebaikan dan rida Allah SWT. Wakaf hukumnya sunah
dan harta yang di wakafkan terlepas dari pemiliknya untuk selamanya, lalu
menjadi milik Allah SWT semata-mata. Dan wakaf memiliki empat rukun
yaitu, orang yang mewakafkan, Ikrar serah terima wakaf, barang yang
diwakafkan dan pihak yang menerima wakaf. Wakaf memiliki syarat-syarat
bagi pewakaf, salah satunya yaitu pewakaf boleh menentukan apa saja syarat
yang ia inginkan dalam wakafnya
Kekuasaan atas wakaf dibagi dua: yang bersifat umum dan yang
bersifat khusus. Yang bersifat umum yaitu kekuasaan atas wakaf yang ada
ditangan Waliul Amr, sedangkan yang khas yaitu kekuasaan yang diberikan
kepada orang yang diserahi wakaf ketika dilakukan, atau orang yang diangkat
oleh hakim syar’i.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun merumuskan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian wakaf?
2. Apa saja dalil-dalil wakaf?
3. Bagaimana rukun wakaf?
4. Apa syarat-syarat wakaf?
5. Apa macam-macam wakaf?
6. Bagaimana cara pengelolaan wakaf?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf
Wakaf adalah perbuatan yang dilakukan wakif (pihak yang melakukan
wakaf) untuk menyerahkan sebagian atau keseluruhan harta benda yang
dimilikinya untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat untuk
selama-lamanya. Wakaf menurut bahasa, waqafa berarti menahan atau
mencegah, misalnya “saya menahan diri dari berjalan”.
Dalam peristilahan syara’, wakaf adalah sejenis pemberian yang
pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal, lalu
menjadikan manfaatnya berlaku umum. yang dimaksud dengan menahan
(pemilikan) asal ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak
diwariskan, digunakan dalam bentuk dijual, dihibahkan, digadaikan,
disewakan, dipinjamkan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya
adalah dengan menggunakannya sesuai dengan kehendak pemberi wakaf
tanpa imbalan.
Ada beberapa pendapat para ulama mengenai wakaf diantarnya yaitu:
1. Mazhab Maliki, berpendapat bahwa, wakaf tidak terwujud kecuali bila
orang yang mewakafkan bermaksud mewakafkan barangnya untuk
selama-selamanya dan terus menerus. itu pula sebabnya, maka wakaf
disebut sedekah jariah.
2. Sebagian ulama Imamiyah mengatakan: pembatasan seperti itu
menyebabkan wakaf tersebut batal, tapi habs-nya 190 sah, sepanjang
orang yang melakukannya memaksudkan hal itu sebagai hasab. Sedangkan
bila dia memaksudkannya sebagai wakaf, maka batallah wakaf dan
hasabnya sekaligus.
Hal itu telah membuat Syekh Abu Zahra salah paham dan mengalami
kesulitan untuk membedakan wakaf dari hasab yang berlaku di kalangan
Imamiyah. itu sebabnya beliau mengisbatkan pendapat kepada Imamiyah
bahwa di kalangan Imamiyah wakaf boleh dilakukan untuk selamanya dan

2
3

untuk waktu terbatas. ini jelas tidak benar, sebab di kalangan Imamiyah wakaf
itu berlaku untuk selamanya.
Dari beberapa pendapat para ulama dapat disimpulkan bahwa
pengertian wakaf ialah mengalihkan hak milik pribadi menjadi milik suatu
badan atau organisasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat dengan
tujuan untuk mendapatkan kebaikan dan rida Allah SWT.
Wakaf juga dapat diartikan pemindahan kepemilikan suatu barang
yang dapat bertahan lama untuk diambil manfaatnya bagi masyarakat dengan
tujuan ibadah dan mencari rida Allah SWT.

B. Dalil Wakaf
1. Dalil Al-Quran
Secara umum tidak terdapat ayat Al-Quran yang menerangkan
konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah,
maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf
ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan
tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:

)٢٧٦( ‫ار َأثِ ٍيم‬ ِ ۗ ‫ص َدقَا‬


ٍ َّ‫ت َوهَّللا ُ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل َكف‬ َّ ‫ق هَّللا ُ الرِّ بَا َويُرْ بِي ال‬
ُ ‫يَ ْم َح‬
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 267)
ۚ ‫لَن تَنَالُوا ْالبِ َّر َحتَّ ٰى تُنفِقُوا ِم َّما تُ ِحب‬
( ‫ ِه َعلِي ٌم‬mmِ‫ُّونَ َو َما تُنفِقُوا ِمن َش ْي ٍء فَِإ َّن هَّللا َ ب‬
)٩٢
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna)
sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S.
Ali Imran (3): 92)
ْ ‫َّمثَ ُل الَّ ِذينَ يُنفِقُونَ َأ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة َأنبَت‬
‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِي ُك ِّل‬
)٢٦١( ‫ف لِ َمن يَ َشا ۚ ُء َوهَّللا ُ َوا ِس ٌع َعلِي ٌم‬ ُ ‫اع‬
ِ ‫ض‬ َ ُ‫سُنبُلَ ٍة ِّماَئةُ َحبَّ ۗ ٍة َوهَّللا ُ ي‬
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
4

melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah (2):
261)
Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk
menginfakkan harta yang diperoleh untuk mendapatkan pahala dan
kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat Al-Baqarah telah menyebutkan
pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh orang yang menginfakkan
hartanya di jalan Allah.
2. Dalil Hadis
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis
yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika
memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang
tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan
menyedekahkan hasilnya.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh
tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai
Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi
dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya.
Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda
Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat
atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual,
diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir
miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang
berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia
boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya,
seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya
sebagai sumber pendapatan.”
Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan
oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah;
“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal
perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
5

pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak saleh yang


mendoakannya.”
Selain dasar dari Al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat
(ijmak) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam
Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf
dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan
dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimin sejak masa awal
Islam hingga sekarang.
Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan
oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu
pihak pemerintah telah menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur
tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004
tentang Wakaf. Untuk melengkapi Undang-undang tersebut, pemerintah juga
telah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.

C. Rukun Wakaf
1. Pewakaf (wakif)
Pewakaf (wakif) adalah orang yang mewakafkan hartanya, dalam
istilah hukum Islam disebut wakif. Seorang wakif haruslah memenuhi
syarat untuk mewakafkan hartanya, di antaranya adalah kecakapan
bertindak, telah dapat mempertimbangkan baik buruknya perbuatan yang
dilakukannya dan benar-benar pemilik harta yang diwakafkan itu.
Mengenai kecakapan bertindak, dalam hukum fikih Islam ada dua istilah
yang perlu dipahami perbedaannya yaitu balig dan rasyid. Pengertian balig
menitikberatkan pada usia, sedangkan rasyid pada kematangan
pertimbangan akal” menurut A.A. Basyir dalam (Ali, 1988, p. 85).
Apabila seorang wakif berada dalam keadaan sakit parah ketika
mewakafkan hartanya, perbuatan itu dapat dikiaskan pada wasiat yang
akan berlaku setelah ia meninggal dunia dan jumlahnya tidak boleh
melebihi sepertiga dari jumlah harta kekayaannya, kecuali perwakfan itu
disetujui oleh ahli warisnya. Seorang wakif tidak boleh mencabut kembali
6

wakafnya dan tidak boleh menuntut agar harta yang sudah diwakafkan
dikembalikan ke dalam hak miliknya. Agama yang dipeluk seseorang
tidak menjadi syarat bagi seorang wakif, artinya seorang non muslim pun
boleh berwakaf asal tujuannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam”
menurut A. Wasit Aulawi dalam (Ali, 1988, pp. 85-86).
2. Harta yang diwakafkan (mauquf)
Syarat dari harta yang akan diwakafkan adalah: (a) harus tetap
zatnya dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tetapi
haruslah dimanfaatkan untuk hal-hal yang berguna, halal dan sah menurut
hukum. (b) harta yang diwakafkan haruslah jelas wujudnya dan batas-
batasnya (misal yang diwakafkan adalah tanah). (c) harta yang diwakafkan
harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari beban hutang orang
lain. (d) harta yang diwakafkan dapat berupa benda mati maupun benda
bergerak (misal saham atau surat-surat berharga lainnya) (Ali, 1988, p.
86).
3. Tujuan wakaf (mauquf ‘alaih)
Dalam tujuan harus tercermin siapa yang berhak atas wakaf,
misalnya (a) untuk kepentingan umum, seperti (tempat) mendirikan
masjid, sekolah, rumah sakit, dll. (b) untuk menolong fakir-miskin, anak
yatim seperti mendirikan panti asuhan, dll. (c) tujuan wakaf tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai Ibadah seperti mewakafkan tanahnya untuk
kuburan, pasar, lapangan olah raga, dll (Ali, 1988, p. 87).
4. Lafal atau pernyataan (sighat) wakif
Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau
benda yang diwakafkan, dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan
pernyataan tersebut, hilanglah hak wakif terhadap benda yang
diwakafkannya. Dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab
perwakafan telah terjadi, sedangkan pernyataan (qabul) dari mauquf ‘alaih
yakni orang yang berhak menikmati hasil wakaf itu tidak diperlukan,
artinya dalam wakaf hanya ada ijab tanpa ada qabul (Ali, 1988, p. 87).
Contoh lafal yang diucapkan wakif saat perwakafan: “saya
wakafkan tanah milik saya seluas 200 meter persegi ini, agar dibangun
7

Masjid di atasnya”. Pada lafal wakaf tidak boleh ada unsur taklik (syarat),
karena maksud dari wakaf adalah pemindahan kepemilikan untuk
selamanya bukan untuk sementara. Contoh lafal wakaf yang tidak sah:
“saya wakafkan tanah sawah milik saya kepada para fakir miskin selama
satu tahun” (Syamsuri, 2004, p. 178).

D. Syarat-syarat Wakaf
Syarat-syarat sahnya perwakafan seseorang adalah sebagai berikut: (1)
Perwakafan benda itu tidak dibatasi oleh waktu tertentu melainkan selamanya.
(2) Tujuannya harus jelas dan disebutkan ketika mengucapkan ijab. (3) Wakaf
harus segera dilaksanakan segera setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif
dan tidak boleh menggantungkan pelaksanaannya, jika pelaksanaan wakaf
tertunda hingga wakif meninggal dunia, hukum yang berlaku adalah wasiat
yang kemudian syaratnya, harta yang diwakafkan tidak boleh lebih dari
sepertiga harta peninggalan. (4) Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena
ikrar wakaf oleh wakif berlaku seketika dan selama-lamanya. (5) Perlu
dikemukakan syarat yang dikeluarkan oleh wakif atas harta yang
diwakafkannya, artinya seorang wakif berhak memberikan syarat akan
diapakan harta yang ia wakafkan selama tidak bertentangan dengan hukum
Islam.

E. Macam-macam Wakaf
1. Wakaf keluarga atau wakaf ahli atau wakaf khusus
Wakaf keluarga atau wakaf ahli atau wakaf khusus adalah wakaf
yang diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik
keluarga maupun orang lain (Ali, 1988, p. 90). “Di beberapa negara Timur
Tengah wakaf semacam ini menimbulkan banyak masalah terutama jika
wakaf tersebut berupa tanah pertanian sering kali terjadi penyalahgunaan
seperti: (a) menjadikan wakaf keluarga ini sebagai alat untuk menghindari
pembagian harta kekayaan pada ahli waris yang berhak menerimanya,
setelah wakif meninggal dunia. (b) wakaf keluarga ini dijadikan alat untuk
mengelak dari tuntutan kreditor terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh
8

seseorang, sebelum ia mewakafkan tanahnya itu. Maka dari itu di beberapa


negara wakaf keluarga ini dihapuskan seperti di Mesir tahun 1952 wakaf
ini dihapuskan karena praktek-praktek penyimpangan yang tidak sesuai
ajaran Islam. Selain itu di Indonesia harta pusaka suku Minangkabau
memiliki ciri-ciri seperti wakaf keluarga, harta pusaka tersebut
dipertahankan tidak dibagi-bagi atau diwariskan kepada keturunan secara
individual, karena diperuntukkan bagi kepentingan keluarga” menurut
Nazaroeddin Rachmat dalam (Ali, 1988, p. 90).
2. Wakaf Umum atau Wakaf Khairi
Wakaf Umum atau Wakaf Khairi adalah wakaf yang
diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum, yang sifatnya
sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk Masjid,
madrasah, pesantren, rumah sakit, dll. Wakaf umum inilah yang paling
sesuai dengan ajaran Islam dan sangat dianjurkan karena bagi yang
menjalankannya akan memperoleh pahala yang terus mengalir.

F. Pengelolaan Wakaf
Pada masa pra kemerdekaan Republik Indonesia lembaga perwakafan
sering dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam. Sekalipun
pelaksanaan wakaf bersumber dari ajaran Islam namun wakaf seolah-olah
merupakan kesepakatan ahli hukum dan budaya bahwa perwakafan adalah
masalah hukum adat Indonesia. Sejak masa dahulu praktek wakaf ini telah
diatur oleh hukum adat yang sifatnya tidak tertulis dengan berlandaskan ajaran
yang bersumber dari nilai-nilai ajaran Islam.
Untuk mengelola wakaf di Indonesia, yang pertama-tama adalah
pembentukan suatu badan atau lembaga yang mengkoordinasi secara nasional
bernama Badan Wakaf Indonesia. (BWI). Badan Wakaf Indonesia diberikan
tugas mengembangkan wakaf secara produktif dengan membina nazir wakaf
(pengelola wakaf) secara nasional, sehingga wakaf dapat berfungsi untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam pasal 47 ayat 2 disebutkan
bahwa Badan Wakaf Indonesia bersifat independen, dan pemerintah sebagai
fasilitator. Tugas utama badan ini adalah memberdayakan wakaf melalui
9

fungsi pembinaan, baik wakaf benda bergerak maupun benda yang bergerak
yang ada di Indonesia sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat.
Di samping memiliki tugas-tugas konstitusional, BWI harus
menggarap wilayah tugas:
1. Merumuskan kembali fikih wakaf baru di Indonesia, agar wakaf dapat
dikelola lebih praktis, fleksibel dan modern tanpa kehilangan wataknya
sebagai lembaga Islam yang kekal.
2. Membuat kebijakan dan strategi pengelolaan wakaf produktif,
mensosialisasikan bolehnya wakaf benda-benda bergerak dan sertifikat
tunai kepada masyarakat.
3. Menyusun dan mengusulkan kepada pemerintah regulasi bidang wakaf
kepada pemerintah.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Tabung
Wakaf Indonesia (adalah nazir wakaf) berbentuk badan hukum, dan
karenanya, persyaratan yang insya-Allah akan dipenuhi adalah:
1. Pengurus badan hukum Tabung Wakaf Indonesia ini memenuhi
persyaratan sebagai nazir perseorangan sebagaimana dimaksud pada pasal
9, ayat (1) Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004.
2. Badan hukum ini adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Badan hukum ini bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan,
dan keagamaan Islam.
4. Tabung Wakaf Indonesia merupakan badan unit atau badan otonom dari
dan dengan landasan badan hukum Dompet Dhuafa Republika, sebagai
sebuah badan hukum yayasan yang telah kredibel dan memenuhi
persyaratan sebagai nazir wakaf sebagaimana dimaksud Undang-undang
Wakaf tersebut.
Dalam perkembangannya wakaf tidak hanya berasal dari benda-benda
tetap tetapi wakaf juga dapat berbentuk benda bergerak misalnya seperti
wakaf tunai sebagaimana menurut keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia tentang Wakaf Tunai.
10

Pengelolaan dana wakaf ini juga harus disadari merupakan


pengelolaan dana publik. Untuk itu tidak saja pengelolaannya yang harus
dilakukan secara profesional, akan tetapi budaya transparansi serta
akuntabilitas merupakan satu faktor yang harus diwujudkan. Pentingnya
budaya ini ditegakkan karena di satu sisi hak wakif atas aset (wakaf tunai)
telah hilang, sehingga dengan adanya budaya pengelolaan yang profesional,
transparansi dan akuntabilitas, maka beberapa hak konsumen (wakif) dapat
dipenuhi, yaitu:
1. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang/jasa.
2. Hak untuk didengar dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
3. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Untuk itulah, agar wakaf tunai dapat memberikan manfaat yang nyata
kepada masyarakat maka diperlukan sistem pengelolaan (manajemen) yang
berstandar profesional. Manajemen wakaf tunai melibatkan tiga pihak utama
yaitu: yang pertama adalah pemberi wakaf (wakif), kedua pengelola wakaf
(nazir), sekaligus akan bertindak sebagai manajer investasi, dan ketiga
beneficiary (mauquf alaihi).
Dalam melakukan pengelolaan wakaf diperlukan sebuah institusi yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan akses kepada calon wakif.
2. Kemampuan melakukan investasi dana wakaf.
3. Kemampuan melakukan administrasi rekening beneficiary.
4. Kemampuan melakukan distribusi hasil investasi dana wakaf.
5. Mempunyai kredibilitas di mata masyarakat, dan harus dikontrol oleh
hukum/regulasi yang ketat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakaf hukumnya sunah. Rukun wakaf terdiri dari wakif, maukuf lahu,
maukuf, lafal/sighat wakuf. Wakaf memiliki syarat-syarat bagi pewakaf, salah
satunya yaitu pewakaf boleh menentukan apa saja syarat yang ia inginkan
dalam wakafnya
Dalam kekuasaan wakaf bahwa wali wakaf adalah harus orang yang
berakal sehat dan balig, pandai menggunakan harta, dan bisa di percaya.
bahkan mensyaratkan ia harus adil dan mempunyai sifat amanat dan bisa
dipercaya. di tambah dengan kemampuan mengelola wakaf secara sempurna.
Barang wakaf tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. maka
barang yang diwakafkan tidak boleh diganti. namun persoalannya akan lain
jika misalnya barang wakaf itu tadi sudah tidak bisa dimanfaatkan, kecuali
dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual.
artinya hasil jualnya dibelikan gantinya. dalam keadaan seperti ini mengganti
barang wakaf diperbolehkan.
Banyak sekali hikmah dan manfaat Dari wakaf, bagi kehidupan orang
banyak yaitu Mendidik manusia untuk bersedekah dan selalu mengutamakan
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Membantu, mempercepat
perkembangan agama Islam, baik sarana, prasarana umum berbagai
perlengkapan yang diperlukan dalam pengembangan agama. Dapat membantu
dan mencerdaskan masyarakat, misalnya Wakaf buku, Al-Quran dan lain-lain.

B. Saran
Sebagai penyusun, kami merasa masih ada kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari
pembaca. Agar kami dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. D. (1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI-Press.

Amin, M., Sam, M. I., AF., H., Hasanuddin, & Sholeh, A. N. (2011). Himpunan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975. Jakarta: Erlangga.

Mahfud, R. (2010). Al-Islam. Jakarta: Erlangga.

Suryana, A. T., Alba, C., Syamsudin, E., & Asiyah, U. (1996). Pendidikan Agama
Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Tiga Mutiara.

Syamsuri. (2004). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai