Anda di halaman 1dari 29

35

BAB III

LANDASAN TEORI SYIRKAH

A. Pengertian Syirkah

Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata ‫كشرر ك‬


( ‫ ) فعل ماض‬,‫ك‬

‫ )فعل مضرع( يكششكر ك‬Secara etimologi, syirkah


‫ كششررككتكشن‬/ ‫ رشششرككتكشن‬/ ‫ )مصشدر( كششررككشن‬, ‫ك‬

adalah pencampuran.1 Syirkah disebut juga perkongsian berarti:2

‫ط اكحرد اشلكمالكشيرن رباشلككخرربركحشي ك‬


‫ث كليكشمتككزارن كعشن بكشع ر‬
‫ضكها‬ ‫اك ش رلشخرتلِ طك أأ ش‬.
‫ى كخشل ك‬

“Pencampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan


harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya”

Menurut terminologi, ulama fiqh beragam pendapat dalam

mendefinisikannya, antara lain:3

Menurut Malikiyah

‫ي أشن يكأش كذ كن ككرَل كوارحدد رمشن الششررشيككشيرن لر ك‬


‫صارحبرره‬ ‫ف لكهككما كمعَعا اك ش‬ ‫رهكي اركذ شن رفىِ التت ك‬
‫صرَر ر‬

‫ف لرككقل رمشنكها‬ ‫ق التش ك‬


‫صرَر ر‬ ‫ف رفىِ كمادل لكهككما كمكع إرشبكقارءكح ق‬ ‫ رفىِ أكشن يكتك ش‬.
‫صكر ك‬

“Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (thasarruf) harta


yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni
keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya umtuk
mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing
memiliki hak untuk bertasharruf.”

Menurut Hanabilah
1
Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqh, (Jakarta: AMZAH, 2013), h. 209.
2
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 183.
3
Ibid.
36

‫ف‬ ‫ق أكشوتك ك‬
‫صرَر د‬ ‫اك ش رلشجتركما ك‬
‫ع رفىِ ارشسترشحكقا د‬
“Perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta
(tasharruf).”

Menurut Syafi’iyah

‫ق رفىِ كششىِدءرلثكنكشيرن فكأ كشكثككر كعكلىِ رجهكرة الششيكشو ر‬


‫ع‬ ‫ت شالكح ق‬
‫تكبكشو ك‬

“Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih
dengan cara yang masyur (diketahui).”

Menurut Hanafiyah

‫ش‬
‫س الشلكمارل كوالثررشب ر‬
‫ح‬ ‫رعكباكرةعَكعشن كعشقدد بكشيكن الكمتككشاررككشيرن رفىِ كرأ ر‬
“Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang
bersekutu pada pokok harta dan keuntungan.”

Ini adalah definisi yang paling tepat bila dibandingkan dengan definisi-

difinisi yang lain, karena definisi ini menjelaskan hakikat syirkah, yaitu sebuah

transaksi (akad). Adapun definisi-definisi yang lain, semuanya hanya menjelaskan

syirkah dari sisi tujuan, dampak atau konsekuensi, dan hasil syirkah.4

Dalam kamus hukum, musyarakah berarti serikat dagang, kongsi,

perseroan, persekutuan.5 Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, syirkah,

musyarakah dan syarikah, dalam bahasa Arab berarti persekutuan, perkongsian

dan perkumpulan. Sedangkan dalam istilah fiqh, syirkah berarti persekutuan atau

perkongsian antara dua orang atau lebih untuk melakukan usaha bersama dengan

4
Wahbah al-zuhaili, Fiqh Islam wa adillatuhu, alih bahasa oleh Abdul Hayyie al-kattani,

dkk., (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. 1, jilid 5, h. 441.


5
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 285.
37

tujuan memperoleh keuntungan.6 Dalam kehidupan modern ini istilah syirkah ini

lebih mendekati dengan istilah badan usaha yang terdiri dari badan usaha yang

tidak berbadan hukum seperti Firma, CV dan Badan Usaha yang berbadan hukum

yaitu Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi.7

Syirkah juga disebut dengan musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua

pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana (atau kompetensi, expertise) dengan kesepakatan

bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

Seperti halnya mudharabah, musyarakah adalah akad kerja sama atau usaha

patungan antara dua dan/ lebih pemilik modal atau keahlian, untuk melaksanakan

suatu jenis usaha yang halal dan produktif.8 Pendapatan atau keuntungan dibagi

sesuai dengan rasio yang telah disepakati.9

B. Dasar Hukum Syirkah

Syirkah merupakan akad yang dibolehkan, syirkah juga memiliki

kedudukan yang sangat kuat dalam Islam. Hal ini berlandaskan atas dalil-dalil

yang terdapat didalam Al-qur’an, hadis ataupun ijma’ ulama. Diantara dalil

(landasan syariah) yang memperbolehkan praktik akad syirkah adalah :

a. Al-qur’an

         

6
Harun Nasution, (eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 907.
7
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2010), h. 116.
8
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
h. 207.
9
Totok Budiantoso dan Nuritomo, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba
Empat, 2014), h. 215.
38

“Maka mereka bersama-sama (bersekutu) dalam bagian yang


sepertiga itu.” (QS. An-Nisaa’ [4] :12)10

         


        
         
      
“Daud berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu
dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada
sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan
Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta
ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.”
(QS. Shad [38]: 24)11

Ayat ini merujuk pada dibolehkannya praktik akad musyarakah.

Lafadz “al-khulata” dalam ayat ini bisa diartikan saling

bersekutu/partnership, bersekutu dalam konteks ini adalah kerja sama dua

atau lebih pihak untuk melakukan sebuah usaha perniagaan.

b. Hadis

Dalam As-Sunnah Rasulullah saw. bersabda,

‫ أككنا كثالر ك‬: ‫ ارشن اك كعشز كوكجشل يكقكشوكل‬: ‫ كقاكل‬.‫م‬.‫كعشن أكربىِ هككرشيكرةك كرفككعهك اركلىِ اللنشبرقي ص‬
‫ث الششرريككشيرن كمالكشم‬

‫يككخشن أككحكد هككما ك‬


‫صارحبكهك فكا ركذا كخانكهك كخكرشج ك‬
({‫ )}روابوداودوالحاكم وصححه إسناده‬.‫ت رمشن بكشينررهكما‬

“Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW, bahwa


Nabi SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah swt. Berfirman, ‘Aku
adalah yang ketiga bagi dua orang yang bersekutu selama salah
satu dari keduanya tidak mengkhianati pihak yang lain. Apabila
salah satu dari keduanya berkhianat, aku keluar dari mereka.’”12

10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Djuz 1 – Djuz 10) ,(Djakarta:
Jamunu, th), h.
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Djuz 1 – Djuz 10) ,(Djakarta:
Jamunu, th), h.
39

(HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan sanadnya)

Maksud dari hadis ini adalah, “Aku (Allah) akan menjaga dan

melindungi keduanya. Aku akan menjaga harta keduanya dan memberkati

perdagangan keduanya. Aku akan menjaga harta keduanya. Jika salah satu

antara keduanya berkhianat, maka Aku akan menghilangkan berkah dan

tidak memberikan pertolongan kepada keduanya.”13

Ketika Rasulullah diangkat menjadi rasul, orang-orang telah

terbiasa melakukan transaksi syirkah. Rasulullah kemudian mengukuhkan

transaksi tersebut, sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat hadis.

Beliau menegaskan dalam sebuah sabdanya,

‫يككد ار كعكلىِ الششررشيككشيرن كمالكشم يكتككخاكوكنا‬

“Pertolongan Allah akan senantiasa bersama dua orang yang


bersekutu, selama keduanya tidak saling mengkhianati.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini secara jelas membenarkan praktik musyarakah, dan

menunjukkan urgensi sifat amanah dan tidak membenarkan adanya

khianat dalam kontrak musyarakah yang dijalankan, sehingga masing-

masing pihak yang bersekutu tidak dirugikan.

c. Ijma’ Ulama

Kesepakatan ulama akan dibolehkannya akad musyarakah dikutip

dari Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu.

12
Abu Dawud, Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sajstani, alih bahasa oleh Al-Albani
Muhammad Azzam, Shahih Sunan Abu Daud, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h. 558.

13
Rachmat Syafe’i, op.cit., h. 186.
40

Ulama muslim sepakat akan keabsahan kontrak musyarakah secara global,

walaupun terdapat perbedaan pendapat di antara mereka atas beberapa

jenis musyarakah. Secara eksplisit, ulama telah sepakat akan praktik

kontrak musyarakah, sehingga kontrak ini mendapat pengakuan dan

legalitas syar’i. Berdasarkan sumber hukum al-Qur’an dan Hadis maka

ijma’ para ulama sepakat bahwa hukum syirkah yaitu boleh.14

Menurut pendapat Imam Malik, perserikatan, pemberian kuasa dan

pembatalan kontrak dalam komoditas bahan makanan atau komoditas

lainnya, baik barang tersebut berada ditangan maupun tidak , boleh

dilakukan jika dibayar secara tunai tanpa keuntungan, barang tidak hilang,

ataupun tanpa pembayaran tertunda.15

Dalam konteks perbankan, musyarakah termasuk dalam perjanjian

bagi hasil. Bedanya dengan mudharabah adalah bahwa dalam

mudharabah pihak bank hanya semata-mata sebagai pihak penyandang

dana, sedangkan dalam musyarakah ini bank selain sebagai penyandang

dana, juga akan ikut aktif mengelola usaha yang dikelola oleh nasabah,

antara lain dengan melakukan pembinaan manajemen.16

Dalam hal perserikatan yang dibuat berbetuk PT, maka Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan segala

pertaruran pelaksanaannya berlaku, sedangkan dalam hal perserikatan

14
Ghazaly Abdul Rahman, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 127.

15
Imam Malik, Al muwaththa’ Imam Malik, alih bahasa oleh Muhammad Iqbal Qadir,
(Jakarta: Pustaka Azzam,2006), h. 85-86.
16
Abdul Ghofur Al-Anshori, op.cit., h. 118
41

yang diadakan dalam bentuk koperasi, maka Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1992 tentang Koperasi berlaku sebagai dasar hukum.

C. Rukun dan Syarat Syirkah

Sebagai sebuah perjanjian, syirkah atau perserikatan harus memenuhi

segala rukun dan syarat agar perjanjian tersebut sah dan mempunyai akibat hukum

seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya. Rukun syirkah

diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama Hanafiyah bahwa rukun syirkah

ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab kabul (akad) yang menentukan adanya

syirkah.17Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut ketentuan syariat Islam

adalah sebagai berikut:

a. Shighat (lafaz akad)

Dewasa ini seseorang dalam membuat perjanjian perseroan/syirkah

pasti dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akta. Shighat pada

hakikatnya adalah kemauan para pihak untuk mengadakan serikat/kerja sama

dalam menjalankan suatu kegiatan usaha. Ini merupakan salah satu aspek

yang sangat penting dalam sebuah akad.

Contoh lafaz akad: “Aku ber-syirkah denganmu untuk urusan ini atau

itu” dan pihak lain berkata: “Telah aku terima”.

b. Orang (Pihak-pihak yang mengadakan serikat)

Orang yang akan mengadakan perjanjian harus memenuhi syarat

yaitu, bahwa masing-masing pihak yang hendak mengadakan syirkah ini

harus dewasa (baligh), sehat akalnya, dan atas kehendaknya sendiri.

17
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 127.
42

c. Pokok Pekerjaan (bidang usaha yang dijalankan)

Setiap perserikatan harus memiliki tujuan dan kerangka kerja (frame

work) yang jelas, serta dibenarkan menurut syarak. Untuk menjalankan pokok

pekerjaan ini tentu saja pihak-pihak yang ada harus memasukkan barang

modal atau saham yang telah ditentukan jumlahnya,

Mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun syirkah ada tiga, yaitu:

shighat, dua orang yang melakukan transaksi (‘aqidhain), dan objek yang

ditransaksikan.18 Shighat terdiri dari ijab kabul yang sah dengan semua hal yang

menunjukkan kehendak untuk melaksanakannya, baik berupa perbuatan maupun

ucapan. ‘Aqidhain adalah dua pihak yang melakukan transaksi. Syirkah tidak sah

kecuali dengan adanya kedua belah pihak ini. (ahliyah al-‘aqad, yaitu balig,

berakal, pandai, dan tidak dicekal untuk membelanjakan harta. Adapun objek

syirkah, yaitu modal pokok, ini bisa berupa harta maupun pekerjaan. Modal pokok

syirkah harus ada, tidak boleh berupa harta yang terutang atau benda yang tidak

diketahui karena tidak dapat dijalankan sebagai mana yang menjadi tujuan

syirkah, yaitu mendapat keuntungan.19

Adapun yang menjadi syarat syirkah menurut kesepakatan ulama,

syirkah mempunyai lima syarat:20

1. Dengan modal uang tunai.

18
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah), (Jakarta: KENCANA, 2013), cet.
II, h. 220.
19
Dimyauddin Djuwaini, op.cit.,, h. 213
20
Moh.Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: Karya Toha Putra, 1978), h. 422.
43

2. Kedua orang atau lebih berserikat sepakat menyerahkan modal

mencampurkan antara harta-benda anggota serikat dan mereka

bersepakat dalam jenis dan macam perusahaannya.

3. Dua orang atau lebih harus mencampur kedua harta (sahamnya),

sehingga tak dapat dibeda-bedakan satu dari yang lain.

4. Seorang diantara mereka mengijinkan teman serikatnya untuk

membelanjakan hartanya, kalau serikat itu hanya terdiri dari dua

orang.

5. Untung dan rugi diatur dengan perbandingan modal harta serikat yang

diberikannya. Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan

yang berlaku, seperti setengah, dan lain sebagainya.

D. Macam-macam Syirkah

Secara umum, syirkah dibedakan menjadi dua: 1) syirkah amwal, dan 2)

syirkah abdan. Adapun disisi lain, syirkah juga dibedakan menjadi dua: 1)

syirkah amlak/musyarakah kepemilikan; dan 2) syirkah uqud/musyarakah akad.

Oleh karena itu, hubungan antara syirkah yang satu dengan yang lainnya perlu

dijelaskan guna memeperoleh gambaran yang lebih jelas.21

1. Syirkah Al- Amlak

Pengertian syirkah al-amlak adalah:

‫صارن فكأششكثككر كعشيكنا رمشن كغشيرر كعشعرد القششرككة‬ ‫رهكي أكشن يكتككم ك‬
‫ك كششخ ك‬

Syirkah milik adalah kepemilikan oleh dua orang atau lebih terhadap
satu barang tanpa melalui akad syirkah.

21
Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok. Op.cit., h. 20.
44

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa syirkah milik adalah suatu

syirkah di mana dua orang atau lebih secara bersama-sama memiliki suatu

barang tanpa melakukan akad syirkah. Contoh, dua orang diberi hibah sebuah

rumah. Dalam contoh ini rumah tersebut dimiliki oleh dua orang melalui

hibah, tanpa akad syirkah antara dua orang yang diberi hibah tersebut.

Syirkah milik terbagi kepada dua bagian:

a. Syirkah Ikhtiyariyah, yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama yang timbul

karena perbuatan orang-orang yang berserikat.

b. Syirkah Jabariyah, yaitu syirkah ini terjadi tanpa adanya kehendak

masing-masing pihak.22

2. Syirkah Uqud

‫رهكي رعكباكرةعَ كعرن اشلكعشقرد اشلكواقررع بكشيكن اشثنكشيرن فكأ كشكثككر لر ش ر‬


‫ل ششتركرا ركىِ رفي كمادل كوررشبرحره‬

Syirkah ‘uqud adalah suatu ungkapan tentang akad yang terjadi antara
dua orang atau lebih untuk bersekutu didalam modal dan
keuntungannya.

Syirkah Uqud ini ada ada/bentuk disebabkan para pihak memang

sengaja melakukan perjanjian untuk bekerja bersama/bergabung dalam suatu

kepentingan harta (dalam bentuk penyertaan modal) dan didirikannya serikat

tersebut bertujuan untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk harta benda.

Untuk keabsahan syirkah ‘uqud harus dipenuhi syarat-syarat berikut.23

22
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, (Jakarta : Raja GRafindo Persada,
2002) h. 194.
23
Ibid
45

a. Tasharruf yang menjadi objek akad syirkah harus bisa diwakilkan. Dalam

syirkah ‘uqud keuntungan yang diperoleh merupakan milik bersama yang

harus dibagi sesuai dengan kesepakatan. Kepemilikan bersama dalam

keuntungan tersebut menghendaki agar setiap anggota serikat menjadi

wakil dari anggota serikat lainnya dalam pengelolaan harta (modal),

disamping bertindak atas namanya sendiri.

b. Pembagian keuntungan harus jelas

Bagian keuntungan untuk masing-masing anggota serikat nisbahnya harus

dutentukan dengan jelas, misalnya 20%, 10%, 30%, atau 40%. Apabila

pembagian keuntungan tidak jelas, maka syirkah menjadi fasid, karena

keuntungan merupakan salah satu ma’qud ‘alaih. Pembagian keuntungan

ini sangat penting dalam kerja sama, dikarenakan jika keuntungan di bagi

secara tidak jelas akan menimbulkan rasa ketidakadilan dan perpecahan.

c. Keuntungan harus merupakan bagian yang dimiliki bersama secara

keseluruhan; tidak ditentukan untuk A 100, B 200 misalnya. Apabila

keuntungan telah ditentukan, maka akad syirkah menjadi fasid. Hal itu

karena syirkah mengharuskan adanya penyertaan dalam keuntungan,

sedangkan penentuan kepada orang tertentu akan menghilangkan hakikat

perkongsian.

Syirkah ‘uqud terbagi kepada beberapa bagian.24

a. Menurut Hanabilah, syirkah ‘uqud itu ada lima macam:

1) Syirkah ‘inan

2) Syirkah wujuh
24
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 345.
46

3) Syirkah abdan

4) Syirkah mufawadhah

5) Syirkah mudharabah

b. Menurut hanafiyah, syirkah ‘uqud itu ada enam macam:

1) syirkah amwal

a) Mufawadhah

b) ‘Inan

2) Syirkah a’mal

a) Mufawadhah

b) ‘Inan

3) Syirkah wujuh

a) Mufawadhah

b) ‘Inan

c. Menurut Malikiyah dan Syafi’iyah itu ada empat macam:

1) Syirkah Abdan

2) Syirkah mufawadhah

3) Syirkah wujuh

4) Syirkah ‘inan

Dari jenis-jenis syirkah yang telah dikemukakan di atas, para ulama

sepakat bahwa syirkah ‘inan hukumnya dibolehkan. Sedangkan syirkah yang

lainnya diperselisihkan. Syafi’iyah, Zhahiriyah, dan Imamiyah menganggap

semua syirkah tersebut hukumnya batal kecuali syirkah ‘inan dan syirkah

mudharabah. Hanabilah membolehkan semua jenis syirkah, kecuali syirkah


47

mufawadhah. Malikiyah membolehkan semua jenis syirkah, kecuali syirkah

wujuh. Sedangkan Hanafiah dan Zaidiyah membolehkan semua jenis syirkah

tersebut tanpa kecuali, apabila syarat-syarat yang telah ditentukan dipenuhi.

Adapun yang menjadi fokus perhatian dalam pembahasan ini adalah

serikat yang timbul/lahir disebabkan karena adanya perjanjian atau syirkah uqud.

Kalau diperhatikan pendapat para ahli Hukum Islam, serikat yang dibentuk

berdasarkan kepada perjanjian ini dapat klasifikasikan kepada:

a. Syirkah ‘Inan

Pengertian syirkah ‘inan sebagaimana dikemukakan oleh Sayid Sabiq

adalah sebagai berikut.25

‫كورهكي أكشن يكششتكررككئ اشثكنارن فرشي كمادل لكهككما كعكلىِ أكشن يكتشرجكرا فرشيره كوالقرشبكح بكشينكهككما‬

Syirkah ‘inan adalah suatu persekutuan atau kerja sama antara dua puhak
dalam harta (modal) untuk diperdagangkan dan keuntungan dibagi di
antara mereka.

Adapun yang dimaksud dengan syirkah ‘Inan ini adalah serikat harta

yang mana bentuknya adalah berupa: “Akad” (perjanjian, pen) dari dua orang

atau lebih berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya (para pihak, pen)

dengan maksud mendapat keuntungan (tambahan), dan keuntungan itu untuk

mereka yang berserikat itu.26 Dengan demikian, dalam syirkah ‘inan seorang

persero tidak dibenarkan hanya bersekutu dalam keuntungan saja, sedangkan

dalam kerugian ia dibebaskan.

25
Ibid. h.347

26
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, op.cit., h. 80.
48

Serikat ‘Inan ini pada dasarnya adalah serikat dalam bentuk

pernyataaan modal kerja/usaha, dan tidak disyariatkan agar para anggota

serikat/persero harus menyetor modal yang sama besar, dan tentunya demikian

juga halnya dalam masalah wewenang pengurusan dan keuntungan yang

diperoleh. Dengan demikian dapat saja dalam serikat ‘inan ini para pihak yang

menyertakan modalnya lebih besar daripada modal yang disertakan oleh para

pihak yang lain, dan juga boleh dilakukan salah satu pihak sebagai penanggung

jawab usaha (persero pengurus), sedangkan yang lain tidak (hanya sebagai

persero komanditer).

Dalam hal modal yang diinvestasikan sama, maka keuntungan yang

dibagikan boleh sama antara para peserta dan boleh pula berbeda. Hal ini

tergantung pada kesepakatan yang dibuat oleh para peserta pada waktu

terbentuknya akad. Adapun dalam hal kerugian maka perhitungannya

disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan. Hal ini sesuai dengan kaidah

yang berbunyi:

‫ضشيكعةك كعكلىِ قكشدرر الكمالكشيرن‬ ‫الررشبكح كعكلىِ كما كشكر ك‬


‫ كوالو ر‬,‫طا‬
Keuntungan diatur sesuai dengan syarat yang mereka sepakati,
sedangkan kerugian tergantung pada besarnya modal yang
diinvestasikannya.
Kalau diperhatikan dalam praktiknya di Indonesia, Syirkah ‘inan ini

dapat dipersamakan dengan (misalnya) Perseroan Terbatas (PT), CV, Firma,

Koperasi dan bentuk-bentuk lainnya.

b. Syirkah Mufawadhah
49

Mufawadhah dalam arti bahasa adalah al-musawah, yang artinya

“persamaan”. Syirkah mufawadhah didalamnya terdapat unsur persamaan

dalam moda, keuntungan, melakukan tasharruf (tindakan hukum), dan lain-

lainnya. Menurut satu pendapat, mufawadhah diambil dari kata at-tafwidh

(penyerahan), karena masing-masing peserta menyerahkan hak untuk

melakukan tasharruf kepada teman serikat yang lainnya.

Dalam arti istilah, syirkah mufawadhah didefinisikan oleh Wahbah

Zuhaili sebagai berikut.

‫ أكشن يكتككعا قككد ارشثكنارن فكأ كشكثككر كعكلىِ أكشن يكششتكررككا فرشي كعكمدل بركششررط أكشن يكككشوكنا‬: ‫ح‬‫صرطكل ر‬ ‫كورهكي فرشي شارل ش‬
‫ي ) رملشتررهكما ( كويكككشوكن كككل كوارحرد رمشنهككما ككفرشيكل‬‫صرَرفررهكما كوردشينررهكما أك ش‬ ‫س كمالررهكما كوتك ك‬ ‫ش‬
‫كمتككسارويكشيرن فرشي كرأ ر‬
‫ب كعلكشيره رمشن رشكرادء كوبكشيدع‬ ‫كعرن الكخرر فرشيكما يكرج ك‬.

Syirkah mufawadhah menurut istilah adalah suatu akad yang dilakukan


oleh dua orang atau lebih untuk bersekutu (bersama-sama) dalam
mengerjakan suatu perbuatan dengan syarat keduanya sama dalam modal,
tasharruf dan agamanya, dan masing-masing peserta menjadi penanggung
jawab atas yang lainnya di dalam hal-hal yang wajib dikerjakan, baik
berupa penjualan atau pembelian.

Menurut para ahli Hukum Islam serikat ini mempunyai syarat-syarat

sebagai berikut:27

1. Modal masing-masing sama,

2. Mempunyai wewenang bertindak yang sama,

3. Mempunyai agama yang sama, dan

4. bahwa masing-masing menjadi penjamin, dan tidak dibenarkan salah

satu diantaranya memiliki wewenang yang lebih dari yang lain

c. Syirkah Wujuh

27
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 13, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1988), h. 177.
50

Syirkah wujuh didefinisikan oleh sayid sabiq sebagai berikut.28

‫س كدشوكن أكشن يكككشوكن لكهكشم كرشأ ك‬


‫س كمادل ارشعتركماكداكعكلىِ كجارهرهشم كوثرقكرة‬ ‫ش‬
‫ي ارشثكنارن فكأشكثكرر رمكن الشنا ر‬
‫رهكي أكشن يكششتكرر ك‬

‫ كعكلىِ أكشن تكككشوكن القششرككةك بكشينكهكشم فرشي القرشب ر‬,‫الرَتشجارربررهشم‬..


‫ح‬

Syirkah wujuh adalah pembelian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dari orang lain tanpa menggunakan modal, dengan berpegang kepada
penampilan mereka dan kepercayaan para pedagang terhadap mereka,
dengan ketentuan mereka bersekutu dalam keuntungan.

Menurut Hanafiyah, Hanabilah, dan Zaidiyah, syirkah wujuh

hukumnya boleh, karena bentuknya berupa satu jenis pekerjaaan. Kepemilikan

terhadap barang yang dibeli boleh berbeda antara satu peserta dengan peserta

lainnya. Sedangkan keuntungan dibagi di antara para peserta, sesuai dengan

besar kecilnya bagian masing-masing dalam kepemilikan atas barang yang

dibeli. Akan tetapi, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Zhahiriyah berpendapat bahwa

syirkah selalu berkaitan dengan harta dan pekerjaan, sedangkan dalam syirkah

wujuh, keduanya (harta dan pekerjaan) tidak ada. Yang ada hanya penampilan

para anggota serikat, yang diandalkan untuk mendapatkan dari para pedagang.

Jika mendapat untung, maka dibagi dua sesuai dengan syarat yang mereka

tetapkan. Dinamakan demikian karena tidak memiliki modal dan akan

dilepaskan barang itu kepada keduanya hanya atas dasar tanggung jawab

keduanya, kemulian dan menjual dengan kepercayaan itu. Kemudian keduanya

membagi laba sesuai dengan persyaratan yang disepakati.29

d. Syirkah Abdan

28
Ahmad Wardi Muslich, op.cit , h. 350.

29
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Ringkasan Fiqih Lengkap, (Jakarta : Darul
Falah, 2005), h. 618
51

Syirkah Abdan didefinisikan oleh sayyid sabiq sebagai berikut.30

‫ق ارشثكنارن كعكلىِ أكشن يكتكقكبشكل كعكمأل رمكن اشلككعكمارل كعكلىِ أكشن تكككشوكن أكشجكرةك هككذا‬
‫رهكي أكشن يكتشفك ك‬
‫اشلكعكمرل بكشيهككما كحشس ك‬
‫ب ا ش رلشتكفا ر‬
‫ق‬

Syirkah abdan adalah kesepakatan antara dua orang (atau lebih)


untuk menerima suatu pekerjaan dengan ketentuan upah kerjanya
dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa syirkah abdan atau

disebut syirkah a’mal adalah suatu bentuk kerja sama antara dua orang atau

lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan bersama-sama, dan upah kerjanya

dibagi di antara mereka sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama.

Contohnya, tukang batu dengan beberapa temannya berserikat (bekerja sama

dalam satu jenis pekerjaan yang sama, seperti tukang batu dengan tukang batu,

dan bisa juga dalam jenis-jenis pekerjaan yang berbeda. Misalnya kerja sama

antara tukang batu dan tukang kayu dalam mengerjakan pembangunan sebuah

gedung kantor. Syirkah ini disebut syirkah abdan, syirkah a’mal, syirkah ash-

shanai’, atau syirkah taqabbul. Menurut Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah, dan

Zaidiyah, syirkah abdan hukumnya boleh, karena tujuan utamanya adalah

memperoleh keuntungan .

e. Syirkah Mudharabah

Syirkah mudharabah adalah kerja sama antara dua syarik atu lebih

untuk melakukan kegiatan bisnis yang modal usaha disediakan oleh syarik

tertentu (shahib al-mal), sedangkan syarik lainnya (mudharib) menjalankan

usaha dengan modal yang hanya berasal dari shahib al-mal tersebut. Rukun

mudharabah terpenuhi sempurna apabila,


30
Ahmad Wardi Muslich, op.cit , h. 351.
52

a. Shahibul maal (pemilik dana), yaitu harus ada pihak yang bertindak

sebagai pemilik dana.

b. Mudharib

Perbedaan antara syirkah ‘uqud dengan syirkah mudharabah terletak

pada pembagian hasil: laba rugi. Apabila hasil usaha bernilai positif (untung),

maka keuntungan dibagi antara shahib al-mal dengan mudharib sesuai

kesepakatan; sedangkan apabila hasil usaha bernilai minus (rugi), maka

kerugian hanya dibebankan kepada shahib al-mal (mudharib tidak dibebani

kerugian yang dialaminya hanyalah kerugian kerja), selama kerugian terjadi

bukan karena kelalaian mudharib.

Keuntungan dari usaha akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, dan

jika kerugian bukan disebabkan kelalaian manajemen, maka kerugian

ditanggung pemilik modal. Hal ini karena hukum akad wakalah menetapkan

hukum orang yang menjadi wakil tidak bisa menanggung kerugian,

sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali R.A. yang berkata31:

“Pungutan itu tergantung pada kekayaan. Sedangkan laba tergantung pada


apa yang mereka sepakati bersama” (Abdurrazak, dalam kitab al-jami’)

Secara manajemen, pihak pengelola wajib melakukan pengelolaan

secara baik, amanah dan profesional, sedangkan pihak pemodal tidak

diperbolehkan ikut mengelola/bekerja bersama pengelolanya.32 Pengelola

berhak untuk memilih dan membentuk tim kerjanya (teamwork) tanpa harus

31
Naf’an, Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014),
h. 102.
32
Ibid, h.103
53

seizin pemodal, demikian pula dalam pengambilan kebijakan dan langkah-

langkah operasional perusahaan.

E. Syirkah dalam Pertanian

1. Muzara’ah dan Mukhabarah

a. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah

‫ اكشلكمكزاكر ك‬adalah wajan َ‫ كمكفاكعلكةع‬dari


Secara etimologi, muzara’ah (( ‫عةك‬

‫( اك ش رلشنكبا ك‬menumbuhkan). Muzara’ah


‫ كالشزشر ك‬yang sama artinya dengan ‫ت‬
kata ‫ع‬

dinamai pula dengan al-mukhabarah dan muhagalah.33 Al-muzara’ah

memiliki dua arti, yang pertama al-muzara’ah yang berarti tharh al-zu’ah

(melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal (al-hadzar). Makna

yang pertama adalah makna majaz dan makna yang kedua ialah makna

hakiki.34

Menurut ulama Hanafiyah definisi muzara’ah adalah

‫ج رمكن اشلكشر ر‬
‫ض‬ ‫ض الكخارر ر‬ ‫كعشقكد كعكلىِ الشزشر ر‬
‫ع بربكشع ر‬
“Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian yang keluar dari

bumi.”

Sedangkan mukhabarah, menurut Syafi’iyah ialah:

‫ض كمايكشخكركج رمكن اشلكشر ر‬


‫ض‬ ‫كعشقكد كعكلىِ الشزشر ر‬
‫ع بربكشع ر‬
“Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar
dari bumi”

Syaikh Ibrahim al-Bajuri berpendapat bahwa muzara’ah ialah:

33
Rachmat Syafe’i, op.cit., h. 205.
34
Hendi Suhendi, op.cit., h.153.
54

‫ض كما يكشخكركج رمشنكها كواشلبكشذكر رمكن اشلكمالر ر‬ ‫أ‬


‫ك‬ ‫كعكمكل اشلكعارمرل رفىِ رفىِ شل شر ر‬
‫ض بربكشع ر‬
“Pekerja mengelola tanah dengan sebagian apa yang dihasilkan
darinya dan modal dari pemilik tanah.”

Dan mukhabarah ialah:

‫ض كما يكشخكركج رمشنكها كواشلبكشذكر رمكن اشلكعارمرل‬


‫ض اشلكمالررك بربكشع ر‬
‫كعكمكل اشلكعارمرل رفىِ اكشر ر‬

“Sesungguhnya pemilik hanya mneyerahkan tanah kepada pekerja


dan modal dari pengelola.”

Muzara’ah sering kali diidentikkan dengan mukhabarah.35 Definisi

mukhabarah dan muzara’ah ada kesamaan dan ada pula perbedaan.

Persamaannya ialah antara mukhabarah dan muzara’ah terjadi pada

peristiwa yang sama, yaitu pemilik tanah menyerahkan tanah kepada orang

lain untuk dikelola. Perbuatannya ialah pada modal, bila modal berasal

dari pengelola, disebut mukhabarah dan bila modal dikeluarkan dari

pemilik tanah disebut muzara’ah. Itulah yang menjadi pembeda antara

mukhabarah dan muzara’ah.

b. Dasar Hukum Mukhabarah dan Muzara’ah

Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan

hukum mukhabarah dan muzara’ah adalah sebuah hadis yang

diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a36

‫ض برقكشولرره كمشن ككانك ش‬


‫ت لكهك‬ ‫ضهكشم بربكشع ر‬ ‫ىِ ص م لكشم يككحقررم اشلكمكزاكركعةك كولكركشن اككمكراكشن يكشرفك ك‬
‫ق بكشع ك‬ ‫إرشن النشبر ش‬

‫ض فكشليكشزكرشعكها أكشولريكشمنكشحكها اككخاهك فكا رشن أككبىِ فكشليكشمرسشك اكشر ك‬


(‫ضهك )رواه البخارى‬ َ‫أكشر ع‬

35
Mardani, op.cit., h. 240

36
Hendi Suhendi, op.cit., h.156
55

“Sesungguhnya Nabi Saw. Menyatakan, tidak mengharamkan


bermuzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian
menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barangsiapa yang
memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan
faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh
ditahan saja tanah itu.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Nasa’I dari Rafi’ r.a dari

Nabi Saw., beliau bersabda:

‫ضا فكهككو يكشزكركعكها كوكركجعَل‬ َ‫ع ثككلثكةعَ كركجعَل لكهك أكشر ع‬


‫ض فكهككو يكشزكركعكها كوكركجعَل كمنركح اكشر أ‬ ‫إرنشكما يكشزكر ك‬

‫ب اكشوفر ش‬
(‫ضرة )رواه أبو داودو النساى‬ ‫ارشستكشككرى أكشر أ‬
‫ضأ بركذهك د‬

“Yang boleh bercocok tanam hanya tiga macam orang: laki-laki


yang ada tanah, maka dialah yang berhak menanamnya dan laki-
laki yang diserahi manfaat tanah, maka dialah yang menanaminya
dan laki-laki yang menyewa tanah dengan mas atau perak”

c. Rukun-rukun dan Syarat-syaratnya

Rukun Muzara’ah adalah:

a. Pemilik lahan

b. Penggarap

c. Lahan yang digarap

d. Akad37

Syarat-syarat ialah sebagai berikut.

1. Syarat yang bertalian dengan ‘aqidain, yaitu harus berakal.

2. Syarat yang berkaitan dengan tanaman, yaitu disyaratkan adanya

penentuan macam apa saja yang akan ditanam.

37
Lihat Pasal 255 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
56

3. Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman, yaitu a)

bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya (persentasenya

ketika akad), b) hasil adalah milik bersama, c) bagian antara Amil

dan Malik adalah satu jenis barang yang sama, misalnya dari kapas,

bila Malik bagiannya padi kemudian Amil bagiannya padi

kemudian Amil bagian singkong, maka hal ini tidak sah, d) bagian

kedua belah pihak sudah dapat diketahui, e) tidak disyaratkan bagi

salah satunya penambahan yang ma’lum.

4. Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami, yaitu a)

tanah tersebut dapat ditanami, b) tanah tersebut dapat diketahui

batas-batasnya.

5. Hal yang berkaitan dengan waktu, syarat-syaratnya ialah a)

waktunya telah ditentukan, b) waktu itu untuk memungkinkan

untuk menanam tanaman dimaksud, seperti menanam padi

waktunya kurang lebih 4 bulan (tergantung teknologi yang

dipakainya, termasuk kebiasaan setempat), c) waktu tersebut

memungkinkan dua belah pihak hidup menurut kebiasaan.

6. Hal yang berkaitan dengan alat-alat muzara’ah alat-alat tersebut

diisyaratkan berupa hewan atau yang lainnya dibebankan kepada

pemilik tanah.

Menurut Hanabilah, rukun muzara’ah ada satu, yaitu ijab dan

kabul, boleh dilakukan dengan lafazh apa saja yang menunjukkan adanya
57

ijab dan kabul dan bahkan muzara’ah sah dilafazhkan dengan lafazh

ijarah.

d. Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah

Manusia banyak yang mempunyai binatang ternak seperti kerbau,

sapi, kuda dan yang lainnya. Dia sanggup untuk berladang dan bertani

untuk mencukupi keperluan hidupnya, tetapi tidak memiliki tanah.

Sebaliknya, banyak di antara manusia mempunyai sawah, tanah, ladang,

dan lainnya, yang layak untuk ditanami (bertani), tetapi ia tidak memiliki

binatang untuk mengolah sawah dan ladangnya tersebut atau ia sendiri

tidak sempat untuk mengerjakannya, sehingga banyak tanah yang

dibiarkan dan tidak dapat menghasilkan.38

Muzara’ah dan mukhabarah disyari’atkan untuk menghindari

adanya pemilikan hewan ternak yang kurang bisa dimanfaatkan karena

tidak ada tanah untuk diolah dan menghindari tanah yang juga dibiarkan

tidak diproduksikan karena tidak ada yang mengolahnya.

Muzara’ah dan mukhabarah terdapat pembagian hasil. Untuk hal-

hal lainnya yang bersifat teknis disesuaikan dengan syirkah yaitu konsep

bekerja sama dalam upaya menyatukan potensi yang ada pada masing-

masing pihak dengan tujuan bisa saling menguntungkan. 39

2. Musaqah

a. Pengertian Musaqah

38
Hendi Suhendi, op.cit., h.159.

39
Ibid., h.160.
58

Musaqah dalam arti bahasa merupakan wazn mufa’alah dari kata

as-saqyu yang sinonimnya asy-syurbu, artinya memberi minum.40

Penduduk Madinah menamai musaqah dengan muamalah, yang


41
merupakan wazn mufa’alah dari kata ‘amila yang artinya bekerja

(bekerja sama).

Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di

mana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan

pemeliharaan sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu

dari hasil panen.

b. Dasar Hukum

Telah berkata Abu Ja’fat Muhammad bin Ali bin Husain bin Abu

Thalib r.a. bahwa Rasulullah SAW telah menjadikan penduduk khaibar

sebagai penggarap dan pemelihara atas dasar bagi hasil. Hal ini dilanjutkan

oleh Abu Bakar, Umar, Ali serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini

dengan rasio 1/3 dan ¼. Semua telah dilakukan oleh khulafaur rasayidiin

pada zaman pemerintahannya dan semua pihak yang telah mengetahuinya,

akan tetapi tidak seorang pun yang menyanggahnya.

Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan

tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk

dipelihara dengan menggunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai

imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.42

40
Ahmad Wardi Muslich, op.cit , h.404.

41
Wahbah Zuhaili, op.cit., Juz 5, h. 630
59

Musaqah menurut Hanafiyah sama dengan muzara’ah , baik

hukum maupun syarat-syaratnya. Menurut Imam Abu Hanifah dan Zufar,

musaqah dengan imbalan yang diambil dari sebagian hasil yang di

perolehnya, hukumnya batal, karena hal itu termasuk akad sewa-menyewa

yang sewanya dibayar dari hasilnya, dan hal tersebut dilarang oleh syara’,

sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi SAW. dari Rafi’ bin Khadij

bahwa Nabi SAW. bersabda:

‫ كوكل يكشكررشيكها برثكلك ر‬,‫ض فكشليكشزكرشعكها‬


‫ث كوكل بركربكرع كوكلبر ك‬
ِ‫طكعا رم كمكسكمى‬ َ‫ت لكهك أكشر ع‬
‫كمشن ككانك ش‬

Barangsiapa yang memiliki sebidang tanah , maka hendaklah ia


menanaminya, dan janganlah ia menyewakannya dengan sepertiga dan
tidak pula seperempat (dari hasilnya) dan tidak juga dengan makanan
yang disebutkan (tertentu). (Muttafaq ‘alaih)43

c. Rukun Musaqah

Rukun musaqah adalah:

1. Pihak pemasok tanaman

2. Pemeliharaan tanaman

3. Tanaman yang dipelihara

4. Akad44

d. Ketentuan Musaqah

Ketentuan musaqah adalah sebagai berikut:

42
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
h. 100.
43
Wahbah Zuhaili, loc.cit., Juz 5

44
Lihat pasal 266 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
60

1. Pemilik lahan wajib menyerahkan tanaman kepada pihak

pemelihara.

2. Pemelihara wajib memelihara tanaman yang menjadi tanggung

jawabnya.

3. Pemelihara tanaman disyaratkan memiliki keterampilan untuk

melakukan pekerjaan.

4. Pembagian hasil dari pemeliharaan tanaman harus dinyatakan secara

pasti didalam akad.

5. Pemeliharaan tanaman wajib mengganti kerugian yang timbul dari

pelaksanaan tugasnya jika kerugian tersebut disebabkan oleh

kelalaiannya.45

3. Mugharasah

a. Pengertian Mugharasah

Secara etimologis, mugharasah berarti transaksi terhadap pohon.

Menurut terminologis fiqh, al-mugharasah didefinisikan dengan

penyerahan tanah pertanian kepada petani yang ditanami atau penyerahan

tanah pertanian kepada petani yang pakar di bidang pertanian, sedangkan

pohon yang ditanam menjadi milik berdua (pemilik tanah dan petani).

Masyarakat Syam menamakannya dengan al-munashabah

(paruhan), karena tanah yang telah digarap menjadi milik mereka secara

bersama-sama dan masing-masing pihak mendapatkan bagian separuh.46

b. Hukum Akad Mugharasah


45
Lihat Pasal 267 s/d Pasal 270 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

46
Harun Nasroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 288.
61

Dalam menetapkan hukum akad al-mugharasah terdapat

perbedaan pendapat para ulama fiqh. Ulama Hanafiah mengatakan bahwa

penyerahan tanah kosong kepada petani dalam waktu tertentu untuk

ditanami pepohonan dengan ketentuan tanah dan pohon yang pepohonan

dengan ketentuan tanah dan pepohonan yang tumbuh di atasnya menjadi

milik berdua antara pemilik tanah dan petani penggarap, hukumnya tidak

boleh.

Ada tiga alasan yang menyebabkan ulama hanafiah menyatakan

bahwa akad al-mugharasah tidak dibolehkan, karena:

a. Dalam akad mugharasah disyaratkan perserikatan terhadap sesuatu

yang telah ada, yaitu tanah pertanian.

b. Dalam al-mugharasah, pemilik tanah menjadikan separuh dari

tanahnya sebagai upah bagi penggarap atas pekerjaan yang

dilakukan. Hal ini sama halnya dengan penggarap membeli separuh

dari tanah garapan yang ada dengan seluruhnya mengerjakan tanah

itu. Artinya, harga pembelian separuh harta pertanian itu merupakan

sesuatu yang mahjul (sesuatu belum pasti) di waktu akan

dilangsungkan.

c. Dalam al-mudharasah, pemilik tanah memberikan upah kepada

petani penggarap untuk menggarap tanah kosong menjadi kebun

yang produktif, dengan alat dan pekerjaan yang dilakukan, dan

sebagai imbalannya separuh tanah yang sudah menjadi kebun

produktif itu menjadi milik petani penggarap. Kerja sama seperti ini
62

termasuk akad fasid, karena akad ini termasuk ke dalam kategori

akad ijarah (upah-mengupah) dengan upah yang tidak jelas atau

tidak pasti, karenanya termasuk salah satu akad yang mengandung

gharar (tipuan).

F. Hal-hal yang Membatalkan Syirkah

Hal-hal yang membatalkan syirkah ada yang sifatnya umum dan berlaku

untuk semua syirkah, dan ada yang khusus untuk syirkah tertentu, tidak untuk

syirkah yang lain.47

1. Sebab-sebab yang membatalkan syirkah secara umum adalah sebagai

berikut.

a. Pembatalan oleh salah seorang anggota serikat. Hal tersebut

dikarenakan akad syirkah merupakan akad yang jaiz dan ghair lazim,

sehingga memungkinkan untuk di-fasakh.

b. Meninggalnya salah seorang anggota serikat.

Apabila salah seorang anggota serikat meninggal dunia, maka syirkah

menjadi batal atau fasakh karena batalnya hak milik, dan hilangnya

kecakapan untuk melakukan tasarruf karena meninggal, baik anggota

serikat yang lain mengetahuinya atau tidak.

c. Murtadnya salah seorang anggota serikat dan berpindah domisilinya

ke Darul Harb. Hal ini disamakan dengan kematian.

d. Gilanya peserta yang terus-menerus, karena gila menghilangkan status

wakil dari wakalah, sedangkan syirkah mengandung unsur walakah.

47
Ahmad Wardi Muslich. Op.cit.,h. 363.
63

e. Terjadi hal-hal yang dapat membuat akad menjadi fasid (rusak).

2. Sebab-sebab yang Membatalkan Syirkah secara Khusus

Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya syirkah secara khusus

adalah sebagai berikut.48

a. Rusaknya harta syirkah seluruhnya atau harta salah seorang anggota

serikat sebelum digunakan untuk membeli barang dalam syirkah

amwal.

b. Tidak terwujudnya persamaan modal dalam syirkah mufawadhah

ketika akad akan dimulai. Hal tersebut karena adanya persamaan

antara modal pada permulaan akad merupakan syarat yang penting

untuk keabsahan akad.

48
Ibid. h.364

Anda mungkin juga menyukai