“METODE PERUMPAMAAN”
“Disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah “Tafsir Pendidikan I”
Disusun Oleh:
KELOMPOK XI
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "METODE PERUMPAMAAN" dengan tepat
waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu yaitu Bapak Dr. Muhammad Nuh Siregar M.A pada mata
kuliah Tafsir Pendidikan I. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang metode
perumpamaan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL .....................................................................................................................................i
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tamtsil atau membuat perumpamaan merupakan gaya bahasa yang dapat menmpilkan
pesan yang berbekas pada hadis sanubari. Muhammad Mahmud Hujazi menyatakan bahwa
bentuk amtsal yang rumit merupakan inti sebuah kalimat yang sangat berdampak bagi jiwa
dan berbekas bagi akal. Oleh karena itu, Allah membuat perumpamaan bagi manusia bukan
binatang atau mahluk lainnya, agar manusia dapat memikirkan dan memahami rahasia serta
isyarat yang terkandng di dalamnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja yg terkandung dalam Surat Ibrahim Ayat 24-25
1
3. Untuk mengetahui apa saja yg terkandung dalam Surat Yunus Ayat 24
2
BAB II
PEMBAHASAN
METODE PERUMPAMAAN
A. Surat Ibrahim Ayat 24-25
س َما ِء
َّ ع ٍَا فِي ال ْ َ ط ِّيثَ ٍح أ
ُ صلُ ٍَا ثَا ِتدٌ ََفَ ْس َ ط ِّيثَحً َك
َ ٍش َج َسج َ ًَّللاُ َمثَال َك ِل َمح
َّ ب َ ض َس َ أَلَ ْم ذ ََس َكي
َ ْف
َاس لَ َعلَّ ٍُ ْم َيرَرَ َّك ُسَن ٍ ذُؤْ ذِي أ ُ ُكلَ ٍَا ُك َّل ِح
َّ ُيه ِتئِذْ ِن َز ِّت ٍَا ََ َيض ِْسب
ِ ََّّللاُ األ ْمثَا َل ِللى
Artinya :
Tidaklah kamu melihat bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya ke langit. Ia memberikan
buahnya pada setiap musim dengan seizin tuhannya. Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
1. Tafsir Al-Maraghi
Allah mengumpamakan kalimat yang baik itu dengan pohon yang baik, berbuah,
indah dipandang, harum baunya, tertancap kokoh didalam tanah, yang karenanya tidak
mudah tumbang dan cabang-cabangnya menjulang tinggi ke udara. Keadaan ini menunjukkan
kepada kokohnya pokok, kuatnya akar, dan jauhnya pohon dari benda-benda busuk yang ada
didalam tanah serta kotoran bangunan. Maka pohon itu mendatangkan buahnya yang bersih
dari segala kotoran, dan berbuah pada setiap musim dengan perintah serta izin penciptanya.
Jika seluruh sifat tersebut dimiliki oleh pohon itu, maka akan banyak manusia yang
menyukainya.
Allah mengumpamakan kalimat iman dengan sebuah pohon yang akarnya tetap kokoh
di dalam tanah dan cabang-cabangnya menjulang tinggi ke udara, sedang pohon itu berbuah
pada setiap musim. Hal ini disebabkan apabila hidayah telah bersemayam di dalam qalbu,
seakan sebuah pohon yang berbuah pada setiap musim, karena buahnya tidak pernah terputus.
Setiap qalbu menerima dari qalbu serupa dan mengambil dengan cepat, lebih cepat daripada
kobaran api pada kayu bakar yang kering.
Orang-orang yang berjiwa luhur dan para pemikir besar adalah orang-orang yang
memiliki kalimat yang baik, ilmu mereka memberikan nikmat dan rezeki kepada umat
mereka didunia. Ilmu mereka tetap kokoh didalam hati mereka, sedang cabang-cabangnya
3
menjalar ke alam-alam tertinggi atau alam terendah, dan pada setiap masa memberikan
buahnya kepada putra-putra bangsa mereka atau putra bangsa lain. Orang-orang mukmin
menggunakannya sebagai penunjuk jalan. Sungguh perumpamaan mereka seperti pohon
kurma yang tetap tertanam, sedang cabang-cabangnya menjulang tinggi, disamping ia selalu
berbuah dan manusia memakannya dimusim panas atau musim dingin.1
2. Tafsir Al-Mishbah
Ayat ini mengajak siapapun yang dapat melihat, yakni merenung dan memperhatikan,
dengan masyarakat: tidakkah kamu melihat, yakni memperhatikan bagaimana Allah telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik?. Kalimat itu seperti pohon yang baik, akarnya
teguh menghunjam ke bawah sehingga tidak dapat dirobohkan oleh angin dan cabangnya
tinggi menjulang ke langit, yakni ke atas. Ia memberikan buahnya pada setiap waktu, yakni
musim dengan seizin Tuhannya sehingga tidak ada satu kekuatan yang dapat menghalangi
pertumbuhan dan hasilnya yang memuaskan. Demikian Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan, yakni memberi contoh dan perumpamaan untuk manusia supaya dengan
demikian makna-makna abstrak dapat ditangkap melalui hal-hal konkret sehingga mereka
selalu ingat.
1
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz 13, (Semarang: CV. Thoha Putra,
1994), hlm. 277.
4
Ulama juga berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan kalimat yang baik.
Ada yang berpendapat bahwa ia adalah kalimat Tauhid, atau iman, bahkan ada yang
memahaminya menunjuk kepada pribadi seorang mukmin. Iman terhunjam ke dalam hatinya,
seperti terhunjamnya akar pohon, cabangnya menjulang ke atas, yakni amal-amalnya diterima
oleh Allah, buahnya, yakni ganjaran Ilahi pun bertambah setiap saat. Thahir Ibn „Asyur
memahaminya dalam arti al-Quran dan petunjuk-petunjuknya. Thabathaba‟i memahaminya
dalam arti kepercayaan yang haq. Makna-makna diatas semuanya dapat bertemu. Agaknya
secara singkat kita dapat menyatakan bahwa ia adalah Kalimat Tauhid.2
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan kalimat
yang baik ialah ucapan “Laailaha Illallah”. Dan bahwa orang mukmin diumpamakan sebagai
pohon yang baik, yang selalu tidak terputus-putus amalnya, pada waktu pagi, sore atau
malam, bahkan pada setiap saat ada amal shalehnya yang naik ke atas. Diriwayatkan oleh
Bukhari dari Ibnu Umar yang bercerita; bahwa Rasulullah pada suatu ketika bertanya kepada
kita yang berada di sekelilingnya “Beritahulah aku tentang sebuah pohon yang sifat-sifatnya
menyerupai keadaan orang-orang muslim, yang tidak rontok daun-daunnya pada musim
panas maupun musim dingin dan memberikan (menghasilkan) buahnya tiap waktu seizin
Tuhannya”. “Itulah pohon kurma”, Rasulullah menjawab sendiri pertanyaannya.3
ٍ ظلُ َما
ِ خ ََل يُث
َْص ُسَن ُ ُز ٌِ ْم ََذ ََس َك ٍُ ْم فِي
ِ َُّللاُ تِى
َّ َةَ ٌَخ َما َح ُْلًَُ ذ َ َ َازا فَلَ َّما أ
ْ ضا َء ً َمثَلُ ٍُ ْم َك َمث َ ِل الَّرِي ا ْسر َُْقَدَ و
Artinya : Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka,
dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Surat Al-Baqarah ayat 17 dalam Kitab Tafsir Jalalain menceritakan bahwa sifat
kemunafikan orang-orang munafik Madinah diumpamakan seperti orang yang menghidupkan
api dalam kegelapan. Ketika api menyala dan menerangi sekitarnya, ia dapat melihat,
menghangatkan diri, dan memelihara diri dari bahaya. Allah lalu memadamkan api tersebut
2
M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:Lentera Hati, 2002)
hlm. 51-52 .
3
H. Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsier jilid 4, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1988) hlm. 486-487.
5
dan membiarkan mereka tidak dapat melihat sekitar mereka pada kegelapan seraya bingung
akan jalan dan takut. Demikian mereka (orang-orang munafik) yang selamat karena
menyatakan kalimat keimanan. Ketika mereka wafat, ketakutan dan azab menyelimuti
mereka. (Tafsirul Jalalain).
Al-Baghowi dalam tafsirnya, Ma‟alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta‟wil, mengutip
pandangan Ibnu Abbas RA, Qatadah, Muqatil, Ad-Dhahhak, dan As-Suddi bahwa Surat Al-
Baqarah ayat 17 turun terkait dengan keadaan orang-orang munafik. Orang-orang munafik
diumpamakan seperti orang menyalakan api di tengah malam gelap pada sebuah tanah
terbuka. Dengan api itu, ia dapat menghangatkan diri, melihat, dan menjaga diri dari bahaya
yang dikhawatirkan. Ketika sedang asik demikian, api mendadak padam sehingga ia tinggal
berputar-putar dan bingung dalam kegelapan.
Atha dan Muhammad bin Ka‟ab mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 17 ini turun
tentang orang-orang Yahudi Madinah yang menanti kedatangan nabi akhir zaman (Nabi
Muhammad SAW) dan penaklukannya atas musyrikin Arab. Tetapi ketika Rasulullah SAW
hadir di tengah mereka, mereka mengingkari Rasulullah. (Al-Baghowi). Ibnu Katsir dalam
tafsirnya menceritakan bahwa Allah mengumpamakan mereka yang membeli kesesatan
6
dengan petunjuk dan menukar mata batin dengan kebutaan seperti orang yang menyalakan
api.
Ketika api menerangi sekitarnya, ia mengambil manfaat dari api tersebut, melihat
kanan dan kiri, dan merasa nyaman dengan api tersebut, tiba-tiba api itu padam sehingga ia
mendadak berada pada kegelapan, tanpa melihat, dan tanpa memiliki petunjuk apapun.
Dalam kondisi demikian, ia juga tuli sehingga tidak mendengar, bisu sehingga tidak
dapat berbicara, dan buta sehinga tetap tak dapat melihat meski diterangi berbagai cahaya.
Oleh karena itu, ia tidak dapat kembali pada kondisi semula. Demikianlah kondisi orang-
orang munafik yang lebih memilih kesesatan daripada petunjuk ilahi. Perumpamaan ini
menjadi tanda bahwa mereka awalnya beriman, tetapi kemudian memilih kufur sebagaimana
Allah tunjukkan pada ayat lain.
Ibnu Katsir juga mengutip pandangan Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya dari As-
Suddi bahwa perumpamaan pada Surat Al-Baqarah ayat 17 merupakan puncak perumpamaan
karena mereka awalnya dengan keimanan itu mengupayakan cahaya, kemudian dengan
kemunafikan membatalkan cahaya tersebut. Dengan itu, mereka terjatuh pada kebingunan
besar karena tiada kebingungan yang lebih besar daripada kebimbangan dalam masalah
agama.
As-Suddi dalam tafsirnya, seperti dikutip Ibnu Katsir, mengutip pendapat Ibnu Abbas,
Murrah, Ibnu Mas‟ud, dan sejumlah sahabat mengenai Surat Al-Baqarah ayat 17 yang
bercerita bahwa sekelompok orang memeluk Islam di hadapan Nabi Muhammad SAW di
Madinah. Kemudian mereka bersikap munafik. Demikianlah keadaan mereka seperti orang
yang menyalakan api di kegelapan… Wallahu a‟lam.4
ُ خ ْاأل َ ْز
ض ُ َّض مِ َّما يَأ ْ ُك ُل الى
ِ َاس ََ ْاأل َ ْو َعا ُُ َحر َّ ٰٰ ِإذَا أ َ َخر ِ ظ ِت ًِ وَثَاخُ ْاأل َ ْز
َ َاخرَل َّ ِإوَّ َما َمث َ ُل ْال َحيَاجِ الدُّ ْويَا َك َماءٍ أ َ ْوزَ ْلىَايُ مِ هَ ال
ْ َس َماءِ ف
َُ َ َ َ
ُُ ِِ ََٰ ِلَ نَ ل َْْ َ ْ َ ْ َ ْ ََ ً َ َ َ ْ َ َ َ ً َ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َ َ َّ َّ َ ْ َ َ َّ َ ْ ُ َ َ َّ ُ ْ َ ُ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ ْ ا
ِ زخرفها وازينت وظن أهلها أنهم ق ِادرون عليها أتاها أمرنا ليًل أو نهارا فجعلناها َ ِِيًا ََن لم تْن ِِاْم
َ َّ َ َ َ
ات ِلق ْو ٍم َيتَك ُرون َ ْ
ِ اْلي
4
https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-17-Syqw6 (diakses pada 01 Juli 2022, pukul
07.38)
7
Artinya : Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air
(hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu
tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga
apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan
pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah
kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya)
laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin.
Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.
a) Tafsir Jalalayn
8
kebaikannya, tiba-tiba datang keputusan Kami untuk mematikannya. Sehingga Kami jadikan
itu semua laksana sesuatu yang telah dipanen, seakan-akan tidak pernah berpenghuni dan
tidak pernah menjadi bagus sebelumnya. Maka pada kedua keadaan itu--yaitu keelokan yang
menggembirakan manusia kemudian disusul dengan kehilangan dan kemusnahan
sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dengan tamsil yang jelas ini--Allah menjelaskan
ayat-ayat dan merinci segala hukum dan bukti-bukti yang ada di dalamnya kepada kaum yang
berpikir dan berakal(1). (1) Ayat ini menunjuk pada suatu hakikat yang mulai
memperlihatkan tanda-tandanya, yaitu bahwa manusia mampu menggunakan ilmu
pengetahuan untuk kepentingannya dan dengannya manusia mampu mewujudkan tujuannya.
Sehingga apabila hakikat ini telah mendekati kesempurnaannya, dan manusia mengira bahwa
dia merasa telah sampai pada puncak pengetahuan, maka ketentuan Allah akan datang.5
a. Tafsir Jalalayn
Keadaan orang-orang yang mendustakan dan tunduk kepada selain Allah--dalam hal
kelemahan dan ketergantungan mereka kepada yang tidak dapat dijadikan sebagai tempat
bergantung--adalah bagaikan laba-laba yang menjadikan rumahnya sebagai tempat
5
https://tafsirq.com/10-yunus/ayat-24 (diakses pada 01 Juli 2022, pukul 08.15)
9
berlindung. Rumahnya adalah rumah yang paling lemah dan sama sekali tidak layak untuk
dijadikan sebagai tempat berlindung. Kalau seandainya orang-orang yang mendustakan
adalah orang-orang yang berilmu, niscaya mereka tidak akan melakukannya. Sarang
laba-laba yang dijadikan sebagai tempat tinggal dan perangkap untuk menangkap mangsanya,
memang pembuatannya sangat rumit, karena terbuat dari benang-benang yang sangat halus
yang melebihi halusnya sutera. Kehalusan sarang laba-laba inilah yang membuat susunannya
menjadi rumah paling lemah yang dijadikan tempat berlindung oleh hewan apa pun.6
6
https://tafsirq.com/29-al-ankabut/ayat-41 (diakses pada 01 Juli 2022, pukul 09.24)
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Makalah ini sangat bermanfaat untuk kita pelajari,kita fahami dan kita telaah untuk
menambah ilmu kita dalam memahami Tafsir Pendidikan I. Bila ada kekurangan dari
makalah ini, kami mohon saran dari dosen pembimbing dan para teman-teman untuk
kesempurnaan makalah ini, Terima kasih
11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz 13. Semarang: CV. Thoha
Putra. 1994.
Bahreisy, H. Salim Bahreisy dan Said. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsier jilid 4. Surabaya:
Bina Ilmu. 1988.
12