Anda di halaman 1dari 40

Amarodin : Tela’ah Tafsir“

TELA’AH TAFSIR QS. AN-NAHL AYAT 78 DAN


ANALISISNYA

Amarodin

Dosen Pendidikan Agama Islam


STAI Diponegoro Tulungagung, Jl. RA.Kartini No.46 Tulungagung;
e-mail: amarodin86@gmail.com
ABSTRAK
Walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang tak lepas dari manusia
yang selalu berfikir dan belajar mengembangkan inovasi dan kreasi dari zaman ke
zaman, dalam proses belajar dan berfikir manusia mempunyai alat atau potensi
yang menunjang terciptanya inovasi dan kreasi, yang kesemua itu diberikan oleh
Allah Swt kepada kita manusia saat proses penciptaan, potensi itu berupa
penglihatan, pendengaran, dan hati atau bisa disebut akal yang menunjang proses
belajar dan mengajar. Akan tetapi semuanya itu diberikan oleh Allah dengan
bertahap.Dijelaskan oleh Allah melalui ayat-ayat Al-Qur’an .diantaranya Al-
Qur’an surat An-Nahl ayat 78. ayat-ayat Al-Qur’an dengan aspeknya dan
menyingkap seluruh maksudnya, menunjukan bahwa konsep belajar dalam surat
An-Nahl ayat 78 memenuhi konsep dasar pendidikan Islam, yaitu tauhid dan
pendidikan akhlak. Konsep belajar dalam surat An-Nahl ayat 78 adalah upaya
sadar dan terencana untuk menjadikan peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi pendengaran, penglihatan, dan hatinya untuk memperoleh pengetahuan
agar menjadi manusia yang pandai bersyukur.
Kata Kunci: Surat An-Nahl ayat 78, Ayat-Ayat Al-Qur’an

22 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021


Amarodin : Tela’ah Tafsir“

PENDAHULUAN
Bayi manusia lahir dengan keadaan lemah dan dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun yang kelak disusui ibu, dirawat, dibesarkan, dan diberi
pendidikan hingga menjadi kuat dan cerdas Allah menurunkan QS. An –Nahl
(18): 78 untuk memberitahukan kepada manusia bahwa dalam dirinya terdapat
potensi-potensi yang besar. Dalam surat ini disebutkan bahwa manusia dibekali
alat indera untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya, dalam artian digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam ayat ini terdapat ajakan untuk mengembangkan potensi edukasi
yang kita miliki, dengan mengembangkan potensi-potensi yang kita miliki maka
kita akan lebih bersyukur kepada Allah dengan segala kemurahan-Nya. Manusia
dilahirkan tanpa pengetahuan sedikitpun. Pengetahuan dimaksud adalah yang
bersifat kasbiy, yakni pengetahuan yang diperoleh manusia melalui upaya
manusiawinya. Meski demikian, manusia tetap membawa fitrah kesucian yang
melekat pada dirinya sejak lahir, yakni fitrah yang menjadikannya ‘mengetahui’
bahwa Allah Maha Esa.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah: Pertama, Faktor
keluarga. Tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga terutama orang tua mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan anaknya. Orangtua hendaknya
sudah mulai mengajari dan menggali potensi anaknya sejak kecil dan
memasukkan nilai nilai religius dalam keseharian keluarganya.
Kedua, Faktor Lingkungan. Lingkungan di sekitar tempat tinggal anak juga
mempengaruhi perkembangan fisik dan psikis anak. Hal ini dikarenakan anak
mempunyai kecendrungan untuk meniru apa yang dilihatnya. Disinilah letak
23 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

peranan orang tua agar selalu memperhatikan kagiatan anaknya dan


memperingatkanrnya ketika dia melakukan kesalahan.
Makalah ini mencoba mendeskripsikan penafsiran ayat tarbawi khususnya
pada surat an-nahl ayat 78, tentang potensi-potensi peserta didik yang
mempengaruhi proses pendidikan agama Islam.
PEMBAHASAN
MUNASABAH AYAT
Secara etimologi, munasabah berarti al-musyakalah (‫ )المشكلةخ‬dan al-

mugharabah (‫ )المغرثكخ‬yang berarti ‚saling menyerupai dan saling mendekati‛.1


Salain arti itu, berarti pula ‚persesuaian, hubungan atau relevansi‛.
Secara terminologis, munasabah adalah adanya keserupaan dan kedekatan
di antara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan.
Hubungan tersebut bisa berbentuk keterikatan makna ayat-ayat dan macam-
macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, seperti hubungan sebab
musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan. Munasabah juga
dapat dalam bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian.Pengetahuan tentang
munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami keserasian antar makna,
mukjizat Al-Qur’an, kejelasan keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya
dan keindahan gaya bahasannya.2
ُ‫ع‬
َ ‫م‬
ْ ‫الس‬
َّ ُ‫ل لَلم‬
َُ ‫ج َع‬ َ َُ‫م لَُ تَ ْعةَمىن‬
َ ‫ش ْي ًئب َو‬ ُْ ‫ىن أ َّم َهبتِل‬
ُِ ‫ه ثط‬
ُْ ‫م ِم‬
ُْ ‫جل‬ ْ َ‫َوالةَّهُ أ‬
َ ‫خ َر‬
)٨٧( َُ‫شلر ْون‬ ُْ ‫اْل َ ْفئِ َد َُح لَ َعةَّل‬
ْ َ‫م ت‬ َ ‫اْل َ ْث‬
ْ ‫صب َُر َو‬ ْ ‫َو‬
‚Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati agar kamu bersyukur.‛ (QS. An-Nahl: 78).3
1
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 91.
2
Manna’ Khalil al-Qattan, hlm. 138
3
Departemen Agama RI, hlm.276.
24 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Dalam surat An-Nahl ayat 78 itu memiliki munasabah (korelasi) dengan ayat
sebelum dan sesudahnya, yaitu ayat 77 dan 79 yang berbunyi:
ُ‫ص ُِر أَ ُْو ه َى‬
َ َ‫حِ ا ْلج‬
ُ‫م‬ْ َ‫خ إِل َكة‬
ُِ ‫بع‬
َ ‫الس‬
َّ ُ‫ض َو َمب أَ ْمر‬
ُِ ‫اْلر‬
ْ ‫د َو‬ُِ ‫مب َوا‬
َ ‫الس‬
َّ ُ‫ه غَ ُْيت‬ ُِ َّ ‫َولِة‬
)٨٨( ُ‫يءُ َق ِدير‬ ْ ‫ش‬َ ‫ل‬ُِ ‫ه َعةَى ك‬ َُ َّ ‫أَ ْق َرةُ إِنَُّ الة‬
Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan dibumi tidak
adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejab mata atau lebih cepat (lagi)
sesungguhnya Allah Maha Kuasa Atas segala sesuatu.‛ )QS. An-Nahl: 77).4
Sementara itu, dalam ayat selanjutnya Allah SWT. berfirman sebagai
berikut:
َُّ‫ه إِل الةَّهُ إِن‬
َُّ ‫سله‬ ْ ‫مب ُِء َمب ي‬
ِ ‫م‬ َُ ‫الس‬
َّ ‫ج ُِى‬
َ ‫خ َرادُ فِي‬
َّ ‫س‬ ُْ َ‫أَل‬
َ ‫م يَ َر ْوا إِلَى الط َّ ْي ُِر م‬
)٨٧(ُ َ‫كُآليَبدُلِ َق ْىمُي ْؤ ِمنىن‬
َُ ِ‫فِي َذل‬

‚Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang


diangkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman‛. )QS. An-Nahl: 79).5
Munasabah yang ada di antara dua ayat ini dijelaskan, bahwa setelah
Allah mengumpamakan berhala dan orang-orang kafir sebagai sesuatu yang bisa
dan lemah. Selain itu, Allah SWT. mengumpamakan dirinya dengan orang yang
menyuruh melakukan keadilan dan dia sendiri berada di atas jalan yang lurus,
tidak mungkin orang itu dapat melakukan hal tersebut, kecuali jika dia seorang
yang sempurna ilmu dan kekuasaan. Dalam ayat-ayat ini dijelaskan apa yang
memberikan kesempurnaan ilmu dan kekuasaannya. Maka dijelaskan, bahwa
pengetahuan tentang perkara ghaib yang ada di langit dan di bumi hanya pada
sisinya. Dijelaskan pula apa yang membuktikan kesempurnaan kekuasaannya,

4
Ibid.
5
Ibid.
25 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

maka dijelaskan bahwa kebangkitan kiamat secepat kedipan mata atau


lebih cepat dari itu. Ayat ini secara tegas menjelaskan kekuasaan Allah dan
hikmah-Nya, sebab Allah SWT. menciptakan manusia dalam bentuk yang
beragam, sebagai bukti kekuasaannya. Selanjutnya Allah kembali menjelaskan
dalil-dalil tauhid, dan bahwa Dialah yang berbuat dan berkuasa penuh. Dan
sebagian dari jelasnya kesempurnaan kekuasaaan dan kebijaksanaannya adalah
menciptakan manusia dalam berbagai perkembangannya, kemudian burung yang
ditundukkan untuk terbang di antara langit dan bumi serta bagaimana Dia
menjadikannya bisa terbang di angkasa tanpa ada yang menahannya selain Dia
dengan kesempurnaan kekuasaannya.
Bentuk munasabah yang ada dalam Surat An-Nahl ayat 78 adalah berupa
munasabah antar ayat, yaitu munasabah atau persambungan antara ayat yang satu
dengan ayat yang lain yang dalam kajian ini munasabah terjadi dengan ayat
sebelumnya, yakni ayat 77 dan 79. Munasabah ini berbentuk persambungan
dengan cara diatafkannya Surat An-Nahl ayat 78 dengan ayat 77 dan 79 dengan
menggunakan huruf ataf, yaitu huruf wawu (‫) و‬. Sedangkan pada ayat 79
memiliki hubungan dengan Surat An-Nahl dari segi isinya, yang sama-sama
menunjukkan kebesaran dan kekuasan Allah dalam menciptakan makhluk-Nya.
Disamping itu, kesesuaian kedua ayat tersebut dapat dilihat dari kandungannya,
sebab ayat 77 dan 79 Surat An-Nahl sama-sama menjelaskan mengenai
kesempurnaan kekuasaan Allah dan ayat 78 Surat An-Nahl menjelaskan tentang
bukti dari kekuatan Allah berupa penciptaan manusia dalam berbagai
perkembangannya serta burung yang ditundukkan untuk terbang di antara langit

26 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021


Amarodin : Tela’ah Tafsir“

dan bumi serta bagaimana Dia menjadikannya bisa terbang diangkasa dengan
kesempurnaan kekuasaannya. .
TELAAH TAFSIR QS. AN-NAHL AYAT 87
ُ‫ل لَلم‬ َ َُ‫م لَُ تَ ْعةَمىن‬
َ ‫ش ْي ًئب َو‬
َُ ‫ج َع‬ ُْ ‫ىن أ َّم َهبتِل‬
ُِ ‫ه ثط‬
ُْ ‫م ِم‬
ُْ ‫جل‬ ْ َ‫َوالةَّهُ أ‬
َ ‫خ َر‬
)٨٧( َُ‫شلر ْون‬ ُْ ‫اْلَ ْفئِ َد َُح لَ َعةَّل‬
ْ َ‫م ت‬ َ ‫اْل َ ْث‬
ْ ‫صب َُر َو‬ ْ ‫ع َو‬
َُ ‫م‬
ْ ‫الس‬
َّ
‚Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati agar kamu bersyukur.‛ (QS. An-Nahl: 78).6
Diantara tafsir-tafsir tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Tafsir At-Tabary7

‫ْ ِٓ ثعذ ِب‬ٍّٛ‫ا رع‬ٛٔٛ‫ أعٍّىُ ِب ٌُ رى‬ٌٝ‫هللا رعب‬ٚ :ٖ‫ روش‬ٌٝ‫ي رعب‬ٛ‫م‬٠


‫ال‬ٛ‫ فشصلىُ عم‬،ٍّْٛ‫ال رع‬ٚ ‫ئب‬١‫ْ ش‬ٍٛ‫برىُ ال رعم‬ِٙ‫ْ أ‬ٛ‫أخشجىُ ِٓ ثط‬
‫ا‬ٛٔٛ‫ب ِب ٌُ رى‬ٙ‫ثظَّشوُ ث‬ٚ ‫ش ِٓ اٌش ّش‬١‫ب اٌخ‬ٙ‫ْ ث‬ٚ‫ض‬١ّ‫ر‬ٚ ، ‫ب‬ٙ‫ْ ث‬ٛٙ‫رفم‬
ُ‫فمٗ ثعؼى‬١‫ ف‬،‫اد‬ٛ‫ْ ثٗ األط‬ٛ‫ رغّع‬ٞ‫جعً ٌىُ اٌغّع اٌز‬ٚ ،ْٚ‫رجظش‬
‫ب‬ٙ‫ْ ث‬ٚ‫ رجظش‬ٟ‫األثظبس اٌز‬ٚ ُ‫ٕى‬١‫ْ ثٗ ث‬ٚ‫س‬ٚ‫عٓ ثعغ ِب رزحب‬
.‫ب ثعؼب ِٓ ثعغ‬ٙ‫ْ ث‬ٚ‫ض‬١ّ‫ر‬ٚ ‫ب‬ٙ‫ْ ث‬ٛ‫األشخبص فززعبسف‬
‫ب‬ٙٔٛ‫بء فزحفظ‬١‫ب األش‬ٙ‫ْ ث‬ٛ‫ رعشف‬ٟ‫ة اٌز‬ٍٛ‫اٌم‬ٚ :‫ي‬ٛ‫م‬٠ ) َ‫األ ْفئِ َذح‬َٚ (
َ ‫( ٌَ َعٍَّ ُى ُْ رَ ْش ُىش‬.‫ب‬ٙ‫ْ ث‬ٛٙ‫ْ فزفم‬ٚ‫رفىش‬ٚ
،ُ‫ فعٍٕب رٌه ثى‬:‫ي‬ٛ‫م‬٠ ) ُْٚ
،‫األٔذاد‬ٚ ‫خ‬ٌٙ٢‫ْ ا‬ٚ‫ د‬،‫ىُ ِٓ رٌه‬١ٍ‫ ِب أٔعُ ثٗ ع‬ٍٝ‫ا هللا ع‬ٚ‫فبشىش‬

6
Ibid.
7
Imam at-Tabari nama lengkapnya, Muhammad bin Jarir bin Yazid Khalid bin Kasir Abu
Ja’far Al-Tabariyat–Tabari berasal dari Amol, lahir dan wafat di Baghdad. Dilahirkan 224
Hijriyah dan wafat 310 Hijriyah. Ia adalah seorang Ulama yang sulit dicari bandingnya, banyak
meriwayatkan hadits, luas pengetahuannya dalam bidang penukilan dan pentarjihan
(penyeleksian untuk memilih yang kuat), riwayat-riwayat, serta mampunyai pengetahuan yang
luas dalam bidang sejarah para tokoh dan berita umat terdahulu. Beliau juga seorang ahli tafsir
yang terkemuka dimana para ulama berkompeten sependapat bahwa belum pernah disusun
sebuah kitab tafsir pun yang menyamainya. Judul kitab tafsir beliau ialah Jami' al-bayan fi
Tafsir al-Qur’an.Tafsir ini terkenal dengan tafsir bi al-ma'tsur dan didasarkan atas riwayat-
riwayat dari Rasulullah SAW., para shahabat dan tabiin. Tafsir ini terdiri atas tiga puluh jilid
dan menjadi referensi utama serta pokok bahasan bagi tafsir-tafsir berikutnya. Kendatipun
demikian, tafsirnya berisi kisah atau riwayat yang tidak shahih, termasuk apa yang disebut
israiliyat. ( al-Qahtan, Mabahis, 388-390 ).
27 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

ِٓ ُ‫ى‬١ٍ‫ّب أٔعُ ثٗ ع‬١‫ىٓ ٌٗ ف‬٠ ٌُٚ ،‫ اٌشىش‬ٟ‫فجعٍزُ ٌٗ ششوبء ف‬


َ ُّ ٍَ‫َبرِ ُى ُْ ال رَ ْع‬َِّٙ ُ‫ ِْ أ‬ُٛ‫هللاُ أَ ْخ َش َج ُى ُْ ِِ ْٓ ثُط‬
ْٛ َّ َٚ ( ٌٗٛ‫ل‬ٚ .‫ه‬٠‫ٔعّٗ شش‬
‫جعً هللا ٌىُ اٌغّع‬ٚ :ً١‫ فم‬،‫ ثُ اثزذا اٌخجش‬،ٖ‫ئًب ) والَ ِزٕب‬١ْ ‫َش‬
ً‫ روشٖ جع‬ٌٝ‫ ألْ هللا رعب‬،‫إّٔب لٍٕب رٌه وزٌه‬ٚ .‫األفئذح‬ٚ ‫األثظبس‬ٚ
ْٛ‫ُ ِٓ ثط‬ٙ‫خشج‬٠ ْ‫األفئذح لجً أ‬ٚ ‫األثظبس‬ٚ ‫اٌغّع‬ٚ ‫اٌعجبدح‬
ْٛ‫ُ ِٓ ثط‬ٙ‫اٌعمً ثعذ ِب أخشج‬ٚ ٍُ‫إّٔب أعطبُ٘ اٌع‬ٚ ،ُٙ‫بر‬ِٙ‫أ‬
8
.ُٙ‫بر‬ِٙ‫أ‬
 Allah SWT berfirman: ‚Dan Allah Ta’ala telah memberitahukan kepada
kalian apa yang tidak kalian ketahui setelah Dia mengeluarkan kalian dari
perut ibumu tidak memahami dan tidak mengetahui sesuatupun, maka Dia
memberi kalian akal yang dengannya kalian dapat memahami dan dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, memperlihatkan
sesuatu yang belum dilihatnya dan menjadikan pendengaran bagi kalian
yang dapat mendengar suara-suara, sehingga sebagian kalian dapat
memahami dari sebagian yang lain apa yang saling kalian perbincangkan
diantara kalian, menjadikan penglihatan, yang dengan itu kalian dapat
melihat orang-orang, sehingga kalian dapat saling mengenal dan
membedakan antara sebagian dengan sebagian yang lain.
 ‚Dan hati‛, Allah berfirman: Dan hati yang dengannya kalian dapat
mengetahui sesuatu dan dapat menjaga serta memahaminya.
 ‚Supaya kamu sekalian bersyukur‛, dan dikatakan oleh karena itu kita
melajujan hal tersebut¸ maka bersyukurlah kepada Allah terhadap nikmat
yang diberikan kepadamu selain tuhan dan musuh-musuh maka Allah
menjadikan pada kamu perkumpulan dalam hal bersyukur dan Dia tidak
menjadikan kepadamu nikmat dari nikmat-nikmat-Nya yang banyak. Dan
Allah berfirman ‚Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun‛: perkataan yang tidak
diketahui/ dipahami. Kemudian menjadi permulaan kabar, maka
dikatakan: dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati.
Dan sesungguhnya dikatakan seperti itu karena sesungguhnya Allah ta’ala
menjadikan hambanya, pendengaran, penglihatan, dan hati sebelum
mengeluarkan mereka dari perut ibu mereka, dan sesungguhnya Allah
8
Ibid.
28 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

memberi ilmu dan akal setelah mengeluarkan mereka dari perut ibu
mereka.
Dari tafsir tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa manusia
tidak mengetahui segala sesuatu pun sebelum dikeluarkan dari perut ibunya,
setelah ia dikeluarkan dari perut ibunya Allah memberikan kemampuan kepada
manusia yaitu berupa pendengaran, penglihatan dan hati. Pendengaran yang
berfungsi sebagai alat untuk mendengarkan suara-suara sehingga manusia dapat
mengerti dan memahami sesuatu yang diperbincangkan antara satu orang dengan
yang lainnya, penglihatan yaitu berfungsi sebagai alat untuk melihat segala
sesuatu sehingga manusia dapat mengenal satu sama lain, dapat melihat
bentuk,warna dan lain sebagainya, serta Allah memberikan hati (akal) yang
dengan akal tersebut manusia dapat memahami mana yang baik dan mana yang
buruk, dan dengan akal manusia dapat berpikir dan dapat memperoleh ilmu,
Maka atas nikmat Allah yang diberikan kepada manusia tadi agar manusia
bersyukur kepada Allah.
2. Tafsir Ibnu Katsir9
ُٙ‫بر‬ِٙ‫ْ أ‬ٛ‫بُ٘ ِٓ ثط‬٠‫ إخشاجٗ إ‬ٟ‫ ف‬،ٖ‫ عجبد‬ٍٝ‫ ٔعّزٗ ع‬ٌٝ‫ثُ روش رعب‬
،‫اد‬ٛ‫ْ األط‬ٛ‫ذسو‬٠ ٗ‫ ث‬ٞ‫ اٌغّع اٌز‬ٌٝ‫ُ رعب‬ٙ‫شصل‬٠ ‫ ثُ ثعذ ٘زا‬،‫ئًب‬١‫ْ ش‬ٍّٛ‫ع‬٠‫ال‬
‫ ِشوض٘ب‬ٟ‫اٌز‬-‫ي‬ٛ‫ اٌعم‬ٟ٘ٚ- ‫األفئذح‬ٚ ،‫بد‬١‫ْ اٌّشئ‬ٛ‫حغ‬٠ ‫ب‬ٙ‫ ث‬ٟ‫األثظبس اٌالر‬ٚ
.‫ب‬ٙ‫ٔبفع‬ٚ ‫بء ػبس٘ب‬١‫ٓ األش‬١‫ض ث‬١ّ٠ ٗ‫اٌعمً ث‬ٚ ‫ اٌذِبغ‬:ً١‫ل‬ٚ ،‫ح‬١‫ اٌظح‬ٍٝ‫اٌمٍت ع‬

9
Tafsir ini ditulis oleh Ismail bin Anwar bin Katsir al-Dimasqy (w. 1372 M. ) dengan judul
Tafsir al-Qur’an al-'Adhim. Tafsir ini ditulis dalam gaya yang sama dengan Tafsir Ibnu Jarir
al-Tabari. Tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang paling terkenal, barang kali tafsir
lebih dekat dengan al-Tabari, tafsir ini termasuk tafsir bi al-Ma'tsur. Tafsir ini menggunakan
sumber-sumber primer dan menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan bahasa yang sederhana
dan gampang dipahami. Tafsir ini lebih mementingkan riwayat-riwayat yang otentik dan
menolak pengaruh-pengaruh asing seperti Israiliyat. Tafsir ini salah satu kitab yang berkualitas
dan otentik. Kitab ini telah dicetak beberapa kali dan edisi ringkas telah dipublikasikan, tetapi
disuting oleh Muhammad Ali al-Shabuni. Tafsir ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris pengarangnya juga seorang ahli hadits dan sejarawan. (Syahtat, ‘Ulum al-Tafsir, (al-
Qahirah : Dar as-Syuruq, t.t), 195-202.
29 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

ٟ‫ذ ف‬٠‫ال وٍّب وجش ِص‬١ٍ‫ال ل‬١ٍ‫ج ل‬٠‫ اٌزذس‬ٍٝ‫اط رحظً ٌإلٔغبْ ع‬ٛ‫اٌح‬ٚ ٜٛ‫٘زٖ اٌم‬ٚ
ٖ‫جٍػ أشذ‬٠ ٝ‫عمٍٗ حز‬ٚ ٖ‫ثظش‬ٚ ٗ‫عّع‬.
ٓ١‫غزع‬١‫ ف‬،ٌٝ‫ب ِٓ عجبدح سثٗ رعب‬ٙ‫زّىٓ ث‬١ٌ ،ْ‫ اإلٔغب‬ٟ‫ ٘زٖ ف‬ٌٝ‫إّٔب جعً رعب‬ٚ
ٓ‫ ع‬،ٞ‫ح اٌجخبس‬١‫ طح‬ٟ‫ وّب جبء ف‬،ٖ‫ال‬ِٛ ‫ ؽبعخ‬ٍٝ‫ح ع‬ٛ‫ل‬ٚ ٛ‫عؼ‬ٚ ‫ثىً جبسحخ‬
ٜ‫ ِٓ عبد‬:ٌٝ‫ي رعب‬ٛ‫م‬٠" :‫عٍُ أٔٗ لبي‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ع‬ٍٝ‫ي هللا ط‬ٛ‫ عٓ سع‬،‫شح‬٠‫ ٘ش‬ٟ‫أث‬
.ٗ١ٍ‫ ثّثً أداء ِب افزشػذ ع‬ٞ‫ عجذ‬ٟ
ّ ٌ‫ِب رمشة إ‬ٚ ،‫ ثبٌحشة‬ٟٔ‫ب فمذ ثبسص‬١ٌٚ ٌٟ
ٞ‫ فئرا أحججزٗ وٕذ عّعٗ اٌز‬،َّٗ‫ أحج‬ٝ‫افً حز‬ٌٕٛ‫ ثب‬ٟ
ّ ٌ‫زمشة إ‬٠ ٞ‫ضاي عجذ‬٠ ‫ال‬ٚ
،‫ب‬ٙ‫ ث‬ٟ‫ّش‬٠ ٟ‫سجٍٗ اٌز‬ٚ ،‫ب‬ٙ‫جطش ث‬٠ ٟ‫ذٖ اٌز‬٠ٚ ،ٗ‫جظش ث‬٠ ٞ‫ثظشٖ اٌز‬ٚ ،ٗ‫غّع ث‬٠
‫ِب‬ٚ ،ٗٔ‫ز‬١‫ ألع‬ٟ‫ٌئٓ اعزعبر ث‬ٚ ،ٕٗ‫ج‬١‫ ألج‬ٟٔ‫ٌئٓ دعب‬ٚ ،ٗ‫ز‬١‫ ألعط‬ٌٟٕ‫ٌئٓ عأ‬ٚ
‫د‬ٌّٛ‫ىشٖ ا‬٠ ،ِٓ‫ اٌّؤ‬ٞ‫ لجغ ٔفظ عجذ‬ٟ‫ ف‬ٞ‫ء أٔب فبعٍٗ رشدد‬ٟ‫ ش‬ٟ‫رشددد ف‬
10
"ِٕٗ ٌٗ ‫ال ثذ‬ٚ ،ٗ‫أوشٖ ِغبءر‬ٚ
 Allah kemudian menyebut nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang
telah mengeluarkan mereka dari perut ibu-ibu mereka dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu, kemudian kepada mereka diberikan indera
pendengaran untuk menangkap suara-suara, indera penglihatan untuk
melihat benda-benda yang dapat dilihat dan hati (atau akal) dengan
perantaranya mereka dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang
buruk yang bermanfaat atau yang bermadharat. Indera-indera ini
diberikan kepada manusia secara bertahap, makin tumbuh jasmaninya
makin kuatlah penangkapan indera-inderanya itu hingga mencapai
puncaknya. Dan sesungguhnya Allah memberi kepada hamba-hamba-Nya
sarana penglihatan, pendengaran, dan pemikiran hanyalah agar
memudahkan ia melakukan ibadah dan taat kepada-Nya, Sebagaimana
diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw
bersabda: Allah berfirman: Barang siapa memusuhi hamba yang Aku
kasihi, maka ia telah menyatakan perang kepada-Ku. Dan tidak ada
sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku, lebih utama daripada
berusaha melakukan apa yang Ku fardhukan kepada nya. Dan selalu
hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan melakukan amal-

10
Ibid.
30 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

amal yang sunnah sampai Aku mencintainya dan jika Aku sudah
mencintainya maka Aku adalah menjadi pendengarannya,
penglihatannya, tangannya yang digunakan untuk memukul dan kakinya
yang digunakan untuk berjalan, jika ia meminta-minta sesuatu dari pada-
Ku, aku akan memberinya dan jika ia berdoa akan Ku sambut doanya dan
jika ia berlindung kepada Ku, Aku akan melindunginya. Dan Aku tidak
bimbang melakukan sesuatu yang akan Ku lakukannya seperti bimbang-
Ku untuk merenggut nyawa orang mukmin yang tidak suka mati padahal
Aku pun tidak ingin menyakitinya, namun hal itu adalah sesuatu yang
tidak dapat tidak pasti dilaksanakan.
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ketika manusia dilahirkan tidak mengetahui
apa-apa kemudian Allah memberikan panca indra untuk dapat dimanfaatkan guna
mendapatkan pengetahuan dan ilmu. Itu sebagai isyarat pada permulaan ilmu
pengetahuan yang dianugerahkan Allah kepada manusia, yaitu berupa panca
indra. Dan yang berperan didalamnya adalah pendengaran dan penglihatan,
kemudian dari sinilah kegiatan berpikir dimulai dengan menggunakan akal.
Dengan demikian, Allah memberi hambanya panca indra untuk merubah dengan
menggunakan sarana panca indra itu dari bodoh (tidak mengetahui) menjadi
mengetahui, maka Allah menjadikan buat hambanya pendengaran untuk
mendengarkan nash-nash ayat Al-Qur’an, dan sunnah )hadis( yaitu dalil-dalil
yang dapat didengar yang menjelaskan mengenai perintah agama dan berbagai
jenis makhluknya, maka itu menunjukkan tanda-tanda ke-Esaan Allah,
menjadikan penglihatan untuk melihat keajaiban ciptaanNya dan keunikan
makhluk-makhlukNya sebagai bukti keesaan-Nya.
Dan menjadikan hati sebagai sarana untuk memikirkan ciptaan Allah serta
untuk memahami makna segala sesuatu yang ini semua dijadikan sebagai bukti
ke-Esaan Allah. Hal ini membutuhkan pengembangan yaitu dengan pendidikan.
Allah memberikan kemampuan pendengaran, penglihatan dan hati (akal). Yang
31 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

dimaksud hati di sini adalah akal yang berpusat di kalbu. Demikianlah menurut
pendapat yang shahih. Daya dan indra ini diperoleh manusia secara berangsur-
angsur, setiap kali tumbuh bertambahlah daya pendengaran, penglihatan dan
akalnya hingga dewasa. Penganugerahan daya cipta itu dimaksudkan agar dia
dapat bersyukur dengan beribadah kepada Rabbnya dan dijadikan sarana ketaatan
kepada Tuhannya. Firman Allah ta’ala dalam Surat Adz-Dzariyyat: 56 sebagai
berikut:
)٦٥( ِْ ْٚ‫َ ْعجُ ُذ‬١ٌِ َّ‫ظ إِال‬ ِ ْ َٚ َّٓ ‫ذ ْاٌ ِج‬
َ ْٔ ‫اإل‬ ُ ‫ َِب َخٍَ ْم‬َٚ
‚Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku‛.)QS. Adz-Dzariyyat: 56).11

3. Tafsir Al-Maraghy12
‫س ْم َع َو ْاْلَ ْبصب َر‬
‫ش ْيئب ً َو َج َع َل لَ ُك ُم ال ه‬ َ ‫َّللاُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِمهْ بُطُى ِن أُ همهبتِ ُك ْم ال تَ ْعلَ ُم‬
َ ‫ىن‬ ‫( َو ه‬
، ُ‫برى‬ِٙ‫ْ أ‬ٛ‫ْ ثعذ أْ أخشجىُ ِٓ ثط‬ٍّٛ‫ْ ِب ال رع‬ٍّٛ‫هللا جعٍىُ رع‬ٚ ّ ٞ‫َو ْاْلَ ْفئِ َدة) أ‬
، ‫ ِٓ اٌؼالي‬ٜ‫ذ‬ٌٙ‫ا‬ٚ ، ‫ش ِٓ اٌشش‬١‫ْ اٌخ‬ٚ‫ض‬١ّ‫ر‬ٚ ، ‫ب‬ٙ‫ْ ث‬ٛٙ‫ال رفم‬ٛ‫فشصلىُ عم‬
ُ‫فمٗ ثعؼى‬١‫ ف‬، ‫اد‬ٛ‫ْ ثٗ األط‬ٛ‫ رغّع‬ٞ‫جعً ٌىُ اٌغّع اٌز‬ٚ ، ‫اة‬ٛ‫اٌخطأ ِٓ اٌظ‬ٚ
‫ب األشخبص‬ٙ‫ْ ث‬ٚ‫ رجظش‬ٟ‫األثظبس اٌز‬ٚ ، ُ‫ٕى‬١‫ّب ث‬١‫ْ ثٗ ف‬ٚ‫س‬ٚ‫عٓ ثعغ ِب رزحب‬
ٖ‫ ٘ز‬ٝ‫ب ف‬ٙ١ٌ‫ْ إ‬ٛ‫ رحزبج‬ٟ‫بء اٌز‬١‫األش‬ٚ ، ‫ب ِٓ ثعغ‬ٙ‫ْ ثعؼ‬ٚ‫ض‬١ّ‫ر‬ٚ ، ‫ب‬ٙ‫ْ ث‬ٛ‫فززعبسف‬
‫ذ‬١‫ا اٌج‬ٚ‫اٌغٍع ٌزخزبس‬ٚ ‫ األسصاق‬ٍٝ‫ ع‬ٝ‫ب ٌٍغع‬ٙٔٛ‫رغٍى‬ٚ ، ً‫ْ اٌغج‬ٛ‫ فزعشف‬، ‫بح‬١‫اٌح‬
‫ سجبء‬ٞ‫ أ‬: ‫لعلكم تشكرون‬.‫ب‬ٙ٘ٛ‫ج‬ٚٚ ‫بح‬١‫ع ِشافك اٌح‬١ّ‫٘ىزا ج‬ٚ ، ‫ء‬ٞ‫ا اٌشد‬ٛ‫رزشو‬ٚ
، ٌٝ‫ب ِٓ عجبدرٗ رعب‬ٙ‫ا ث‬ٕٛ‫رزّى‬ٚ ، ‫ّب خٍمذ ْلجله‬١‫ٖ ثبعزعّبي ٔعّٗ ف‬ٚ‫أْ رشىش‬
.ٗ‫ ؽبعز‬ٍٝ‫ ع‬ٛ‫عؼ‬ٚ ‫ا ثىً جبسحخ‬ٕٛ١‫رغزع‬ٚ
ّ ‫ي‬ٛ‫م‬٠ « ‫عٍُّ لبي‬ٚ ٗ١ٍ‫هللا ع‬
‫هللا‬ ّ ٍٝ‫هللا ط‬ ّ ‫ي‬ٛ‫شح أْ سع‬٠‫ ٘ش‬ٝ‫ عٓ أث‬ٞ‫ اٌجخبس‬ٜٚ‫س‬
ً‫ء أفؼ‬ٝ‫ ثش‬ٜ‫ عجذ‬ّٝ ٌ‫ِب رمشة إ‬ٚ ، ‫ ثبٌحشة‬ٟٔ‫ّب فمذ ثبسص‬١ٌٚ ٌٝ ٜ‫ ِٓ عبد‬: ٌٝ‫رعب‬
‫ فئرا‬، ٗ‫ أحج‬ٝ‫افً حز‬ٌٕٛ‫ ثب‬ّٝ ٌ‫زمشة إ‬٠ ٜ‫ضاي عجذ‬٠ ‫ال‬ٚ ، ٗ١ٍ‫ِٓ أداء ِب افزشػذ ع‬
11
Departemen Agama RI, hlm. 524.
12
Tafsir ini merupakan karya al- Ustadz al-Akbar as-Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi.
Tafsir beliau terkenal dengan sebutan tafsir Al-Maraghi dan termasuk jenis tafsir periode
kontemporer. Al-Maraghi sendiri memulai pendidikannya di sekolah as-Syaikh Muhammad
Abduh hingga mencapai puncak kematangan ilmu pengetahuannya di sana. Pada mulanya
tafsir ini merupakan catatan-catatan pengajian beliau yang hingga akhirnya di bukukan dan di
sebarkan kepada khalayak ramai pada waktu itu. Metode tafsir ini mengikuti metode-metode
yang di gunakan oleh para pendahulu-pendahulunya yakni, Syaikh Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridla. al-Marghi mengambil periwayatan melalui Nabi Muhammad SAW., sahabat, dan
para tabiin seperti halnya tafsir salaf. Beliau juga meninggalkan cerita-cerita yang mengandung
israiliyyat. Dzahabi, Tafsir, 433-447.
32 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

، ‫ب‬ٙ‫جطش ث‬٠ ٟ‫ذٖ اٌز‬٠ٚ ، ٗ‫جظش ث‬٠ ٞ‫ثظشٖ اٌز‬ٚ ، ٗ‫غّع ث‬٠ ٞ‫أحججزٗ وٕذ عّعٗ اٌز‬
‫ٌئٓ اعزعبر‬ٚ ، ٗ‫ ألججز‬ٝٔ‫ٌئٓ دعب‬ٚ ، ٕٗ١‫ ألعط‬ٌٕٝ‫ٌئٓ عأ‬ٚ ، ‫ب‬ٙ‫ ث‬ٝ‫ّش‬٠ ٟ‫سجٍٗ اٌز‬ٚ
، ِٓ‫ اٌّؤ‬ٜ‫ لجغ ٔفظ عجذ‬ٝ‫ ف‬ٜ‫ء أٔب فبعٍٗ رشدد‬ٝ‫ ش‬ٝ‫ِب رشددد ف‬ٚ ، ّٗٔ‫ز‬١‫ ألع‬ٟ‫ث‬
‫ إْ اٌعجذ إرا أخٍض اٌطبعخ طبسد‬ٞ‫ال ثذ ٌٗ ِٕٗ »أ‬ٚ ، ٗ‫أوشٖ ِغبءر‬ٚ ‫د‬ٌّٛ‫ىشٖ ا‬٠
ّ ٗ‫ ٌّب ششع‬ٞ‫جظش إال ّّلل أ‬٠ ‫ال‬ٚ ، ‫غّع إال ّّلل‬٠ ‫ فال‬، ًّ ‫ج‬ٚ ‫ب ّّلل ع ّض‬ٍٙ‫أفعبٌٗ و‬
، ٌٗ ‫هللا‬
13
.ٍٗ‫ رٌه و‬ٝ‫ٕب ثٗ ف‬١‫ ِغزع‬، ًّ ‫ج‬ٚ ‫ ؽبعزٗ ع ّض‬ٝ‫ إال ف‬ٝ‫ّش‬٠ ‫ال‬ٚ ‫جطش‬٠ ‫ال‬ٚ
 Allah SWT berfirman: ‚Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati‛ yaitu Dan Allah menjadikan
mengetahui apa yang tidak kalian kalian ketahui, setelah Dia
mengeluarkan kalian dari dalam perut ibu. Kemudian memberi kalian akal
yang dengan itu kalian dapat memahami dan membedakan antara yang
baik dengan yang buruk, antara petunjuk dengan kesesatan, dan antara
yang salah dengan yang benar, menjadikan pendengaran bagi kalian yang
dapat mendengar suara-suara, sehingga sebagian kalian dapat memahami
dari sebagian yang lain apa yang saling kalian perbincangkan, menjadikan
penglihatan, yang dengan itu kalian dapat melihat orang-orang, sehingga
kalian dapat saling mengenal dan membedakan antara sebagian dengan
sebagian yang lain, dan menjadikan perkara-perkara yang kalian butuhkan
di dalam hidup ini, sehingga kalian dapat mengetahui jalan, lalu kalian
menempuhnya untuk berusaha mencari rizki dan barang-barang, agar
kalian dapat memilih yang baik dan meninggalkan yang buruk. Demikian
halnya dengan seluruh perlengkapan dan aspek kehidupan. ‛Agar kalian
bersyukur‛ yaitu harapan kalian dapat bersyukur kepada-Nya dengan
menggunakan nikmat-nikmat-Nya dalam tujuannya yang untuk itu ia
diciptakan, dapat beribadah kepada-Nya, dan agar dengan setiap anggota
tubuh kalian melaksanakan ketaatan kepada-Nya.
 Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW
bersabda, yang artinya: ‚Allah Ta’ala berfirman, ‘Barang siapa memusuhi
seorang penolong-Ku, berarti dengan terang-terangan dia telah memerangi
Aku. Tidak ada sesuatupun yang digunakan hamba-Ku untuk
mendekatkan dirinya kepada-Ku yang lebih utama daripada melaksanakan
apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku masih saja
melakukan perbuatan-perbuatan sunat untuk mendekatkan dirinya kepada-
Ku hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Aku
13
Ibid.
33 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

menjadi pendengarannya yang dengan itu dia mendengar, penglihatannya


yang dengan itu dia melihat, tangannya yang dengan itu dia memegang,
dan kakinya yang dengan itu dia berjalan. Jika dia meminta, Aku pasti
memberinya, jika dia berdoa, Aku pasti memperkenankannya, dan jika dia
memohon perlindungan kepada-KU, Aku pasti melindunginya. Aku tidak
ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku adalah pelakunya seperti Aku tidak
ragu-ragu dalam mencabut nyawa hamba-Ku yang mukmin dan dia tidak
suka mati, dan Aku tidak suka memperlakukannya dengan buruk, tetapi
dia harus mati. Hadits ini bermakna sesungguhnya apabila hamba
memurnikan ketaatannya kepada Allah, maka seluruh perbuatannya akan
diperuntukkan bagi Allah ‘Azza Wa Jalla’. Maka dia tidak mendengar ,
kecuali hanya untuk Allah semata, yakni karena apa yang telah
disyariatkan Allah kepadanya tidak memegang dan tidak berjalan kecuali
dalam ketaatan kepadanya sambil memohon pertolongan kepada-Nya
dalam melakukan semua itu.

Dari penafsiran di atas dapat dipahami, bahwa sebagian dari


nikmat Allah adalah dengan dikeluarkan/dilahirkannya anak dari perut
ibunya tanpa mengetahui sesuatu apapun. Allah mengeluarkan manusia
itu dari rahim ibu, pada waktu itu dia tidak mengetahui apa-apa. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwasanya jiwa manusia ketika dalam
permulaan diciptakan itu masih kosong dari ilmu pengetahuan dan ilmu
mengenai masalah-masalah dunia maupun akherat. Allah
menganugerahkan pendengaran, penglihatan dan akal, kesediaan-
kesediaan (bakat) dan kemampuan pada diri manusia. Setelah manusia
lahir dengan hidayah Allah segala bakat-bakat itu berkembang. Akalnya
dapat memikirkan tentang kebaikan, kejahatan, kebenaran dan kesalahan
yang hak dan batil. Dan dengan bakat pendengaran dan penglihatan yang
telah berkembang itu manusia mengenali dunia sekitarnya, dan
mempertahankan hidupnya serta mengadakan hubungan sesama manusia.
34 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Dan dengan perantaraan akal dan indra itu pengalaman dan pengetahuan
manusia dari hari ke hari semakin bertambah dan berkembang. Allah
menganugerahkan kepada hambanya pendengaran, penglihatan dan hati
agar mereka bersyukur, yakni bersyukur terhadap nikmat yang telah
diberikan Allah kepada hambanyanya sebagai bukti kekuasaannya.
Sehingga ia menambahkan, bahwa awalnya syukur adalah iman kepada
Allah Yang Maha Esa dan yang menjadi sesembahan satu-satunya. Al-
Maraghi menafsirkannya, bahwa bersyukur kepada Allah adalah dengan
menggunakan nikmat-nikmat yang diberikan-Nya, dengan tujuan agar
dapat beribadah dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya.
4. Tafsir Al-Misbah14
‫ظب َس‬ َ ُّ ٍَ‫َبرِ ُى ُْ َال رَ ْع‬َِّٙ ُ‫ ِْ أ‬ُٛ‫هللاُ أَ ْخ َش َج ُى ُْ ِِ ْٓ ثُط‬
َ ‫ ْاألَ ْث‬َٚ ‫ َج َع ًَ ٌَ ُى ُُ اٌ َّغ ّْ َع‬َٚ ‫ئًب‬١ْ ‫ْ َش‬ٛ َّ َٚ

)٨٧( َْ ُْٚ‫ ْاألَ ْفئِ َذحَ ٌَ َعٍَّ ُى ُْ رَ ْش ُىش‬َٚ


‚Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.‛ (QS. Anl-Nahl: 78).
Ayat ini menyatakan : Dan sebagaimana Allah mengeluarkan kamu
berdasar kuasa dan ilmu-Nya dari perut ibu-ibu kamu sedang tadinya kamu
tidak wujud, maka demikian juga Dia dapat mengeluarkan kamu dari perut
bumi dan menghidupkan kamu kembali. Ketika Dia mengeluarkan kamu dari
ibu-ibu kamu, kamu semua dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun yang

14
Tafsir ini di tulis oleh Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang Sulawesi Selatan, pada
tanggal 16 Februari 1944. Tafsir al-Mishbah ini mulai di tulis di Cairo pada hari Jum'at 4
Rabi'ul Awal 1420 H. Yang bertepatan dengan tanggal 18 Juni 1999 M. Dalam peyusunan
tafsir ini beliau banyak menukil dari para pakar tafsir di antaranya : Ibrahim Ibnu 'Umar al-
Biqa'i (w. 885 H-480 M), Sayyid Muhammad Thanthawi, Syekh Mutawalli asy-Sya'rawi,
Sayyid Quthub, Muhammad Thahir Ibn 'Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba'i, serta
beberapa beberapa pakar tafsir lain. Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta :
Lentera Hati, 2000), 2-8.
35 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

ada di sekeliling kamu dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,


penglihatan-penglihatan dan aneka hati, sebagai bekal dan alat-alat untuk
meraih pengetahuan agar kamu bersyukur dengan menggunakan alat-alat
tersebut sesuai dengan tujuan Allah menganugerahkannya kepada kamu.
Ayat di atas menggunakan kata (‫ )اٌغممّع‬as-sam’/ pendengaran
dengan bentuk tunggal yang menempatkannya sebelum kata (‫ )األثظمبس‬al-
Abshar/ penglihatan-penglihatan yang berbentuk jamak serta (‫ )األفئممذح‬al-
Af’idah/ aneka hati yang juga berbentuk jamak. Kata al-Af’idah adalah bentuk
jama’ dari kata (‫ )فمؤاد‬fu’ad yang diterjemahkan aneka hati yang kebanyakan
ulama’ mengartikannya dengan akal. Makna ini dapat diterima jika yang
dimaksud dengannya adalah gabungan daya pikir dan daya kalbu yang
menjadikan seseorang terikat sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan dan
kedurkaan. Dengan demikian tercakup dalam pengertiannya potensi meraih
ilham dan percikan cahaya Ilahi.
Didahulukannya kata pendengaran atas penglihatan merupakan
perurutan yang sungguh tepat karena dalam ilmu kedokteran bahwa indera
pendengaran berfungsi mendahului indera penglihatan. Ia mulai tumbuh pada
diri seorang bayi pada pekan-pekan pertama. Sedangkan indera penglihatan
baru bermula pada bulan ketiga dan menjadi sempurna menginjak bulan
keenam. Adapun kemampuan akal dan mata hati yang berfungsi membedakan
yang baik dan buruk, maka ini berfungsi jauh sesudah kedua indera tersebut.
Dengan demikian perurutan penyebutan indera-indera pada ayat di atas
mencerminkan tahap perkembangan fungsi indera-indera tersebut.

36 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021


Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Ayat di atas menunjuk kepada alat-alat pokok yang digunakan guna


meraih pengetahuan, yang alat pokok pada obyek yang bersifat material adalah
mata dan telinga, sedang pada obyek yang bersifat immaterial adalah akal dan
hati.Dalam pandangan Al-Qur’an ada wujud yang tidak tampak betapapun
tajamnya mata kepala ataupun pikiran, banyak hal yang tidak dapat terjangkau
oleh indera bahkan oleh akal manusia sehingga dari sinilah Al-Qur’an
menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan juga
memerintahkan agar mengasah akal yakni daya pikir dan mengasah pula daya
kalbu.15
Firman-Nya (‫ئب‬١‫ْ شم‬ٍّٛ‫ )ال رع‬la ta’lamuna syai’an/ tidak mengetahui
suatu apapun dijadikan oleh para pakar sebagai bukti bahwa manusia lahir
tanpa sedikit pengetahuan pun. Manusia bagaikan kertas putih yang belum
dibubuhi satu huruf pun. Pendapat ini benar apabila yang dimaksud dengan
pengetahuan adalah pengetahuan kasbiy yakni yang diperoleh melalui upaya
manusiawi, tetapi ia meleset jika menafikan segala macam pengetahuan,
karena manusia lahir membawa fitrah kesucian yang melekat pada dirinya
sejak lahir yakni fitrah yang menjadikannya mengetahui bahwa Allah Maha
Esa. Di samping itu, ia juga mengetahui walau sekelumit tentang wujud
dirinya.16
َ ‫ َشحَ؛ أََُّٔٗ َو‬٠ْ ‫ ُ٘ َش‬ِٟ‫َع ْٓ أَث‬
ْٓ ِِ ‫ َِب‬: ٍُ‫ع‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ع‬ٍٝ‫ْ ُي هللاِ ط‬ُٛ‫ْ ي لَب َي َسع‬ُٛ‫َم‬٠ ْ‫ب‬
ْ ِ‫ ْاٌف‬ٍَٝ‫ْ ٌَ ُذ َع‬ُٛ٠ َّ‫ْ ٍد إِال‬ٌُٛ َِْٛ
ِّ َُٕ٠َٚ ِٗ ِٔ‫ َدا‬ِّٛ َُٙ٠ ُٖ‫ا‬َٛ َ‫ فَأَث‬.‫ط َش ِح‬
ِٗ ِٔ‫ُ َّ ِّج َغب‬٠َٚ ِٗ ِٔ‫ظ َشا‬
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Setiap anak itu
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang
15
Tafsir Al-Misbah, hlm. 304
16
Tafsir Al-Misbah, hlm. 305
37 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang


Majusi.
Berhubungan dengan surat An-Nahl ayat 78, Abdul Fatah Djalal
mengkritisi bahwasanya setelah Allah SWT. mengingatkan bahwasanya anak
yang dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui suatu apapun, kemudian
Allah menyatakan bahwa dia menganugerahkan padanya seperangkat alat
potensial yang memungkinkannya meraih ilmu pengetahuan. Secara khusus,
Allah menyebutkan pendengaran, penglihatan dan kalbu. Masing-masing
dalam bentuk jama’ yang jelas mengisyaratkan, bahwa kata-kata al-Absar dan
al-af’idah mengandung pengertian yang lebih banyak dibandingkan dengan
kata-kata al-basar dan al-qalb. Ungkapan dalam bentuk jama’ tersebut
menguatkan pendapatnya berkenaan dengan penggunaan isilah al-qalb dalam
artian al-qalb. Atas dasar ini, maka kata al-afidah dapat diartikan al-qalb dan
al-‘aql, sedangkan kata al-abshar kiranya mencakup segala indra hanya yang
digunakan dalam mencari ilmu.17
Mendengarkan (al-sam’a) dalam al-Qur’an disebutkan dalam bentuk
mufrad (tunggal), sedangkan penglihatan (al-absar) dalam kebanyakan ayat al-
Qur’an, khususnya dalam surat An-Nahl ayat 78 disebutkan dalam bentuk
jama’. Hal ini merupakan salah kemukjizatan komposisi al-Qur’an, di mana
dalam hal ini indra pendengaran (al-sama’) bisa menerima berbagai suara dari
semua arah. Sementara mata tidak dapat melihat, kecuali apaabila seseorang
mengarahkan penglihatannya ke arah benda yang hendak dilihatnya.
Dalam redaksi ayat ini, menggunakan kata al-sam’a dan al-absar.
Menggunakan kata al-sam’a dari kata uzun (‫)اذن‬, karena di dalamnya
17
Abdul Fatah Jalal, Minal Ushulut Tarbawiyah fil Islam, terj. Hery Noer Aly, Azaz-azaz
Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1099), hlm. 157.
38 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

mengandung arti optimalisasi atau lebih memfungsikan telinga sebagai sarana


untuk mendengarkan. Serta dilandasi dengan perhatian penuh terhadap apa
yang didengarnya. Sedangkan kata al-absar digunakan daripada kata ‘uyun
atau ainun, karena kata al-absar mengandung arti dapat mengamati sesuatu
atau diartikan juga penglihatan hati. Jadi, di sini menunjukkan suatu
pengamatan yang sifatnya lebih komprehensif. Anugerah pendengaran,
penglihatan dan hati pada manusia agar manusia dapat berfikir, merenungi dan
memperhatikan apa yang ada disekitarnya. Dengan ini pula diharapkan
manusia dapat terdidik secara ilmiah untuk meneliti dan menganalisis
mengambil kesimpulan dan berfikir, sehingga dapat memperoleh pengetahuan
dan temuan.
Dengan demikian, berpijak pada Surat An-Nahl ayat 78 itu apabila
diidentifikasikan. Potensi-potensi yang telah ada pada diri manusia itu meliputi
akal pikiran (otak), hati dan indra. Potensi apapun yang ada pada diri manusia
masing-masing mempunyai fungsi masing-masing, sehingga dapat tumbuh dan
berkembang baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, baik di sengaja
maupun secara alami. Untuk itu, manusia harus memanfaatkan dan
mengaktualisasikan semaksimal mungkin dalam hidup dan kehidupannya.
Analisis Surat An-Nahl ayat 78
1. Pengembangan Potensi
Sesuai dengan para ahli tafsir di atas menyebutkan bahwa potensi yang
diberikan Allah kepada anak manusia sungguh tidak terbatas, di antara dari
potensi yang harus dikembangkan adalah dalam kandungan Surat An-Nahl
ayat 78 tentang anak dan potensi yang diberikan berupa indra dan hati.
Pengembangan itu harus dilakukan seoptimal mungkin untuk dapat
39 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan


kehidupan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya dan
pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah. Potensi anak secara garis
besarnya dapat dibedakan menjadi dua, yakni potensi jasmani dan potensi
rohani sebagaimana tercover dalam Surat An-Nahl ayat 78 yang harus
dikembangkan. Usaha-usaha pengembangannya hendaklah dilaksanakan
secara nyata oleh orang tua maupun pendidik agar masing-masing potensi
yang ada pada diri anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, selaras,
serasi dan seimbang.
Di antara potensi yang harus dikembangkan sehubungan dengan surat
An-Nahl ayat 78 adalah:
a. Potensi rasa/indrawi anak.
Cara pengembangan potensi indrawi (pendengaran dan penglihatan),
potensi pendengaran digunakan untuk mendengarkan nash-nash ayat Al-
Qur’an dan Hadits, yaitu dalil-dalil yang dapat didengar yang menjelaskan
mengenai perintah agama, sedangkan potensi penglihatan
pengembangannya dengan cara digunakan untuk melihat keajaiban dan
keunikan makhluk-makhluk Allah. Sehingga dengan potensi pendengaran
dan penglihatan yang telah berkembang itu manusia-manusia mengenali
lingkungannya dan mempertahankan hidupnya serta dapat berinteraksi
dengan sesama manusia. Potensi ini perlu dikembangkan secara psikis
menuju pembentukan akhlak al-karimah. Jalannya potensi rasa/indrawi
perlu dikendalikan oleh orang tua agar tidak menyimpang dari kendali
akidah Islamiyah. Potensi rasa yang ada dalam setiap diri anak harus
dikembangkan melalui usaha pendidikan yang tepat. Ia diarahkan untuk
40 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

membiasakan diri untuk bisa merasakan atau menghayati tanda-tanda


kekuasaan Allah. Dengan ini, perasaan anak akan menjadi semakin halus.
Selain itu, orang tua ataupun pendidik akan dimintai pertanggung jawaban.
Perasaan anak juga perlu dibimbing dan diarahkan supaya senantiasa
terdasari oleh akidah Islamiah, sehingga nantinya diharapkan suara hatinya
terus menerus memancarkan nilai-nilai kemurnian akidah Islamiah, dan
pada gilirannya dengan terbiasanya perasaan terarahkan pada objek yang
positif menurut pandangan akidah dan terjauh dari objek yang negatif
niscaya akan terbentuk sebuah karakter muslim yang benar-benar terpatri
menjadi sebuah kepribadian pada diri anak.18
b. Potensi akal pikiran (otak).
Potensi akal digunakan untuk memahami sesuatu dan membedakan
antara yang baik dan yang buruk menjelaskan antara yang bermanfaat dan
yang madharat, maka dari itu pengalaman dan pengetahuan untuk manusia
semakin bertambah dan berkembang menuju kesempurnaan. Potensi akal
ini membedakan antara makhluk Allah yang bernama manusia dengan
makhluk lain. Potensi ini perlu dikembangkan melalui pendidikan, sehingga
potensi yang ada tidak statis. Ia akan berkembang dari hari ke hari menuju
kedewasaan berpikir. Ia dapat menelaah, merenungi dan menghayati segala
hal yang dihadapi termasuk pula dapat merenungi segala gejala alam.19
Berkembangnya potensi pikir anak harus didasari oleh nilai-nilai fitrah
Islamiah yang telah dibawa sejak lahir. Jangan sampai dengan
berkembangnya pemikiran anak justru menyabut nilai-nilai akidah yang

18
M. Nipan Abdul Halim, hlm. 55-59
19
Ibid, hlm. 50-51.
41 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

telah diikrarkan dihadapan Allah sebelum ia lahir ke dunia. Potensi pikir


perlu terus menerus dikembangkan. Tetapi objek yang dipikirkan hanyalah
hal-hal yang di luar dzat Allah. Jangan sampai memikirkan tentang
bagaimana dan macam apa dzat Allah. Karena dengan memikirkan segala
kejadian alam ini, akidah akan semakin menancap kuat dalam hati dan
dengan mencoba memikirkan dzat Allah akan rusaklah diri dan akidah
seseorang.20 Dengan demikian, pihak orang tua dan pendidik berkewajiban
dalam rangka membimbing dan mengembangkan jalan pemikiran anak ke
arah yang benar.
c. Potensi hati (qalb).
Potensi ini bila dikembangkan sanggup menghancurkan karat-karat
keburukan karena adanya pengaruh perspektif yang cemerlang atau
disebabkan keberhasilan yang luar biasa atau karena terkalahkannya yang
kuat oleh yang lemah dan lain sebagainya.21
Potensi qalb (hati) ini banyak sekali hubungannya dengan etika (moral,
keindahan, seni, estetika). Mengenai potensi qalb (hati) ini, setiap detik bisa
berubah. Apakah ini mengenai motif, sifat, tujuan, kebutuhan, perasaan,
nilai, naluri hati, maka pendidikan keimananlah yang akan menetapkan ini
semua, sehingga tidak mudah berubah. Proses pengembangan potensi hati
anak melalui pendidikan akidah Islamiyah. Pokok-pokok pendidikan ini
mulai diberikan secara menyeluruh.

20
Ibid, hlm. 51-55
21
M. Hamdani, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Jakarta: Muhammadiyah University
Press, 2001), hlm. 17.
42 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Adapun bentuk-bentuk pendidikan yang diberikan kepada anak


hubungan untuk mengembangkan potensi hati pada anak adalah sebagai
berikut:
1) Mengumandangkan azan dan iqamat
Islam mengajarkan untuk menyuarakan adzan ditelinga kanan dan
iqamat ditelinga kiri. Hal ini adalah merupakan talqin (pengajaran) bagi hati
anak tentang syari’at Islam ketika ia memasuki dunia. Ini menunjukkan
pendidikan pertama bagi hati anak begitu lahir ia memperkenalkan kalimat
tauhid ke telinga bayi. Ditelinga kanan dikumandangkan adzan dan telinga
kiri iqamat.22 Pendidikan tauhid yang demikian ini diteladankan Rasul
sebagaimana hadis:
ٍُ‫ع‬ٚ ٗ١ٍ‫ هللا ع‬ٍٝ‫ي هللا ط‬ٛ‫ذ سع‬٠‫سأ‬:‫ٗ لبي‬١‫ سافع عٓ أث‬ٟ‫ذ ثٓ أث‬١‫عٓ عج‬
23
َّ ٌ‫ٌَ َذ ْرُٗ فَب ِؽ َّخُ ثِب‬َٚ َْٓ ١‫ ِح‬ٍِٟ‫ أُ ُر ِْ ْاٌ َح َغٓ ثٓ َع‬ِٟ‫أَ َّر َْ ف‬:
}ٞ‫اٖ اٌزشِز‬ٚ‫ظالَ ِح {س‬
‚Rasul mengumandangkan adzan pada telinga Hasan putra Ali ketika
baru dilahirkan oleh Fatimah sebagaimana kalmia adzan untuk shalat‛.
(HR. Tirmidzi).
Dengan memperdengarkan adzan dan iamat ke telinga bayi berarti
pendidikan tauhid (akidah) telah dimulai. Sehingga ia akan teringat pada
ikrar tauhidnya sebelum dilahikan ke dunia. Maka lebih bisa diharapkan
fitrah Islamiyahnya yang dibawanya sejak lahir akan terselamatkan dengan
baik.

2) Memberi nama yang baik

22
M. Nipan Abdul Halim, hlm. 165
23
Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Surah, Jami’us Shahih wahua Sunan Tirmidzi, Juz IV,
(Beirut Libanon: Dar al-Kutub, t.th.), hlm. 82.
43 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Nama adalah sesuatu yang bakal mengingatkan si empunya nama itu


setiap saat dan terpatri dalam hatinya , maka orang tua wajib memberi nama
yang baik artinya baik dari segi lafalnya/segi maknanya agar dengan nama
itu sang anak merasa terdidik olehnya. Terdorong untuk berbuat baik dan
terdorong pula untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang tidak baik. 24
Hubungannya pemberian nama Nabi bersabda:
‫ هللا‬ٍّٝ‫ط‬ ُ ١َ‫ ُؼ َال َُ فَأَر‬ْٟ ٌِ ‫ٌِ َذ‬ُٚ : ‫ هللا عٕٗ لبي‬ٟ‫ سػ‬ٝ‫ع‬ِٛ ٟ‫عٓ أث‬
َ ُّٟ ِ‫ْذ ثِ ِٗ إٌَّج‬
25
}ٞ‫اٖ اٌجخبس‬ٚ‫ َُ {س‬١ْ ِ٘ ‫عٍُ فَ َغ َّّبُٖ إِ ْث َشا‬ٚ ٗ١ٍ‫ع‬
‚Seorang sahabat berkata: tatkala anakku lahir aku menghadap Nabi.
Maka beliau memberinya nama Ibrahim‛. )HR. Bukhari(.
Islam menganjurkan untuk memanggil anak dengan nama yang baik
jika tidak akan menimbulkan kedengkian dan berbagai penyakit hati. Nama
yang baik akan mengingatkan anak pada kebaikan dan sekaligus
mengandung unsur do’a, harapan dan pendidikan.
3) Menyusui hingga bayi berumur 2 tahun
Unsur pendidikan yang diberikan kepada ibu lewat air susu ini memiliki
arti yang sangat urgen, selain bayi dapat merasakan hangatnya kasih sayang
ibu, pertumbuhan fisik dan perkembangan ruhaninya dapat berlangsung
dengan baik.26 Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Luqman
ayat 14 sebagai berikut:
َ ِ‫ف‬َٚ ٍٓ ْ٘ َٚ ٍَٝ‫ ًْٕ٘ب َع‬َٚ ُُِّٗ ُ‫ ِٗ َح ٍََّ ْزُٗ أ‬٠ْ ‫اٌِ َذ‬َٛ ِ‫بْ ث‬
ِْ َ‫ ِٓ أ‬١ْ َِ ‫ َعب‬ِٟ‫ظبٌُُٗ ف‬ َ ‫َٕب اإل ْٔ َغ‬١ْ ‫ط‬
َّ ‫َوو‬
)٤١( ‫ ُش‬١‫ظ‬ ِ َّ ٌ‫ ْا‬ٟ َّ ٌَِ‫ه إ‬ َ ٠ْ ‫اٌِ َذ‬َٛ ٌَِٚ ٌِٟ ْ‫ا ْش ُىش‬

24
M. Nipan Abdul Halim, hlm. 166
25
Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim, Shahih Bukhari, Juz V, (Beirut: Dar
Fikri), hlm. 216.
26
M. Nipan Abdul Halim, hlm. 175.
44 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

‚Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada orang tua,
ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadakulah
kembalimu‛.(QS. Luqman: 14).27
Berkaitan dengan ayat di atas, Al-Maraghi menafsirkan bahwa
persusuan yang dilakukan seorang ibu kepada anaknya pada dasarnya
merupakan bentuk pendidikan yang diberikan sang ibu melalui kasih
sayang. Melihat pengorbanan yang demikian besar, maka anak harus
mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya, karena sebab ibulah,
maka seorang anak wujud ke dunia. Karena kebutuhan yang dibutuhkan
bagi bayi adalah kasih sayang orang tua, khususnya sang ibu yang telah
menyusui.
Dalam pandangan Islam ketika anak lahir menyusui anak termasuk pilar
pendidikan yang terpenting sehingga sumber hukum yang pertama yakni
Al-Qur’an menganjurkan kepada umat Islam agar ibu menyusui anaknya
selama dua tahun secara sempurna dari air susu mereka sendiri sebab hal itu
akan memberi pengaruh yang sangat baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan ruhaninya. Dengan menyusui ini akan terjalin
hubungan batin (hati) antara seorang anak dengan orang tuanya dengan
baik karena si anak merasa sudah dirawat, dididik dengan baik.
4) Menanamkan kebiasaan beribadah
Setelah anak menginjak dewasa/baligh ditanamkan kebiasaan beribadah
dalam hal ini kepada anak usia 7 tahun hendaklah diberikan pendidikan

27
Departemen Agama RI, hlm. 413.
45 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

shalat secukupnya dan ketika berusia 10 tahun orang tua harus memberikan
penekanan yang serius jika sampai meninggalkan shalat.28 Sabda Nabi saw.:
ٗ١ٍ‫ هللا ع‬ٍٝ‫ي هللا ط‬ٛ‫ لبي سع‬:‫ٗ عٓ جذٖ لبي‬١‫ت عٓ أث‬١‫ ثٓ شع‬ٚ‫عٓ عّش‬
ُْ َُ٘ٚ ‫َب‬ٙ١ْ ٍَ‫ْ ُ٘ ُْ َع‬ُٛ‫اػْ ِشث‬َٚ َْٓ ١ِٕ‫ُ٘ ُْ أَ ْثَٕبئَ ُى ُْ َع ْج َع ِع‬َٚ ‫ْ َال َد ُو ُْ ثِباٌظ ََّال ِح‬َٚ‫ْ ا أ‬ُٚ‫ ُِش‬:ٍُ‫ع‬ٚ
َ َّ ٌ‫ ْا‬ِٟ‫ُ ُْ ف‬َٕٙ١ْ َ‫ْ ا ث‬ُٛ‫فَ ِّشل‬َٚ ‫أَ ْثَٕب َء َع َش ٍش‬
29
}‫د‬ٚ‫ دا‬ٛ‫اٖ أث‬ٚ‫ؼب ِج ِع{س‬
‚Dari Amr ibn Suaib dari ayahnya dari neneknya berkata: Rasul
bersabda: ‚Perintahkan anak-anakmu untuk shalat ketika mereka berumur 7
tahun dan pukullah mereka untuk shalat ketika berumur 10 tahun serta
pisahkanlah tempat tidur mereka‛. )HR. Abu Daud(.
Di sini jiwa anak mulai ditata khususnya hati untuk senantiasa ikhlas
dalam menjalankan perintah Allah yang berupa shalat sebagai suatu
kewajiban.
5) Meneladankan akhlakul karimah
Akhlak erat kaitannya dengan kebiasaan, maka pihak orang tua
hendaklah bertindak ekstra hati-hati dalam hal ini. Teladankanlah kepada
anak-anak dengan akhlak al-karimah supaya mereka dapat berakhlak mulia
dengan cara: a) Menceritakan kisah Nabi dan kisah-kisah ringan lain yang
berisi keteladanan akhlak; dan b) Melatih kebiasaan anak agar
mengucapkan kata-kata haarian yang terpuji, bagaimana cara anak bersopan
santun, dan lain-lain.
Konsep dan proses pendidikan sebagai sarana untuk
menumbuhkembangkan potensi harus dapat melihat kedudukan anak
sebagai subjek didik yang memiliki potensi untuk diberdayakan dan
dikembangkan. Artinya, pendidikan merupakan proses humanisasi dalam

28
M. Nipan Abdul Halim, hlm. 184.
29
Abi Dawud Sulaiman ibn al-Syijistani, Sunan Abu Dawud, Juz II, (Beirut: Dar Fikr, 1994),
hlm. 127.
46 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

pendidikan yang dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembangkan


potensi anak sebagai makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang dengan
segala potensi yang ada padanya. Anak dapat dibesarkan (potensi
jasmaniah) dan diberdayakan (potensi rohaniah) sebagaimana penjelasan di
atas agar dapat berdiri sendiri serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sedangkan menurut Ali Syariati, menawarkan lima faktor yang
secara kontinue dan simultan membangun potensialitas personal anak didik,
yaitu sebagai berikut:
a. Faktor ibu yang memberikan kepadanya struktur dan dimensi
rohaniahnya. Di sini sang ibu senantiasa memelihara rohani serta
menanamkan pendidikan awal para anaknya.
b. Faktor ayah yang memberikan dimensi kekuatan dan harga diri.
c. Faktor sekolah yang membantu terbentuknya kedewasaan dan sifat
lahiriyah.
d. Faktor masyarakat dan lingkungan.
e. Faktor kebudayaan umum masyarakat ataupun kebudayaan umum di
dunia keseluruhan.30
Dengan itu semua, diharapkan dapat membantu dalam rangka
mengembangkan potensi anak dan mempersiapkan segala potensi yang
dimiliki dan dapat mengarahkan fitrah dan potensi tersebut menuju
kebaikan dan kesempurnaan. Dengan didukung kelima faktor tersebut yang
merupakan stimulasi yang dapat mengembangkan potensi anak didik dalam
berbagai dimensinya. Oleh karena itu, orang tua (pendidik) dituntut untuk

30
Ali Syariati, On the Sosiology of of Islam”, terj. Hamid Algar, Paradigma Kaum Tertindas:
Sebuah Kajian Sosiologi Islam, (Jakarta: al-Huda, 2001), hlm. 46-47.
47 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

menjaga dan menumbuhkembangkan potensi yang ada dalam diri anak,


sehingga akhirnya dapat dioptimalisasikan dalam kehidupannya dengan
sebaik-baiknya. Maka dengan demikian, pengembangan potensi tersebut
dapat memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara utuh, harmonis,
integratif sesuai dengan nilai-nilai dan hakikat humanisasi. Melalui proses
pendidikan, akan dapat menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dalam
kepribadian anak dengan melalui latihan spiritual ilahiyah, intelek, rasional
diri, perasaan dan kepekaan terhadap perkembangan potensi anak. Oleh
karena itu, anak dalam segala aspeknya, baik secara individual maupun
secara kolektif harus dapat memotivasi semua aspek tersebut untuk
mencapai kebaikan dan kesempurnaan menjadi insan kamil. Sehingga
keberadaannya secara fungsional menjadi pemeran utama bagi terwujudnya
tatanan dunia yang rahmatan li al-‘Alamin.
2. Pendidikan Anak
Sesuai dengan Tujuan Pendidikan Islam yaitu membekali anak agar
menjadi hamba Allah (Abdullah) yang bertakwa dan beribadah sema-mata
hanya karena Allah, menghantarkan anak agar mampu melaksanakan tugasnya
sebagai khalifah di muka bumi, sehingga memperoleh kebahagiaan dunia dan
akherat, menumbuhkembangkan potensi yang ada dalam dirinya, sehingga
anak dapat merealisasikan dirinya sebagai pribadi muslim, serta memperluas
pandangan hidup anak sebagai makhluk individu, sosial dan religius sehingga
nantinya akan terbentuk pribadi anak yang shaleh yang dapat bermanfaat bagi
agama, masyarakat dan negara. Maka disini nilai-nilai Pendidikan Islam terkait
dengan pendidikan anak.

48 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021


Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang


yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang
masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta didik (anak) merupakan makhluk
Allah yang memiliki fitrah, baik jasmani maupun rohani yang belum mencapai
taraf kematangan, baik bentuk, ukuran maupun perimbangan pada bagian-
bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak,
perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.31
Dengan demikian, anak merupakan subjek dan objek pendidikan yang
memerlukan bimbingan orang lain untuk membantu mengarahkan,
mengembangkan dan membimbing potensi yang dimilikinya menuju ke arah
kedewasaan.
Potensi yang diberikan Allah yang berupa penglihatan, pendengaran dan
hati dianugerahkan sebagai sarana untuk belajar. Sehubungan dengan itu, al-
Maududi mengatakan sebagaimana dikutip oleh al-Nahlawi yang mengatakan,
bahwa pendengaran merupakan pemeliharaan pengetahuan yang diperoleh dari
orang lain. Penglihatan merupakan pengembangan pengetahuan dengan hasil
observasi dan penelitian yang berkaitan dengannya. Hati merupakan sarana
untuk membersihkan ilmu pengetahuan yang murni. Jika ketiga pengetahuan
itu dipadukan, maka terciptalah ilmu pengetahuan ilmu yang sesuai dengan
apa yang dikaruniakan Allah kepada anak manusia hanya dengan pengetahuan
itulah, manusia mampu mengatasi dan menundukkan makhluk lain agar
tunduk pada kehendaknya, maka anak manusia seharusnya memanfaatkan
potensi dari Allah tersebut untuk kepentingan pendidikannya.

31
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), hlm.47.
49 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Bentuk potensi yang telah dianugerahkan Allah sangat urgensi sekali


untuk dapat dikembangkan, khususnya bentuk potensi yang ada dalam Surat
An-Nahl ayat 78 hubungannya dalam pendidikan anak. Sehingga dari sini akan
terwujud suatu kedewasaan baik itu kedewasaan jasmaniah dan kedewasaan
rohaniah sehingga anak dapat memilih, memutuskan dan bertanggung jawab
sendiri sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya. Bentuk anugrah yang telah
dianugrahkan Allah tersebut untuk mencapai pengetahuan, karena semua
pengetahuan yang kita miliki adalah muktasabah (diperoleh melalui usaha), di
antaranya dapat diperoleh melalui proses yang amat lama, yaitu melalui
pendidikan. Sekalipun terlihat, bahwa ada pula pengetahuan-pengetahuan yang
sifatnya fitrah. Karena anak manusia ketika dilahirkan itu tidak mengetahui
sesuatu apapun. Artinya lembaran-lembaran hatinya masih bersih dan belum
ada goresan apapun. Kemudian diberikan pendengaran, penglihatan dan kalbu
agar dengan itu, kamu sekalian dapat menuliskan berbagai hal dilembaran
hatinya. Selain itu, ketiga bentuk potensi tersebut sebagai sarana untuk
merenung, tafakkur, berfikir jernih serta meneliti alam semesta ini. Kemudian
dengan akal dan hatinya digunakan untuk mengolah alam ini untuk dijadikan
sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. Anak manusia dididik secara ilmiah
melalui berfikir, observasi, diskusi hingga menyimpulkan sampai akhirnya
dapat meraih ilmu pengetahuan dan menghasilkan sesuatu. Semua itu dapat
dilakukan dan diperoleh melalui bimbingan dan arahan dari orang tua maupun
dari guru lewat proses belajar mengajar di dalam sebuah pendidikan yang
dengan jalan ini diharapkan dapat menghantarkan anak pada tingkat
kedewasaan. Selain itu untuk membekali anak dengan ilmu pengetahuan,
menanamkan nilai dan mengembangkan skill (ketrampilan) anak.
50 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Selain ketiga potensi tersebut, Allah juga membekali sendiri jiwa anak
dengan berbagai potensi yang berbeda-beda, baik itu kualitas maupun
kuantitasnya antara anak yang satu dengan anak yang lain. Potensi itu di antara
lain berupa bakat, minat, intelegensia/kecerdasan, sifat-sifat kepribadian dan
kemampuan/kehendak. Semua potensi tersebut memiliki keterbatasan. Setiap
anak memiliki peluang untuk berbuat, berkarya dan sukses dalam hidupnya
dengan mendayagunakan potensi-potensi yang dimilikinya. Bakat, minat dan
intelegensi/kecerdasan memang sangat menentukan corak dan tingkat
keberhasilan. Sehingga seorang anak akan sukses dalam karya-karya yang
sesuai dengan bakat dan minatnya serta bila ditunjang oleh
intelegensi/kecerdasan yang memadai. Tingkat keberhasilan itu berbeda-beda
antara anak satu dengan anak yang lain, meskipun jenis bakat dan minatnya
sama. Namun kualitas dan kuantitasnya pasti tidak sama. Perbedaan itu akan
menjadi lebih besar bila yang satu ditunjang oleh intelegensi yang baik,
sedangkan yang lain, intelegensinya rendah.
Maka dari itu, untuk mendukungnya diperlukan pemberian kesempatan
yang sama untuk mewujudkan potensi mereka secara optimal. Ini berarti
pendidikan harus dapat mendukung bakat dan kemampuan anak didik.
Pengembangan potensi sebagaimana dalam Surat An-Nahl ayat 78 adalah
untuk menghantarkan anak manusia dapat mencapai tujuan pendidikan, yakni
supaya mensyukuri nikmat yang dianugerahkan Allah sebagaimana penjelasan
al-Maraghi bahwa dengan nikmat yang telah diberikan Allah tersebut kalian
dapat bersyukur kepada-Nya dengan cara menggunakan nikmat-nikmat
tersebut untuk beribadah kepada-Nya dan agar setiap anggota tubuh kalian
dapat digunakan untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Karena seseorang
51 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

belum dikatakan bersyukur kepada Allah, melainkan apabila kenikmatan yang


diperolehnya itu digunakan untuk sesuatu yang disenanginya, bukan yang
disenangi itu untuk kemanfaatan dzat-Nya Allah sendiri tetapi justru untuk
kemanfaatan hamba-hambaNya belaka, sehingga akan tercipta kemakmuran di
muka bumi ini. Oleh karena itu, semua nikmat yang diberikan Allah SWT.
dapat disyukuri melalui tiga cara, yaitu:
a. Syukur dengan hati
Syukur dengan hati adalah menyadari dengan sepenuh hati, bahwa
nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan
kemurahan Allah. Syukur dengan hati juga berarti rela dengan semua
pemberian Allah, baik berupa nikmat maupun yang dalam pandangan
manusia dianggap negatif. Oleh karena itu, dipandang kufur, orang yang
berkeyakinan bahwa semua yang didapatkan adalah hasil keringatnya
sendiri atau atas dasar kemampuannya sendiri.
b. Syukur dengan lidah
Syukur dengan lidah artinya mengakui adanya ucapannya bahwa
sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Islam mengajarkan agar
pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi alhamdulillah dan
padanannya.
c. Syukur dengan perbuatan
Syukur dengan perbuatan, yaitu menggunakan nikmat yang
diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.
Atas dasar ini, maka setiap orang yang diberi nikmat harus merenungkan

52 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021


Amarodin : Tela’ah Tafsir“

apa tujuan diberikannya nikmat, dan semua nikmat yang diberikan Allah
SWT. harus digunakan secara baik sesuai dengan syari’at.32
Melihat hal di atas, maka semua kenikmatan yang diberikan Allah
sebagaimana dijelaskan dalam Surat An-Nahl ayat 78 yang berupa potensi
jasmani dan rohani harus dikembangkan melalui pendidikan. Sebab
pendidikan adalah suatu proses mensyukuri nikmat Allah SWT. melalui
perbuatan. Untuk semua itu, pendidikan hendaknya dijalankan dengan penuh
kesadaran dan dengan secara sistematik untuk mengembangkan potensi-
potensi ataupun bakat-bakat yang ada pada diri anak sesuai dengan cita-cita
atau tujuan pendidikan. Dengan demikian, pendidikan itu bersifat aktif, penuh
tanggung jawab dan ingin mengarahkan perkembangan anak sesuai dengan
tujuan tertentu.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa anak sebagai makhluk
pedagogik, yaitu makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat
dididik dan dapat mendidik. Anak yang memliki potensi dapat dididik dan
mendidik, sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan
pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk
atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan ketrampilan yang
dapat berkembang sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Ini pulalah yang membuat anak manusia itu istimewa dan lebih muda yang
sekaligus berarti bahwa ia adalah sebagai makhluk padagogik. Dalam hal ini
pendidikan yang harus di berikan kepada anak antara lain pendidikan akidah,
pendidikan akhlak, ibadah )syari’ah(, dan intelektual.

32
Waryono Abdul Ghofur, Tafsir Sosial, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), hlm. 49.
53 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

a. Pendidikan iman (akidah).


Pendidikan akidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang yang
harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sedemikian mendasarnya
pendidikan akidah ini bagi anak-anak, karena dengan pendidikan inilah
anak akan mengenali siapa Tuhannya, bagaimana cara bersikap terhadap
Tuhannya dan apa saja yang mesti mereka perbuat dalam hidup ini.33 Materi
pendidikan keimanan ini adalah untuk mengikat anak dengan dasar-dasar
iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah. Sejak anak mulai mengerti dan
dapat memahami sesuatu. Adapun tujuan mendasar dari pendidikan ini
adalah agar anak hanya mengenal Islam mengenai dirinya. Al-Qur’an
sebagai imamnya dan Rasulullah sebagai pemimpin dan teladannya.
b. Pendidikan ibadah.
Materi pendidikan ibadah secara menyeluruh oleh para ulama telah
dikemas dalam sebuah disiplin ilmu yang dinamakan ilmu fikih dan fikih
Islam. Karena seluruh tata peribadatan telah dijelaskan di dalamnya,
sehingga perlu diperkenalkan sejak dini dan sedikit demi sedikit dibiasakan
dalam diri anak, agar kelak mereka tumbuh menjadi insan-insan yang
bertakwa.34 Pendidikan ibadah di sini, khususnya pada pendidikan shalat
yang merupakan tiang dari segala amal ibadah sebagaimana dijelaskan
dalam Firman Allah dalam Surat Luqman ayat 17 sebagai berikut:
ِ ‫ ْأ ُِشْ ثِ ْبٌ َّ ْعش‬َٚ َ‫ أَلِ ُِ اٌظَّالح‬ٟ
‫ َِب‬ٍَٝ‫اطْ جِشْ َع‬َٚ ‫ا َْٔٗ َع ِٓ ْاٌ ُّ ْٕ َى ِش‬َٚ ‫ؾ‬ُٚ َّ َُٕ‫َب ث‬٠
)٤٨( ‫س‬ِٛ ُِ ‫ه ِِ ْٓ َع ْض َِ األ‬ َ ٌِ‫ه إِ َّْ َر‬
َ َ ‫طب ث‬َ َ‫أ‬

33
M . Nipan Abdul Halim, 94
34
Ibid, hlm. 102
54 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

‚Hai anakku! Dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang


baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah‛.)QS. Luqman: 17(.35
Pendidikan shalat dalam konteks ayat tersebut tidak hanya terbatas
tentang tata cara untuk menjalankan shalat yang lebih bersifat fi’liyah,
melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah shalat. Anak
harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi mungkar serta
jiwanya teruji menjadi orang yang sabar.
c. Pendidikan akhlak (moral).
Yang dimaksud dengan pendidikan akhlak adalah pendidikan
mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus
dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak masa analisa hingga menjadi
seorang mukallaf, seorang yang telah siap untuk mengarungi lautan
kehidupan. Tujuan dari pendidikan akhlak ini adalah untuk membentuk
benteng religius yang berakar pada hati sanubari. Benteng tersebut akan
memisahkan anak dari sifat-sifat negatif, kebiasaan, dosa dan tradisi
jahiliyah. Keluarga merupakan tempat pertama yang harus meletakkan
pendidikan akhlak dalam diri anak dengan jalan melatih dan membiasakan
hal-hal yang baik. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara
teoritik, melainkan disertai contoh-contoh kongkrit untuk dihayati
maknanya. Kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya.36 Hal
ini sebagaimana Firman Allah dalam Surat Luqman ayat 18 sebagai
berikut:

35
Departemen Agama RI, hlm. 413.
36
Chabib Thoha, hlm. 108.
55 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

َّ َّْ ِ‫ع َِ َشحًب إ‬


ًَّ ‫ُ ِحتُّ ُو‬٠ ‫هللاَ ال‬ ِ ٌٍَِّٕ ‫ن‬
ِ ّْ َ‫ال ر‬َٚ ‫بط‬
ِ ْ‫ األس‬ِٟ‫ش ف‬ َ ُ‫ال ر‬َٚ
َ ‫ظ ِّعشْ َخ َّذ‬
ٍ ‫ُِ ْخزَب ٍي فَ ُخ‬
)٤٧( ‫س‬ٛ
‚Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia )karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri‛. )QS. Luqman: 18(.37
d. Pendidikan intelektual.
Pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan berfikir
anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, ilmu pengetahuan, peradaban
ilmiah dan modernisme serta kesadaran berfikir dan berbudaya. Dengan
demikian, ilmu rasio dan peradaban anak benar-benar dapat terbina.38
Pendidikan intelektual ini sangat erat hubungannya dengan pendidikan
iman, moral dan fisik dalam rangka membentuk pribadi anak secara integral
dan di dalam mendidik anak secara sempurna agar menjadi seorang insan
yang konsisten dalam melaksanakan kewajiban, risalah dan tanggung
jawabnya, pelaksanaan pendidikan intelektual ini mencakup tiga masalah
yang krusial dan saling terkait, yaitu kewajiban mengajar, penyadaran
berfikir dan pemeliharaan kesehatan intelektual.
Dengan diberikannya pokok-pokok pendidikan anak tersebut
diharapkan anak akan tumbuh dewasa menjadi insan mukmin yang benar-
benar shaleh, insan yang kuat akidahnya, mantap ibadahnya, mulia
akhlaknya dan cemerlang pemikirannya, sehingga kepribadian mereka
terbentuk menjadi pribadi muslim yang kuat.

37
Departemen Agama RI, hlm. 413.
38
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm. 33.
56 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Untuk potensi yang diberikan Allah kepada anak adalah berupa


jasmani, juga dilengkapi pula dengan roh (jiwa/psikis) yang memiliki
berbagai potensi dan ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Potensi fisik berfungsi karena memperoleh energi (tenaga) dari roh (psikis),
sebaliknya potensi psikis yang digerakkan oleh energinya sendiri hanya
berfungsi di dalam kesatuannya dengan tubuh (jasmani).
Dalam kesatuan yang unik itulah, anak memiliki potensi psikis yang
utama berupa kesadaran. Energi roh menggerakkan otak yang bersifat
material, sehingga terjadi proses berpikir sebagai potensi psikis. Energi
tersebut menggerakkan panca indra yang bersifat fisik, sehingga terjadi
kesadaran penglihatan melalui mata, pendengaran melalui telinga,
penciuman melalui hidung, melalui kulit anak mampu meraba dan dengan
lidah mampu untuk mengecap.39 Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an
surat An-Nahl ayat 78 yang di dalamnya menjelaskan keadaan anak
manusia yang dikeluarkan dari rahim ibunya dalam keadaan yang lemah
dan tidak mengetahui apapun. Kemudian oleh Allah dianugerahkani potensi
berupa pendengaran, penglihatan dan hati. Potensi-potensi yang
dianugerahkan Allah tidak akan berguna dengan baik tanpa
ditumbuhkembangkan agar dapat dioptimalkan dengan sebaik-baiknya
melalui pendidikan.
Dari uraian tersebut kiranya dapat diperoleh gambaran yang jelas,
bahwa anak yang dilahirkan itu memiliki kelengkapan potensi jasmani dan
rohani. Dengan kelengkapan potensi jasmaninya, ia dapat melaksanakan
tugas-tugas yang memerlukan dukungan fisik dan dengan kelengkapan
39
Hadari Nawawi, Hakekat Manusia menurut Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1993), hlm. 236.
57 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021
Amarodin : Tela’ah Tafsir“

potensi rohaninya, ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan


dukungan mental. Selanjutnya agar kedua unsur tersebut dapat berfungsi
dengan baik dan produktif, maka perlu dibina dan diberikan bimbingan.
Dalam hubungannya dengan persoalan ini, maka pendidikan memegang
peranan yang penting bagi pengembangan potensi anak.
PENUTUP
Sesuai dengan para ahli tafsir di atas menyebutkan bahwa potensi yang
diberikan Allah kepada anak manusia sungguh tidak terbatas, di antara dari
potensi yang harus dikembangkan adalah dalam kandungan Surat An-Nahl ayat
78 tentang anak dan potensi yang diberikan berupa indra, akal dan hati.
Pengembangan itu harus dilakukan seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan
sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan kehidupan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya dan pengembangan
sikap iman dan takwa kepada Allah.
Potensi anak secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua, yakni
potensi jasmani dan potensi rohani sebagaimana tercover dalam Surat An-Nahl
ayat 78 yang harus dikembangkan. Usaha-usaha pengembangannya hendaklah
dilaksanakan secara nyata oleh orang tua maupun pendidik agar masing-masing
potensi yang ada pada diri anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar,
selaras, serasi dan seimbang.
Akan tetapi kita sebagai manusia yang diberi potensi yang begitu besar
oleh Allah SWT. harus betul-betul mampu mengembangkan potensi tersebut,agar
kita tidak tergolong orang-orang yang diancam oleh Allah SWT. Dalam Surat
AL-A’raf Ayat 179 sebagai berikut :

58 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021


Amarodin : Tela’ah Tafsir“

ْ
‫ ٌُٓ َال‬١‫ُ ُْ أَ ْع‬ٌََٙٚ ‫َب‬ِٙ‫ْ ث‬ُٛ
َ َٙ‫َ ْفم‬٠ ‫ةٌ َال‬ٍُُٛ‫ُ ُْ ل‬ٌَٙ ‫ظ‬ ِ ْ َٚ ِّٓ‫شًا ِِ َٓ ْاٌ ِج‬١ِ‫ََّٕ َُ َوث‬ٙ‫وََ ٌَمَ ْذ َر َسأَٔب ٌِ َج‬
ِ ْٔ ‫اإل‬
ُُ ُ٘ ‫ه‬ َ ِ‫ٌَئ‬ُٚ‫ػًُّ أ‬ َ ِ‫ٌَئ‬ُٚ‫َب أ‬ِٙ‫ْ ث‬ُٛ
َ َ‫ه َو ْبألَ ْٔ َع ِبَ ثًَْ ُ٘ ُْ أ‬ َ ‫َ ْغ َّع‬٠ ‫اْ َال‬ٌ ‫ُ ُْ َءا َر‬ٌََٙٚ ‫َب‬ِٙ‫ْ ث‬ُٚ َ ‫ظش‬ ِ ‫ُ ْج‬٠
ْ
َ ٍُِ‫اٌؽَبف‬.
ْٛ
Artinya: ‚Dan sesungguhnya telah kami sediakan untuk mereka jahannam
banyak dari jin dan manusia; mereka mempunyai hati (tetapi) tidak mereka
gunakan memahami, dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak mereka
gunakan untuk melihat dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak mereka
gunakan untuk mendengar, mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai‛.
Wallahu a’lamu bi showaabi

59 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021


Amarodin : Tela’ah Tafsir“

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI
Ghofur, Waryono Abdul, Tafsir Sosial, Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005.
Hamdani, M., Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Jakarta: Muhammadiyah
University Press, 2001.
Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim, Shahih Bukhari, Juz V,
Beirut: Dar Fikri.
Jalal, Abdul Fatah, Minal Ushulut Tarbawiyah fil Islam, terj. Hery Noer Aly,
Azaz-azaz Pendidikan Islam, Bandung: Diponegoro, 1999.
Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat
dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, teoritis dan
Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Najati, Mohammad Usman, ‚Al-Qur’an wa Ilmu Nafsi‛, terj. Ahmad Roffi
Usmani, al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung: Pustaka, 1997.
Shihab, Muhammad Quraish, Tafsir al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati, 2000.
Syijistani -Al, Abi Dawud Sulaiman ibn, Sunan Abu Dawud, Juz II, Beirut: Dar
Fikr, 1994.
Surah, Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn, Jami’us Shahih wahua Sunan Tirmidzi,
Juz IV, (Beirut Libanon: Dar al-Kutub, t.th.),
Syahtat, ‘Ulum al-Tafsir, al-Qahirah : Dar as-Syuruq, t.t.
Syariati, Ali, On the Sosiology of of Islam‛, terj. Hamid Algar, Paradigma Kaum
Tertindas: Sebuah Kajian Sosiologi Islam, Jakarta: al-Huda, 2001.
Wahid, Ramli Abdul, Ulumul Qur’an I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Ya’qub, Hamzah. Etika Islam. Bandung: CV Diponegoro. 1991.
Yamin, Martinis. Paradigma pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada
Press (GP Press). 2008.
Yasin, Fatah. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Yogjakarta: UIN-Malang
Press. 2008.

60 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021


Amarodin : Tela’ah Tafsir“

Yunus, Mahmud. Pokok-pokok Pendidikan dan pengajaran. Jakarta: Hindakarya


Agung. 1978

61 Perspektive, Vol. 14 No. 2, Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai