Anda di halaman 1dari 5

Makna Tauhid dan Pembagiannya

Sesungguhnya tujuan Allah menciptakan jin dan manusia adalah agar mereka mengamalkan
tauhid, yaitu beribadah hanya kepadaNya dan menjauhi segala macam perbuatan syirik.
Maka dari itu Allah mengutus para nabi dan rasul dan juga menurunkan kitab suci sebagai
pedoman dan petujuk bagi mereka dalam beribadah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫نسَإِ ََّّلَ ِليَ ْعبُد‬


َ‫ُون‬ ِ ْ ‫َو‬
َ ‫اْل‬ ْ ُ‫َو ََماَ َخلَ ْقت‬
َ ‫َال ِج َّن‬

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku.” (QS. adz-Dzariyaat [51]: 56)

Dan firmanNya:

َ َ‫َوَّلََت ُ ْش ِر ُكواَْ ِب ِه‬


َ‫شيْئا‬ ‫َوا ْعبُدُواْ ه‬
َ َ‫َّللا‬

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun.” (QS. an-
Nisa [4]: 36)

Navigasi [sembunyi]

 Makna Tauhid
 Ruang Lingkup Ilmu Tauhid
 Pembagian Tauhid
o 1. Tauhid Rububiyyah
o 2. Tauhid Uluhiyyah
o 3. Tauhid Asma wa Sifat

Makna Tauhid
Tauhid secara bahasa merupakan mashdar (kata dasar) dari fi’ilَ(kataَkerja):َ(ُ ‫َي َُو ِ هح َد‬-َ‫َ) َو َّح َد‬yangَ
artinya menjadikan sesuatu menjadi satu atau tunggal.
Sedangkan secara istilah, makna tauhid adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan apa-apa yang menjadi kekhususan bagiNya baik itu dalam masalah rububiyyah,
uluhiyyah ataupun asma wa sifat. (al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, Syaikh
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin,َcetakanَDarَIbnuَal-Jauziy, Riyadh 1419 H, halaman 8).

Ruang Lingkup Ilmu Tauhid


Pembahasan ilmu tauhid meliputi pembelajaran tentang hal-hal yang wajib kita tetapkan
bagi AllahSubhanahu wa Ta’ala, baik itu yang berupa sifat kemuliaan yang ada padaNya
maupun sifat kesempurnaan yang dimilikiNya. Bahasan ilmu tauhid juga meliputi hal-hal
yang mustahil ada pada diri Allah dan tidak layak disandangNya, baik itu yang berupa (sifat-
sifat) maupun perbuatan-perbuatan. Selain itu, bahasan ilmu tauhid juga mencakup hal-hal
yang wajib kita tetapkan bagi para Nabi dan Rasul dan hal-hal yang mustahil ada pada
mereka. Dan juga mencakup hal-hal yang berhubungannya seperti permasalahan iman
terhadap kitab-kitab yang diturunkan Allah, malaikat-malaikatNya yang suci, hari
kebangkitan dan hari pembalasan, serta qadha dan qadar. Adapun faidah dari ilmu tauhid
yaitu memperbaiki akidah dan sebagai jalan untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. (Mudzakarah at-Tauhid,َSyaikhَAbdurrazaqَ‘Afifi,َcetakan al-Maktab al-Islamiy,
Beirut 1403 H, halaman 3).

Pembagian Tauhid
Setelah melakukan pengkajian terhadap dalil-dalil di dalam al-Quran, maka para ulama
membagi tauhid menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan
tauhid asma wa sifat. Dan ketiga macam tauhid ini tercakup dalam firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:

َ َُ‫طبِ ْرَ ِل ِعبَادَتِ ِهَه َْلَتَ ْعلَ ُمَلَه‬


َ‫س ِميها‬ َ ‫ص‬ َ ُ‫َو َماَ َب ْي َن ُه َماَفَا ْعبُدْه‬
ْ ‫َوا‬ َ ‫ض‬ِ ‫َِو ْاْل َ ْر‬
َ ‫س َم َاوات‬
َّ ‫َربُّ َال‬

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepadaNya. Apakah kamu mengetahui
ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?.” (QS. Maryam [19]: 65)

1. Tauhid Rububiyyah

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini bahwasanya Allah lah satu-
satunya Dzat yang telah menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai
dan mengatur segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dalil-dalil yang menunjukan hal
ini pun sangatlah banyak, diantaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ِ ‫َو ْاْل َ ْر‬


َ‫ض‬ َ ‫اء‬
ِ ‫س َم‬ ‫َّللاَِيَ ْر ُزقُ ُك ِ ه‬
َّ ‫مَمنَ َال‬ ٍ ‫َم ْنَخَا ِل‬
َّ ‫قَ َغي ُْر‬ ِ ‫ه َْل‬

“Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan
bumi?.” (QS. Faathir [35]: 3)

Dan juga firmanNya:

َ‫َو ِكيل‬ َ َ‫َوه َُوَ َعلَىَ ُك ِله‬


َ ٍ‫ش ْيء‬ َ َ‫ّللاَُخَا ِل ُقَ ُك ِله‬
َ ٍ‫ش ْيء‬ َّ

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. az-Zumar
[39]: 62)

Dan juga firmanNya:

َ‫ش ْيءٍ َقَدِير‬ َ َ‫ّللاَُ َعل‬


َ َ‫ىَ ُك ِله‬ ‫َو ه‬ ِ ‫َِواْل َ ْر‬
َ ‫ض‬ َّ ‫َو ِ هلِلَِ ُم ْلكُ َال‬
َ ‫س َم َاوات‬

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala
sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 189)

Serta firmanNya:

َ‫ي‬ ْ َ‫َمن‬
‫َال َح ِه‬ ْ ‫َِوي ُْخ ِر ُج‬
ِ َ‫َال َميَّت‬ َْ َ‫َمن‬
َ ‫َال َم ِهيت‬ ِ ‫ي‬
َّ ‫َال َح‬ْ ‫َو َمنَي ُْخ ِر ُج‬
َ ‫ار‬ َ ‫ضَأ َ َّمنَ َي ْم ِلكُ َالس َّْم َعَواْل َ ْب‬
َ ‫ص‬ ِ ‫َواْل َ ْر‬
َ ‫اء‬
ِ ‫س َم‬ ‫قُ ْلَ َمنَ َي ْر ُزقُ ُك ِ ه‬
َّ ‫مَمنَ َال‬
ُ َ ُ
ََ‫َّللاَُفَق ْلَأفَالََتَتَّقون‬ ُ
‫س َيقولونَ ه‬ ُ َ
َ َ‫َو َمنَيُدَبِ ُهرَاْل ْم َرَف‬
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah
yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang
mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah
“Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”.” (QS. Yunus [10]: 31)

Seseorang belumlah bisa dikatakan muslim hanya karena dia meyakini tauhid rububiyyah,
hal itu dikarenakan orang-orang kafir juga menyatakan keyakinan mereka terhadap tauhid ini.
Hal ini seperti yang telah Allah sebutkan dalam firmanNya:

ُ‫َّللا‬ َ ‫َِو ْاْل َ ْر‬


ََّ ‫ضَلَيَقُولُ َّن‬ َّ ‫سأ ََْلت َ ُهمَ َّم ْنَ َخلَقَ َال‬
َ ‫س َم َاوات‬ َ َ‫َولَئِن‬

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”.” (QS. az-Zumar [39]: 38)

Dan juga firmanNya:

َ‫ي‬ ْ َ‫َمن‬
‫َال َح ِه‬ َْ ‫َِوي ُْخ ِر ُج‬
ِ َ‫َال َميَّت‬ ْ َ‫َمن‬
َ ‫َال َم ِهيت‬ ِ ‫ي‬ ْ ‫َو َمنَي ُْخ ِر ُج‬
َّ ‫َال َح‬ َ ‫ار‬ َ ‫س ْم َعَواْل َ ْب‬
َ ‫ص‬ َّ ‫ضَأ َ َّمنَيَ ْم ِلكُ َال‬
ِ ‫َواْل َ ْر‬
َ ‫اء‬
ِ ‫س َم‬ ‫قُ ْلَ َمنَيَ ْر ُزَقُ ُك ِ ه‬
َّ ‫مَمنَ َال‬
ُ َّ َ َ َ َ
ََ‫َّللاَُفقلَأفالَتتقون‬ ْ ُ َ ُ
‫س َيقولونَ ه‬ ُ َ َ
َ ‫َو َمنَيُدَبِ ُهرَاْل ْم َرَف‬

“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah
yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang
mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah
“Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”.” (QS. Yunus [10]: 31)

Perhatikanlah! Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabarkan kepada
kita bahwa orang-orang kafir juga meyakini bahwa Allah lah yang telah menciptakan,
memberi rizki, meghidupkan dan juga mematikan, namun demikian hal ini tidaklah
menjadikan mereka termasuk orang-orang muslim, mengapa? Jawabannya adalah karena
mereka belum mengimani tauhid jenis yang kedua (yaitu tauhid uluhiyyah) yang merupakan
inti dari keislaman seseorang.

2. Tauhid Uluhiyyah

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam perkara-perkara ibadah dengan


menghambakan diri hanya kepadaNya disertai dengan ketundukan, keikhlasan, kecintaan,
penghormatan dan peribadatan hanya kepadaNya serta tidak menyekutukanNya dengan
sesuatuَapapun.َSegalaَmacamَibadahَsepertiَshalat,َdo’a,َpuasa,َmenyembelih,َbernadzar,َ
haji, umrah, sedekah dan lain sebagainya, harus ditujukan semata-mata hanya untuk Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Dan jenis tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para nabi dan
rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َّ ْ‫َواجْ تَنِبُوا‬
ُ ‫َالطا‬
ََ‫غوت‬ ‫سوَّلَأ َ ِنَا ْعبُدُواْ ه‬
َ َ‫َّللا‬ َّ ‫َولَقَدَْبَعَثْنَاَفِيَ ُك ِلهَأ ُ َّمة‬
ُ ‫ٍَر‬

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut”.” (QS. an-Nahl [16]: 36)

Dan juga firmanNya:


ِ ‫وحيَ ِإلَ ْي ِهَأَنَّه َََُّلَ ِإلَهََ ِإ ََّّلَأَنَاَفَا ْعبُد‬
َ‫ُون‬ ِ ُ‫سو ٍلَ ِإ ََّّلَن‬
ُ ‫نَر‬ ِ ‫س ْلن‬
ِ َ‫َاَمنَقَ ْبلِك‬
َّ ‫َم‬ َ ‫َو َماَأ َ ْر‬

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku”.” (QS. al-Anbiyaa’َ[21]:َ25)

Kebayakan manusia dari zaman dulu hingga sekarang tidaklah mengimani uluhiyyah Allah,
dan tentu saja hanya orang-orang mukmin sajalah yang mengimaninya, yang mana mereka
merupakan pengikut agama para nabi dan rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َو َماَيُؤْ ِمنُ َأ َ ْكث َ ُر ُه ْمَبِ ه‬


َ َّ‫الِلَِإَِّل‬
ََ‫َوهُمَ ُّم ْش ِر ُكون‬

“Danَsebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahanَlain).”َ(QS.َYusufَ[12]:َ106)

Dalam perkara rububiyyah, orang-orang kafir meyakini bahwasanya Allah lah yang
menciptakan, memberi rizki, meghidupkan dan juga mematikan serta mengatur segala yang
ada di alam semesta ini. Namun dalam perkara uluhiyyah, mereka tidak mau meyakini
bahwasanya hanya Allah lah satu-satunya sesembahan yang berhak untuk diibadahi. Dahulu
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah mengajak mereka (orang-orang kafir) untuk
mengucapkan kalimat “laa ilaha illallah”, namun dengan sombong mereka menolaknya dan
berkata:

َ‫ش ْيءَي َُرادَُ َما‬ َ َ‫صبِ ُرواَ َعلَىَآ ِل َهتِ ُك ْمَإِ َّنَ َهذَاَل‬
ْ ‫واَوا‬ َ ‫ش‬ ِ ُ ‫َال َم ََل‬
ُ ‫َم ْن َُه ْمَأ َ ِنَا ْم‬ ْ َ‫طلَق‬
َ ‫َوان‬
َ ‫ع َجاب‬ َ َ‫احداَإِ َّنَ َهذَاَل‬
ُ َ‫ش ْيء‬ ِ ‫َو‬ ْ ‫أ َ َجعَل‬
َ ‫ََاْل ِل َهةََإِلَها‬
ْ ‫َاْل ِخ َر ِةَ ِإ ْنَ َهذَاَ ِإ ََّّل‬
َ‫َاختِ َالق‬ ْ ِ‫س ِم ْعنَاَ ِب َهذَاَف‬
ْ ‫يَال ِملَّ ِة‬ َ

“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-
benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka
(seraya berkata): “Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya
ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki . Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam
agama yang terakhir ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-
adakan.” (QS. Shaad [38]: 5-7)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menggambarkan keadaan orang-orang kafir ketika mereka
diajak untuk mengucapkan kalimat tauhid “laa ilaha illallah” dalam firmanNya:

ٍ ُ‫َو َيقُولُونَ َأَئِنَّاَلَت َِار ُكواَآ ِل َهتِنَاََِلشَا ِع ٍرَ َّمجْ ن‬


َ‫ون‬ َّ ‫إِنَّ ُه ْمَكَانُواَإِذَاَقِيلََلَ ُه ْم َََّلَإِلَهََإِ ََّّل‬
َ َ‫َّللاَُيَ ْستَ ْكبِ ُرون‬

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah”
(Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan
mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan
kami karena seorang penyair gila?”.” (QS. ash-Shaafaat [37]: 35-36)

3. Tauhid Asma wa Sifat

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengimani setiap nama-nama dan
sifat-sifat Allah yang telah Allah tetapkan untuk diriNya sendiri dan yang telah Rasullullah
shallallahu ‘alaihi wassalam tetapkan untukNya, tanpa melakukan tahrif (ta’wil), ta’thil,
takyif ataupun tamtsil terhadap nama dan sifat-sifat Allah. Hal ini karena setiap nama dan
sifat yang Allah miliki tidaklah sama dengan nama dan sifat yang ada pada para makhluknya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫ير‬
ُ ‫ص‬ِ ‫َوه َُوَالس َِّمي ُعَال َب‬ َ َ‫ْسَك َِمثْ ِل ِه‬
َ ‫ش ْيء‬ َ ‫لَي‬

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan
Melihat.” (QS. asy-Syura [42]: 11)

Penjelasan:
a) Tahrif (ta’wil) adalah menyelewengkan atau memalingkan makna dhzahir (makna yang
jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih (yang berkaitan dengan nama-nama dan sifat-
sifat Allah) kepada makna-makna lain yang bathil dan salah. Seperti contohnya: sifat istiwa’
(bersemanyam di tempat yang tinggi) diselewengkan menjadi istawla (menguasai).
b) Ta’thil adalah mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikan (menolaknya). Seperti sifat
Allah ‘uluw (berada tinggi di atas langit), sebagian kelompok sesat mengatakan bahwa Allah
ada di mana-mana (di setiap tempat).
c) Takyif adalah membagaimanakan atau menggambarkan sifat-sifat Allah. Seperti
contohnyaَmenggambarkanَsifatَbersemayamnyaَAllahَdiَatasَ‘arsyَbeginiَdanَbegini.َ
PadahalَbersemayanmnyaَAllahَdiَatasَ‘arsyَtidaklahَsamaَdenganَbersemayamnyaَparaَ
makhluk, dan tidaklah ada seorang pun yang mengetahui gambaran bagaimananya kecuali
Allah semata.
d) Tamtsil adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluknya. Maka tidak
boleh dikatakan bahwa turunnya Allah ke langit dunia sama seperti turunnya kita (ke suatu
tempat). Adapun hadits yang menyatakan bahwa Allah turun ke langit dunia adalah shahih
seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Referensi:
•َal-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin,َDarَ
Ibnu al-Jauziy, Riyadh 1419 H.
•َMudzakarah at-Tauhid,َSyaikhَAbdurrazaqَ‘Afifi,َal-Maktab al-Islamiy, Beirut 1403 H.
•َSyarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyyah,َSyaikhَImamَAbuَ‘Izziَad-Dimasyqi,َMu’assasahَar-
Risalah, Beirut 1421 H.
•َI’anatu al-Mustafid bi Syarhi Kitab at-Tauhid, Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan,
Mu’assasahَar-Risalah, 1423 H.
•َMinhaj al-Firqah an-Najiyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.
•َDanَsumber-sumber yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai