Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Studi Perkembangan Anak E-ISSN: 2460-2310

2016, Vol. 01, No. 01, 40-

Pengaruh Penggunaan Media Sosial dan Gaya Pengasuhan Anak


pada Motivasi Akademik dan Prestasi Akademik Remaja

Kinanti Prabandari* Lilik Noor Yuliati


Departemen Ilmu Keluarga dan Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen, Fakultas ekologi manusia, Konsumen, Fakultas ekologi manusia,
universitas Pertanian Bogor universitas Pertanian Bogor

* Sesuai penulis: kinanti.ipb@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan media sosial dan
gaya pengasuhan orang tua terhadap motivasi belajar dan prestasi belajar remaja. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di empat sekolah; masing-masing dua sekolah di
Kabupaten Bogor (mewakili wilayah perdesaan) dan Kota Bogor (mewakili wilayah
perkotaan). Contoh diambil menggunakan metode proportional random sampling sebanyak
120 siswa. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan media sosial remaja di kota lebih tinggi
dibandingkan dengan remaja di kabupaten. Sebagian besar orangtua remaja di kedua wilayah
menerapkan gaya pengasuhan otoritatif. Motivasi instrinsik dipengaruhi oleh gaya pengasuhan
otoritatif dan permisif, serta durasi penggunaan media sosial. Motivasi ekstrinsik dipengaruhi
oleh gaya pengasuhan otoritatif dan otoritarian, serta durasi penggunaan media sosial. Remaja
di perkotaan mencapai prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan remaja di perdesaan,
begitu pula dengan remaja perempuan dibandingkan remaja laki-laki. Sementara itu, gaya
pengasuhan otoritarian terbukti menurunkan prestasi akademik remaja.

Kata kunci: gaya pengasuhan, media sosial, motivasi belajar, prestasi belajar, remaja
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Pengenalan
Saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan lebih cepat yang juga
mempengaruhi perkembangan informasi dan komunikasi. Salah satu bentuk komunikasi
dengan kombinasi perkembangan teknologi saat ini adalah munculnya internet. Internet
menyediakan berbagai layanan yang dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh pengguna. Salah
satu komunitas yang paling diminati adalah media sosial. Media sosial adalah struktur sosial
yang terdiri dari node (yang umumnya individu atau organisasi) yang terjalin dengan satu atau
lebih jenis hubungan tertentu seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dan lain-lain. Contoh
media sosial adalah Facebook, Twitter, Instagram, path, dan lain-lain. Keberadaan media sosial
memungkinkan pengguna berinteraksi dengan orang dari seluruh dunia dengan biaya lebih
rendah.
Pengguna media sosial di Indonesia meningkat karena akses yang lebih mudah ke
internet. Berdasarkan Departemen Komunikasi dan teknologi informasi (2014), total pengguna
internet mencapai 63.000.000 orang dan sebanyak 95 persen menggunakan internet untuk
mengakses media sosial. Sampai saat ini, pengguna internet di Indonesia telah mencapai
82.000.000 orang, dan 80 persen dari mereka adalah remaja berusia 15-19 tahun. Ini
mengemukakan Indonesia di peringkat kedelapan di dunia, dan pengguna Facebook Indonesia
menduduki peringkat keempat dari dunia (Kementerian Komunikasi dan teknologi informasi,
2014). Pada 2011, pengguna Facebook di Indonesia pernah menjadi tingkat tertinggi hingga
nomor dua di dunia di bawah Amerika Serikat. Sementara itu, pengguna Twitter di Indonesia
menduduki peringkat kelima tertinggi di dunia, dengan 19.500.000 pengguna.
Penggunaan media sosial, terutama Facebook, di antara anak dan remaja dianggap
tinggi meskipun tren ditolak. Sekitar 25 persen pengguna Facebook usia 13-17 telah
meninggalkan platform ini dalam 3 tahun terakhir (Saul, 2014). Sebuah studi yang dilaporkan
oleh Daily Mail (2014) telah showen bahwa lebih dari separuh anak telah menjadi pengguna
media sosial sebelum usia 10 dan 52 persen dari delapan sampai 16-year-olds tidak mematuhi
batas usia pengguna Facebook.
Bahkan, Facebook kecanduan mungkin menjadi gangguan kecanduan lain setelah
narkoba dan kecanduan alkohol (Das dan Sahoo, 2011). Ini adalah semacam kecanduan
internet yang mengarah ke tenggelam dalam kehidupan virtual dan lupa tentang dunia fisik di
sekitar mereka. Sebuah survei dari seribu orang di seluruh Amerika Serikat untuk menemukan
orang kecanduan media sosial menemukan bahwa 56 persen pengguna memeriksa Facebook
setidaknya sekali sehari dan 29 persen bisa tinggal hanya beberapa jam tanpa memeriksa
account mereka. Studi mengatakan orang di bawah 25 tahun lebih mungkin untuk kehilangan
waktu tidur hanya untuk mengawasi teman mereka ' post (Das dan Sahoo, 2011). Sebuah studi
yang dilakukan oleh Nucleus Research pada 237 karyawan perusahaan menunjukkan bahwa
77 persen dari mereka menggunakan Facebook selama jam kerja, menyebabkan penurunan
produktivitas 1,5 persen karyawan (Gaudin, 2009). Selanjutnya, Daily Mail melaporkan bahwa
kejahatan berkorelasi dengan media sosial telah meningkat sebesar 7000 persen di beberapa
daerah, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, pedofilia, bullying, penyerangan, dan
perampokan (Das dan Sahoo, 2011). Pusat Penelitian University of New Hampshire
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

mengatakan bahwa sebagian besar kasus melibatkan remaja muda berusia 13 sampai 15 tahun
(Steenhuysen, 2008).
Selain dampak negatif, penggunaan media sosial juga berdampak positif. Ada banyak
sekolah dan Universitas yang tertarik pada media sosial seperti blog untuk meningkatkan atau
melengkapi kegiatan pendidikan formal dan meningkatkan hasil belajar (Brennan, McFadden,
dan hukum, 2001; Brennan, 2003; Notley, 2010). Media sosial juga digunakan untuk
memperluas kesempatan untuk pembelajaran formal dalam konteks geografis. Siswa
menggunakan olahpesan cepat dan Skype untuk berbagi informasi tentang budaya dan bekerja
bersama (Collin et al., 2010). Selain itu, jaringan sosial juga dapat digunakan antara guru dan
siswa untuk dapat meningkatkan hubungan dan motivasi dan keterlibatan dengan pendidikan
(Mazer, Murphy, dan Simonds, 2007). Jaringan sosial juga penting dalam pembelajaran
informal serta kebutuhan lain seperti untuk pemasaran online, IT kemajuan dan produksi
konten kreatif, dan metode pengasuhan untuk orang tua muda (Notley, 2009).
Penggunaan media sosial oleh remaja dapat dipengaruhi oleh keluarga, lingkungan, dan
karakteristik individu remaja. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang
memberikan banyak pengaruh pada berbagai aspek perkembangan sosial anak (Fatimah, 2006).
Sebagai lingkungan yang paling dekat, keluarga melalui pengasuhan sangat mempengaruhi
tingkat perkembangan anak dan memainkan peran dalam memantau perilaku anak termasuk
penggunaan media sosial perilaku. Demikian juga, pengaruh dari teman sebaya dalam
penggunaan media sosial pun patut dicatat. Rekan pengaruh pada sikap, pidato, minat,
penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 2009). Informasi
media sosial yang diperoleh melalui peer juga dapat mempengaruhi pola penggunaan media
sosial.
Selain itu, banyak fitur menarik dari media sosial juga membuat remaja cenderung
menjadi kecanduan dan malas. Ini mengakibatkan banyak waktu terbuang dan aktivitas yang
terganggu remaja, seperti jadwal belajar mereka, makan, tidur, bersosialisasi, dan sebagainya.
Jumlah waktu yang dihabiskan untuk menggunakan media sosial mengarah pada berkurangnya
waktu belajar karena remaja terlalu lelah untuk bersenang-senang di jejaring sosial, sehingga
pencapaian akademik anak di sekolah dapat terganggu.
Studi ini dilakukan untuk menganalisa efek penggunaan media sosial dan gaya
pengasuhan pada motivasi untuk belajar dan pencapaian akademik remaja. Oleh karena itu,
tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengidentifikasi karakteristik remaja, karakteristik
Keluarga, gaya pengasuhan, penggunaan media sosial, motivasi akademik, dan pencapaian
akademik remaja di daerah pedesaan dan perkotaan Bogor; (2) untuk menganalisa korelasi
antara gaya mengasuh, penggunaan media sosial, motivasi akademik dan pencapaian akademik
remaja di daerah pedesaan dan perkotaan Bogor; dan (3) menganalisis efek karakteristik
remaja, karakteristik Keluarga, gaya pengasuhan anak, dan penggunaan media sosial pada
motivasi akademik dan pencapaian akademik remaja di daerah pedesaan dan perkotaan Bogor.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Metode

Peserta
Kajian ini menggunakan desain penampang melintang yang dilaksanakan di Bogor,
Jawa Barat. Lokasi studi adalah empat sekolah tinggi yang dipilih oleh sampel acak sederhana;
dua sekolah di Kabupaten Bogor (perwakilan daerah pedesaan) dan dua sekolah di kota Bogor
(perwakilan daerah perkotaan). Sampel itu adalah kelas 11 siswa di empat sekolah yang
diambil oleh sampling acak proporsional sebanyak 120 siswa.

Mengukur
Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, meliputi faktor internal
(usia, jenis kelamin, dan uang saku), faktor eksternal (pendidikan orangtua, pendudukan orang
tua, pendapatan orangtua, dan ukuran keluarga), penggunaan media sosial, gaya pengasuhan,
dan akademik Motivasi. Data sekunder Diperoleh dari catatan sekolah mengenai gambaran
umum dari sekolah geografis untuk mendukung fakta di lapangan, data pendaftaran siswa dan
prestasi akademik siswa.
Gaya Parenting kuesioner diadopsi dari Hastuti, Sarwoprasodjo, dan Alfiasari (2012).
Kuesioner terdiri dari gaya mengasuh otoriter (α = 0,622), gaya pengasuhan berwibawa (α =
0,701), dan gaya pengasuhan permisif (α = 0,550) dengan 30 item yang dinilai pada skala 4-
Point (1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak setuju; 3 = setuju; 4 = sangat setuju). Kuesioner
motivasi akademik diubah dari Herniati (2011), yang terdiri dari 30 pertanyaan tentang
motivasi akademik intrinsik dan ekstrinsik (α = 0,853). Kuesioner menggunakan Skala Likert
4-titik (1 = sangat tidak setuju; 2 = tidak setuju; 3 = setuju; 4 = sangat setuju). Nilai yang
Diperoleh dari gaya pengasuhan dan motivasi akademik disimpulkan untuk membuat indeks.
Nilai indeks akan diproyeksikan ke dalam tiga kategori yang berbeda: rendah (< 60), moderat
(60-80), dan tinggi (> 80).
Penggunaan media sosial diukur berdasarkan dimensi berikut: motif, kepemilikan akun,
frekuensi, durasi, biaya, dan jenis media sosial yang digunakan. Motif penggunaan media sosial
dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan enam dimensi motif penggunaan Facebook
(Sheldon, 2008): pemeliharaan hubungan, waktu berlalu, komunitas virtual, persahabatan,
kesejukan, dan hiburan. Sumber informasi untuk mengakses media sosial yang sebagian besar
mempengaruhi remaja dalam studi ini dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok referensi:
teman, orang tua, guru, kerabat, televisi, dan internet.
Pencapaian akademik remaja dalam kajian ini diukur dari hasil kelas siswa, yang
kemudian diklasifikasikan ke dalam empat kategori menurut Permendikbud (2013): miskin (≤
2,49), adil (2.50-2,99), baik (3.00-3,49), dan unggul (3,50-4.00) ( Keputusan Menteri
Pendidikan dan kebudayaan No. 81A/2013).
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Analisis
Data dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis Inferensial. Analisis deskriptif
digunakan untuk semua variabel yang mencakup faktor internal, faktor eksternal, penggunaan
media sosial, gaya pengasuhan, motivasi akademik, dan pencapaian akademik. Analisis
Inferensial yang digunakan meliputi tes korelasi Spearman untuk menganalisa korelasi antara
variabel, sampel independen T-Test untuk menganalisis perbedaan antara dua kelompok, dan
beberapa uji regresi linier untuk menganalisis faktor-factor yang mempengaruhi motivasi
akademik dan pencapaian akademik.

Hasil

Remaja dan Karakteristik Keluarga


Kebanyakan remaja (84,2%) adalah remaja menengah (usia 15-17). Lebih dari separuh
remaja (57,5%) adalah anak perempuan dan uang saku mereka (70,8%) berkisar antara Rp
15.000 hingga Rp 30.000.000 per hari. Lamanya pendidikan leluhur mereka (45%) lebih dari
12 tahun, sedangkan lamanya pendidikan ibu mereka (56,7%) berkisar antara 7 sampai 12
tahun. Kebanyakan ayah (94,2%) bekerja dan lebih dari separuh ibu (62,5%) adalah seorang
ibu rumah tangga. Lebih dari separuh keluarga (55,8%) diklasifikasikan dalam ukuran keluarga
moderat. Kebanyakan remaja di pedesaan (95%) dan perkotaan (93,3%) memiliki pendapatan
per kapita di atas garis kemiskinan Bogor pada 2011.

Gaya Orangtua Dalam Mendidik


Gaya orangtua dalam mendidik yang dianalisis dalam studi ini didasarkan pada teori
Baumshady (2008) yang berisi tiga gaya pengasuhan: otoritatif, otoriter, dan permisif. Di antara
mereka gaya, orangtua gaya yang dilakukan oleh kebanyakan orang tua tidak di pedesaan atau
daerah perkotaan adalah gaya orangtua otoritatif (95%), diikuti oleh gaya pengasuhan otoriter
(4,2%), dan gaya orangtua permisif (0,8%). Hasil sampel independen T-Test menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara gaya mengasuh di kedua daerah (p > 0,05).

Penggunaan Sosial Media


Di antara enam dimensi motif, yang sebagian besar digunakan oleh remaja (45,8%)
adalah pemeliharaan hubungan. Keberadaan media sosial memungkinkan para remaja untuk
berkomunikasi dengan mudah dan mempertahankan ikatan dengan teman meskipun berada di
tempat yang berbeda. Sementara itu, akun media sosial yang dimiliki oleh sebagian besar
remaja adalah Facebook dan Twitter. Lebih dari separuh remaja di pedesaan (58,3%) dan
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

hampir setengah di perkotaan (48,3%) memiliki akun media sosial sebanyak 3 sampai 5 akun.
Hasil dari sampel independen T-Test menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara jumlah akun yang dimiliki oleh remaja di pedesaan dan di perkotaan (p < 0.05) di mana
remaja perkotaan memiliki rekening lebih dari remaja pedesaan.
Sumber yang paling berpengaruh baik di pedesaan (75,43%) dan di kota (55,6%) adalah
teman. Ada kurang dari 10 persen remaja di kedua wilayah yang mengetahui akun media sosial
dari guru mereka. Namun, dalam hal ini guru memberikan informasi tentang akun media sosial
tertentu yang dapat bermanfaat untuk tugas sekolah seperti blog dan Google +.
Frekuensi penggunaan media sosial adalah 1 sampai 3 kali oleh sepertiga remaja di
pedesaan (33,83%) dan di kota (36,2%). Sementara itu, durasi penggunaan media sosial kurang
dari 60 menit untuk akses satu kali oleh kurang dari separuh remaja di pedesaan (37,14%) dan
di kota (48,34%). Secara umum, remaja di pedesaan (30,73%) dan di kota (34,27%) situs media
sosial yang diakses menggunakan ponsel. Kebanyakan remaja di pedesaan (86,7%) dan di kota
(51,7%) menghabiskan biaya relatif rendah untuk mengakses media sosial per bulan (< Rp
102.700), sementara ada sekitar 20 persen dari remaja di perkotaan menghabiskan biaya relatif
tinggi (> Rp 205.400). Hasil dari sampel independen T-Test menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan dalam frekuensi, durasi, dan biaya akses penggunaan media sosial
remaja di kedua wilayah (p < 0.05).

Motivasi Akademik
Lebih dari separuh remaja di pedesaan dan perkotaan Bogor memiliki tingkat medium
motivasi akademik intrinsik dan ekstrinsik. Dengan demikian, lebih dari separuh remaja di
kedua area (79,2%) tingkat menengah motivasi akademik pada umumnya. Hasil dari sampel
independen T-Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara motivasi
akademik remaja di kedua bidang, baik intrinsik atau ekstrinsik motivasi akademik.

Prestasi akademik
Sebagian besar remaja (94,2%) di dua daerah memiliki prestasi akademik yang baik
dengan nilai rata-rata 3,19. Hasil sampel independen T-Test menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara pencapaian akademik remaja di pedesaan dan perkotaan (p <
0.05) di mana remaja di daerah perkotaan menunjukkan prestasi akademik yang lebih baik
bahwa di daerah pedesaan.

Korelasi antara Gaya orangtua dalam mendidik, penggunaan sosial media, motivasi
akademik dan prestasi akademik
Tabel 1 menunjukkan bahwa gaya pengasuhan otoriter dan permisif secara negatif
berkorelasi dengan pencapaian akademik remaja. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

kecenderungan gaya pengasuhan otoriter atau permisif, prestasi akademik yang lebih rendah
akan. Selanjutnya, frekuensi, durasi, kepemilikan akun, dan biaya akses berkorelasi positif
dengan pencapaian akademik. Semakin tinggi frekuensi, durasi, rekening kepemilikan, dan
biaya untuk mengakses media sosial, semakin tinggi prestasi akademis akan.
Tabel 1 koefisien korelasi antara gaya pengasuhan, penggunaan media sosial, motivasi
akademik dan prestasi akademik

variabel Pencapaian akademik


Otoriter -0,272 * *
Otoritatif -0,119
Permisif -0,187 *
frekuensi (waktu/hari) 0,232 *
durasi (menit/satu kali akses) 0,227 *
kepemilikan rekening 0,296 * *
biaya akses (IDR) 0,190 *
Motivasi intrinsik 0,023
motivasi ekstrinsik 0,029
motivasi 0,032
Catatan. (*) signifikan pada p < 0.05; (* *) signifikan pada p < 0.01

Faktor yang mempengaruhi motivasi akademik


Model regresi linier pertama yang ditunjukkan dalam tabel 2 14,5 persen dari variabel
yang secara signifikan mempengaruhi motivasi akademik intrinsik dari remaja sementara
sisanya (85,5%) dipengaruhi oleh variabel lain. Frekuensi dan kepemilikan account media
sosial akan berpotensi multikolinear, sehingga tidak termasuk dalam tes regresi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa motivasi akademik intrinsik dari remaja dipengaruhi oleh gaya
pengasuhan yang otoritatif, gaya pengasuhan yang permisif, dan durasi penggunaan media
sosial. Kecenderungan meningkatnya gaya orangtua yang otoritatif akan meningkatkan
motivasi akademik intrinsik remaja dengan 0,400 poin. Sebaliknya, motivasi akademik
intrinsik akan menurun dengan 0,251 poin karena meningkatnya kecenderungan gaya orangtua
permisif. Sementara itu, meningkatnya durasi penggunaan media sosial akan meningkatkan
motivasi akademik intrinsik dari titik 1,037.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Tabel 2 faktor yang memengaruhi motivasi akademik intrinsik

Variabel Motivasi akademik intrinsik


B Beta Sig.

Daerah (0 = pedesaan, 1 = perkotaan) 1,234 0,056 0,663


umur (tahun) 0,332 0,015 0,871
gender (0 = Girl, 1 = Boy) -1,234 -0,055 0,570
Pocket Money (IDR) 0,000 -0,164 0,154
dari pendidikan Bapa (tahun) 0,235 0,063 0,549
pekerjaan ibu (0 = menganggur, 1 = dipekerjakan) 1,686 0,074 0,425
ukuran keluarga (orang) -0,273 -0,031 0,729
otoriter (index Score) 0,182 0,151 0,120
otoritatif (Skor indeks) 0,400 0,317 0,004 * *
permisif (index Score) -0,251 -0,189 0,040 * *
durasi (menit/satu kali akses) 1,037 0,211 0,033 *
biaya akses (IDR) -1.249-E-5 -0,090 0,392

R2 0.231
Adj R2 0.145
F 2.685
Sig. 0.003a

Catatan. (*) signifikan pada p < 0.05; (* *) signifikan pada p < 0.01

Tabel 3 menunjukkan beberapa model regresi linier lain yang menjelaskan 8,1 persen dari
variabel yang secara signifikan mempengaruhi motivasi akademik ekstrinsik remaja dan
sisanya (91,9%) dipengaruhi oleh variabel lain yang dikecualikan dalam studi ini. Dalam model
ini, faktor yang mempengaruhi motivasi akademis ekstrinsik remaja yang otoriter gaya
mengasuh anak, berwibawa gaya pengasuhan, dan durasi penggunaan media sosial.
Kecenderungan meningkatnya gaya pengasuhan otoriter akan meningkatkan motivasi
akademik ekstrinsik remaja oleh 0,207 poin. Kecenderungan meningkatnya gaya orangtua
yang otoritatif juga akan meningkatkan motivasi akademik ekstrinsik oleh 0,325 poin. Selain
itu, peningkatan satu menit durasi akan meningkatkan motivasi akademik ekstrinsik oleh 0,922
titik.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Tabel 3 faktor yang mempengaruhi motivasi akademik ekstrinsik

Variabel Motivasi akademik intrinsik


B Beta Sig.

Wilayah (0 = pedesaan, 1 = perkotaan) 1,250 0,068 0,607


umur (tahun) -0,677 -0,037 0,700
gender (0 = Girl, 1 = Boy) -0,187 -0,010 0,920
Pocket Money (IDR) -2.130 E-5 -0,017 0,888
Bapa dari pendidikan (tahun) 0,619 0,200 0,068
pekerjaan ibu (0 = menganggur, 1 = dipekerjakan ) 0,568 0,030 0,754
ukuran keluarga (orang) 1,070 0,148 0,116
otoriter (Skor indeks) 0,207 0,208 0,040 *
otoritatif (Skor indeks) 0,325 0,310 0,007 * *
permisif (Skor indeks) 0,056 0,051 0,588
durasi (menit/satu-timeaccess) 0,922 0,227 0,028 *
akses biaya (IDR) -2.417 E -5 -0,209 0,056

R2 0.174
Adj R2 0.081
F 1.880
Sig. 0.045a

Catatan. (*) signifikan pada p < 0.05; (* *) signifikan pada p < 0.01

Faktor yang mempengaruhi pencapaian akademik


Beberapa model regresi linear yang ditunjukkan dalam tabel 4 27,7 menjelaskan persen
dari variabel yang secara signifikan mempengaruhi pencapaian akademik remaja dan sisanya
(72,3%) dipengaruhi oleh variabel lain. Dalam model ini, faktor yang mempengaruhi
pencapaian akademik remaja adalah daerah, gender, dan gaya pengasuhan otoriter. Remaja di
perkotaan memiliki prestasi akademik yang lebih baik daripada di daerah perkotaan.
Pencapaian akademik anak perempuan remaja juga terbukti lebih baik daripada remaja laki.
Sementara itu, meningkatnya kecenderungan orangtua otoriter akan menurunkan prestasi
akademik oleh 0,003 unit.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Tabel 4 faktor yang mempengaruhi pencapaian akademik

Variabel Motivasi akademik intrinsik


B Beta Sig.

Wilayah (0 = pedesaan, 1 = perkotaan) 0,071 0,250 0,037 *


usia (tahun) -0,006 -0,021 0,808
jenis kelamin (0 = Girl, 1 = Boy) -0,070 -0,245 0,007 * *
uang saku (IDR) -2.822 E-8 -0,001 0,989
ayah panjang pendidikan (tahun) 0,005 0,095 0,335
pekerjaan ibu (0 = menganggur, 1 = mempekerjakan) 0,033 0,114 0,185
ukuran keluarga (orang) 0,009 0,077 0,360
otoriter (Skor indeks) -0,003 -0,199 0,030 *
otoritatif (Skor indeks) -0,001 -0,062 0,560
permisif (Skor indeks) -0,002 -0,142 0,101
durasi (menit/satu-timeaccess) 0,000 -0,008 0,932
biaya akses (IDR) 1.803 E-7 0,100 0,306
intrinsik motivasi akademik (Skor indeks) 0,000 0,012 0,898
motivasi akademik ekstrinsik (Skor indeks) 0,001 0,060 0,503

R2 0.174
Adj R2 0.081
F 1.880
Sig. 0.045a

Catatan. (*) signifikan pada p < 0.05; (* *) signifikan pada p < 0.01

Diskusi
Internet adalah jaringan terbesar di dunia yang menghubungkan berbagai jaringan
komputer dengan berbagai jenis komputer di seluruh dunia. Ini menjadi upaya awal untuk
mendukung media sosial melalui komunikasi antar komputer. Media sosial menjadi salah satu
medium yang digunakan oleh banyak orang, termasuk remaja. Media sosial adalah alat yang
memungkinkan pengguna untuk menunjukkan diri mereka sendiri dan untuk berhubungan
dengan orang lain (Fahmi, 2011). Penggunaan media sosial di antara kaum muda meningkat,
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

dan ini bahkan mengarah pada kecanduan. Hal ini tidak terpisahkan dari peran keluarga sebagai
lingkungan terdekat untuk remaja. Tidak diragukan lagi, lingkungan keluarga memiliki
pengaruh yang besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak, dan perilaku anak.
Karakteristik keluarga dalam kajian ini dilihat dari beberapa variabel dan ada perbedaan antara
karakteristik keluarga di pedesaan dan di daerah perkotaan, di antaranya adalah panjang
pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga. Orangtua remaja di perkotaan diidentifikasi
dalam studi ini memiliki panjang yang lebih tinggi pendidikan dan pendapatan dibandingkan
di pedesaan.
Penggunaan media sosial dapat dilihat melalui motif penggunaan, frekuensi, durasi,
jumlah akun yang dimiliki, dan total biaya yang dikeluarkan untuk mengakses media sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan antara penggunaan media sosial para
remaja di pedesaan dan di perkotaan. Frekuensi, lamanya penggunaan, dan jumlah akun remaja
di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Hal ini sejalan dengan studi Qomariyah (2009)
yang menunjukkan bahwa frekuensi dan durasi penggunaan internet pada pemuda perkotaan
di rumah cenderung lebih sering daripada yang ada di tempat lain seperti kafe, sekolah atau
area WiFi. Selain itu, hal ini dapat disebabkan oleh pemuda perkotaan yang terkena informasi
dalam penggunaan media sosial lebih mudah daripada pemuda di pedesaan. Orang tua di
daerah perkotaan menyediakan fasilitas yang lebih bagi anak untuk penggunaan media sosial
serta penyediaan WiFi di rumah dan jumlah uang saku yang diberikan kepada anak cenderung
besar yang akan digunakan untuk membeli kredit internet.
Penggunaan media sosial tidak dapat dipisahkan dari sumber informasi yang diperoleh
oleh remaja tentang media sosial itu sendiri. Studi ini menunjukkan bahwa pengaruh terbesar
pada penyediaan informasi dalam situs media sosial untuk remaja adalah teman. Hal ini sejalan
dengan studi Karyatiwinangun (2011) mengungkapkan bahwa teman dekat mungkin akan
mempengaruhi remaja lebih dari orang tua, termasuk dalam jangka penggunaan jaringan.
Remaja menghabiskan begitu banyak waktu mereka dengan teman sebaya bahwa pengaruh
teman sebaya terhadap sikap, minat, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motif remaja dalam penggunaan media sosial
adalah untuk menjaga hubungan dengan manusia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Desraza (2010) yang menunjukkan bahwa mayoritas remaja menggunakan
media sosial untuk menjaga hubungan dengan teman yang sering ditemui. Siswa menggunakan
Facebook untuk tetap kebersamaan, memperbaiki hubungan dengan orang yang telah
dilupakan, dan tetap berhubungan dengan orang yang dikenal (Dogruer, Ipek, dan Ramadhan,
2011).
Parenting sangat mempengaruhi tingkat perkembangan anak dalam pencapaian
keberhasilan dan kegagalan dalam hubungan sosial. Gaya pengasuhan dibagi menjadi tiga,
yaitu otoriter, berwibawa, dan permisif. Orang tua dengan gaya mengasuh otoriter mencoba
untuk membuat, mengendalikan, dan mengevaluasi perilaku dan sikap anak berdasarkan
seperangkat standar mutlak, nilai ketaatan, menghormati otoritas, kerja, tradisi, tidak saling
memberi, dan menerima dalam verbal Komunikasi. Orangtua yang berwibawa mencoba untuk
membimbing anak mereka secara rasional, berorientasi pada masalah yang dihadapi,
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

menghargai memberi dan mengambil komunikasi, menjelaskan alasan rasional yang


mendasari untuk setiap permintaan atau disiplin. Namun, terkadang mereka menggunakan daya
jika perlu. Sementara itu, orang tua yang permisif berusaha menerima dan bersikap positif
terhadap impuls, hasrat, dan perilaku anak mereka, menggunakan beberapa hukuman,
berkonsultasi dengan anak, memberikan beberapa tanggung jawab rumah tangga,
memperkenankan anak mengatur aktivitasnya sendiri tanpa Control, cobalah untuk mencapai
tujuan tertentu dengan memberikan alasan tanpa menunjukkan kekuatan (Baumrind, 1972).
Sebagian besar orang tua dalam studi ini memiliki kecenderungan tertinggi otoritatif di antara
gaya pengasuhan lainnya. Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan yang berwibawa
memberikan kehangatan dan mendukung anak-anaknya sehingga dapat memotivasi anak untuk
belajar lebih keras.
Frekuensi dan durasi penggunaan media sosial, jumlah akun yang dimiliki, dan biaya
akses memiliki hubungan yang positif secara signifikan dengan motivasi akademik remaja. Hal
ini diduga bahwa remaja yang mengakses media sosial tidak hanya untuk tujuan hiburan, tetapi
juga untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terutama mengenai sekolah. Studi tentang
Kirschner dan Karpinski (2010) menunjukkan bahwa penggunaan Facebook membuat anak
menjadi procrastinator yang menghasilkan pekerjaan sekolah yang kacau. Selain itu, mereka
menjadi lemah juga dalam mengelola waktu.
Gaya mengasuh otoriter berkorelasi negatif dengan pencapaian akademik. Dianggap
bahwa tuntutan orang tua, sangat disiplin, dan orang tua yang kaku hubungan anak
menyebabkan tekanan pada anak yang pada gilirannya menurun kinerja sekolah mereka.
Alfiasari, Latifah, dan Wulandari (2011) mengatakan bahwa gaya pengasuhan otoriter
berkorelasi negatif dengan prestasi akademik remaja. Namun, Herniati (2011) membuktikan
hasil yang berlawanan karena orang tua menerapkan sejumlah peraturan atau tuntutan tinggi
dan disiplin bahwa remaja akan mencoba untuk bertemu dengan belajar dengan tekun untuk
mencapai kelas yang baik.
Studi ini menunjukkan bahwa gaya pengasuhan permisif negatif berkorelasi dengan
prestasi akademik. Alfiasari, Latifah, dan Wulandari (2011) juga mengungkapkan bahwa gaya
pengasuhan permisif positif berkorelasi dengan prestasi akademik remaja. Di sisi lain, Seth dan
Ghormode (2013) menunjukkan bahwa gaya mengasuh otoritatif berkorelasi positif dengan
pencapaian akademik. Peningkatan kecenderungan orangtua yang berwibawa akan diikuti
dengan peningkatan pencapaian akademik. Namun, penelitian ini tidak mengungkapkan
hubungan yang signifikan antara gaya pengasuhan yang otoritatif dan pencapaian akademik.
Hasil tes regresi menunjukkan bahwa gaya orangtua otoritatif secara positif berdampak
pada motivasi akademik intrinsik dan ekstrinsik. Temuan ini mendukung studi sebelumnya
tentang Boveja (1998) bahwa kecenderungan orangtua yang lebih tinggi dari gaya pengasuhan,
anak yang lebih baik akan belajar. Rahmaisya (2011) juga mengemukakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi motivasi pencapaian adalah gaya pengasuhan yang otoritatif.
Hasilnya juga menunjukkan bahwa gaya orangtua permisif berdampak negatif terhadap
motivasi akademik intrinsik. Gaya mengasuh otoriter memiliki efek negatif pada motivasi
akademik ekstrinsik, menunjukkan bahwa motivasi akademik remaja adalah ketakutan mereka
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

terhadap tuntutan hukuman orang tua. Parenting style untuk mendorong prestasi akademis anak
adalah otoriter yang mengarahkan anak ke tujuan dengan kontrol dan kekuasaan orang tua
(Irmawati, 2004).
Selanjutnya, durasi penggunaan media sosial secara positif mempengaruhi motivasi
akademik intrinsik dan ekstrinsik. Anak yang kecanduan internet akan bosan untuk belajar dan
dunia fiksi adalah tempat terbaik bagi mereka untuk melampiaskan batin mereka ketidakpuasan
dan depresi (Xiuqin et al., 2010). Setelah mereka terlibat dalam permainan jaringan selama
satu atau dua tahun, mereka secara bertahap mulai mengabaikan studi mereka, menjadi
teralienasi dari realitas hubungan manusia, dan sepenuhnya mengisolasi diri dari dunia luar.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian akademik dalam kajian ini adalah Kajian
lokasi/wilayah, gender, dan gaya pengasuhan otoriter. Remaja di perkotaan memiliki kinerja
yang lebih baik dibandingkan dengan yang di pedesaan. Ada kemungkinan bahwa karakteristik
keluarga dapat mempengaruhi pencapaian akademik remaja, seperti tingkat tinggi pendidikan
orang tua dan pendapatan keluarga per kapita. Memang, pendidikan orang tua akan
mempengaruhi perkembangan pendidikan anak (Gunarsa dan Gunarsa, 2004). Semakin tinggi
tingkat pendidikan orang tua, semakin besar pengetahuan mereka mengenai pentingnya
pendidikan. Sementara itu, pendapatan yang tinggi per kapita akan menyediakan sumber
keuangan keluarga yang cukup untuk kebutuhan instrumental (Srinovita, Hastuti, dan
Muflikhati, 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan remaja cenderung memiliki
prestasi akademik yang lebih baik daripada remaja putra. Terdapat perbedaan yang signifikan
antara gender dan kecerdasan di mana nilai perempuan lebih tinggi daripada pria (Kumar dan
Lal, 2006). Sonja et al. (2009) juga membuktikan bahwa anak perempuan lebih kooperatif
dengan aturan sekolah dan lebih kompeten dalam kinerja serta tugas akademik. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa perempuan memiliki aspirasi yang lebih tinggi dan
keberhasilan dalam mencapai tujuan akademik mereka daripada laki-laki (Buchmann dan
Dalton, 2002; Cooper, 2009; Dari Gil-Flores, Padilla-Carmona, dan Suárez-Ortega, 2011;
Rothon et al., 2011). Studi lain telah menunjukkan bahwa gadis remaja cenderung untuk
mengekspresikan aspirasi pekerjaan yang lebih tinggi daripada anak laki remaja, dan
menyelesaikan pendidikan sarjana daripada pria lakukan (Trustty dan Niles, 2004).
Gaya mengasuh otoriter memiliki efek negatif yang signifikan terhadap prestasi
akademis remaja. Gaya mengasuh otoriter dapat menyebabkan remaja merasa tertekan dan
depresi, sehingga mereka tidak dapat belajar secara optimal. Lakshmi dan Arora (2006)
sebelumnya telah membuktikan bahwa keberhasilan akademik remaja adalah negatif terkait
dengan kontrol orang tua yang secara psikologis dan fisik kontrol orangtua tinggi cenderung
menghasilkan anak dengan prestasi akademik yang rendah. Studi ini tidak menemukan efek
motivasi akademik pada prestasi akademik remaja. Hal ini diduga bahwa ada faktor lain yang
dikecualikan dalam studi ini yang lebih berpengaruh pada prestasi akademik. Musthaq dan
Khan (2012) menyarankan bahwa komunikasi, Fasilitas belajar, dan bimbingan yang tepat
positif mempengaruhi prestasi akademik siswa sementara keluarga stres memiliki efek negatif.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Konsep diri akademik adalah faktor lain yang telah dibahas untuk memprediksi pencapaian
akademik (Asril, 2011; Bacon, 2011; Ghazvini, 2011).

Kesimpulan dan rekomendasi

Kesimpulan
gaya orangtua mendidik anak yang sebagian besar ditemukan dalam studi ini adalah
otoritatif, menyiratkan bahwa orang tua cenderung untuk selalu mengendalikan anak secara
fleksibel. Penggunaan media sosial remaja relatif rendah. Motivasi akademik intrinsik dan
ekstrinsik dari remaja berada dalam kategori menengah sementara prestasi akademik relatif
baik. Semakin tinggi kecenderungan gaya pengasuhan otoriter atau permisif, prestasi akademik
yang lebih rendah akan. Di sisi lain, semakin tinggi frekuensi, durasi, jumlah kepemilikan
account, dan biaya untuk mengakses media sosial, semakin tinggi prestasi akademik.
Kecenderungan meningkatnya gaya pengasuhan orangtua akan meningkatkan motivasi
akademik intrinsik dan ekstrinsik. Gaya mengasuh otoriter akan meningkatkan motivasi
akademik ekstrinsik Namun lebih rendah prestasi akademik. Di sisi lain, gaya orangtua
permisif terbukti untuk menurunkan motivasi akademik intrinsik.

Rekomendasi
Berdasarkan hasil, orang tua harus lebih memperhatikan gaya pengasuhan yang
diterapkan dengan memberikan dukungan lebih untuk meningkatkan motivasi akademik
remaja karena menemukan bahwa gaya pengasuhan yang otoritatif adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi motivasi akademik. Orang tua juga diharapkan untuk mengontrol kegiatan
remaja ' lebih fleksibel daripada ketat terutama mengenai penggunaan media sosial. Sekolah
diharapkan menerapkan aturan yang dapat membatasi penggunaan media sosial di sekolah
yang kurang bermanfaat untuk proses belajar. Studi masa depan harus memperluas cakupan
sampel sehingga hasilnya dapat mewakili berbagai kalangan masyarakat dan memberikan hasil
analisis yang lebih baik. Selain itu, disarankan untuk melihat konten di situs media sosial dan
mengeksplorasi secara mendalam pada penggunaan media sosial. Model penelitian hanya
dapat menjelaskan 27,7 persen faktor yang mempengaruhi pencapaian akademik. Oleh karena
itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melibatkan faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi pencapaian akademik.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Referensi
Alfiasari, Latifah, M., & Wulandari, A. (2011). Pengasuhan otoriter berpotensi menurunkan
kecerdasan sosial, self-esteem, dan prestasi akademik remaja [Authoritarian parenting
potentially lower social intelligence, self-esteem and academic achievement of adolescents].
Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 4(1), 46-56.
Asril. (2011). Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar siswa SMA Hang
Tuah 1 Jakarta [Psychological factors that affect student achievement at Hang Tuah 1 High
School Jakarta] (Undergraduate thesis). Retrieved from
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2953/1/ASRIL-FPS.PDF.
Bacon, L. S. C. (2011). Academic self-concept and academic achievement of African American
students transitioning from urban to rural schools (Doctoral thesis). Retrieved from
http://ir.uiowa.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=2582&context=etd.
Baumrind, D. (1972). An exploratory study of socialiazation effects on Black children: Some
Black-White comparisons. Child Development, 43, 261-267.
Baumrind, D. (2008). Parental authority and its effect on children. Parenting for Moral Growth
(The Council for Spiritual and Ethical Education Newsletter), 1(2).
Boveja, M. E. (1998). Parenting style and adolescents’ learning strategies in the urban
community. Journal of Multicultural Counseling and Development, 26(2), 110-119.
Brennan, R., McFadden, M. & Law, E. (2001). All That Glitters Is Not Gold: Online Delivery
of Education and Training. Adelaide, Australia: National Centre for Vocational Education
Research.
Brennan, R. (2003). One Size Doesn’t Fit All: Pedagogy in the Online Environment (Volume
1). Adelaide, Australia: National Centre for Vocational Education Research.
Claudia, B., & Dalton, B. (2002). Interpersonal influences and educational aspirations in 12
countries: The importance of institutional context. Sociology of Education, 75(2), 99-122.
doi: 10.2307/3090287.
Collin, P., Rahilly, K., Richardson, I., & Third, A. (2010). The benefits of social networking
services. Retrieved from
http://researchrepository.murdoch.edu.au/11804/1/FINAL_The_Benefits_of_So
cial_Networking_Services_Lit_Review.pdf
Cooper, M. (2009). Dreams deferred? The relationship between early and later postsecondary
educational aspirations among racial ethnic groups. Educational Policy, 23, 615-50. doi:
10.1177/0895904807312467.
Daily Mail. (2014, November 19). More than half of children use social media by the age of
10: Facebook is most popular site that youngsters join. Retrieved from
http://www.dailymail.co.uk/news/article-2552658/More-half-children-use-socialmedia-
age-10-Facebook-popular-site-youngsters-join.html.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Das, B., & Sahoo, J. S. (2011). Social networking sites–a critical analysis of its impact on
personal and social life. International Journal of Business and Social Science, 2(14), 222-
228. Retrieved from
http://www.ijbssnet.com/journals/Vol._2_No._14%3B_July_2011/25.pdf.
Desraza. (2010). Hubungan antara motif pengguna Facebook dan pemenuhan kebutuhan
afiliasi pada remaja [The relationship between the motives of Facebook users and the
affiliates needs fulfillment of adolescents] (Unpublished undergraduate.
thesis). Depok, Indonesia: University of Indonesia.
Dogruer, N., Ipek, M., & Ramadan, E. (2011). What is the motivation for using Facebook?.
Procedia Social and Behavioral Sciences, 15, 2642-2646.
Fahmi, A. B. (2011). Mencerna Situs Jejaring Sosial (Bagaimana Situs Jejaring Sosial
Membantu Memahami Diri Sendiri dan Orang Lain) [Digesting Social Networking Sites
(How Social Networking Sites Helps Understanding Self and Others)]. Jakarta, Indonesia:
Gramedia.
Fatimah, E. (2006). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik) [Developmental
Psychology (Development of Students)]. Bandung, Indonesia: Pustaka Setia.
Gil-Flores, J, Padilla-Carmona, M., & Suárez-Ortega, M. (2011). Influence of sex, educational
attainment and family environment on the educational aspirations of secondary school
students. Educational Review, 3(63), 345-363.
Gaudin, S. (2009). Study: 54% of companies ban Facebook, Twitter at work. Retrieved from
http://www.computerworld.com/s/article/9139020/Study_54_of_companies_ban_Fa
cebook_Twitter_at_work.
Ghazvini, S. D. (2011). Relationships between academic self-concept and academic
performance in high school students. Procedia Social and Behavioral Sciences, 15(2011),
1034–1039. doi:10.1016/j.sbspro.2011.03.235.
Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga
[Practical Psychology: Children, Youth and Families] (7th ed.). Jakarta, Indonesia: Gunung
Mulia.
Hastuti, D., Sarwoprasodjo, S., & Alfiasari. (2012). Model Harmonisasi Peran Keluarga dan
Sekolah dalam Pembentukan Karakter Mulia Remaja bagi Tercapainya Visi Insan Cerdas
Komprehensif Tahun 2014 [Harmonization Model of Family and School Role in Noble
Character Building of Youth to the Achievement of Comprehensive Human Intelligent
Vision 2014]. Laporan Akhir Hibah Stranas Dikti.
Herniati, H. (2011). Gaya pengasuhan, konsep diri, motivasi belajar dan prestasi belajar siswa
SMA pada berbagai model pembelajaran [Parenting style, selfconcept, motivation to learn
and learning achievement of high school students at various learning models] (Unpublished
undegraduate thesis). Bogor, Indonesia: Bogor Agricultural University.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Hurlock, E. B. (2009). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan [Developmental Psychology: A Life-Span Approach] (Istiwidayanti &
Doedjarwo, Trans.). Jakarta, Indonesia: Erlangga.
Irmawati. (2004). Prestasi dan pola pengasuhan pada suku bangsa batak toba di Desa
Paepareran II Tapanuli Utara [Achievement and nurture at Toba Batak tribe in the village
of North Tapanuli Paepareran II] (Undergraduate thesis). Sumatera Utara, Indonesia:
University of North Sumatera.
Karyatiwinangun, F. (2011). Analisis hubungan pola penggunaan jejaring sosial dengan
motivasi dan alokasi waktu belajar siswa SMP Negeri 1 Dramaga, Kabupaten Bogor
[Analysis of the relationship patterns of social networking use with motivation and learning
time allocation of student at 1 Junior High School Dramaga, Bogor] (Undergraduate thesis).
Bogor, Indonesia: Bogor Agricultural University
Kirschner, P. A., & Karpinski, A. C. (2010). Facebook and academic performance. Computers
in Human Behavior, 26(6), 1237–1245. doi:10.1016/j.chb.2010.03.024.
Kumar, R., & Lal, R. (2006). The role of self- efficacy and gender difference among the
adolescents. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 32(3), 249-254.
Lakshmi, A. R., & Arora, M. (2006). Perceived parental behaviour as related to student’s
academic school success and competence. Journal of the Indian Academy of Applied
Psychology, 32(1), 47-52.
Mazer, J. P., Murphy, R. E., & Simonds, C. J. (2007). I'll see you on “Facebook”: The effects
of computer-mediated teacher self-disclosure on student motivation, affective learning, and
classroom climate. Communication Education, 56(1), 1-17. doi:
10.1080/03634520601009710.
Ministry of Communications and Information Technology. (2014). Pengguna internet di
Indonesia capai 82 juta [Internet users in Indonesia to achieve 82 million]. Retrieved from
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3980/Kemkominfo%3A+Pengguna+I
nternet+di+Indonesia+Capai+82+Juta/0/berita_satker.
Ministry of Education and Culture. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum [Decree of
Minister of Education and Culture Number 81A 2013 of Curriculum Implementation].
Jakarta, Indonesia: Author.
Musthaq, I., & Khan, S. N. (2012). Factors Affecting Students’ Academic Performance. Global
Journal of Management and Business Research, 12(9), 17-22. Retrieved from
https://globaljournals.org/GJMBR_Volume12/3-Factors-Affecting-StudentsAcademic.pdf.
Notley, T. (2009). Young people, online networks & social inclusion. Journal of Computer-
Mediated Communication, 13(3), 1-31.
Prabandari & Yuliati/jurnal kajian perkembangan anak, 2016, Vol. 01, No. 01

Qomariyah, A. N. (2009). Perilaku penggunaan internet pada kalangan remaja di perkotaan


[Internet usage behavior of teenagers in urban areas]. Palimpsest : Jurnal Ilmu Informasi
dan Perpustakaan, (1), 87-100.
Rahmaisya, R. (2011). Pengaruh persepsi gaya pengasuhan orangtua dan konsep diri terhadap
motivasi berprestasi atlet muda di SMA Negeri Ragunan Jakarta [The influence of
perceptions of parenting styles and self-concept on the achievement motivation of young
athletes in Ragunan High School Jakarta]. (Undergraduate thesis). Retrieved from
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47456.
Rothon, C., Arephin, M., Klineberg, E., Cattell, V., & Stansfeld, S. (2011). Structural and
socio-psychological influences on adolescents’ educational aspirations and subsequent
academic achievement. Social Psychology Education, 14(2), 209-231. doi: 10.1007/s11218-
010-9140-0.
Saul, D. J. (2014). 3 million teens leave Facebook in 3 years: The 2014 Facebook demographic
report. Retrieved from https://isl.co/2014/01/3-million-teens-leavefacebook-in-3-years-the-
2014-facebook-demographic-report/.
Seth, M., & Ghormode, K. (2013). The impact of authoritative parenting style on educational
performance of learners at high school level. International Research Journal of Social
Sciences, 2(10), 1-6.
Sheldon, P. (2008). The relationship between unwillingness-to-communicate and students’
Facebook use. Journal of Media Psychology, 20(2), 67-75. doi: 10.1027/1864-1105.20.2.67.
Sonja, P., Milena, V. Z., Jana, K., & Cirila, P. (2009). Students' social behaviour in relation to
their academic achievement in primary and secondary school: Teacher’s perspective.
Psihologijske Teme, 18(1), 55-74.
Srinovita, Y., Hastuti, D., & Mufhlikhati, I. (2012). Pola asuh akademik, ketersedian stimulasi,
dan prestasi akademik pada remaja dengan perbedaan latar belakang pendidikan prasekolah
[Academic upbringing, the availability of stimulation, and academic achievement in
adolescents with different preschool education backgrounds]. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen, 5(2), 147-156. Retrieved from
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/6377.
Steenhuysen, J. (2008, February). Study rejects internet sex predator stereotype. Retrieved
from http://www.reuters.com/article/idUSN1560642020080218.
Trustty, J., & Niles, S. G. (2004). Realized potential or lost talent: High school variables and
bachelor's degree completion. The Career Development Quarterly, 53(1), 2-15. doi:
10.1002/j.2161-0045.2004.tb00651.x.
Xiuqin, H., Huimin, Z., Mengchen, L., Jinan, W., Ying, Z., & Ran, T. (2010). Mental health,
personality, and parental rearing styles of adolescents with internet addiction disorder.
Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 13(4), 401-406.
doi:10.1089=cyber.2009.0222.

Anda mungkin juga menyukai