Anda di halaman 1dari 15

PLKH PTUN

Jumat, 20 Agustus 2021


Pertemuan Pertama
Mas Hendry

Pengantar
Filosofis dan Sejarah PTUN
 Beranjak dari pemikiran “negara yang baik” dari opini Plato. Kenapa
pemahaman Plato demikian? Karena menurut Plato, filsuf adalah orang-orang
arif, bijaksana, menghargai kesusilaan, dan berpengetahuan tinggi. Apabila
seorang filsuf yang memimpin, maka dapat menciptakan kepemimpinan
yang baik dan dapat menangkap nilai-nilai di masyarakat.
 Pemikiran Aristoteles dimana terjadi perbedaan pendapat, negara yang baik
adalah negara yang dimana pemimpinnya itu takluk dan tunduk pada hukum
yang berlaku. Negara/pemerintah senantiasa menghargai dan menghormati
kebebasan, kedewasaan, serta kesamaan derajat. Pendapat ini mengulik
Plato dan mengubah pendapatnya, dimana opini dari Aristoteles itu benar.
Maka negara yang baik itu dijalankan dan dikendalikan oleh hukum (hukum
sebagai panglima dan sebagainya).
 Merujuk pada pendapat Franz-Magnis Suseno, maka hakikat dan tujuan
negara adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Menurut Suseno,negara yang
ideal adalah sebagai berikut:
o Mensejahterakan seluruh warga negara dan bukan individu tertentu
(seluruh masyarakat karena kemudian dengan apabila kesejahteraan
itu sudah terpenuhi masyarakat, maka individu itu tercaupi di
dalamnya. Maka sejahtera pula Individu itu);
o Memanusiakan manusia, dipahami dimana manusia sebagai suatu
subjek hukum maka dilengkapi dengan hak dan kewajiban.
o Sebagaimana pendapat Aristoteles, mengusahakan kebahagiaan bagi
warga negaranya. Tujuan negara itu akan berkesusaian dengan asas
yang berlaku umum yaitu bonum publicum atau common
wealth/common goods.
 Oleh karena itu, negara harus menjalankan fungsi negara. Fungsi negara
tersebut ada 4:
o Penertiban  fungsi negara adalah sebagai stabilitator atau
menciptakan kestabilan, melalui law and order (hukum dan perintah);
o Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya  selain
ekonomi, tentunya memenuhi kebutuhan prinsip dari warga negara
sebagai manusia misalnya paling pokok adalah pangan. Menjadi dasar
pembentukan lembaga/instansi untuk dilakukan pembagian tugas dan
diberikan kewenangan terhadap melakukan tugas tersebut (contoh
PPKI membentuk 12 kementerian dengan fungsi/tanggungjawab
masing-masing. Di era modern negara banyak membentuk badan
hukum/badan usaha tertentu untuk penyelenggaraan fungsi tersebut
misalnya PTNBH di Indonesia. PTNBH maka berdiri sebagai 1 badan
hukum yang berdiri sendiri walau sama saja, dimana PTNBH
disamakan dengan perusahaan atau PT. Dalam hal ini hukum tertinggi
adalah AD/ART, sedangkan PTNBH adalah Statuta-nya);
o Pertahanan  diwujudkan dengan militer yang memiliki fungsi utama
di pertanggungjawaban pertahanan yang dikepalai seorang panglima.
Dalam hal ini, berkoordinasi dengan Menhan dan koordinasi
Menkopolhukam dengan tanggung jawab kepada Presiden sebagai
Panglima Tertinggi.
o Menegakkan keadilan  sebagian besar adalah porsi dari yudikatif,
karena yudikatif adalah fungsi peradilan untuk memberikan jaminan
rasa keadilan. Karena berbicara negara, maka tidak ditutup
kemungkinan bagi eksekutif dan legislatif dalam konstruksi
menegakkan keadilan.
 Quotes Mas Hendry (cie keren banget lau)  dari Oliver Wendelholm
(asistem hukum agung di AS/Inggris): peradilan banyak dipegang oleh
akademisi, sebab putusan civil law tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat untuk ditiru. Civil law diberikan kebebasan. Berbeda dengan
common law, dimana yurisprudensi dan doktrin dipegang dari hakim.
Referensi lain: Richard E. Posner (hukum adalah sesuatu yang tidak jelas,
maka perlu dipahami sejarah untuk masuk ke substansinya).
Negara Hukum Indonesia
 Landasan pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa negara Indonesia berdiri atas
hukum, menyatakan bahwa negara Indonesia itu menerapkan supremasi
hukum. Semua harus berdasarkan hukum.
 Semua konsep negara hukum sendiri yang dianut ada 2 jenis: Rule of Law vs
Rechtstaat. Dua ini adalah teori yang sering ditanyakan:
o AV Dicey: ciri dari Rule of Law ada 3 hal: yaitu HAM yang dijaminkan
dengan Undang-Undang, persamaan kedudukan di muka hukum
(equality before the law), supremasi aturan-aturan hukum yang
berdasarkan aturan yg jelas. Sedikit bersinggungan menurut Mas
Hendry: perbedaan paling berarti adalah pada konsep rechtstaat yang
ada 4 ciri:
 Perlindunga HAM, pemisahan dan pembagian kekuasaan (trias
politika) dimana menurut Julius Stahl adalah untuk melindungi
HAM, pemerintah yang berdasarkan aturan (wetmachtecht),
adanya peradilan administrasi.
 Rechtsaat dikatakan dalam sejarah hukum itu dilakukan oleh sistem hukum
continental (Prancis) yang mengutamakan pada peraturan perundang-
undangan di sistem hukumnya. Mereka mengharapkan
PLKH PTUN
Selasa, 24 Agustus 2021
Pertemuan Kedua
Mas Hendry
Rechtstaat
Tidak bisa dilepaskan dari sejarah. Bahwa ketika berbicara soal hukum, salah
satu interpretasi adalah ada 4 yang pertama: gramatikal (melihat/menafsirkan suatu
hukum berdasarkan Bahasa dalam sehari-hari), sistematis (dengan tidak hanya
berdasarkan satu peraturan perundang-undangan terhadap satu peraturan yang
lain), teleologis (interpretasi melihat tujuan pembentukan hukum itu apa?),
interpretasi historis. Interpretasi tapi tidak hanya sebatas itu saja tapi.
Melihat penerapan sistem hukum yang dianut, berdasarkan sejarahnya
berangkat dari sistem hukum continental Romawi-Jerman dengan civil law system.
Yang dulunya kemudian civil law ini berangkat dari Romawi dan di negara-negara
Jerman.Brangkat dari sejarahnya dianut oleh Prancis yang dimodifikasi menjadi
Codex Napoleon dan telah direvisi oleh ahli hukum Belanda sebelum diberlakukan di
Indonesia.
Prancis ini dari sejarah hukum modern adalah negara yang membangun
sistem hukum continental. Dalam sistem ini mengutamakan hukum tertulis sebagai
sendi utama dalam sistem hukumnya, sehingga tersusun sebagai kitab Undang-
Undang (kodifikasi). Civil law system ini juga disebut juga dengan sistem hukum
kodifikasi (Bagir Manan & Abdul Latief).
Dikaitkan dengan rechtstaat, yang dibahasakan oleh Julius Stahl oleh Wet
Machte Gesturr, sering disebutkan bahwa sistem negara hukum lebih cocok disebut
dengan negara hukum formil. Dikarenakan mengutamakan peraturan perudnang-
undangan sebagai suatu sistem hukum tertulis. Menjadi perhatian pada konsep
Belanda dan Indonesia yang mengutamakan satu kitab. Dalam konteks HAN,
banyak mengatakan bahwa UU Administrasi Pemertinahan menjadi semacam kitab
UU dalam hukum administrasi.
Pada perkembangannya, usulan atau pendapat Stahl dikemukakan ketika
negara Eropa (termasuk civil law system) menganut corak nachtwatcherstaat.
Sehingga kemudian negara hukum formil dianggap lamban karena harus selalu
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya kemudian, pendapat
Stahl ini membuat negara cenderung bergerak lamban. Sehingga belum dikenal
adanya diskresi karena menganut aturan ini. Karena pergeseran menjadi welfare
state, dimana awalnya beranjak dari wet machte bestuur menjadi recht machte
bestuur. Atau dapat dikatakan sebagai pendekatan hukum yang berali menjadi
doelmachtig (Manfaat).
Masih relevan dengan pembahasan wet machte bestuur atau yang
berkembang jadi recht machte, memiliki satu asas prinsipil atau dikemukakan asas
legalitas utamanya pada prinsip pada HAN. Ada pendapat yang mengatakan bahwa:
everything must be done according to law (semuanya harus dilakukan berdasarkan
hukum, bukan sebaliknya). Harus dipahami bahwa (Wheit dalam Administrative Law
dan Ridwan HR) pemahaman asas ini adalah tujuan negara tidak terletak pada
pelaksanaan hukum semata, tetapi juga untuk mencapai keadilan sosial. Asas ini
pada prinsipnya menghendaki bahwa setiap tindakan atau perbuatan administrasi
negara harus berdasarkan pada kewenangan yang diberikan secara atribusi
(pemberian kewenangan itu dilakukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan).
Berdasarkan doktrin itu, sebenarnya lebih luas. Tetapi berdasarkan UU Adm
Pemerintahan, atribusi itu oleh UU dasar atau oleh UU. Berdasarkan asas itu pula,
setiap tindakan atau perbuatan alat administrasi negara tidak boleh bertentangan
dengan hukum (onrechtmatige overheisdaad) atau tindakan lainnya seperti
kesewenangan (abuse adroit) atau detournement de pourvoir (penyalahgunaan
wewenang).
Adapun kalimat dibawah asas everything according to law, maka sasaran dari
negara hukum adalah terciptanya kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan
kemasyarakatan yang berpijak pada keadilan, kedamaian, dan kebermaknaan.
Hukum idtempatkan seabgai aturan penyelenggaraan kenegaraan, pemerintahan,
dan kemasyarakatan.

Welfare State, Negara Aktif, dan Diskresi


Dalam perkembangannya, nachtwachterstaat justru seolah-oleh memberikan
kebebasan untuk berusaha dsb. Tapi, disisi lain justru membuat fakta bahwa negara
tidak melakukan apa-apa, hal ini justru menyebabkan terjadinya banyak kemiskinan
sehingga terjadi pergeseran sistem yang dianut menjadi welfarestaat. Ini pun juga
membawa konsekuensi. Dalam negara hukum welfare staat ini akan ada 2
konsekuensi logis sebagai penerapan welfare state: negara akan sangat aktif
dimana pemerintah selaku pemegang komando akan memiliki campur tangan
mendalam di kehidupan masyarakat. Konsekuensi:
- Negara menjadi sangat aktif;
- Diberlakukannya asas kebebasan bertindak (diskresi).
Pemerintahan/pemerintah dalam menjalankan fungsinya, memang benar
bahwa harus bersumber dari hukum, atau berdasarkan kewenangan yang
dimilikinya. Namun, dalam hal tertentu, maka pemerintah itu diberikan jalan untuk
kemudian dapat melakukan sesuatu di luar peraturan perundang-undangan. Atau
bahkan perkembangan dari UU Adm Pemerintahan yang awalnya tidak tertulis dan
diatur tidak boleh bertentangan, dalam UU Cipta Kerja bukan berarti boleh untuk
bertentangan. Tapi ada prinsip lain yang tidak boleh lewat, karena apabila dilanggar
maka menjadi pelanggaran hukum, tujuan dari diskresi sendiri adalah kepentingan
umum atau kesejahteraan umum (kepentingan orang banyak). Diskresi tidak bisa
dijustifikasi menjadi bebas dan dikaitkan dengan isu lain seperti korupsi, misalnya
korupsi dengan diskresi sebagai salah satu jalannya. Berkaitan dengan welfare state
ini, secara historis menurut Ian Goch: setelah Perang Dunia 2, negara-negara
melakukan konsep welfare state. Abad ke-20 itu merupakan periode perang Dunia 2
dan disebut sebagai eranya welfare state. Kenapa prinsip ini digunakan? Karena
prinsip HAN adalah the law relating to public administration (upaya pemerintah untuk
dapat melakukan apa yang menjadi tugasnya). Terutama dengan hakikat
kekuasaan, tugas-tugas, dan pengedalian kekuasaan.
Dalam konsep welfare state, dikenal yang disebut sebagai greenlight terlebih
dahulu. Sedangkan pada HAN dikenal greenlight dan redlight teori. (Hartlaw and
Rollings). Dalam welfare state yg dikenal itu greenlight. Pada prinsipnya teori ini,
hukum administrasi itu berbicara tentang kontrol administrasi dan perlindungan
kebebasan individu dengan fokus perhatian pada kemungkinan peninjauan oleh
hukum. Dalam hal ini, oleh pengadilan terhadap tindakan administrasi pemerintah
tersebut. Pada welfare state, salah satu ciri lainnya pada rechtstaat adalah: memang
benar bahwa pemerintah dimungkinkan kesempatan yang begitu luas untuk mampu
dengan luas menjalankan pemerintahan, melakukan kontrol administrasi. Dan
menjamin kebebasan individu, tapi tetap dapat memberikan perhatian untuk
kemungkinan peninjauan oleh hukum (pengadilan) terhadap tindakan pemerintah
tersebut. Menurut K.C. Wheare, konsep welfare state (social service state) akan
cenderung melahirkan pemerintahan yang sentralistik karena pemerintah itu
dibebani kewajiban untuk memastikan kesejahteraan dari setiap warga negara.
Diskresi hanya boleh dilakukan dalam hal kepentingan umum, bukan tertentu.
Oleh karena itu, dalam ajaran hukum pidana terdapat alasan prinsip hukum materiil.
Dalam melawan hukum materiil, adalah melawan niat keadilan dan manfaat.
Beberapa kasus menunjukkan diskresi untuk menwujudkan kepentingan umum
tetapi bukan. Contoh terkenal: Mahruz Effendi di Singkawang, dimana Gudang
logistic tidak boleh dibuka, namun Effendi melanggar itu dimana dia sebagai
pimpinan militer itu mendistribusikan hal tersebut karena merupakan bahwa fakta
orang kelaparan. Dijustifikasi sebagai kepentingan umum dan bukan sebagai
keuntungan pribadi. Berbeda dengan kasus Natalegawa, dimana ada larangan BI
untuk memberikan pinjaman tertentu dan dilanggar serta dianggap bahwa itu pernah
untuk kepentingan umum sehingga dijatuhi pidana. Paling sering adalah
keberlakuan asasnya selain lex dura lex tamen scripta, yang namanya selain UU
tertulis seburuk-buruknya menjadi hukum maka harus ditaati. Sehingga adanya
upaya hukum melakukan perbaikan pada UU tersebut.
Dalam putusan seburuknya apapun, menurut Kantorowich, itu kepada resep
dokter: tidak akan ditanya apakah itu kesalahan atau bukan. Sebab dalam pikiran
hukum itu meskipun putusan bisa dieksaminasi, kritik, tapi itu ada asas rex judicata:
putusan harus dihormati dan dilaksanakan. Harus dilaksanakan, tetapi bisa dikritisi:
apkah tuntutan yang salah? Atau pertimbangan hakim yang salah? Sehingga
diskresi adalah semata-mata kepentingan umum.
Hadjon ---> negara hukum adalah dimanan hukum administrasi (seluruh aparatur
pemerintah yg melakukan tugas2 negara khususnya eksekutif) berfungsi

Potensi perbuatan yang dilakukan pemerintah


- Perbuatan melawan hukum yg dilakukan penguasa (baik sisi keperdataan maupun
administrasi negara)
- Perbuatan melawan UU
- Perbuatan yg tidak tepat
- Perbuatan yang tidak bermanfaat
- Penyalahgunaan wewenang (pasal 17-19 UU Adiminstrasi Negara)
○ Melampaui wewenang
○ Larangan mencampuradukan wewenang
○ Larangan bertindak sewenang-wenang

Kekuasaaan dimiliki oleh setiap anggota masyarakay sehingga semua akan berbuat
alamaiah karena alam menimbulkan persamaan pd individu (JJ Roessau)

Manusia akan selalu bertikai dalam memperjuangkan kepentinganya apabila tidak


ada negara oleh karenanya negara harus kuat tanpa tanding sehingga dpt
memastikan ketaatan anggota mmasyarakat terhadap peraturanya serta negara
harus menetapkan tatanan hukummyg kuat dan ahrus meberikan ganjaran kpd
individu yg tidak mentaatinya. (thomas hobbs)

Negara harus kuat agar kebijakanyg dibuat ditaati masyarakat dengan tanpa harus
menggunakaan ancaman , paksaan atau kecemasan yg berlebihan (francis
fukuyama)

Intinya --> negara dapat menimbulkan ketertiban agar pelaksanaan kepentingan


masyarakat dapat berjalan

Kritik dan gugatan merupakan konsekuensi logis dari demokrasi dan merupakan
bentuk check and balance
Manusia sangatr mungkin melakukan kesalahaan sehingga pengawasan dan
pembatasan merupakan suatu kepastian (James Maddison)

Keberadaan peradilan adimintstrasi di indo dapat dIlIhat melalui beberapa


pendekatan
- Pendekatan filsafat hukum---> keinginan adanya harmonisasi antara norma umum
abstrak yg terkandung dlm peraturan dasar peruuuan dengan norma konkrit
individual yg termuat dlm putusan ptun.
- Dari sisi teori --> perwujudan dari teori rechstaat (adanya peradilan adminstrasi
- Dari sisi sejarah -->
- Dari sisi sistem
PLKH PTUN
Pertemuan keempat
7 September 2021
Mas Hendry
Kelembagaan PTUN
Pengawasan yang dilaksankan oleh PTUN, merupakan bentuk pengawasan yuridis.
Sebelum adanya UU/1986, walau ada transisi yang akhirnya dilakukan memakan
waktu 5 tahun daripada setelah berdirinya UU PTUN. Sampai saat ini, ada 3 UU:
meskipun ada UU lain yang turut berpengaruh terkait engan kewenangan PTUN. 3
UU yang secara strictly mengatur PTUN: UU 5/86, UU 9/2004, UU 51/2009.
Ketiganya berlaku dalam artian bahwa UU kedua dan ketiga tidak mencabut secara
keseluruhan UU PTUN. Melainkan dia hanya melakukan perubahan pasal: alas
gugat. Ada juga SEMA 6/2005 tentang penjelasan kasasi  TUN yaitu objek gugtan
daerah yang berlaku di daerahnya.
UU lain yang menjadi perubahan secara teori, maupun secara diam-diam terhadap
UU PTUN. Yaitu UU Administrasi Pemerintahan, yang memperluas definisi
keputusan, tidak jelas mengenai upaya administratif, walaupun dalam penerapan itu
diwajibkan, dimana hakim kalau ada sesuatu untuk upaya administratif harus
ditempuh upaya terlebih dahulu. Pasal 75 a quo, warga masyarakat yang merasa
dirugikan dapat melakukan upaya administratif sebelum diajukan ke pengadilan.
Kata “dapat” ini menimbulkan perdebatan: imperative atau opsional.
Permasalahan lain adalah l positif, dan fiktif negatif, mengenai fiktif positif
bahwa sikap diam pemerintah adalah menerima, dan merupakan sesuatu positif dan
mendorong administrasi negara menjadi semakin baik. Sehingga kemudian bisa
diajukan kepada PTUN untuk kemudian menerbitkan putusan fiktif positif.
Contohnya: pengajuan permohonan izin berusaha dalam konteks UU Adpem dalam
10 hari kerja maka bisa ditafsirkan itu diterima. Sehingga pemohon yang didiamkan
pemerintah dapat mengajukan ke pengadilan untuk diperiksa, di pengalaman mas
Hendry itu belum pasti untuk dikabulkan. Banyak juga kasus fiktif positif yang
dikabulkan PTUN.
Isu lain adalah semakin menegaskan posisi sesuatu yang digugat. Dari administrasi
tertulis, adpem menjadi luas karena tindakan konkrit/tindakan administrasi
pemerintahan dikatakan sebagai salah satu hal yang konkrit: semacam tertulis dan
dapat dipermasalahkan di pengadilan.
Dari beberapa bagian dalam UU Adpem, memiliki sejumlah perubahan:
terutama dengan hadirnya UU Cipta Kerja. Dalam perubahan karena UU Ciptaker,
salah satu poin adalah mengenai diskresi dari UU Adpem, dimana diskresi
sebelumnya tidak boleh bertentangan. Padalah, diskresi untuk mengatur secara
staat-gomunist yaitu diksresi sebagai pemerintahan secara cepat dan asas
penyelenggaraan kepentingan umum. Hal ini bertujuan agar pemerintah bisa keluar
dari batasan penyelenggaraan peraturan perundang-undangan. Hakekatnya,
diskresi itu ada karena against the law. Mungkin saja diskresi itu mengisi
kekosongan hukum, selama itu melaksanakan penyelenggaraan kepentingan umum.
Ada catatan negatifnya: fiktif positifnya menjadi lebih cepat dalam hal administrasi
negara (dari 10 hari menjadi 5 hari).
Dalam konteks pelayanan publik itu baik karena harus segera menjawab,
ketika di jaman dahulu itu birokrasi diperpanjang. Hal ini mengakibatkan seolah-olah
birokrasi menjadi hal yang terkait keterlambatan. Untuk fikif negatif itu 90 hari.
Perubahan fiktif positif menciptakan agar pelayanan publik semakin cepat dan tidak
merugikan negara sebagai pemohon agar dapat melayani secara segera. Minusnya
adalah tidak ada pengawasan oleh PTUN, lalu akan diatur lebih lanjut oleh Perpres.
Perpresnya belum terbit. Negatifnya? Tidak melalui PTUN, dalam hal pengajuan
gugatan kepada pengadilan hanya dibatasi 21 hari dimana pengadilan memutuskan
itu diterima atau tidak. Dalam konteks UU CIpta ker, hal itu dihapuskan dan hanya
diperiksa oleh atasan untuk menerbitkan apa yang menjadi permohonan. Misal:
seorang dinas menerima permohonan izin perkebunan/pertambangan, apabila
dealnya disuap untuk tidak melakukan sesuatu karena adanya citra perusahaan
buruk. Apabila dikabulkan maka ini menjadi buruk kepada citra dan membuat devil’s
agreement yaitu bersepakat untuk tidak melakukan sesuatu. Dari UU CIptakerja, hal
ini merupakan salah satu yang wajib untuk dikabulkan.
Bertujuan memiliki tujuan positif dalam pelayanan publik, walau dalam
prosesnya dialkukan dengan cara yang baik. Karena misalnya ada cacat prosedural
dan substansi dari UU Ciptakerja.
Tujuan Peradilan Administrasi
Merujuk pada keterangan pemerintah dan sidang paripurna DPR-RI mengenai RUU
PTUN, dalam UU 5/1986.
 Perlindungan terhadap hak-hak rakyat sebagai perlindungan individu.
Negara hukum negara demokratis menganut HAM. Maka pembatasan
kekuasaan absolut negara, maka pembentukan pengadilan adm negara itu
untuk melindungi hak individu sebagai pengejawantahan HAM. Adanya
penjunjungan hak masyarakat yang dikumpulkan menjadi hak dari
masyarakat. Sehingga tujuan pembentukan keadilan administrasi adalah
perlindungan hak individu terhadap hak masyarakat. Sehingga ada
keserasian antara hak individu dan hak masyarakat. Tujuan peradilan
administrasi di Indonesia dan negara lainnya, misalnya Prancis memiliki
pemahaman berbeda, dimana di Prancis memiliki pandangan pembatasan
kewenangan eksekutif sehingga kemudian pengadilan administrasi ada untuk
itu. Dalam konteks Indonesia tidak memiliki pengalaman dimana negara
bersifat represif itu akan berbeda dengan negara lain. Hadjon memiliki
pendapat bahwa Indonesia memiliki prinsip gotong royong, sehingga harus
ada keselarasan antara hak individu dan hak masyarakat.
 Dari sisi doktrin, Menurut Klayudi Atmosudiryo: Mengembangkan dan
Memelihara Administrasi Negara Yang Tepat Menurut Hukum atau sering
disebut dengan rechtmatig. Atau disebut juga tepat menurut UU wet machtig
atau tepat secara fungsional baik itu efektif dan efisien. Mengembangkan
negara administrasi secara tepat.
 Menurut Sjahran Basah, tujuan pengadilan administrasi adalah
memberikan pengayoman dan kepastian hukum. Baik bagi rakyat maupun
bagi administrasi negara untuk menjaga keseimbangan kepentingan
masyarakat dan kepentingan individu. Rakyat memiliki hak atas individunya
masing-masing, dan kepentingan individu ini dapat tetap tersalurkan dengan
tidka mengabaikan kepentingan yang lebih besar. Sebab pemerintah-lah yang
memiliki fungsi pemenuhan hal tersebut.
 Menurut S.F. Marbun, Yaitu memberikan perlindungan hukum bagi
warga negara atas tindakan administrasi negara yang melawan hukum,
merugikan, dan memberikan perlindungan hukum bagi administrasi
negara sendiri yang bertindak benar/sesuai dengan hukum juga
melakukan pengawasan terhadap tindakan administrasi negara baik
secara preventif maupun represif.
 Pendapat Enrico Simanjuntak, berdasarkan pendapat-pendapat
tersebut, maka tujuan utama pengadilan administrasi adalah mencegah
(preventif) dan mengawasi (represif) terjadinya penyimpangan
kekuasaan (abuse of function) dari pelaksana tugas pemerintahan atau
administrasi negara. Hal ini dikarenakan Enrico percaya bahwa ada konsep
limited government: konsep penguasaan pemerintahan yang dibatasi.
Dikatakan bawha pencegahan terhadap abuse of function dan menghindai
penyimpangan kekuasaan oleh administrasi negara.
Karakteristik Hukum Acara PERATUN
 Adanya asas dominus litis, yaitu dalam konteks pidana asas ini adalah pemilik
perkara. Dalam perkara pidana, dominus litis adalah jaksa sehingga ada asas
oportunitas kepada jaksa untuk memproses kasus berdasarkan justifikasi
tertentu. Dalam peratun, dominus litis-nya adalah hakim dan hakim bersifat
aktif karena berkedudukan sebagai pencari kebenaran materiil. Hakim
menjadi semacam campuran dari peradilan perdata dan pidana. Miripnya
dengan perdata adalah adanya penggugat dan tergugat, sedangkan dengan
pidana adalah mengenai kebenaran materiil. Kenapa hakim? Karena dalam
peratun ada ketidakseimbangan kedudukan/kekuatan. Misalnya ada orang
jelata menghadapi pemerintah/orang yang punya jabatan, maka hakim
berkedudukan untuk menengahi dan menjaga hak-haknya tetap terpenuhi.
(baca pasal 58, 63(1), 80, 83 Undang-Undang PTUN).
 Ada tenggang waktu dalam pengajuan gugatan (issue daluwarsa dalam
konsep pidana, kalau perdata 30 tahun). Sementara dalam PTUN itu 90 hari
(lihat: 90 hari kerja atau 90 hari kalender) pada pihak yang menerima. Dalam
UU Adpem, suatu SK harus 5 hari dari tangan penerima. Untuk pihak ketiga,
itu 90 hari sejak diumumkan.
 Berfungsi melindungi kepentingan umum/public, tanpa kesampingkan
kepentingan individu. Kepentingan umum akan dilihat daripada kepentingan
pribadi menjadi pertimbangan hakim.
 Melalui proses “dismissal” (rapat permusyawratan).
 Ada pemeriksaan persiapan. Dalam perdata ini adalah semacam mediasi.
Peeriksaan persiapan akan melihat gugatannya.
 Adanya asas presumption iustae causa bahwa putusan TUN itu dapat
dilaksanakan walaupun putusan itu sedang digugat. Misal penggusuran dapat
dilakukan meski banding, kecuali ada perintah hakim. Putusan itu benar
sampai ditentukan sebaliknya.
 Asas pembuktian bebas dan terbatas (vrij bewijs) – Hakim penentu. Hakim
mencari kebenaran materiil dan aktif.
 Tidak mengenal gugatan balik (rekonvensi). Senada dengan sifat yang
pertama tadi. Lawan yang tidak seimbang antara pemerintah dengan rakyat
biasa yang punya lebih. Apabila ada rekonvensi maka kewenangan
menggugat akan berpikir.
 Tidak ada putusan verstek
 Pengadilan Tinggi TUN dapat menjadi Pengadilan Tingkat Pertama. Untuk
sengketa TUN yang diamanatkan selesai terelebih dahulu melalui upaya
administrasi. UU 5/1986 dalam hal itu, maka PT TUN bertindak sebagai
badan peradilan tingkat I, maka untuk MA itu bukan banding tapi langsung
kasasi.
 Karena sifatnya sebagai sengketa publik, maka putusan TUN bersifat erga
omnes (mengikat secara umum). Merupakan langkah untuk mengikat
mahkamah konstitusi. Dan itu berdampak kepada seluruh pihak dan pihak
lain untuk mengikat secara umum.
 Eksekusi putusan dapat dilakukan oleh tergugat. Tidak ada juru sita, atau
pelaksana seperti dalam konsep perdata, atau jaksa sebagai eksekutor
putusan.
 Berkaitan dengan asas ke-12, maka ada asas self respect atau self-
obedience dari aparatur pemerintah terhadap putusan. Sehingga nama
putusan itu bersifat self-respect. Apabila gugatannya itu dikabulkan dan
melakukan perintah hakim, maka eksekutor adalah diri pejabat itu sendiri
kalau dia melakukan maka itu merupakan bentuk self-respect. Celakanya,
kalau melihat dalam praktik empiris, maka cukup banyak terjadi adanya
pengingkaran pejabat negara untuk melakukan putusan hakim.
Case: Chuck Suryosumpeno: melakukan gugatan di PTUN tapi sampai di tingkat
PK itu dikabulkan hakim dan memerintahkan Chuck dikembalikan. Celakanya yang
dilakukan Kejaksaan Agung itu sebelumnya dimana Chuck ini menjadi vonis. Chuck
ini belum
Tanyain: 2 asas terakhir bagaimanakah

Anda mungkin juga menyukai