Anda di halaman 1dari 3

Nama :Muhammad Ranim

NIM : T2022101816
Matakuliah :Negara hukum dan demokrasi

gagasan disertai dengan alasan memilih Pro atau Kontra terkait topik yang disertai
dengan dasar yuridis,sosiologis, maupun filosofis

Konstitusi merupakan hukum tertinggi di suatu negara, konstitusi merupakan sesuatu yang
sangat penting dan mendasar dalam menjalankan ketatanegaraan suatu negara dan menjadi
tujuan pembentukan negara. Konstitusi menggambarkan secara keseluruhan peraturan
perundang undangan yang mengatur suatu negara, konstitusi merupakan suatu kerangka
kehidupan politik yang sesungguhnya telah dibangun pertama kali peradaban dunia dimulai,
karena hampir semua negara menghendaki kehidupan bernegara yang konstitusional.UUD
1945 merupakan konstitusi atau hukum tertinggi dinegara Indonesia. UUD telah mengalami
perubahan atau amandemen sebanyak 4 kali.
Terkait dengan rencana amandemen UUD ke 5 ada beberapa rancangan yang akan
ditambahkan dan diubah, diantaranya yaitu : menghadirkan Kembali GBHN (garis garis besar
Haluan negara) dan wacana presiden 3 priode.
Rencana untuk menghadirkan Kembali Haluan negara ini Kembali mencuat pada saat
rencana amandemen ke 5 ini, apabila dilihat Kembali dari sejarahnya penghapusan GBHN ini
untuk mengukuhkan atau memperkuat system pemerintahan presidensil di Indonesia , karena
dalam naskah sebelum perubahan UUD 1945 GBHN diatur dalam pasal 3, yang
menyebutkan bahwa “ Masjelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang – Undang
dasar dan garis – garis besar daripada Haluan negara” penjelasan dari pasal 3 menegaskan
bahwa presiden wajib melaksanakan GBHN dan apabila presiden melanggar, maka MPR bisa
memperhentikan presiden.
Sudah jelas bahwa GBHN sudah tidak relevan dengan system ketatanegaraan negara
Indonesia saat ini. Apabila kita menghadirkan Kembali GBHN maka membuat system
pemerintahan Indonesia menjadi system parlementer yang dimana parlemen memiliki
wewenang penuh mengangkat presiden dan juga memberhentikan presiden apabila tidak
menjalankan GBHN tersebut. Hal ini sangat bertolak belakang dengan system pemerintahan
Indonesia saat ini, yang dimana presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat dan
presiden lebih bebas menjalankan pemerintahan tanpa adanya tuntuan Lembaga lain yang
memberatkan presiden.
Secara yuridis untuk melakukan suatu perubahan diatur didalam Pasal 37 Undang Undang
1945 secara umum membahas tentang perubahan UUD. Dapat diketahui bahwa langkah
pertama dalam proses perubahan UUD 1945 adalah kehendak mayoritas anggota
MPR terhadap ide perubahan UUD 1945. Dalam hal ini, usulan perubahan UUD 1945 dapat
diagendakan dalam sidang MPR apabila minimal 1/3 anggota MPR mengajukan usulan
perubahan UUD 1945. Tetapi, perlu digarisbawahi materi yang diubah dikecualikan sebagai
berikut, anggota MPR tidak dapat mengusulkan perubahan terhadap Pembukaan UUD 1945
dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tap MPR 1/MPR/1978 yang menetapkan bahwa:

Majelis berketetapan untuk mempertahankan Undang-Undang Dasar 1945, tidak berkendak


dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakannya secara
murni dan konsekwen.

Bunyi pasal tersebut menegaskan bahwa MPR tidak berhak mengubah UUD 1945. yang
berwenang melakukan perubahan UUD 1945 pasca reformasi. Dengan tuntutan reformasi
total pada konstitusi negara, MPR tetap melakukan perubahan UUD 1945. Hal ini disokong
dengan adanya peraturan limitatif dalam Pasal 37 UUD 1945 mengenai kuorum pada Sidang
Paripurna MPR.Atas dasar tersebut, tercapailah pemenuhan atas tuntutan masyarakat untuk
melakukan perubahan atau amendemen UUD 1945. Melalui perubahan tersebut, aturan
kewenangan MPR dan proses amendemen UUD 1945 menjadi lebih rigid.

Kemudian untuk menjawab pembangunan nasional sudah ada regulasi pengganti GBHN
sejak 2005 yaitu rencana pembangunan jangka panjang nasional atau disingkat RPJP
Nasional. RPJP Nasioanal adalah perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 tahun
kedepan RPJP Nasional untuk tahun 2005 – 2025 dan ini diatur dalam UU No 17 tahun 2007.
Maka dari itu tidak relevan dan tidak urgensi adanya amandemen ke 5.
Secara Sosiologis Jika kalau urgensi diadakan amandemen, apakah akan memenuhi
kebutuhan rakyat. Atau hanya seglintir kelompok saja yang merasakan kemafaatannya.
Wacana menghadirkan kebijakan pembangunan hukum dalam GBHN dan RPJN. Kembali
GBHN saat ini bersifat elitis penguatan peran majelis artinya hanya melibatkan kepentingan
elit elit politik yang dimana orang orang tertentu yang menginginkan kekuasaan dengan
mengatas namakan rakyat. Sebagaimana kita ketahui Pancasila menjadi dasar negara didalam
sila ke 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukankah rakyat memilih seseorang
menjadi presiden lebih didasarkan pada preferensi program kerja itulah yang harus
diimplementasikan. maka amandemen sejauh ini belum urgensi untuk di amandemenkan.
Secara filosofi UUD 1945 merupakan kontrak dasar hubungan antara yang diperintah dan
yang memerintah, serta antar para pemegang kekuasaan negara.oleh karena itu UUD
merupakan kontrak jangka panjang dalam penyelenggaraan negara bukan untuk kepentingan
sesaat. Sebagaimana kita ketahui bahwa terdapat Dekrit yang mengatakan suatu dasar negara
dapat merubah apabila ketika masa perang, Ketika kekecauan, Ketika fungsi negara tidak
berjalan. Sejauh ini UUD 1945 tidak perlu dilakukan amandemen sebab dari sisi hukum tata
usaha negara saat ini tidak ada hal yang mendesak untuk dilakukan pengaturan ulang soal
konstitusi negara tersebut. Jika kalo dipaksakan sering melakukan amandemen menyebabkan
negara tidak pernah akan stabil baik dalam sis hukum maupun politik.
https://rechten.nusaputra.ac.id/article/view/76/59
https://ugm.ac.id/id/berita/21607-pakar-ugm-amandemen-uud-1945-belum-mendesak-
dilakukan

Anda mungkin juga menyukai