Anda di halaman 1dari 4

Analisis Latar Belakang Amandemen UUD 1945 Pasca era Reformasi

Menurut K.Wantjik Saleh, dalam bukunya yang berjudul “Perkembangan


perundang-undangan di Indonesia”, Undang-Undang Dasar adalah suatu peraturan
perundang-undangan yang tertinggi dalam suatu negara yang menjadi dasar dari segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut. Berangkat dari pemahaman
tersebut, kita dapat mendefinisikan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai suatu peraturan
perundang-undangan tertinggi yang menjadi dasar serta landasan dari peraturan perundang-
undangan lain yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai sebuah
dasar dan landasan dari seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
UUD 1945 harus mampu untuk terus beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi di
masyarakat. Sehingga UUD 1945 dapat terus melahirkan peraturan perundang-undangan baru
yang relevan serta sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia pada masa itu. Pandangan ini
juga didukung oleh politikus asal Italia Romano Prodi yang mengatakan bahwa “konstitusi
yang tidak bisa diubah adalah konstitusi yang lemah” karena itu “ia tidak bisa beradaptasi
dengan realitas, padahal konstitusi harus bisa diadaptasikan dengan realitas yang terus
berubah.” Oleh karena itu, dapat dirumuskan bahwa UUD 1945 memiliki karakteristik yang
fleksibel dan rigid (kaku). Fleksibel artinya UUD 1945 secara formil maupun secara materil
dapat diubah dan atau ditambah bahkan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan
zaman. Serta rigid (kaku) yang artinya UUD 1945 memiliki kedudukan dan derajat yang
lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan lain dan hanya dapat diubah dengan cara
khusus atau istimewa yang memiliki persyaratan yang berat. Salah satu cara untuk mengubah
Undang-Undang dasar di suatu negara adalah dengan melakukan amandemen. Menurut
kajian hukum dan ketatanegaraan amandemen dapat diartikan sebagai: mengubah, atau
menambah atau bahkan menghapus suatu ketentuan di dalam ketentuan hukum dan
perundang-undangan. Di Indonesia sendiri ketentuan terkait amandemen Undang-Undang
Dasar diatur dalam Pasal 37 UUD 1945 yang di dalamnya menyatakan bahwa Untuk
mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majlis
Permusyawaratan Rakyat harus hadir, dan Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-
kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir. Sampai dengan hari ini 16 Maret 2021
MPR Republik Indonesia telah melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali yaitu
amandemen pertama pada tahun 1999, amandemen kedua pada tahun 2000, amandemen
ketiga pada tahun 2001, dan amandemen keempat pada tahun 2002. Apabila kita melihat
runtutan kronologis terjadinya amandemen UUD di Indonesia, maka kita dapat menemukan
bahwa terjadi banyak amandemen UUD 1945 pada awal era reformasi. Mengapa demikian?
Hal atau tuntutan apa yang memicu dilakukannya rangkaian amandemen ini?

Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut maka kita harus menelaah lebih dalam
pasal-pasal atau bagian-bagian dalam UUD 1945 yang diubah dalam serangkaian amandemen
dari tahun 1999 sampai tahun 2002. Salah satu pasal yang diamandemen pertama kali dalam
UUD 1945 adalah pada pasal 7 yang sebelum nya berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.”
Kemudian disempurnakan menjadi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama
lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk
satu kali masa jabatan.” Dari penyempurnaan pasal ini kita dapat melihat bahwa sebelum
era reformasi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memiliki batas masa jabatan
yang sangat tidak menentu. Pasal tersebut hanya menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil
Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali, tidak
ada suatu batasan yang jelas terkait masa jabatan paling lama dari seorang Presiden dan
Wakil Presiden. Sehingga kelemahan dalam pasal ini memungkinkan terjadi nya istilah atau
fenomena presiden seumur hidup dimana seorang Presiden dan Wakil Presiden dapat terus
terpilih dan menjabat sampai akhir hidup nya. Kelemahan dalam pasal 7 ini ternyata memang
sudah terjadi pada era orde baru, saat itu Presiden Soeharto terpilih sebagai Presiden
Republik Indonesia selama 6 periode berturut-turut dan telah menjabat selama kurang lebih
31 tahun. Selama masa kepemimpinan nya perkembangan serta dinamika demokrasi di
Indonesia pun ternyata menjadi semakin memburuk, citra masyarakat Indonesia yang tadi nya
sangat mengedepankan demokrasi untuk mencapai tujuan bersama seakan menjadi tertutupi
dengan gaya kekuasaan Soeharto yang begitu otoriter. Kejanggalan inilah yang menjadi salah
satu pemicu dari tuntutan masyarakat terhadap perubahan pasal 7 UUD 1945. Berkaca pada
pengalaman buruk di era kepemimpinan Soeharto, pada awal era reformasi masyarakat
menuntut perubahan dan penyempurnaan pada pasal ini demi mengurangi resiko
penyimpangan serta mencegah terjadi nya pelanggaran serupa di masa yang akan datang.
Oleh karena itu pada era reformasi Presiden dan Wakil Presiden yang nanti nya akan
menjabat hanya bisa menjabat maksimal selama 2 periode.
Pasal selanjutnya yang diamandemen dalam rangkaian amandemen UUD 1945 pada
awal era reformasi adalah pasal 5 yang tadi nya berbunyi “Presiden memegang kekuasaan
membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” kemudian
disempurnakan menjadi “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.” Dari penyempurnaan pasal ini kita dapat melihat bahwa pada era
orde baru, Presiden memegang kekuasaan tertinggi dalam membentuk dan membuat berbagai
kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Wewenang atau hak
istimewa ini dirasa cukup janggal dan dapat mengancam konstitusi, karena mampu
menjadikan Presiden dan badan eksekutif sebagai sebuah kekuatan yang paling dominan dan
berkuasa di Indonesia. Pendistribusian kekuasaan dan wewenang yang tidak seimbang ini,
dikhawatirkan dapat berpotensi menimbulkan celah-celah ketidakadilan dan penyimpangan
yang dapat dilakukan oleh Presiden. Pada era orde baru penyimpangan semacam ini sempat
terjadi, yaitu melalui dikeluarkannya UU No. 5 tahun 1974 mengenai otonomi daerah oleh
Presiden Soeharto. Kehadiran UU ini sempat menimbulkan tanda tanya besar bagi para
masyarakat Indonesia kala itu. UU yang seharusnya diciptakan sebagai salah satu instrumen
yang mampu mendukung terciptanya otonomi daerah yang semakin maju dan merata, UU
No. 5 tahun 1974 justru seakan menghambat terlaksananya otonomi daerah di Indonesia.
Dalam UU ini pemerintah pusat mengambil peranan yang terlampau banyak dalam jalan nya
pemerintahan daerah, dalam UU tersebut pemerintah pusat diberikan kendali penuh terhadap
penunjukan serta pemilihan kepala daerah yang akan menjabat di daerah tersebut. Sehingga
tujuan awal dari pelaksanaan otonomi daerah pun tidak dapat terlaksana dengan baik karena
secara tidak langsung pemerintah pusat masih memegang kontrol penuh terhadap daerah-
daerah ‘otonom’ tersebut. Penyelewengan inilah yang memicu tuntutan masyarakat untuk
menyempurnakan UUD 1945 pasal 5 ini. Agar pada masa kedepan nya wewenang dan
kekuasaan di pemerintahan dapat terdistribusikan dengan lebih merata, sehingga mampu
memperkecil resiko penyelewengan serta penyalahgunaan wewenang Presiden yang terjadi
pada era orde baru.

Menurut saya sampai sejauh ini berbagai tuntutan masyarakat terhadap amandemen
UUD 1945 pada awal era reformasi tersebut sudah dapat terlaksana dengan cukup baik.
Walaupun harus melewati perjalanan yang cukup panjang, namun tidak dapat dipungkiri
bahwa pengalaman buruk masyarakat Indonesia pada era orde baru mampu memberikan
perubahan yang positif bagi masa depan hukum serta konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Melalui berbagai penyelewengan dan kelemahan Undang Undang pada era orde baru,
Indonesia dapat berkembang dan berevolusi menjadi negara hukum yang semakin adil dan
terbuka kepada masyarakat. Perubahan tersebut terbukti dengan semakin berkurang nya
penyimpangan terhadap Undang Undang yang dilakukan oleh Presiden dan badan eksekutif
negara, serta meningkatnya peran serta masyarakat dalam jalannya pemerintahan di
Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa perubahan atau penyempurnaan terhadap suatu
Undang-Undang bahkan Undang-Undang Dasar sekalipun sangatlah penting dan mampu
memberikan dampak yang sangat besar bagi negara dan masyarakat nya. Oleh karena itu
tidak menutup kemungkinan bahwa pada masa yang akan datang akan terjadi kembali
berbagai perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945. Tentu saja, saya sebagai generasi
muda yang aktif dan kritis bertanggung jawab untuk ikut serta berpartisipasi dalam mengawal
perubahan ini. Oleh karena mulai hari ini sampai lima tahun kedepan saya akan berusaha
semaksimal mungkin untuk mengikuti berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi di
masyarakat Indonesia, demi memastikan Undang-Undang yang berlaku relevan serta
berpihak kepada masyarakat luas. Sehingga apabila nanti saya dibutuhkan untuk ikut bersuara
dan maju membela hak-hak dari saudara sebangsa dan setanah air saya, saya siap dan mampu
membantu dengan semaksimal mungkin.

Sumber Literasi:
 https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/dampak-kebijakan-politik-dan-ekonomi-
masa-orde-baru-10161/
 https://tirto.id/amandemen-uud-1945-dilakukan-4-kali-sejarah-perubahan-pasal-f7Cw
 https://tirto.id/sejarah-isi-perubahan-amandemen-uud-1945-pertama-tahun-1999-ejFQ
 https://www.researchgate.net/publication/335465295_AMANDEMEN_UUD_1945_
MASA_REFORMASI
 http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655976/pendidikan/diktat-pancasila-bab-iv-
undang-bu-dina.pdf
 https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1974/5TAHUN~1974UU.HTM#:~:text=Daerah
%20berhak%2C%20berwenang%2C%20dan%20berkewajiban,peraturan
%20perundang%2Dundangan%20yang%20berlaku.&text=Pasal%208-,(1).,Daerah
%20ditetapkan%20dengan%20Peraturan%20Pemerintah.
 https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-12-kehidupan-politik-dan-ekonomi-
masa-orde-baru
 https://butew.com/2018/05/23/pengertian-uud-1945-menurut-para-ahli/
 https://media.neliti.com/media/publications/235021-pelaksanaan-amandemen-
terhadap-undang-un-eb5e52e3.pdf
Manuel Riandito
XII-MIPA 2 /16

Anda mungkin juga menyukai