Anda di halaman 1dari 15

PERBANDINGAN ANTARALIRAN PERBUATAN TUHAN DAN PERBUATAN

MANUSIA
Tugas Mandiri Diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Ilmu Kalam Dosen Pengampu :

Disusun Oleh ;
Eka Nurma Sulistiya
(1708101108)

PAI C SEMESTER 1

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, shalawat serta salam semoga
tercurah limpahkan kepada Nabi muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya
dan umatnya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Dan oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari Dosen dan para pembaca sangatlah dibutuhkan
demi peningkatan pengetahuan saya dalam menyempurnakan makalah ini.

Makalah ini mudah-mudahan berguna dan memberikan manfaat bagi kepentingan


pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Cirebon, Desember 2017

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan kalam lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam
adalah masalah perbuatan tuhan dan perbuatan manusia . masalah ini muncul sebagai
buntut dari perdebatan ulama kalam mengenai iman. Ketika sibuk menyoroti siapa
yang masih iman dan siapa yang masih kafir di antara pelaku tahkim, para ulama
kalam kemudian mencari jawaban atas pertanyaan siapa sebenarnya yang
mengeluarkan perbuatan manusia, apakah Allah ? atau manusia? Atau kerjasama
antar keduanya? Masalah ini kemudian memunculkan aliran kalam fatalis
(presdestination) yang diwakili oleh Qodariyah dan Mu’tazilah . aliran Asy’ariah dan
maturidiyah mengambil sikap tengah di antara kedua kubu di atas. Persoalan
kemudian meluas dengan mempermasalahkan apakah tuhan memiliki kewajiban-
kewajiban tertentu atau tidak ? ataukah perbuatan tuhan terbatas pada hal-hal yang
baik? Ataukah perbuatan Tuhan tidak terbatas pada hal yang baik, tetapi juga
mencakup pada hal-hal yang buruk?

B. Rumusan Masalah

Agar makalah ini tidak meluas maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :

1. Apa pengertian dari perbuatan manusia dan perbuatan tuhan?

2. Bagaimanakah pandangan aliran-aliran dalam islam tentang perbuatan tuhan?

3. Bagaimanakah pandangan aliran-aliran dalam islam tentang perbuatan


manusia?
BAB II

PEMBAHASAN MATERI

A. Pengertian Perbuatan manusia dan perbuatan tuhan

Pengertian perbuatan manusia

masalah perbuatan manusia bermula daripembahasan sederhana yang dilakuakan


oleh kelomop jabariah pengikut ja’ad bin dirham dan jahm bin safwan dan kelomok
qadariah yang krmudian di lanjutkan dengan pembahasan yang lebih mendalam oleh
aliran mu’tazilah asyariah dan maturidiah. perbuatan manusia adalah segala perbuatan
yang dilakukan oleh manusia.

Pengertian perbuatan Tuhan

Semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa tuhan melakukan


perbuatan. Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yng
memilik kemampuan untuk melakukannya

B. Pandangan aliran-aliran dalam islam tentang perbuatan tuhan

Perbuatan Tuhan

Semua alran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa tuhan melakukan


perbuatan. Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari zat yang
memiliki kemampan untuk melakukannya.

1. Aliran mu’tazilah

Aliran Mu’tazilahsebagai aliran kalam yang bercorak rasional berpendapat bahwa


perbuatan tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik . ini bukan
berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Perbuatan buruk
tidak dilakukannya karena ia mengetahui keburukan perbuatan buruk itu. Bahkan,
didalam al-qur’an dikatakan bahwa tuhan tidak berbuat zolim. Ayat-ayat al qur’an
yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk mendukung pendapat diatas adalah
surat Al- anbiya ayat 23 dan surat Ar-Rum ayat 8.

Qadi Abd Al-jabbar, seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut
member petunjuk bahwa tuhan tidak akan ditanya mengenai perbuatannya, tetapi
manusaia yang ditanya tentang yang mereka perbuat. Al-jabbai menjelaskan
bahwa tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari perbuatan buruk.
Dengan demikian, tuhan tidak perlu ditanya. Al-Jabbai menjelaskan bahwa
seseorang yang dikenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, sebenarnya tidak
perlu ditanya kenapa perbuatan itu dilakuakan. Ayat terakhir dikatakan Al-Jabbai
mengandung petunjuk bahwa tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan
perbuatan-perbuatan buruk.apabila tuhan melakukan perbuatan buruk, pernyataan
bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentu tidak
benar atau merupakan berita bohong.

mengonsekuensikan aliran Mu’tazilah memunculkan paham kewajiban-


kewajiban Allah berikut ini.

a. Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia

Memberi beban diluar kemampuan manusia adalah bertentangan dengan


paham berbuat baik dan terbaik. Oleh karena itu, aliran Mu’tazilah tidak dapat
memberikan kepada manusia beban yang tidak dapat dipikul. Hal ini juga
bertentangan denagn paham mereka tentang keadilan mereka. Tuhan akan
bersifat tidak adil jika ia member beban kepada manusia.

b. Kewajiban mengirimkan rasul

Bagi aliran Mu’tazilah, dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui


hal-hal gaib, pengiriman Rasul seharusnya tidak begitu penting. Akan tetapi,
mereka memasukkan pengiriman rasul kepada umat manusia menjadi salah
satu kewajiban tuhan. Argument yang dimajukan mereka adalah kondisi akal
yang tidak dapat mengetahui yang harus diketahui manusia tentang tuhan dan
alam gaib. Oleh karena itu, tuhan berkewajiban berbuat yang baik dan tetbaik
bagi manusia dengan cara mengrim rasul. Tanpa rasul, manusia tidak dapat
memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan diakhirat nanti.

c. Kewajiban menepati janji dan ancaman

Sebgai mana diketahui bahwa janji dan ancaman merupakan salah satu dari
lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah. Hal ini erat hubungannya dengan
dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil jika tidak
menepati janji untuk member pahala kepada orang yang berbuat baik dan
menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat selanjutnya, keadaan
tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman bertentangan dengan
maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu, menepati janji dan
menjalankan ancaman adalah wajib bagi tuhan.

2.Aliran Asy’ariyah

Bagi aliran Asy’ariyah, paham kewjiabn tuhan berbuat baik dan terbaik bagi
manusia, sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak dapat diterimanya
karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal
ini ditegaskan Al-Ghazali (1055-1111) ketika mengatakan bahwa tuhan tidak
berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian, aliran
Asy’ariyah tidak menerima paham tuhan mempunyai kewajiban. Paham mereka
bahwa tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap mahluk, mengandung
arti bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa. Sebagaimana dikatakan
Al-Ghazali, perbuatan-perbuatan tuhan bersifat tidak wajib dan tidak satupun
darinya yang mempunyai sifat wajib.

Karena percaya pada kekuasaan mutlak tuhan dan berpendapat bahwa tuhan
tidak mempunyai kewajiban, aliran Asy’ariyah dapat menerima paham pemberian
beban yang diluar kemampuan manusia.Al-Asy’ari dengan tegas mengatakan
dalam Al-luma’ bahwa tuhan dapat meletakan beban yang tidak dapat dipikul
manusia. AlGhzali mengatakan demikian juga dalam Al-iqtishad.

Meskipun pengiriman rasul mempunyai arti penting dalam teologi, aliaran


Asy’ariah menolaknya sebagai kewajiban tuhan. Hal itu bertentangan dengan
keyakinan mereka bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban terhadap manusia.
Paham serupa ini dapat membawa akibat yang tidak baik . sekiranya tuhan tidak
mengutus Rasul kepada umat manusia, hidup mereka akan mengalami kekacauan
karena tanpa wahyu manusia tidak dapat membedakan perbuatan baik dan buruk.
Manusia berbuat yang di kehendakinya. Sesuai dengan paham Asy’ariah tentang
kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, hal ini tidak menjadi permasalahan bagi
teologi mereka. Tuhan berbuat yang dikehendaki-Nya. Apabila ia menghendaki
manusia hidup dalam masyarakat kacau, itu tidak menjadikan apa-apa. Tuhan
dalam paham aliran Asy’ariah tidak berbuat untuk kepentingan manusia.

Karena tidak mengakui kewajiban-kewajiban tuhan, aliran Asy’ariah


berpendapat bahwa tuhan tidak mempumyai kewajiban menepati janji dan
menjalankan ancaman yang tersebut dalam Al-Quran dan Hadis. Akan tetapi,
disini timbul persoalan bagi aliran Asy’ariah karena dalam Al-quran dengan tegas
dikatakan bahwa siapa yang berbuat baik akan masuk surge dan siapa yang
berbuat jahat akan masuk neraka. Untuk mengatasi ini, kata-kata arabman,
alladzina, dan sebagainya yang menggambarkan arti siapa, oleh Al-Asy’ariah
diberi interprestasi’’bukan semua orang, tapi sebagian’’. Dengan demikian, kata’’
siapa’’ dalam ayat’’ barang siapa menelan harta anak yatim piyatu dengan cara
tidak adil, ia sebenarnya menelan api masuk kedalam perutnya’’ mengandung arti
bukan seluruh , melainkan sebagian orang yang berbuat demikian dengan kata
lain, yang diancam akan mendapat hukuman bukan semua orang, melainkan
sebagian orang yang menelan harta anak yatim piyatu. Adapun yang sebagian lagi
akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan.
Dengan interpretasi demikian, Al-Asy’ary mengatasi persoalan wajibnya tuhan
menepati janji dan menjalankan ancaman
3.Aliran Maturidiah

Mengenai perbuatan Allah ini , terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiah


Samarkand dan maturidiah Bukhara. Aliran maturidiah, Samarkand, yang juga
memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, berpendapat
bahwa perbuatan tuhan hanya menyangkut hal-hal yang baik. Dengan demikian,
Tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga
pengiriman Rasul dipandang Maturidiah Samarkand sebagai kewajiban tuahn.

Maturidiah Bukhara sejalan dengan pandangan Asy’ariah mengenai paham bahwa


tuhan tidak mempunyai kewajiban. akan tetapi, sebagaimana dijelasakan oleh
Badzawi, tuhan harus menepati janjinya, seperti member upah kepada orang yang
berbuat baij, meskipun tuhan membatalkan ancaman bagi orang yang berdosa
besar. Adapun pandanga maturidiah Bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai
dengan paham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tidak
bersifat wajib, tetapi bersifat mungkin.

Aliran Samarkand memberi batasan-batasan pada kekuasaan dan kehendak


mutlak tuhan. Dengan demikian, dapat menerima paham adanya kewajiban-
kewajiban bagi tuhan, sekurang-kurangnya kewajiban menepati janji
tentangpemberian upah dan hukuman.

Mengenai memberikan beban kepada manusia diluar batas kemampuanya,


Aliran Maturidah Bukhara dapat menerimanya. Al badzawi berkata, tuhan
tidak mustahil meletakan atas diri manusia kewajiban-kewajiban yang tidak
dapat dipikulnya. Aliran maturidiah samarkand mengambil posisi yang dekat
dengan mu’tazilah. Menurut syarh al-fiqh al-akbar, al-maturidi tidak setuju
dengan pendapat aliran Asy’ariah karena Al-qur’an mengatakan bahwa tuhan
tidak membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban yang tidak terpikul.
Pemberian beban yang tidak terpikul sejalan dengan paham golongan
Samarkand bahwa manusia sebenarnya yang mewujudkan perbuatannya,
bukan tuhan.

Tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan dalam aliran maturidiah


golongan Bukhara, mempunyai paham yang sama dengan aliran Asy’ariah.
Pengiriman rasul menurut merekatidak bersifat wajib, dan hanya bersifat
mungkin.adapun pendapat aliran maturidiah Samarkand tentang persoalan ini
dapat diketahui dari keterangan Al-Bayadi. Dalam isyarat Al-maram, Al-
Bayadi menjelaskan bahwa keumuman maturidiah sepaham dengan
Mu’tazilah mengenai wajibnya mengirim Rasul.

Mengenai kewajiban tuhan memenuhi janji dan ancaman-Nya, Aliran


Maturidiah Bukhara tidak sepaham dengan aliran Asy’ariah. Dalam pendapat
mereka sebagaimana dijelaskan oleh Bazdawi, Tuhan tidak mungkin
melanggar janji-Nya untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik,
tetapi sebaliknya, tuhan tidak mungkin membatalkan ancaman untuk member
hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu, nasib orang yang
berdosa besar ditentukan oleh kehendak mutlak tuhan. Jika tuhan berkehendak
untuk member ampunan kepada orang yang berdosa, tuhan tidak
memasukannya kedalam neraka, tetapi ke surga; dan jika ia berkehendak
untuk memberikan hukuman kepadanya, tuhan memasukannya kedalam
neraka untuk sementara atau untuk selama-lamanya. Bukan tidak mungkin
bahwa tuhan member ampunan kepada seseorang, tetapi tdak member
ampunan kepada orang lain meskipun dosanya sama.

Uraian Al-Bazdawi diatas mengandung arti bahwa Tuhan wajib menepati


janji untuk member upah kepada yang berbuat baik. Dengan demikian, Tuhan
tidak mempunyai kewajiban terhadap mausia. Menurut paham Al-Bazdawi,
kekuasaan dan kehendak tuhan tidak mutlak, seperti yang dianut oleh aliran
Asy’ariah, bagi aliran Asy’ariah, tuhan boleh melanggar janji-janjiNya . bagi
Maturidiah golongan Bukhara, tuhan tidak mungkin melanggar janji-Nya
untuk member upah kepada orang yang berbuat baik.

C.. Pandangan aliran-alran dalam islam tentang perbuatan manusia

Perbuatan manusia

Masalah perbuatan manusia berrawal dari pembahasan sederhana yang di


lakukan oleh kelompok jabariah (pengikut ja’d bin dirham dan jahm bin safwan)
dan kelompok qadariah (pengikut ma’bad al-juhani dan ghailan Ad-Dimasyqi),
yang kemudian di lanjutkan dengan pembahasan yang lebih mendalam oleh
filosofis aliran mu’tazilah, asy’ariyah, dan maturudiyah.

Akar dari masalah perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa tuhan


adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia. Selanjutnya, tuhan
bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Dari
sini,timbul pertanyaan, sampai di manakah manusia sebagai ciptaan tuhan
bergantung pada kehendak dan kekuasaan tuhan dalam menentukan perjalanan
hidupnya? Apakah manusia di beri kemerdekaan dalam mengatur hidupnya l\oleh
tuhan?apakah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaannya
mutlak tuhan?

1. Aliran jabariah

Tampaknya, ada perbedaan pandangan antara jabariah ekstrem dan


jabariah moderet dalam masalah perbuatan manusia. Jabariah eksterm
berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan
yang timbul dari kemauannya, melainkan perbuatan yang di paksakan atas
dirinya. Misalnya, apabila seseorang mencuri, perbuatan itu bukan terjadi atas
kehendak sendiri, melainkan timbul karena qada dan qadar tuhan yang
menghendaki demikian. Bahkan, jahm bin safwan, salah seorang tokoh
jabariah ekstrem mengatakan bahwa manusia tidak mampu untuk berbuat apa-
apa. Ia tidk mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak
mempunyai pilihan.

Berbeda dengan jabariah ekstrem, jabariah moderat mengatakan bahwa


tuhan menciptakan perbuata manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan
baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang di ciptakan
dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah
yang di maksud dengan kasab (acquisition). Menurut paham kasab, manusia
tidak majbur (di paksa oleh tuhan), tidak seperti wayang yang di kendalikan
tangan dalan dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia
memperoleh perbuatan yang di ciptakan tuhan.

2. Aliran qadariah.

Aliran qadariah menyatakan bahwa segala tingkah laku mnusia di


lakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas
kebaikan-kebaikan yang di lakukannya dan berhak memperoleh atas
kejahatan-kejahatan yang di perbuatannya. Berkaitan dengan ini, apabila
seseorang di beri ganjaran, baik dengan balasan surga di akhirat dan di beri
ganjaran siksa dengan balasan neraka di akhirat. Itu berdasarkan pilihan
pribadinya, bukan oleh takdir tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia menerima
siksaan atau tindakan salah yang di lakukan bukan atas keinginan dan
kemampuannya.

Paham takdir dari pandangan qadariah bukan dalam pengertian takdir


yang umum di pakai oleh bangsa arab ketika itu, yaitu paham yang
mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam
perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah
di tentukan semenjak ajal terhadap dirinya. Dalam paham qadariah, takdir
adalah ketentuan Allah yang di ciptakannya berlaku untuk alam semesta
beserta seluruhnya, semenjak ajal, yaitu hukum yang dalam istilah al-quran
adalah sunatullah.
Aliran qadariah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat
menyandarkan segala perbuatan manusia pada perbuatan tuhan. Doktrin-
doktrin mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam. Banyak ayat-ayat Al-
quran yang dapat mendukung pendapat ini, misalnya dalam surat al-kahf ayat
29.

Yang artinya: “dan katakanlah (Muhammad). ‘kebenaran itu datangnya dari


tuhanmu; barang siapa yang berkehendaki (beriman) hendaklah dia beriman
dan barang siapa yang menghendaki (kafir) biarlah dia kafir”.

Dan juga dalam surat Ali-imran ayat 165, surat Ar-ra’d ayat 11, dan surat An-
nisa ayat 111.

3. Aliran mu’tazilah.

Aliran mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan


bebas. Oleh karena itu, mu’tazilah menganut paham qadariah atau free will.
Menurut al-jubba’I dan abd al-jabbar, manusialah yang menciptakan
perbuatan-perbuatannya. Manusia yang berbuat baik dan buruk. Kepatuhan
dan ketaatan seseorang kepada tuhan adalah atas kehendak dan kemauannya
sendiri. Daya (al-istiha’ah)untuk mewujudkan kehendak itu teterdapat dalam
diri manusia sebelum adanya perbuatan.

Perbuatan manusia bukan di ciptakan tuhan pada diri manusia,


melainkan manusia yang mewujudkan perbuatan. Lalu, bagaimana dengan
daya? Apakah di ciptakan tuhan manusia, atau berasal dari manusia?
Mu’tazilah dengan tegas mengatakan pendapatnya bahwa daya berasal
dari manusia. Daya yang terdapat dari diri manusia adalah tempat
terciptanya perbuatan. Jadi, tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan
manusia. Aliran mu’tazilah mengecam dengan keras paham yang
mengatakan bahwa tuhan yang menciptakan perbuatan. Bagaimana
mungkin, dalam satu perbuatan akan da dua daya yang menentukan?

Dengan paham di atas, aliran mu’tazilah masig mengakui tuhan sebagai


pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang mempunyai
kreasi untuk mengubah bentuknya.

Meskipun berpendapat bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan manusia


dan tidak pula menentukannya, kalangan mu’tazilah tidak mengingkari ilmu
azal Allah yang mengetahui segala yang akan terjadi dan di perbuat manusia.
Pendapat inilah yang membedakannya dari penganut qadariah murni.
Untuk membela pahamnya, aliran mu’tazilah menungkapkan ayat dalam
surat As-sajdah 32.

Yang artinya: “yang memperindah segala sesuatu yang diciptakan”.

Kata ahsan pada ayat di atas adalah semua perbuatan tuhan itu baik.
Dengan demikian, perbuatan manusia bukan perbuatan tuhan karena di antara
perbuatan-perbuatan manusia terdapat perbuatan-perbuatan jahat. Dalil ini di
kemukakan untuk mempertegas bahwa manusia akan mendapat balsana atas
eprbuatannya. Sekiranya perbuatan manusia adalah perbuatan tuhan, balasan
dari tuhan itu tidak ada artinya.

Di smping argumentasi naqliah di atas, aliran mu’tazilah mengumakakan


argumantasi nasioanl berikut ini;

a. Jika allah memciptakan perbuatan manusia, sedangkan manusia tidak


mempunyai perbuatan, batallah taklif syari karena syariat adalah ungkapan
printah dan larangan ynag keduanya merupakan thalb. Pemenuhan tahlb
tidak dapat terlepas dari kemampuan, kebebasan, dan pilihan.

b. Jika mansusia tida bebas untuk melakuakan perbuatannya, runtuhlah teori


pahala dan hukaman yang muncul dari konsep paham janji dan ancaman
karena perbuatan itu menjadi tidak dapat di sandarkan kepadanya secara
mutlak. Sehingga berkonsekuensi ujian atau celaan.

c. Jika manusia tidak mempunyai kebebasn dan pilihan pengutusan para nabi
tidak ada gunanya. Bukankah tujuan pengutusan itu adalah dakwah, dan
dakwah harus di sertai dengan kebebasa dan pilihan,

Konsekuensi lain dari paham di atas, mu’tazilah berpendapat bahwa


manusia terlibat dalam penentuan ajal karena ajal itu ada dua macam.
Pertama, al-ajjal ath-thobi’I ajal seperti inilah yang di pandang mu’tazilah
sebagai kekusaan mutlak tuhan untuk menentukan nya. Kedua, ajal yang
di buat manusia, misalnya membunuh seseorang, bunuh diri di tiang
gantungan, atau minum racun. Ajal yang ini dapat di percepat dan
diperlambat.

4.Aliran Asy’ariyah.

Dalam paham asy’ari manusia di tempatkan pada posisi yang lemah. Ia di


ibaratkan anak kecil yang tidak mempunyai pilihan dalam hidupnya. Oleh
karena itu, aliran asy’ariya lebih dekat dengan paham jabariah dari pada dari
paham mu’tazilah. Untuk menjelaskan dasar pijakannya, asy’ari menggunakan
teori al-kasab. Teori al-kasab asy’ari dapat di jelaskan sebagai berikut. Segala
sesuatu terjadi dengan perantanraan daya yang di ciptakan, dan menjadi
perolehan bagi orang muktazih (yang memperoleh kasab). Sehingga perbuatan
itu timbul. Sebagai konsekuensi dari teori kasab, manusia kehilangan
keaktifan, sehingga bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya.

Argument yang di majukan oleh asy’ari untuk membela keyakinannya adalah


firman allah dalam quran surat ash-saffat 96.

Yang artinya: “padahal allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat itu”

Wa ma ta’malun pada ayat di atas di artikan asy’ari dengan apa yang kamu
perbuat, bukan apa ynag kamu buat. Denga demikian, ayat ini mengandung
arti bahwa allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatan dengan kata lain,
dengan paham asy’ari yang mewujudkan kasab atau perbuatan manusia
sebenarnya adalah tuhan.

Pada prinsipnya, aliran asy’ariyah berpendapat bahwa perbutan manusi di


ciptakan allah. Daya manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya.
Allah menciptakan perbuatan untuk manusia dan menciptakan pula pada diri
manusia daya untuk melahirkan perbuatan tersebut. Jadi, perbuatan adalah
ciptaan allah dan kasab (perolehan)bagi manusia. Dengan begitu, kasab
mempunyai pengertian penyertaan perbatan denga daya manusia yang baru.
Ini berimplikasi pada penerimaan bahwa perbuatan manusia di sertaai dengan
daya kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya.

5.Aliran maturudiah.

Sebagaimana masalah perbuatan tuhan, terdapat perbedaan antara


maturudiah samarnkand dengan maturudiah Bukhara. Jika yang pertama lebih
dekat dengan paham mu’tazilah, yang ke dua lebih dekat dengan paham
asy’ariyah. Kehendak dan daya berbuat pada diri manusia, menurut
maturudiah samrkand adalah kehendak dan daya manusia dalam arti
sebenarnya, bukan dari arti kiasan. Perbedaannya denga mu’tazilah adalah
bahwa daya untuk berbuat di ciptakan tidak sebelumnya, tetapi bersama-sama
dengan perbuatan bersangkutan. Daya yang demikian persinya lebih kecil dari
daya yang terdapat dalam paham mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia dalam
paham Al-maturidi tidak sebatas manusia dalam mu’tazilah.

Maturudiah Bukhara dalam banyak hal sependapat dalam maturudiah


Samarkand. Hanya, golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya.
Menurutnya, untuk perwujudan perbuatan perlu ada dua daya. Manusia tidak
mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya tuhan yang dapat
mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah di
ciptakan tuhan baginya.

Kesimpulan

Perbuatan tuhan

1. Aliran mu’tazilah: sebagai aliran kalam yang bercorak rasional,


berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang
dikatakan baik. Ini tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Perbuatan buruk tidak dilakukan-Nya karena ia
mengetahui keburukan perbuatan buruk itu. Bahkan di dalam Al-Qur’an
jelas dikatakan bahwa tuhan tidak berbuat zalim.

2. Aliran Asy’ariah: bagi aliran Asy’ariah paham kewajiban tuhan berbuat


baik dan terbaik bagi manusia, sebagaimana diakatakan aliran Mu’tazilah
tidak dapat diterimanya karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan
kehendak mutlak tuhan. Dengan demikian, aliran Asy’ariah tidak
menerima paham tuhan mempunyai kewajiban. Paham mereka bahwa
tuhan dapat berbuat sekehendak hati-Nya terhadap mahluk, mengandung
arti bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa. Sebagaiman
adikatakan Al-Ghazali, perbuatan-perbuatan tuhan bersifat wajib dan tidak
satu darinya yang mempunyai sifat wajib.

3. Aliran Maturidiah mengenai perbuatan Allah ini terdapat perbedaan


pandangan antara Maturidiah Samarkand dan Maturidiah Bukhara. Aliran
Maturidiah Samarkand yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan
kehendak mutlak tuhan, berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya
menyangkut hal-hal yang baik. Dengan demikian, tuhan mempunyai
kewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga pengiriman
rasul dipandang Maturidiah Samarkand sebagai kewajiban tuhan.
Maturidiah Bukhara sejalan dengan pandangan Asy’ariah mengenai
paham bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban. Akan tetapi, tuhan harus
menepati janji-Nya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat
baik, meskipun tuhan mungkin membatalkan ancaman bagi orang yang
berdosa besar. Adapun pandangan Maturidiah Bukhara tentang pengiriman
rasul, sesuai dengan paham mereka tentang kekuasaan dan kehendak
Tuhan, tidak bersifat wajib dan hanya bersifat mungkian.

B. Perbuatan Manusia
1. aliran jabariah: ada perbedaan pandangan antara jabarah ekstrem dan
jabariah moderat dalam masalah perbuatan manusia. Jabariah ekstrem
berpendapat bahwa segala perbuatan yang timbul dari kemauannya, tetapi
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Misalnya, apabila seseorang
mencuri , perbuatan itu bukan terjadi atas kehendak sendiri, melainkan
timbul karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendki demikian.
Jabariah moderat mengtakan bahwa tuhan menciptakan perbuatan
manusia. Baik perbuatan jaht maupun perbuatan baik, tetapi manusia
mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya, inilah yang
dimaksud dengan kasab.

2. Aliran Qadariah: menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia


dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan
untuk melakukan segala perbuatannya ataskehendaknya sendiri, baik
berbuat buruk maupun jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dan berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahata-kejahatan yang diperbuatanya. Tidak
ada alas an yang tepat menyandarkan segala perbuatan segala perbuatan
manusia pada erbuatan tuhan.

3. aliran mu’tazilah: memandang manusia mempunyai daya yang besar


dan bebas. Oleh karena itu , mu’tazilah ,menganut paham Qadariah atau
free will. Menurut Al-juba’i dan Abd Al-jabbar , manusialah yang
menciptakan perbuata-perbuatannya. Manusia yang berbuat baik dan
buruk, kepatuhan dan ketaatanseseorang kepada Tuhan adalah atas
kehendak dan kemaunnya sendiri. Daya untuk mewujudkan kehendak
tersebut ada dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan . perbuatan
manusia bukan diciptakan pada tuhan pada manusia , melainkan manusia
yang mewujudkan perbuatan.

4. Aliran Asy-Ariah dalam paham Asy’ari manusia ditempatkan pada


posisi yang lemah. Ia diibaratkan anak kecil yang tidakmempunyai pilihan
dalam hidupnya. Oleh karena itu, aliran Asy’ariah lebih dekat dengan
paham jabariah dari pada paham Mu;tazilah. Untuk menjelasakan dasar
pijakan nya, Asy’ari menggunakan teori al-kasb Asy’ari dapt dijelaskan
dengan segala sesuatu terjadi dengan perantaraan daya yang diciptakan .
dengan demikian , menjadi perolehan bagi orang muktasib(yang
memperoleh kasab) sehingga perbuatan itu timbil, manusia kehilangan
keaktifan , sehingga bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya.
5. aliran Maturidiah: terdapat perbedaan antara Maturidiah Samarkand
dengan Maturidiah Bukhara. Jika yang pertama lebih dekat dengan paham
Mu’tazilah , yang kedua lebih dekat dengan paham Asyariah. Kehendak
dan daya berbuat pada diri manusia, menurut Maturidiah Samarkand
adalah kehendak dari daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan
dalam arti kiasan. Maturidiah Bukhara dalam banyak hal sependapat
dengan Ma’turidiah Bukhara dalam banyak hal sependapat dengan
Maturidiah Samarkand. Hanya golongan ini memberikan tambahan dalam
masalah daya . memurut nya, mempunyai daya untuk melakukan
perbuatan, hanya tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat
melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.

Anda mungkin juga menyukai