PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER (S2)
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI
TAHUN 2022
Kelas : PAI-B 1
Soal
1. Dalam makalah yang telah disusun carilah tentang unsur ke PAI annya dengan
a. Proses (kurikulum atau bahan ajar)
b. Proses kegiatan belajar mengajar (KBM)
c. Siapa guru / penanam pembelajaran/ pengajar
d. Siapa muridnya
2. Cari Sumber sejarah lokal dengan niai ke PAI annya dengan
a. Naskah
b. Artefak
c. Pelaku sejarah (sudah wafat atau masih ada )
3. Masukan draf rencana Tesis
4. Tulis dengan rapi
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER (S2)
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI
TAHUN 2022
Jawaban
1. Judul Makalah : pendidikan agama islam anak benua india 1206 - 1526
a. Kurikulum dan bahan ajar = a). Belajar membaca dan menulis; b). Membaca
Al- Qur’an dan menghafalnya; c). Belajar pokok-pokok ajaran Islam,
seperti cara berwudhu’, pendidikan menengah a). Al-Qur’an; b). Bahasa
Arab dan kesusteraan; c). Fiqih; d). Tafsir; e). hadits; f).
Nahwu/syaraf/balaqhah; g). Ilmu-ilmu pasti; h). Mantiq; i). Falak; j).
Tarikh/sejarah; k). Ilmu-ilmu alam; l). kedokteran; m). Musik.
Tempat tempat yamg menjadi perkembangan ilmu pengetahuan masa
abasiyah :
1) Al-Kuttab
2) Pendidikan rendah di istana
3) Toko-toko kitab
4) Rumah-rumah para ulama
5) Majelis atau saloon kesusasteraan
6) Rumah sakit
7) Perpustakaan dan observatorium
8) Madrasah
1. SEJARAH LOKAL
Malaka. Buah dari perkawinan tersebut lahirlah seorang putri yang kelak menikah
dengan Dipati Unus dari Demak.
Kemudian dengan sekian lamanya Syekh Nurjati bermukim di Mekah, maka
dari itu sebagian naskah menyebutkan bahwa Syekh Nurjati berasal dari Mekah.
Setelah menuntut ilmu di Mekah, Syekh Nurjati mencoba mengamalkan ilmu yang
diperoleh dengan mengajarkannya di wilayah Bagdad. Di Bagdad Syekh Nurjati
menikah dengan Syarifah Halimah, putri dari Ali Nurul Alim. Ali Nurul Alim putra
dari Jamaludin al Husain dari Kamboja, yang merupakan putra dari Ahmad Shah
Jalaludin, putra Amir Abdullah Khanudin. Jadi, Syekh Nurjati menikah dengan
saudara secicit.
Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat orang anak, yakni Syekh
Abdurakhman (yang kelak di Cirebon bergelar Pangeran Panjunan), Syekh
Abdurakhim (kelak bergelar Pangeran Kejaksan), Fatimah (yang bergelar Syarifah
Bagdad), dan Syekh Datul Khafid (kadang-kadang disebut juga sebagai Syekh Datul
Kahfi, sehingga membuat rancu dengan sosok ayahnya yaitu Syekh Datuk Kahfi, atau
Syekh Nurjati di beberapa manuskrip yang lebih muda umurnya, contohnya Babad
Cirebon Keraton Kasepuhan). Keempat anak tersebut dijamin nafkahnya oleh kakak
Syarifah Halimah, Syarif Sulaiman yang menjadi raja di Bagdad. Syarif Sulaiman
menjadi raja di Bagdad karena menikahi putri mahkota raja Bagdad.
Syekh Nurjati hidup pada abad pertengahan, antara abad 14-15 dan pernah
bermukim di Bagdad (sekarang Bagdad merupakan ibukota Irak). Kondisi sosial
ekonomi Bagdad pada rentang abad 14-15 sedang mengalami keemasan. Para filosof
muslim mencapai puncak kejayaannya pada masa itu. Kondisi tersebut sangat
memungkinkan ikut membentuk keluasan pikir Syekh Nurjati. Hal ini membantu
kelancaran dakwahnya.
Di Bagdad Syekh Nurjati hidup dan berumah tangga dan dikaruniai empat
orang putra-putri. Kemudian Syekh Nurjadi diutus oleh Raja Bagdad untuk
berdakwah di tanah Jawa serta menuruti suara hati nuraninya. Seraya memohon
petunjuk kepada Allah SWT, Syekh Nurjati bersama istrinya, Syarifah Halimah pergi
berkelana untuk berdakwah meninggalkan keempat anaknya yang masih kecil-kecil.
Dalam perjalanannya, sampailah Syekh Nurjati di Pelabuhan Muara Jati dengan
penguasa pelabuhan/ syahbandarnya bernama Ki Gedeng Tapa/ Ki Ageng Jumajan
Jati. Sesampainya mereka di Pelabuhan Muara Jati, Syarifah Halimah berganti nama
menjadi Nyi Ratna Jatiningsih/ Nyi Rara Api.
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER (S2)
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI
TAHUN 2022
ud diini, artinya, obatnya agama; dalam hal ini dimaksud bahwa orang yang beragama itu
harus berilmu. Ada syair Arab yang artinya, “ Barang-siapa yang berbuat sesuatu tidak
didasarkan ilmu, amal perbuatannya itu tidak akan diterima oleh Allah”. Sedikit keterangan
bahwa orang yang memegang agama itu sama dengan orang yang memegang negara.
Apabila ia dapat memegang agama, ia akan dapat memegang negara, tetapi tidak sebaliknya
orang yang dapat memegang negara, belum tentu ia akan dapat memegang agama.
Selanjutnya Syekh Nurjati berkata kepada Somadullah, “Engkau menerima pula dari
Sang Hyang Naga berupa Ilmu Kapilisan, yang diambil dari perkataan falaysa lil insaani
nisyaanudz dzikri, yang artinya tidak patut bagi seorang manusia melupakan dzikir kepada
Allah SWT Makna lebih lanjut dari Ilmu Kapilisan adalah kirang mimang ing batuk ingsun sari
sedana ing lambe ingsun amanat pengucapan ingsun iku wong sekabeh tua gede cilik pada
welas pada asih kabeh maring ingsun kelawan berkahe kalimat llaa ilaha illallahu
muhammadur rosulullahi. Doa ini hendaknya dibaca dengan tekad yang bulat turut pada
ketika membaca kalimat toyyibah, hendaknya seluruh jiwa raga dihadapkan kepada Allah
dan setelah doa itu selesai dibaca lalu diusapkan ke dahi. Selain itu, engkau diberi juga Ilmu
Keteguhan, diambil dari perkataan falainsa lil gonisi bakhilun, artinya tidak patut pagi
seorang kaya untuk berlaku kikir. Lalu, engkau diberi pula golok cabang yang ia dapat
berbicara dan dapat terbang. Dapat mengalahkan kekuatan singa, dapat menghancurkan
gunung yang gagah perkasa, dan dapat pula mengeringkan air laut yang sedang meluap-
luap. Nama golok cabang itu berasal dari perkataan khuliqo lisab’ati asyyaa-a”, artinya
dijadikan untuk tujuh perkara. Maksudnya jika engkau menghendaki mendapatkan apa yang
engkau kehendaki, engkau harus menghadapi ketetapan anggota badan yang tujuh, ialah
anggota sujud. Jelasnya, jika engkau ingin mencapai segala sesuatu, hendaknya engkau
tunduk sujud kepada Allah.
Selanjutnya engkau sampai di Gunung Kumbang dan bertemu dengan Sang Hyang
Naga, kemudian engkau diberinya macam-macam azimat diikuti tutur katanya. Kemudian
engkau diberi azimat Ilmu Kesakten guna keselamatan agar tutur katamu dituruti. Kemudian
engkau diberinya lagi azimat Limunan untuk dapat bersembunyi di dalam terang, artinya
jangan mempunyai perasaan benar sendiri. Kemudian engkau diberi azimat yang diberi
mana Aji Titi Murti, berasal dari kata fa’ti bi maa umirta; kerjakanlah olehmu segala perintah
yang baik-baik, agar dapat mengusahakan segala sesuatu yang rumit-rumit dan sesuatu yang
sukar-sukar menjadi mudah. Kemudian, engkau diberi lagi azimat Aji Dwipa guna
mengetahui dan memahami segala pembicaraan, seperti gunanya topong itu dipakai, maka
engkau tidak akan dilihat manusia lagi. Kemudian engkau menerima pulaBaju Pusaka Waring
yang dapat digunakan untuk terbang, dan engkau menerima pusaka berupa Umbul-umbul
Waring yang antara lain kepentingannya agar selamat rahayu dari senjata musuh dan dapat
melemahkan tenaga-tenaga musuh. Artinya, bila tidak ingin kelihatan segala rahasia dan
keburukan oleh orang lain harus mengikuti ucapan : ud’u lillahi ala jami’annasi bittaqwa;
ajaklah semua manusia untuk melakukan taqwa kepada Allah. Baju Pusaka Waring
bertuliskan qolbul khosi’i mabruuurun; artinya hati seorang yang khusyu’ dapat diterima
oleh Tuhan. Umbul-umbul Waring memiliki tulisan : ‘Hai manusia, carilah harta benda
dengan cara yang sebaik-baiknya, jangan asal memperoleh saja. Azimat Panjang dari Ratu
Bangau artinya dalam menyebarkan agama Islam akan dibantu oleh para wali; Pendil
petunjuk kearah agama yang hak dan Bareng artinya dalam segala aktivitas harus mengikuti
tiga perkara : syariat, tarekat, dan makrifat.”
Syekh Nurjati bukan saja memberi bekal kehidupan dan hidup sesudah mati pada
Pangeran Walangsungsang, adik dan istrinya, tetapi ia mampu mengubah kepribadian sang
anak raja tersebut menjadi seorang pahlawan yang tidak hanya suka hidup dalam
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER (S2)
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI
TAHUN 2022
kemewahan sebagai putra raja, tetapi menjadi sosok pribadi pejuang yang saleh dan
tangguh. Syekh Nurjati merasa Pangeran Walasungsang bersama adiknya Nyi Mas Ratu
Rarasantang dan istrinya, Nyi Indang Geulis, telah berguru di pengguron Islam Gunung Jati
telah memiliki keteguhan iman. Setelah memberi nasehat, Syekh Nurjati memerintahkan
Pangeran Walangsungsang, Nyi Mas Ratu Rarasantang dan Nyi Endang Ayu untuk membuka
perkampungan baru di selatan Gunung Jati untuk penyiaran agama Islam.
Syekh Nurjati Memerintahkan Pangeran Walangsungsang Membuka Perkampungan
Setelah menerima wejangan dari Syekh Nurjati dan seizin kakeknya (Ki Gedeng Tapa),
Somadullah memilih kawasan hutan di kebon pesisir, di sebelah selatan Gunung Jati, yang
disebut Tegal Alang-alang atau Lemah Wungkuk. Di kawasan tersebut ternyata telah
bermukim Ki Danusela, adik Ki Danuwarsih (mertua Somadullah). Setibanya di tempat
yang dituju, mereka bertemu dengan seorang lelaki tua bernama Ki Pengalangalang dan
mengucapkan kalimat: Lamma waqo’tu; ketika saya telah tiba. Ucapan Pangeran
Walangsungsang tersebut kemudian menjadi nama Lemah Wungkuk. Ki Pengalangalang
menyambut mereka dan mengakui ketiga orang yang datang tersebut anaknya.
Keesokan harinya, setelah salat Subuh, Pangeran Walangsungsang alias Somadullah
mulai bekerja membabat hutan hingga ke pedalaman yang dipenuhi binatang buas. Untuk
memperoleh keselamatan, Somadullah mengucapkan kalimat: fa anjayna; artinya, aku telah
selamat. Karena itu, tempat yang dibabatnya kemudian bernama Panjunan asal kata dari fa-
anjayna. Demikian pula tempat-tempat lain dinamai berdasarkan hal-hal yang dialami oleh
Pangeran Walangsungsang; antara lain, pekerjaan membabat hutan diteruskan hingga ke
tempat yang tidak diketahui lagi. Setelah berdoa kemudian tampak ada jalan, ia berucap:
fasyamula; artinya, maka mengetahuilah. Dari ucapan ini lahirlah tempat yang bernama
Pasayangan; ketika di suatu tempat ia berfikir kemudian mengucapkan; fakkarnaa; artinya,
aku berpikir, tempatnya disebut Pekarungan yang berasal dari kata fakkarnaa. Ketika tiba di
suatu tempat yang menyenangkan, ia berucap fa amma sirri jamarin samarin, sesungguhnya
perasaanku merasa senang karenanya tempat tersebut dinamakan Gunung Sari dan Dukuh
Semar. Di suatu tempat yang apabila sudah menjadi perkampungan mudah memperoleh
rizki, ia mengucapkan doa farjanaa, artinya, Ya Allah berilah rizki pada hamba, sehingga
tempat tersebut dinamakan Parujakan. Di suatu tempat ketika ia tidak ingat apa-apa, ia
berucap: fakholanaa, artinya, aku lupa, tempat tersebut kemudian disebut Pekalangan.
Ketika ia mendapat petunjuk, ia berucap:fahandaasna (faha-dayna), aku mendapat petunjuk,
menjadi tempat bernama Pandesan. Ketika di suatu tempat ia merasa senang, ia berucap:
rokibuna rumata illaihi farihin, yang kemudian menjadi tempat bernama Kebon Pring. Ketika
ia melihat dua tanda dari dua Kanoman dan Kasepuhan, ia berucap: farutu aajataini, artinya
aku melihat dua tanda sehingga tempatnya tersebut Anjatan. Ketika di suatu tempat ia
melihat ada musuh di depannya, ia berkata: falaa sasaraynaa; artinya, aku tidak terus
berjalan sehingga tempat tersebut dinamakan Pulasaren dan di dekatnya dinamakan
Jagasatru, musuh yang berjaga-jaga.