Anda di halaman 1dari 12

“TAREKAT NAQSYABANDIYAH”

Makalah

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu : Arikhah

Oleh :

Nama : Mukhamad Mutando

NIM : 1704016045

Kelas : AFI-B1

PROGRAM STUDI

AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2017
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tarekat Naqsybandiyah didirikan oleh Muhammad Baha’udin
Naqsybandi (717 H/1318 M–791 H/1389 M). Naqsybandi diambil dari kata
“Naqsybandiah” menurut Syaikh Najmuddin Amin al-Kurdi dalam kitabnya
“Tanwir Qulub” berasal dari dua buah kata bahasa arab, “Naqsy” artinya ukiran
atau gambar dan “band” artinya bendera atau layar besar. Dinamakan dengan
Naqsyabandi karena Syaikh Bahauddin pendiri Tarekat ini senantiasa berdzikir
mengingat Allah berkepanjangan sehingga lafadz Allah itu terukir melekat ketat
dalam kalbunya. Sejak digunakannya nama Naqsybandi sebagai nama dan
identitasnya, tarekat ini bertambah masyur dan memiliki pengaruh yang luas
dari masa kemasa.
Pada masa ini perkembangan yang dapat dicatat adalah percabangan
tarekat ini kedalam beberapa jalur; yang diantaranya adalah Mujaddidiyah,
Khalidiyah, dan Mazhariyah. Nama-nama tarekat tersebut mengacu hanya
kepada perkembangan dalam hal teknik dan doktrin. Seperti halnya dalam
tarekat Naqsybandi Haqqani, yang didirikan oleh Syaikh Muhammad Nizam al-
Haqqani (23 April 1922/28 Sya’ban 1340 H) di Siprus, Turki tahun 1973.
Tarekat ini dinamakan Naqsyabandi karena ia merupakan satu aliran tarekat
dalam tasawuf yang didirikan oleh sufi terkenal, Muhammad Baha’udin
Naqsybandi (717 H/1318 M–791 H/1389 M).
Tarekat Naqsybandi dalam perkembangannya di Indonesia
mendapatkan sambutan yang baik karena sererti diketahui tarekat Naqsybandi
sudah ada sejak dua abad sebelum Belanda mengenalnya untuk pertama kali
kendatipun mungkbentuk tarekat itu berbeda-beda. Dimana ulama dan sufi
Indonesia yang menyebut taekat ini dalam tulisannya adalah Syaikh Yusuf
Makassar (1626-1699). Dan dalam perkembangannya di Indonesia juga sudah
ada cabang-cabang tarekat Naqsybandi ini, diantaranya yaitu: Mujaddidiyah,
Khalidiyah, setelah itu muncul pula Mazhariyah. Perkembangan tarekat
Naqsybandi sampai ke Jakarta dibawa oleh Syaik Hisham Kabbani, yaitu
khalifah tarekat Naqsybandi. Dimana melalui Syaikh Hisham masyarakat
Jakarta mulai mengenal tarekat Naqsybandi ini. Di tengah-tengah masyarakat
yang cenderung mengarah ke arah dekadensi moral yang gejalanya mulai
nampak saat ini, dan akibat negatifnya mulai terasa dalam kehidupan maka
tarekat ini mulai mendapatkan perhatian dan di tuntut peranannya untuk terlibat
secara langsung untuk terlibat secara aktif mengatasi masalah tersebut dan
mengajak umat Islam untuk membersihkan diri dan lebih dekat dengan Tuhan.
Tarekat ini dapat dikatakan sebagai tarekat yang paling transparan untuk
semua kalangan yang dapat menerimanya, kerena seseorang dapat masuk ke
dalam tarekat ini dengan syarat yang mudah, ajaran yang paling mudah di
praktekkan dan paling ringan diamalkan. Karena Syaikh Nazim tidak
mengharuskan anggotanya mengerjakan semua amalan di karenakan kesibukan
mereka. Demikianlah sedikit gambaran tentang tarekat Naqsybandi. Pada
intinya tarekat adalah suatu jalan untuk mendekatkan diri (ma’rifat) kepada
Allah.
B. Rumusan Masalah
1) Siapa Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah?
2) Bagaimana Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah?
3) Bagaimana Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah ke Indonesia?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui siapa pendiri tarekat naqsyabandiyah
2) Untuk mengetahui bagaimana perkembangan tarekat naqsyabandiyah
3) Untuk mengetahui bagaimana masuknya tarekat naqsyabandiyah ke
Indonesia
2. PEMBAHASAN
1) Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf
terkenal yakni, Muhammad bin Muhammad Baha' al-Din al-Uwaisi al-Bukhari
Naqsyabandi (717 H/1318 M-791 H/1389 M), dilahirkan di sebuah desa
Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari. Ia
berasal dari keluarga dan lingkungan yang baik. Ia mendapat gelar Syah yang
menunjukkan posisinya yang penting sebagai seorang pemirnpin spiritual.
Setelah ia lahir segera dibawa oleh ayahnya kepada Baba al-Samasi yang
menerimanya dengan gembira. Ia belajar tasawuf kepada Baba al-Samasi ketika
berusia 18 tahun. Kemudian ia belajar ilmu tarekat pada seorang quthb di Nasaf,
yaitu Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (772H/1371M). Kulal adalah seorang
khalifah Muhammad Baba al-Samasi. Dari Kulal inilah ia pertama belajar
tarekat yang didirikannya. Selain itu Naqsyabandi pernah juga belajar pada
seorang arif bernama al-Dikkirani.
Selama sekitar satu tahun. Ia pun pernah bekerja untuk Khalil penguasa
Samarkand, kira-kira selama dua belas tahun. Ketika sang penguasa
digulingkan pada tahun 748/1347 M, ia pergi ke Ziwartun. Di sana ia
menggembalakan binatang ternak selama tujuh tahun, dan tujuh tahun
berikutnya dalam pekerjaan perbaikan jalan. Hal ini dilakukan sebagai bagian
dari pendidikan dan pembinaan mistisnya untuk memperdalam sumber-sumber
rasa kasih sayang dan cinta kepada sesama manusia serta membangkitkan
perasaan pengabdian dalam memasuki lingkungan mistis.
Naqsyabandi mengemukakan kisahnya :
“Tatkala Syaikh Muhammad al-Samasi meninggal dunia, aku dibawa
nenekku ke Samarkand, di situ aku dipertemukannya dengan seorang alim
lagi shaleh, meminta restu semoga aku didoakannya. Keberkatannya
alhamdulillah sudah kuperoleh. Kemudian aku dibawanya ke Bukhara dan
mengawinkanku dengan seorang wanita. Namun aku tetap bermukim di
Qashrul Arifah.
Aku mendapat kabar bahwa Syaikh Muhammad Baba al-Samasi telah
memesankan kepada Sayyid Kulal supaya mengajari dan mendidikku
dengan baik. Sayyid Kulal berjanji akan memenuhi amanah itu dengan
menegaskan jika pesan itu tidak dilaksanakan maka ia bukanlahseorang
laki-laki. Dan ternyata janjinya itu dipenuhi.
Pendidikan Baha al-Din Naqsyabandi dari kedua guru utamanya, yakni
Baba al-Samasi dan Amir Kulal, membuat ia mendapatkan mandat yang cukup
sebagai pewaris tradisi Khwajagan (dibaca Khojagan). Khwajagan
memopulerkan tarekatnya di Asia Tengah dan banyak menarik orang dari
berbagai lapisan masyarakat yang berbeda.Walaupun ia mempunyai jalinan dan
hubungan dengan kalangan penguasa dan bangsawan, namun ia membatasi diri
dalam pergaulannya dengan mereka. Sekalipun demikian ia tetap sangat
dihormati oleh para penguasa. Di kampung halamannya ia memiliki sepetak
tanah, yang dikelola dengan bantuan orang, tetapi tidak pernah terlibat sendiri
dalam pengelolaannya. Ia hidup sederhana dan jika ditanya mengapa ia tidak
memiliki seorang hamba laki-laki atau perempuan, ia menjawab,”Rasa
memiliki tidak mungkin bersatu dengan kewalian”. Selain itu ia pun sangat
memerhatikan latihan moral dan spiritual murid-muridnya dan tidak suka jika
mereka memiliki niat yang jelek atau hubungan yang buruk dengan orang lain.
Sekali Waktu ia meminta pernyataan maaf dari seseorang atas nama muridnya
karena menggosokkan wajahdi dinding rumahnya.?
Berkaitan dengan jalan mistis yang ditempuhnya, Baha 'al-Din
mengatakan bahwa ia berpegang teguh pada jalan yang ditempuh Nabi dan para
sahabatnya. Ia mengatakan bahwa sangatlah mudah mencapai puncak
pengetahuan tertinggi tentang monoteisme (tauhid), tetapi sangat sulit mencapai
makrifat yang menunjukkan perbedaan halus antara pengetahuan dan
pengalaman spiritual.
2) Perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat Naqsyabandiyah adalah sebuah tarekat yang mempunyai
dampak dan pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai
wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah
kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Di Asia Tengah
bukan hanya di kota-kota penting, melainkan di kampung kampung kecil pun
tarekat ini mempunyai zawiyah (padepokan sufi) dan rumah peristirahatan
Naqsyabandi sebagai tempat berlangsungnya aktivitas keagamaan yang
semarak.
Ciri menonjol Tarekat Naqsyabandiyah adalah Pertama, diikutinya
syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan
terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berzikir dalam hati. Kedua, upaya
yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa
serta mendekatkan negara pada agama. Berbeda dengan tarekat lainnya, Tarekat
Naqsyabandiyah tidak menganut kebijaksanaan isolasi diri dalam menghadapi
pemerintahan yang sedang berkuasa saat itu. Sebaliknya ia melancarkan
konfrontasi dengan berbagai kekuatan politik agar dapat mengubah pandangan
mereka. Selain itu tarekat ini pun membebankan tanggung jawab yang sama
kepada para penguasa dan menganggap bahwa upaya memperbaiki penguasa
adalah sebagai pra-syarat untuk memperbaiki masyarakat.
Secara organisasi aspek penting dari tarekat ini adalah afiliasi
spiritualnya dengan khalifah pertama Abu Bakar. Walaupun beberapa
subcabangnya menelusuri asal-usulnya kepada khalifah Ali. Namun tetap
afiliasi utama tarekat ini kepada Abu Bakar. Sedangkan dilihat dari aspek
spiritual, hal yang menonjol dari Tarkat Naqsyabandiyah adalah mampu
membentuk alam perkembangan spiritual dengan menunjukkan berbagai
tahapan dan kedudukan (ahwal dan maqamat) yang harus dilalui oleh seorang
sufi, berdasarkan pengalaman dan petualangan spiritual. Ciri khas lain yang
tidak boleh dilupakan adalah para Syaikh Nasyabandiyah memiliki kesadaran
akan misi. Mereka meyakini bahwa mereka ditakdirkan untuk memainkan
peranan dalam sejarah.
Baha al-Din Naqsyabandi sebagai pendiri tarekat ini, dalam
menjalankan aktivitas dan penyebaran tarekatnya mempunyai 3 orang khalifah
utama, yakni Ya'qub Carkhi, Ala'al-Din'Aththar dan Muhammad Parsa.
Masing-masing khalifah tersebut mempunyai seorang atau beberapa orang
khalifah lagi. Guru yang paling menonjol dari angkatan selanjutnya yang
berasal dari khalifah Ya'qub Carkhi adalah Khwaja Ubaidillah Ahrar (806-896
H/1403-1490 M), lahir di Syash (Tasykand) pada bulan Ramadhan. Dalam
sejarah Tarekat Naqsyabandiyah tidak ada syaikh yang memiliki banyak lahan,
kekayaan, atau harta seperti Ubaidillah Ahrar. I sangat dihormati oleh seluruh
lapisan masyarakat atas maupun bawah. I memiliki watak sangat sederhana dan
ramah, menerima para tamu dengan segala kerendahan hati. Dia tidak suka
dengan kesombongan dan keangkuhan. Ia menganggap kesombongan dan
keangkuhan merendahkan tingkat moral manusia dan melemahkan tali pengikat
spiritual. Dalam penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ia berjasa dalam
menetapkan sebuah pola yang banyak diadopsi oleh banyak syaikh-syaikh
Naqsyabandi selanjutnya, yaitu menjalin hubungan akrab dengan kalangan
istana, dalam hal ini Pangeran Abu Sa'id sebagai penguasa dinasti Timurid di
Herat (Afghanistan). Sebagai kompensas atas dukungan politiknya kepada
penguasa ini, Ubaidillah mendapat kekuasaan politik yang luas jangkauannya.
Berkat situasi dan pengaruh yang besar dari Ubaidillah ini, kemudian Tarekat
Naqsyabandiyah ini pertama kali menyebar keluar AsiaTengah. Ia mengangkat
sejumlah besar khalifah untuk diutus ke negeri-negeri islam lain : Qazwin,
lshfahan, dan Tabriz di Iran, dan bahkan sampai ke Istanbul.
Tokoh lain yang jug amempunyai peran besar dalam penyebaran tarekat
ini secara geografis adalah Sa'id al-Din Kashghari. la bertempat tinggal
di Herat ibu kota kekaisaran Timurid (sekarang kota besar di Afghanistan
Barat). Ia di antaranya telah membaiat penyair dan ulama besar Abd al Rahman
Jami. Yang berjasa memopulerkan tarekat ini di lingkungan istana, dan
kemudian menyebar terus ke selatan. Abd al-Rahman Jami (827-829H/1414-
1492M). Setelah menyelesaikan pendidikannya dalam bidang kajian
tradisional. Kemudian ia bergabung dengan disiplin Kasyghari selama beberapa
tahun dan menyerahkan diri pada pertobatan di bawah pengawasannya.
Kontribusi utama Jami' pada tasawuf adalah paparannya tentang pemikiran Ibn
al-Arabi dalam bahasa yang lebih mudah dipahami dan komentar-komentarnya
atas karya-karya lbn al-Airabi, Rumi, Parsa dan sebagainya yang menguraikan
banyak konsep yang sulit dipahami tentang kesatuan wujud. Gubahan-gubahan
syairnya banyak membantu dalam menyebarkan segenap konsep gagasan
seperti itu.
Penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah kemudian memasuki wilayah
India (yang kemudian berpengaruh kewilayah lndonesia), sekitar abad 10/16M
atau tepatnya pada tahun 1526. Tahun ini bertepatan dengan ditaklukannya
India oleh Babur, pendiri kekaisaran Moghul. Kaisar sendiri adalah pengikut
Tarekat Naqsyabandiyah dan begitu pula tentara-tentaranya. Beberapa khalifah
Ubaidillah Ahrar (1490), mengikutsertakan pasukan penakluknya ke India, dan
sepanjang abad itu telah terjadi gelombang perpindahan kaum Naqsyabandiyah
Asia Tengah ke lndia.
Di antara Syaikh-syaikh Naqsyabandi yang datang ke India adalah Baqi
Billah (971-1012H/1563-l603 M). Ia dilahirkan di Kabul tahun 1564 dan telah
belajar pada beberapa tokoh Naqsyabandi sebelum ia bermukim di India. Dalam
ungkapannya mengatakan,”Ia membawa benih kesucian (dalam tarekat) dari
Samarkan dan Bukhara dan menyemaikannya di tanah India.” Karena mengenal
secara penuh prinsip-prinsip organisasi Naqsyabandi dan metode latihannya, ia
mencurahkan perhatian yang sama kepada orang awam dan kaum bangsawan
Mughal. Dalam jangka waktu yang singkat yakni selama lima tahun,
dihabiskannya waktunya untuk bekerja di India, dengan menyampaikan pesan
silsilah kepada para ulama, kaum sufi, para tuan tanah, dan pejabat dengan
tingkat keefektifan yang sama. Baqi Billah disayangi orang banyak karena
kepribadiannya yang sangat ramah. Orang datang kepadanya bukan hanya
untuk melakukan latihan mistis saja, melainkan juga untuk mendapat berkah
spiritual dan peliput lara yang sangat dirindukan oleh hati manusia. Hampir
semua pengikut Naqsyabandiyah di seluruh dunia dewasa ini menarik garis
keturunan spiritual mereka melalui Baqi Billah dan khalifahnya Ahmad
Sirhindi.
Perluasan dan aktivitas spiritual Tarekat Naqsyabandiyah di India
mendapat dorongan yang sangat tinggi di bawah kepemimpinan Sirhindi (972-
1033 H/1564-1624M) yang dikenal sebagai Mujaddid Alf-i Tsani (pembaru
milenium kedua 1642). Pada akhir abad kedelapan belas nama Syaikh Sirhindi
hampir sinonim dengan Tarekat Naqsyabandi di seluruh Asia Selatan, wilayah
Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah Posisi Sirhindi cukup unik dalam
sejarah intelektual Tarekat Naqsyabandiyah. Sekalipun mengikuti prinsip-
prinsip dasar dan fundamental tarekat ini, ia memberikan orientasi baru dalam
doktrin-doktrinnya dalam membuang doktrin tentang kesatuan wujud
sebagaimana dikemukakan oleh Ibu al-Arabi dan diterima oleh hampir semua
Syaikh Naqsyabandiyah, seperti Baha al-Din, Ubaidillah Ahrar dan Maulana
Jami', Ahmad Sirhindi. Seperti para Syaikh Naqsyabandi terdahulu di
Asia Tengah. Menuntut murid-muridnya agar berpegang secara cermat pada Al-
Qur'an dan tradisi-tradisi (sunnah) Nabi.
Ketika Sirhindi berhasil mengukuhkan dirinya sebagai penerus
khanaqah Baqi Billah di Delhi, Taj al-Din seorang khalifah Baqi Billah yang
dianggap sebagai saingannya dan gigih dalam membela konsep wahdat al
wujud, dengan kecewa meninggalkan Delhi kemudian menetap di Makkah. Di
sana, seorang sufi yang cukup masyhur, Ahmad bin Ibrahim bin Allan, menjadi
muridnya dan kemudian menjadi khalifahnya. Selanjutnya Taj al-Din
mengangkat dua orang khalifah di Yaman, Ahmad bin 'Ujail dan Muhammad
'Abd. Al-Baqi. Muhammad 'Abd. aI-Baqi ini adalah pembimbing Yusuf
Makassari yang tercatat sebagai orang pertama yang memperkenalkan Tarekat
Naqsyabandiyah di nusantara.
3) Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah ke Indonesia
Tarekat Naqsyabandiyah yang menyebar di nusantara berasal dari
pusatnya di Makkah, yang dibawa oleh para pelajar Indonesia yang belajar di
sana dan oleh para jamaah haji Indonesia. Mereka ini kemudian memperluas
dan menyebarkan tarekat ini ke seluruh pelosok nusantara.
Muhammad Yusuf adalah Yang Dipertuan Muda di Kepulauan Riau
yang pertama naik haji ke Makkah. Ia telah dibaiat masuk Tarekat
Naqsyabandiyah oleh Syaikh Muhammad Shalih al-Zawawi. Setelah Sulaiman
Badrul Alam Syah wafat pada tahun 1883. Ia mengambil alih kedudukan sultan.
Ia menjalankan kekuasaan tertinggi melalui istrinya, putri salah seorang sultan
sebelumnya, dan pada tahun 1885 mengangkat putranya sendiri sebagai sultan.
Muhammad Yusuf dapat melakukan ini karena kepemimpinannya dalam
Tarekat Naqsyabandiyah sudah cukup menperkuat kedudukannya di Lingga,
pulau tempat sultan tinggal. Kemudian mempunyai dua istana di Penyengat dan
di Lingga. Jika dia berkunjung kepulau tersebut ia memimpin langsung zikir
secara berjamaah.
Pada tahun 1894, Muhammad Yusuf membuat sebuah mesin pencetak
di Penyengat yang dipakai bukan hanya untuk mencetak peraturan-peraturan
pemerintah. Tetapi juga sebagai pencetak kitab, risalah, yang mencakup
kebudayaan-kebudayaan secara umum. Di antara risalah yang dicetak adalah
risalah karya Shalih al-Zawawi, guru Naqsyabandiyah Mhuhammam Yusuf.
Penggerak intelektual di balik penerbitan tersebut adalah sekelompok
bangsawan yang berbakat dilapangan intelektual dan kesenian, yang telah
membentuk grup diskusi Rusdiah Klab, dan sangat dimungkinkan mereka
adalah penganut Naqsyabandiyah. Beberapa di antara mereka kemudian
terkenal sebagai penulis.
Di Pontianak sebelum kedatangan'Abd Allah al-Zawawi sekitar tahun
1884, telah dikenal Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah. Banyak dari pengikut
tarekat ini yang pernah tinggal di Makkah beberapa lama, tidak hanya
mempelajari fikih dan akidah dari kedua gurunya (M. Shalih dan 'Abd Allih).
Namun mereka juga belajar tarekat. Orang yang pertama kali dikenal adalah
Utsman al-Puntiani. Ia belajar pada Muhammad Shalih, dan pada
perkembangan selanjutnya ia dikenal sebagai penerjemah beberapa teks sufi.
Yang mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah di Pontianak tampaknya bukan
Syaikh Utsman. Tetapi teman Ustman yang usianya sepuluh tahun lebih muda
dan hidup semasa dengannya, yakni Isma'il Jabal. Tahun 1870 ia tiba di Makkah
pada saat ia berusia lima belas tahun. Pertama kali ia belajar fikih dengan mufti
dari keempat mazhab di Makkah, dan kemudian juga dengan 'Abd Allah al-
Zawawi. Pertemuannya dengan Ustman inilah yang membangkitkan minatnya
pada tasawuf. Ia menerima pelajaran pertamanya dalam tarekat dari Muhammad
Shalih. Setelah wafat ia menerima pelajaran dari khalifah utama Syaikh
Muhammad Murad al-Qazani al-Uzbaki. Ia menerima ijazah untuk
mengajarkan tarekat, yang kemudian menjadi guru yang masyhur dan menarik
banyak murid-murid dari Indonesia. Pada tahun 1919 setelah hampir setengah
abad baru ia kembali ke Kalimantan dan menetap di Pontianak sebagai seorang
syaikh tarekat. Isma'il bukan satu-satunya khalifah Mazhariyah di Kalimanatan
Barat; Muhammad Murad al-Qazani mengangkat tiga khalifah lainnya yang
sama-sama tinggal di Pontianak, yaitu Sayyid Ja'far bin Muhammad al-Saggaf,
Sayyid Ja'far bin 'Abd. Al-Rahman al-Qadri (putra seorang pangeran), dan Haji
'Abd. al-Azizi (penduduk kampung Kamboja). Kepopuleran Tarekat
Naqsyabandiyah di Pontianak terutama adalah berkat hubungan khusus para
sultan dengan keluarga Zawawi. Namun sayangnya tidak seorang pun dari
khalifah setempat yang mengangkat seorang pengganti, sehingga pelan-pelan
tarekat ini menghilang hampir bersamaan dengan runtuhnya kesultanan.
Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah memperoleh tenaga baru di Kalimantan
Barat sebelum kemerdekaan berkat kegiatan sejumlah kiai dari Madura. Di
sepanjang pesisir Barat pulau ini terdapat kelompok kelompok masyarakat
Madura. Di antara mereka terdapat Syaikh Fath al-Bari beserta khalifahnya.
Mereka termasuk cabang Mazhariyah juga. Dan mulai menjaring pengikutnya
pada pertengahan tahun 1950-an.
Di Madura Tarekat Naqsyabandiyah sudah hadir sejak akhir abad
kesembilan belas. Para penganutnya tidak mempunyai hubungan langsung
dengan penganut di jawa, karena orang Madura mengikuti cabang yang lain dari
tarekat ini. Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah sekarang ini merupakan
tarekat yang paling berpengaruh di Madura dan juga di beberapa tempat lain
yang banyak penduduknya berasal dari Madura, seperti Surabaya, Jakarta, dan
Kalimantan Barat. Sejumlah mursyid Madura tampaknya telah menerapkan
semacam kepemimpinan bersama dalam tarekat, yang secara kolektif melayani
masyarakat pengikut yang sama.
Terdapat keunikan lain dari TarekatNaqsyabandiyah Mazhariyah di
Madura, yang tidak dijumpai di antara penganut Naqsyabandiyah di lndonesia
dan negeri-negeri lain, yakni beberapa mursyidnya adalah perempuan. Mereka
tidak hanya bertindak sebagai asisten dari para suami yang lebih dominan, tetapi
mereka benar-benar mandiri.
Dataran Tinggi Minangkabau adalah wilayah yang penganut
Naqsyabandiyahnya paling padat. Mereka menerima tarekat ini ketika berada
di Makkah, atau mungkin ketika ia tinggal sebentar di Singapura. Tarekat ini
cepat menyebar sampai di Silungkan, Cangking, Singkarak dan di Bonjol.
Sampai tahun1869 kira-kira seperdelapan dari penduduk telah bergabung
dengan tarekat ini. Di antara tokoh yang berpengaruh sebagai Syaikh
Naqsyabandiyah adalah Jalaluddin dari Cangking. Ia menyebarkan pembaruan
yang berorientasi ke Makkah, penolaka terhadap ajaran-ajaran mistik yang
sinkretis dan syirik, penekanan pada kebutuhan untuk melafalkan perkataan
Arab yang benar, pembetulan arah kiblat masjid-masjid, dan penentuan awal
dan akhir Ramadhan.
Di ]awa Tengah cabang-cabang Tarekat Naqsyabandiyah hampir
semuanya berasal dari dua khalifah Sulaiman Zuhdi yang berpengaruh,
Muhammad Ilyas dari Sukaraja (di Kabupaten Banyumas) dan Muhammad
Hadi dari Giri Kusumo. Dalam banyak kisah Muhammad Hadi tidak hanya
terpelajar di bidang fikih dan tarekat, tetapi ia juga adalah orang sakti khas Jawa.
Salah seorang anaknya yang sangat terkenal adalah Mansur. Ia mendirikan
pesantren di Desa Popongan antara Solo dan Klaten. Ayahnya mengajari tarekat
selengkapnya dan memberi ijazah untuk mengajar. Popongan menjadi salah
satu pusat utama Naqsyabandiyah di Jawa T engah. Pada perkembangan
selanjutnya tarekat ini tersebar ke beberapa daerah di Pulau Jawa, antara lain
Rembang, Blora, Banyumas Purwokerto, Cirebon, Jawa Timur bagian Utara,
Kediri, dan Blitar.
3. PENUTUP
Kesimpulan
Demikian sekilas penyebaran dan perkembangan Tarekat
Naqsabandiyah di nusantara yang telah hadir sejak dua setengah abad yang lalu.
Pada masa itu tarekat ini telah mengalami perkembangan yang tiada terputus
baik secara geografis maupun dalam jumlah pengikut. Walaupun mengalami
pasang surut, namun tarekat ini mengalami perkembangan lagi hingga tahun
1925. Motivasi untuk selalu melakukan penyegaran, senantiasa datang dari
Timur Tengah, walaupun pada perkembangan selanjutnya Tarekat
Naqsyabandiyah di Indonesia digerakkan dari dalam negeri sendiri.

Tarekat ini tersebar hampir ke seluruh provinsi yang ada di tanah air, yakni
sampai ke jawa, Sulawesi Selatan, Lombok, Madura, Kalimantan Selatan.
Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan Barat, dan daerah-daerah lainnya.
Itulah satu-satunya tarekat yang terwakili di semua provinsi yang berpenduduk
mayirutas muslim. Penyebaran tarekat yang sedemikian luas, dan diterima oleh
orang-orang awam dari berbagai latar belakang, menyebabkan timbulnya
variasi vokal, yang merupakan bagian dari tarekat ini. Walau demikian Tarekat
Naqsyabandiyah masih tetap mempertahankan watak khasnya. Pengikut
Tarekat Naqsyabandiyahterdiri dari berbagai lapisann masyarakat, yang
berstatus sosial rendah sampai lapisan menengah dan lapisan yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai