Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Tarekat Naqsabandiyah Haqqaniyah

Dibuat untuk memenuhi tugas Sufi Healing

Dosen Pengampu :

Syaifulloh Yazid, M.A

Oleh :

Sayyid Haqqul Yaqin (07020620056)

Syaifuddin Rochmatulloh (07020620060)

Najib Asyrof Imtiyaz (07040620090)

PRODI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUNAN AMPEL

SURABAYA

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta karunia-
Nya sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah Tarekat Mutabarah yang
berjudul Tarekat Naqsabandiyah Haqqaniyah.
Shalawat serta salam juga kami curahkan kepada Baginda Nabi besar Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju jalan yang terang benderang.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Syaifulloh Yazid, M.A
Pada mata kuliah Tarekat Mutabarah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi pembaca dan penulis.
Kami sebagai penulis yang juga manusia tidak akan luput dari kesalahan. Maka dari
itu, permohonan maaf kami sampaikan apabila makalah yang kami susun tidaklah sempurna.
Saya berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembacanya.

Surabaya, 08 Mei 2023

2
DAFTAR ISI

MAKALAH.....................................................................................................................................

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................................

BAB I PENDAULUAN..................................................................................................................

A. Latar Belakang....................................................................................................................

B. Rumusan Masalah..............................................................................................................

C. Tujuan..................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................

A. Silsilah dan Biografi Pendiri Tarekat Naqsyabandi Haqqani …………………… …6


B. Doktrin-doktrin Naqsyabandi…………………………………………………………9
C. Transformasi Ritual Tarekat Naqsyabandi di Tarekat Naqsyabandi Haqqani………18

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................

A. Kesimpulan.........................................................................................................................

B. Saran...................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Baha‟uddin Naqsyabandi pada Abad


XIV. Dalam perkembangannya kemudian, tarekat ini telah melahirkan cabang cabang
yang cukup terkenal di antaranya Naqsyabandiyah Haqqani. Naqsyabandiyah
Haqqani dinisbatkan kepada pendiri Yayasan Haqqaniyah yaitu Syaikh Muhammad
Nadzim Adil al-Haqqani yang berpusat di Cyprus dan mempunyai banyak pengikut di
mancannegara. Bisa dikatakan ia telah memenuhi misi yang diembankan kepadanya.
Saat ini, Tarekat Naqshbandiyah Haqqani telah memiliki murid yang tersebar di
Eropa, Amerika, Asia dan Afrika (28 negara),termasuk di Indonesia. Karena luasnya
wilayah sebaran tarekat ini, banyak ahli yang menyebut Tarekat Naqshbandiyah
Haqqani sebagai tarekat transnasional.

Syaikh Muhammad Nadzim Adil al-Haqqani mursyid ke-40, Tarekat


Naqsyabandiyyah Al Haqqani, dan Hisham Kabbani; imigran Lebanon yang sekarang
berdomisili di California, Amerika dinobatkan sebagai Khalifah Naqsyabandi
Haqqani untuk benua Amerika. Mata rantai tarekat yang dibawa oleh keduanya
berasal dari seseorang yang bernama Abdullah Faiz adDaghestani yang tinggal di
Damaskus. Syaikh Abdullah ad-Daghistani memberikan wewenang kepada Syaikh
Nadzim sebagai mursyid dalam mata rantai Tarekat Naqsyabandiyah. Sejak itu
dikenal nama Naqsyabandiyah Al Haqqani.

B. Rumusan Masalah
1. Silsilah dan Biografi Pendiri Tarekat Naqsyabandi Haqqani
2. Doktrin-doktrin Naqsyabandi
3. Transformasi Ritual Tarekat Naqsyabandi di Tarekat Naqsyabandi Haqqani

4
C. Tujuan

1. Mengetahui dan Memahami Silsilah dan Biografi Pendiri Tarekat


Naqsyabandi Haqqani
2. Mengetahui dan Memahami Doktrin-doktrin Naqsyabandi
3. Mengetahui dan Memahami Transformasi Ritual Tarekat Naqsyabandi di
Tarekat Naqsyabandi Haqqani

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Silsilah dan Biografi Pendiri Tarekat Naqsyabandi Haqqani

Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani adalah cabang baru dari Naqsabandiyah


yang bersanad kepada Baha’ al-Din Naqsyabandi (w. 1389). Tarekat Naqsyabandiyah
Haqqani dinisbatkan pada pendiri yayasan Haqqaniyah yakni Syekh Muhammad
Nadzim Adil Al-Haqqani yang memiliki pusat di Cyprus serta mempunyai banyak
pengikut di belahan dunia. Beliau sebenarnya memenuhi misi yang diembankan
kepada nya. Saat ini, Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani memiliki banyak murid yang
sudah tersebar di berbagai benua, yakni Eropa, Amerika, Asia, dan Afrika, serta
tersebar di sekitar 28 negara termasuk indonesia. Karena wilayah persebaran tarekat
ini begitu luas, banyak ahli yang berpendapat bahwa tarekat Naqsyabandiyah Haqqani
ini sebagai Tarekat Transnasional.1

Dalam perspektif identitas persaudaraan dan tarekat yang dikembangkan,


terdapat tiga periode Naqsyabandi yang pernah ada. Periode pertama, yang disebut
oleh Hamid Algar sebagai prasejarah berdirinya tarekat ini, dimulai dari masa Abu
Bakar hingga Khwaja Abu Ali Farmadi (w. 478-79/1085-86). Pada periode ini,
Tarekat Naqsyabandi belum memiliki identitas khusus, dan para tokoh yang namanya
tercatat dalam silsilah Naqsyabandi tidak secara otomatis dianggap sebagai milik
eksklusif Naqsybandiyah. Setiap Mursyid memiliki sedikit murid yang terikat secara
pribadi dengannya dan mengikuti latihan mistik di bawah bimbingannya. Beberapa
Mursyid memiliki khanaqah, yaitu tempat tinggal bagi para murid dan sekaligus
sebagai tempat untuk melaksanakan latihan mistik. Tujuan dari murid-murid tersebut
adalah untuk mencapai pengalaman mistik, sehingga mereka sering melakukan

1
Retna Ayu e, Eksistensi Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani di Jakarta, Jurnal Pegon Islam Nusantara, Vol. 7 -
Issue 1 – 2022, Hal 56

6
perjalanan jauh untuk menemukan seorang Mursyid yang dapat membimbing mereka
di jalan ini.2

Periode kedua dalam sejarah Tarekat Naqsyabandi, adalah fase di mana


tarekat ini mulai memperoleh identitasnya sendiri. Pada periode ini, terdapat beberapa
Mursyid yang disebut Khwajagan, yang terdiri dari tujuh Syaikh utama dari Asia.
Khwaja Abu Yakub Yusuf Hamdani adalah yang pertama, sementara Khwaja Amir
Sayyid Khulal adalah yang terakhir. Namun, tokoh utama pada periode ini adalah
Muhammad bin Baha’uddin al-Uwaisi al-Bukhari. Nama “Naqsyabandi” berasal dari
kata “Naqsy”, artinya gambar atau ukiran pada suatu benda, dan “band”, artinya
bendera atau layar besar. Tarekat ini diberi nama Naqsyabandi karena pendirinya,
Syaikh Bahauddin, senantiasa berzikir dan mengingat Allah secara berkepanjangan,
sehingga lafaz Allah itu terukir dalam kalbunya. Pada periode ini, Mursyid-Mursyid
Naqsyabandi telah menggunakan teknik yang ditetapkan secara sistematis. Murid-
murid tidak hanya terikat pada sumpah setia kepada Mursyid nya, tetapi juga kepada
tarekat dan silsilah menjadi semakin penting. Dengan menggunakan nama
Naqsyabandi sebagai identitas, tarekat ini semakin terkenal dan memiliki pengaruh
yang luas.3

Periode ketiga mencakup sejarah perkembangan sejak Bahauddin


Naqsyabandi hingga generasi sesudahnya. Pada periode ini kurang lebih berkenaan
dengan penyebaran tarekat Naqsyabandi. Walaupun masih saja ada orang-orang yang
mencari pengalaman mistik melalui metode tarekat, Naqsyabandi pun menjadi suatu
gerakan massa, dan bagi kebanyakan pengikutnya ritus-ritus tarekat tidak lain dari
pada bentuk-bentuk peribadatan. Bai’at kepada seorang Syaikh condong berkembang
menjadi kultus wali. Tarekat telah menjadi sebuah organisasi, dengan hierarkinya
sendiri dan kecenderungan pada rutinitasnya. Ada khanaqah pusat dan ada khanaqah
bawahan yang patuh pada khanaqah pusat.4

2
Ronggo Utomo H, Sufisme Versus Islam Puritan (Konstruksi Identitas dan Negosiasi Kelompok Tarekat
Naqsybandi Haqqani di Indonesia),Prodi budaya dan media, Universitas Gajah Mada : Yogyakarta, hal 5
3
Retna Ayu e, Eksistensi Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani di Jakarta, Jurnal Pegon Islam Nusantara, Vol. 7 –
Issue 1 – 2022, Hal 57
4
Retna Ayu e, Eksistensi Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani di Jakarta, Jurnal Pegon Islam Nusantara, Vol. 7 -
Issue 1 – 2022, Hal 58

7
Pada periode ketiga dari sejarah perkembangan tarekat Naqsyabandi, terjadi
beberapa percabangan tarekat yang mengembangkan teknik dan doktrin yang berbeda.
Beberapa di antaranya adalah Mujaddidiyah yang didirikan oleh Muhammad
Sayfuddin al-Faruqi al-Mujaddidi, Khalidiyah yang didirikan oleh Maulana Khalid al-
Baghdadi, dan Mazhariyah yang didirikan oleh Syamsuddin Habibullah. Meskipun
demikian, ketiganya masih tetap mengacu pada perkembangan teknik dan doktrin
dalam tarekat. Setelah ketiga cabang itu muncul, pada abad ini barulah muncul tarekat
Naqsyabandi Haqqani. Seperti halnya dalam tarekat Naqsyabandi Mujaddidiyah, Khalidiyah,
dan Mazhariyah, tarekat Naqsyabandi Haqqani juga dinamakan ”Naqsyabandi” karena ia
merupakan satu aliran tarekat dalam tasawwuf yang didirikan oleh sufi terkenal,
Muhammad Baha’udin Naqsyabandi (1317-1389). Sedangkan ”Haqqani” sendiri diambil dari
nama salah seorang pengikut tarekat Naqsyabandi yang bernama Syaikh Muhammad Nazim
al-Haqqani (23 April 1922/28 Sya’ban 1340 H) di Cyprus. Syaikh Muhammad Nazim Adil
Haqqani diangkat sebagai Mursyid dalam mata rantai tarekat Naqsyabandi setelah Syaikh
Abdullah Faiz Ad-Daghestani berpulang ke Rakhmatullah pada tanggal 30 september 1973 (4
Ramadhan 1393 H). Dan sejak itu tarekat ini dikenal dengan tarekat Naqsyabandi Haqqani.
Pada tahun 1974 Syaikh Nazim Haqqani memulai dakwahnya di Eropa, khususnya Inggris dan
Jerman. Di seluruh Turki,khususnya Cyprus sampai saat ini Syaikh Nazim Haqqani dikenal
sebagai Sebutan Syaikh Qubrusi atau Syaikh Nazim Yesilbas (Syaikh Nazim yang Berturban
hijau). Setelah itu sudah beribu-ribu non-muslim yang telah Disyahadatkan oleh beliau,
sekaligus diambil bai’at sebagai pengikut Tarekat Naqsyabandi bermursyidkan Syaikh
Abdullah Faiz Ad Daghestani dari Damaskus. Sangat banyak para ulama dan Ahlul tarekat
yang meyakini Beliau adalah Sulthanul Awliya Hadzihiz Zaman. 5

Masuknya Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani di Indonesia

Pada bulan April 1997, Tarekat Naqsybandi Haqqani diperkenalkan di Jakarta


oleh Syaikh Muhammad Hisham Kabbani. Beliau adalah seorang ulama Ahl Sunnah
Wa Al-Jama’ah yang memiliki pengalaman luas dan pengaruh dakwah yang
signifikan baik di Beirut maupun internasional. Beliau juga memiliki latar belakang
pendidikan yang kuat, mulai dari bidang kimia di American University of Beirut,
studi kedokteran spesialis anak di University of Louvain di Belgia, hingga gelar
Syariah Islam dari Dar Al-Azhar University di Damaskus, Suriah. Beliau juga

5
Ibid

8
menyelesaikan studi tingkat magister dalam bidang Tasawwuf dan ilmu tafsir Qur’an
ma’rifah. Selama sekitar 30 tahun, beliau dibimbing oleh Grand Syaikh Abdullah Faiz
Ad-Daghestani dan Syaikh Muhammad Nazim Al-Haqqani. Sebagai keturunan dari
Nabi Muhammad SAW baik dari jalur ayah maupun ibu, beliau merupakan sosok
yang sangat dihormati dan diakui dalam dunia Islam.6

Ayah beliau adalah pendukung kuat gerakan Muslim, terutama selama masa
kepresidenan Gamal Abdul Nasser di Mesir. Salah satu paman dari beliau adalah
pemimpin Dewan Ulama di Lebanon. Orang tersebut juga menjadi menantu Syaikh
Muhammad Nazim Adil Haqqani dengan menikahi putrinya, Hj. Nazihe Adil, dan
mereka diberkati dengan tiga putra, satu putri, dan beberapa cucu yang semuanya
tinggal di Fenton, Michigan. Komunitas Naqsyabandi Haqqani di Indonesia resmi
mulai mengorganisir dirinya setelah penunjukan Bapak K.H. Mustafa Mas’ud sebagai
perwakilan pertama Syaikh Nazim Haqqani untuk Indonesia pada tanggal 5 April
1997. Penunjukan dan baiat sebagai perwakilan dilakukan oleh Syaikh Hisyam
(Khalifah untuk benua Amerika) selama kunjungannya yang pertama ke Jakarta. Pada
kunjungan berikutnya, Syaikh Hisyam menunjuk empat ulama lain sebagai
perwakilan Syaikh Nazim yang tersebar di seluruh Jawa Barat, Jakarta, dan dua
lainnya untuk Jawa Tengah. Mereka adalah Taufiqurrahman al-Subky (Wonopringgo,
Pekalongan), Luthfi bin Yahya (Pekalongan, Jawa Tengah), Ahmad Syahid (Jawa
Barat), dan Wahfiuddin untuk Jakarta.7

2. Doktrin-doktrin Naqsyaband

Pada prinsipnya, dakwah Islam tarekat berpola akulturatif-evolutif,


sehingga medium dakwahnya adalah budaya itu sendiri. Para guru tarekat
dituntut secara kreatif-produktif-adaptif untuk membuat simbol-simbol
budaya dalam rangka memenangkan pertandingan dengan kelompok tradisi.
Tidak terdapat perbedaan antara tarekat Naqsyabandi Haqqani dengan

6
Ibid
7
Ronggo Utomo H, Sufisme Versus Islam Puritan (Konstruksi Identitas dan Negosiasi Kelompok Tarekat
Naqsybandi Haqqani di Indonesia),Prodi budaya dan media, Universitas Gajah Mada : Yogyakarta, hal 7

9
Naqsyabandi lainnya dalam hal doktrin. Dari sebelas prinsip yang dianut,
delapan prinsip pertama berasal dari Abd al-Khaliq Ghujdawani, empat
prinsip pertama dari yang delapan pada dasarnya berasal dari guru
Ghujdawani, Abu Ya’qub Yusuf Hamadani. Dan selanjutnya Baha’ad Din
Naqsyabandi menambahkan tiga prinsip, adapun dasar-dasar tersebut
adalah:8
Pertama, Sadar sewaktu bernafas (hus dar dam). Suatu latihan
konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, dan
berhenti sebentar di antara keduanya. Perhatian pada nafas, dalam keadaan
sadar akan Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih
hampir kepada Allah; lupa atau kurang perhatian berarti kematian spiritual
dan membawa orang jauh dari Allah.
Kedua, menjaga langkah (nazar bar qadam). Sewaktu berjalan sang
murid haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk, memandang
lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan ruhani-nya tidak
dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.
Ketiga, Melakukan perjalanan di tanah kelahirannya (safar dar
watan).Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk
ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya
sebagai makhluk yang mulia, atau, dengan penafsiran lain: suatu perjalanan
fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencapai mursyid yang sejati, kepada
siapa seseorang sepenuhya pasrah dan dialah yang akan menjadi
perantaranya dengan Allah.
Keempat, sepi di tengah keramaian (khalwat dar anjuman).Berbagai
pengarang memberikan bermacam penafsiran, beberapa dekat kepada
konsep,”Innerweltliche Askese” dalam sosisologi agama Max Weber.
Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti
perkumplan tertentu. Berapa orang mengartikan azas ini sebagai
“menyibukkan diri dengan terus menerus tanpa memperhatikan hal-hal
lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang; yang lain
mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan
bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap bertaut kepada

8
Shaykh Muhammad Hisham Kabbani, Clasical Islam and the Naqshbandi Sufi Tradition, (Washington DC:
Islamic Supreme Council of America, 2004), h. 151

10
Allah saja dan selalu wara’.Keterlibatan banyak 51 kaum Naqsyabandi secara
aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan
mengacu kepada azas ini.9
Kelima, ingat, menyebut (yad kard). Terus-menerus mengulangi nama
Allah, zikir tauhid (berisi formula lȃ ilȃha illallah), atau formula zikir lainnya
yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab
itu, bagi penganut naqsyabandi, zikir itu tidak terbatas dilakukan secara
berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus menerus, agar
di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.
Keenam, kembali memperbaharui (baz gasyt). Demi mengendalikan
hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang
murid harus membaca setelah zikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di
antara dua nafas, formula, ilȃhi anta maqsudi wa ridhȃka mathlȗbi (ya
Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridhaan-Mulah yang
kuharapkan). Sewaktu mengucapakan zikir, arti dari kalimah ini haruslah
senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang
paling halus kepada Tuhan semata. Kebanyakan kitab pegangan naqsyabandi
mengajarkan sang murid untuk mengucapkan kalimat ini dalam hati sebelum
memulai zikir ism al-dzat dan mengucapakannya sekali lagi di antara zikir
tauhid yang berurutan.
Ketujuh, waspada (nigah dasyt).Yaitu menjaga pikiran dan perasaan
terus menerus sewaktu melakukan zikir tauhid, untuk mencegah supaya
pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan
Tuhan, dan untuk memelihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai
dengan makna kalimah tersebut.
Kedelapan, mengingat kembali (yad dasyt). Penglihatan yang
diberkahi: secara langsung menangkap zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat
dan namanamanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah. Yang
Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan
ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah, itulah derajat ruhani
yang dapat dicapai. Tampaknya hal ini semula dikaitkan pada pengalaman

9
Seyyed Hossein Nasr dkk., Warisan Sufi Warisan Sufi Persia Abad Pertengahan (1150-1500), Penerjemah Ade
Alimah dkk. ( Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), h. 539, lihat juga: Martin van Bruinessen, Tarekat
Naqsyabandiyah di Indonesia Survei Historis, Geografis, dan Sosiologis, (Bandung: Mizan, 1996), h. 79

11
langsung Kesatuan dengan Yang Ada (waẖdatul Wujȗd); Ahmad Sirhindi
dan pengikut-pengikutnya bahkan mengemukakan dalil adanya tingkat yang
lebih tinggi di mana sang sufi sadar bahwa kesatuan (kemanunggalan) ini
hanyalah berisfat fenomenal, bukan ontologis (waẖdatul syuhȗd).10
Kesembilan, kesadaran akan Waktu (wuquf zamani). Kesadaran akan
waktu berarti memperhatikan ketenangan seseorang dan mengecek
kecenderungan seseorang kepada kelalaian. Para pencari harus mengetahui
berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bergerak menuju kematangan
spiritual dan harus mengenal di tempat apa dia telah sampai dalam
perjalannya menuju Hadirat Ilahi.
Para pencari harus membuat kemajuan dengan segala usahanya. Dia
harus menghabiskan seluruh waktunya untuk satu tujuan yaitu sampai di
maqam Cinta Ilahi dan Hadirat Ilahi. Dia harus menjadi sadar bahwa dalam
segala usahanya dan dalam segala tindakannya Allah menyaksikan sampai
sedetail-detailnya. Para pencari harus membuat catatan mengenai tindakan
dan niatnya setiap hari dan setiap malam dan menganalisa tindakannya setiap
jam, setiap detik, dan setiap saat
Jika semuanya baik, dia bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut.
Jika tindakannya buruk, dia harus bertaubat dan memohon ampun kepada
Allah. Ya'qub al-Charki berkata bahwa Syaikhnya, Ala'uddin al-Attar
berkata, dalam keadaan depresi, engkau harus banyak beristighfar (memohon
ampunan kepada Allah), dan dalam keadaan bergembira, harus banyak
bersyukur kepada Allah. Sebagai pertimbangan kedua keadaan ini, kontraksi
(menciut) dan ekspansi (mengembang), adalah arti dari wuquf zamani.
Syaikh Naqsyabandi menerangkan keadaan tersebut dengan berkata, Engkau
harus menjadi awas akan dirimu.
Jika engkau mengikuti syari’ah maka engkau harus bersyukur kepada
Allah, bila tidak, maka engkau harus memohon ampun.Yang penting bagi
seorang pencari dalam keadaan ini adalah menjaga periode waktu terkecil
agar tetap aman. Dia harus menjaga dirinya dan menilai apakah dia dalam
Hadirat Allah atau dalam hadirat egonya, setiap saat dalam hidupnya. Syah

10
Shaykh Muhammad Hisham Kabbani, Clasical Islam and the Naqshbandi Sufi Tradition, (Washington DC:
Islamic Supreme Council of America, 2004), h. 145

12
Naqsyabandi berkata, Engkau harus mengevaluasi bagaimana engkau
menghabiskan waktumu: dalam Kehadiran atau dalam Kelalaian.
Kesepuluh, kesadaran akan Jumlah (wuquf `adadi). Kesadaran akan
jumlah berarti para pencari yang sedang berdzikir harus memperhatikan
bilangan dzikir yang tepat yang diperlukan dalam dzikir khafi. ”Menjaga
hitungan dzikir ini bukan untuk perhitungan itu sendiri tetapi demi menjaga
hati agar tetap aman dari pikiran buruk dan untuk meningkatkan konsentrasi
dalam usaha mencapai jumlah pengulangan yang telah ditetapkan oleh
Syaikh secepat mungkin”. Pilar dzikir melalui perhitungan adalah untuk
membawa hati kepada Hadirat Ilahi yang disebutkan dalam dzikir tersebut
dan tetap menghitung, satu demi satu, untuk membawa perhatian seseorang
kepada realitas bahwa setiap orang membutuhkan Dia Yang Maha Esa yang
tanda-tanda kebesaranNya tampak pada setiap makhluk.
Syaikh Naqsyabandi berkata, Memperhatikan jumlah dzikir adalah langkah
pertama dalam tahap mendapatkan Pengetahuan Surgawi (`ilm al-ladunni).
Ini berarti perhitungan itu mengantarkan seseorang untuk mengenali bahwa
hanya Satu yang dibutuhkan dalam hidup. Semua persamaan matematis
memerlukan nomor Satu. Semua makhluk membutuhkan Zat Yang Maha
Esa.11
Kesebelas, kesadaran akan Hati (wuquf qalbi). Kesadaran akan hati
berarti mengarahkan hati para pencari menuju Hadirat Ilahi, di mana dia
tidak akan melihat yang lain kecuali Yang Paling Dicintainya. Hal itu berarti
untuk mengalami manifestasiNya (tajjali) dalam semua keadaan. Ubayd
Allah al-Ahrar berkata, Tingkat Kesadaran Hati adalah tingkatan untuk hadir
dalam Hadirat Ilahi sedemikian rupa sehingga engkau tidak bisa melihat yang
lain selain Dia.
Dalam situasi demikian seseorang memusatkan tempat zikirnya dalam
hati sebab inilah pusat kekuatan. Semua pikiran dan inspirasi, baik maupun
buruk, jatuh dan muncul satu demi satu, berputar dan mengalir, bergerak di
antara terang dan gelap, dalam perputaran yang konstan, di dalam hati. Zikir
diperlukan untuk mengontrol dan mengurangi gejolak dalam hati.

11
Muhammad Amin al-Kurdy, Tanwȋr al-Qulȗbi fȋ Mu’amalah ‘Allȃm al-Ghuyȗb, (Indonesia: Al-Haromain Jaya
Indonesia, 2006), h. 539

13
Dari sebelas doktrin yang dijelaskan Hisyam Kabbani, tidak terdapat
perbedaan dengan sumber-sumber tentang persoalan yang sama, seperti
dalam kitab Tanwȋr al-Qulȗb fȋi Mu`ȃmalah `allȃm al-Ghuyȗb, karangan
Syaikh Tarekat Naqsyabadi adalah Bahauddin Naqsyabandi, setiap periode
dari urutan rangkaian mata rantai dalam silsilah naqsybandi mempunyai
pembaru, sehingga masing-masing punya karakterisitknya. Salah satu
pembaruan yang dilakukan oleh Bahauddin adalah melengkapi doktrin
Naqsyabandi, sehingga periode Bahauddin ini disebut dengan periode
khwajagan. Atau sebagaimana yang dikutib oleh Martin van Bruinessen di
dalam buku yang sama.12
Melalui doktrin diatas menunjukkan ke-konsistenan mursyid
Naqsybandi Haqqani dalam menjaga kemurnian ajaran. Dengan tidak ke luar
dari kerangka dasar (orisinalitas) menjadi salah satu dari daya tarik bagi para
calon murid untuk bergabung ke dalam tarekat ini. Di samping konsistensi,
kemampuan menguasai ajaran secara baik sebagai akibat dari pengalaman
dan pengilmuan yang terus menerus menjadi jamainan bagi murid-murid
untuk senantiasa berada di belakang guru-guru mereka dalam menjalani
kehidupan spiritual.

Dalam struktur kepengurusan Yayasan Haqqani, para jama’ah Tarekat


Naqsybandi Haqqani merupakan orang-orang yang terlibat langsung dalam
kepengurusan organisasi ini. Mereka secara terbuka membuka peluang untuk
para muslim/muslimat yang tidak mengikuti tarekat untuk ikut berpartisipasi
dalam organisasi ini. Karena pada prinsipnya organisasi ini mempunyai pola
dasar keorganisasian yang tidak jauh berbeda dengan kelompok-kelompok
Tarekat Haqqani yang ada selain di Indonesia. Yayasan Haqqani mempunyai
fungsi sebagai payung kegiatan yang bersifat spiritual dan non-spiritual.
Dalam bentuk kelembagaannya, Yayasan Haqqani diharapkan mampu
memiliki peran yang strategis dan berkesinambungan dalam melaksanakan
tujuan utamanya yaitu syiar Islam kepada sesama umat manusia.13
Usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok Tarekat Naqsyabandi
Haqqani dalam bidang keagamaan mempunyai pengaruh yang sangat luas

12
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia Survei Historis, Geografis, dan Sosiologis,
(Bandung: Mizan, 1996), h. 76
13
Yayasan Haqqani Indonesia, Profil Yayasan, h. 6.

14
terhadap perkembangan tarekat di Indonesia. Salah satunya ialah usaha
memurnikan keyakinan umat Islam di Indonesia dari bahaya syirik dan
ajaran-ajaran yang menyimpang dari Islam seperti ajaran-ajaran kebatinan
dan praktek-praktek perdukunan serta klenik yang mengatasnamakan Islam.
Artikulasi identitas merupakan cara yang bisa ditempuh oleh kelompok
Tarekat Naqsybandi Haqqani ini agar kepentingan dan kebutuhan dakwahnya
dapat terpenuhi sesuai dengan tujuannya. Berbagai macam kepentingan atau
kebutuhan masyarakat mungkin dapat terpenuhi oleh sistem dakwah
bilamana ia dikemukakan secara nyata, baik melalui organisasi maupun
lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat.
Tarekat Naqsybandi Haqqani mengartikulasikan kepentingan para
pengamalnya melalui sistem dakwah kelompok mereka yang sifatnya non-
asosiasional. Kelompok kepentingan non-asosiasional merupakan kelompok
kepentingan yang kurang terorganisir secara rapi dan kegiatannya masih
kadangkala saja tetapi mempunyai fungsi sebagai organisasi yang dibutuhkan
oleh para pengikutnya. Keanggotaan kelompok kepentingan ini dapat
diperoleh berdasarkan atas kepentingan-kepentingan yang serupa karena
persamaan dalam hal-hal tertentu, seperti keluarga, status, kelas, kedaerahan,
keagamaan, keturunan atau etnis.
Selain membangun zawiyah, tarekat ini juga mengembangkan
dakwahnya dalam bidang ekonomi dan kegiatan-kegiatan politik. Dalam
bidang ekonomi contohnya, kelompok tarekat ini mengembangkan usaha di
bidang jasa pelatihan agen untuk para pemilik toko batik yang ada di Jogja.
Kelompok tarekat ini membiayai segala kebutuhan infrastruktur dan
pelatihan agen dan menggaji para agen. Hasil dari keuntungan yang didapat
dari bisnis ini 100% keuntungannya dialokasikan untuk kepentingan para
jamaah Tarekat Naqsybandi Haqqani.
Sebagai sebuah institusi tarekat, kelompok tarekat ini mampu memberi
seperangkat wahana sosialisasi dan aktualisasi doktrin sufi yang dapat
dimodifikasi dan dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip organiasasi
modern terkait dengan upaya kontekstualisasi agar kelompok Tarekat
Naqsybandi Haqqani ini menjadi sebuah ikatan sosial-organis sufistik yang
memungkinkan kelangsungan eksistensi kelompok mereka dan
perkembangannya ke depan. Karena dengan cara ini, tarekat yang semula

15
merupakan ikatan sederhana dan bersahaja antara guru dan murid berpotensi
berkembang secara struktural maupun fungsional.
Secara struktural, misalnya, kelompok Tarekat Naqsybandi Haqqani ini
telah mengembangkan sistem dakwah dengan pola jaringan-jaringan seperti
ekonomi melalui bisnis dagang batik sogan yang telah disebutkan di atas.
Struktur tarekat tersebut diprediksi mampu bermanifestasi dalam sebuah
asosiasi-asosiasi yang pada akhirnya memperbesar tubuh kelompok tarekat
yang bersangkutan. Sebagai contoh dari perkembangan institusi Tarekat
Naqsybandi Haqqani yang terlembagakan ini ialah banyaknya cabang
zawiyah Tarekat Naqsybandi Haqqani yang nampak sebagai model dari
sistem pendidikan layaknya pesantren di Nusantara. Dengan demikian,
tarekat yang semula sebagai lembaga doktrin kesalihan yang bersifat
eksklusif, berubah menjadi inklusif dan dapat berkembang menjadi sebuah
institusi keagamaan yang kompleks, yang dapat muncul darinya faksi-faksi
(substruktur-substruktur) baru sesuai dengan kebutuhan aktualisasi dari
zawiyah-zawiyah yang ada tersebut.
Sebagaimana penyebab ketertarikan jamaah Tarekat Naqsyabandi
Haqqani Yogyakarta hingga akhirnya mereka masuk dalam dunia
ketarekatan. Mereka beralasan untuk mencari musrsyid sebagai seorang guru
yang mengajarkan cinta, belajar sufisme sebagai sebuah jalan untuk
mendekatkan diri dalam Islam, mencari inspirasi untuk mendapatkan
pengetahuan tentang Tuhan dan mendapatan kenyamanan dalam agama.
Posisi mursyid di era milenial sekarang masih menjadi alasan dan
pertimbangan kebutuhan mereka. Karena mursyid diyakini bukan hanya
mengajarkan ilmu akan tetapi juga menyebarkan cinta kepada para muridnya.
Cinta adalah sebuah ketentuan terhadap makrifat atau kebenaran cinta, yang
mana untuk merasakan sedekat mungkin kepada Tuhan, bahkan seolah-olah
murid yang bergabung dengan-Nya.14
Buktinya nyata realisasi cinta dan kasih sayang ke sesama manusia
(humanisme) dari tarekat ini bisa dilihat dari pendirian sebuah “pesantren
anak jalanan” yang dicetuskan oleh Rabbani Sufi Center di Limo Cinere-
14
Zakiya Fatihatur Rohma, Sufistic Spirituality: Joint Motive Study In The Tarekat Zawiyah Naqsabandiyah
Haqqani Yogyakarta, h. 66)

16
Depok, Jawa Barat. Pimpinan organisasi bernama Syaikh Doni, beliau
menjelaskan alasan berdiri lembaga tersebut; menurutnya anak-anak jalanan
itu terabaikan oleh keluarga mereka dan masyarakat, mereka sering
dipandang negatif sebagai anak-anak liar, sulit diatur, serta biang masalah.
Rabani Sufi Center memberikan kesempatan kedua kepada mereka agar
bertumbuh ke arah positif dan hidup mandiri sekaligus membenahi karakter
serta memberikan keterampilan tambahan demi membangun masa depan
mereka. Oleh karena itu, Rabani Sufi Center menyediakan studio musik
beserta pelatih profesional agar mereka dapat meningkatkan kualitas
menyanyi mereka.
Selain itu, pihak Rabbani Sufi Center mengadakan latihan taekwondo
bersama seorang pelatih profesional. Berkaitan pembinaan karakter
menggunakan pendekatan Tarekat Naqsyabandi Haqqani, walaupun tidak ada
pernah paksaan agar para anak jalanan itu untuk dibai’at ke dalam Tarekat
Naqsyabandi Haqqani karena bai’at adalah keputusan pribadi. Selain itu,
mereka diajarkan agar selalu tersenyum (latihan rutinan), belajar al-Qur’an
setiap malam dan ritual zikir-zikir dari Tarekat Naqsyabandi Haqqani.
Setelah lama di tempat ini, mereka mengaku menjadi lebih tenang setelah
menetap di Rabbani Sufi Center, mereka menjadi lebih mengenal ajaran
Islam yang sesungguhnya dan semakin mengerti bagaimana mencintai Allah,
Nabi Muhammad, dan sesama manusia.15
Dengan demikian, secara tidak langsung keberadaan Tarekat
Naqsyabandi Haqqani di Indonesia telah memberikan dampak positif bagi
keberlangsungan kehidupan damai bagi masyarakat. Pembuktian ajaran cinta
dan kasih sayang kepada sesama manusia tanpa memandang latar belakang
sosial, agama, politik dan lainnya menjadi i’tikad baik dari tarekat ini agar
dalam masyarakat selalu terjadi kedamaian dan ketentraman sehingga
kehidupan sosial kemasyarakatan menjadi stabil dan harmonis terhadap
siapapun dan dimanapun mereka berada.

15
Wahyu Nugraha, Keterlibatan sosial sebagai sebuah devosi Sebuah kesalehan sosial Tarekat Naqshbandiyah
Nazimmiyah, h. 47

17
3. Transformasi Ritual Tarekat Naqsyabandi di Tarekat Naqsyabandi Haqqani

Dalam ritual yang dilakukan oleh Tarekat Naqsabandiyah Haqqani ada 8


macam ritual yang dilakukan.

a) Bay’ah
Bay’ah adalah sebuah prosesi perjanjian dari seorang murid kepada
gurunya untuk menerima berbagai ajaran yang akan diajarkannya. Pembaitan
merupakan syarat sahnya suatu perjalanan spritual (suluk), sekaligus
merupakan syarat sahnya pengalaman zikir dengan kalimah-kalimah tayyibah
yang diajarkan. Bila kalimat-kalimat tersebut dilafalkan tanpa melalui proses
bayah terhadap salah satu dari aliran tarekat, maka ucapan tersebut hanya
bernilai ibadah biasa dan tidak dapat dikategorikan sebagai amalan zikir. 16
Ada dua macam bay’ah yang dilakukan dalam dunia tarekat. Bay’ah secara
langsung, yaitu seorang calon murid bertemu langsung dengan guru atau
syekh dan bay’ah secara tidak langsung (uwaysy atau barzakhi).17

b) Zikir
Secara etimologi zikir berasal dari bahasa Arab yang berarti ingat. Sedangkan
menurut terminologi diartikan dengan ingat kepada Allah dengan membaca kalimat-
kalimat ṯayyibah secara berulang-ulang. Dalam dunia tarekat zikir merupakan ibadah
yang sangat istimewa dan senantiasa harus dilakukan. Zikir merupakan tiang yang
kuat di jalan menuju Allah18. Seseorang tidak akan dapat mencapai-Nya tanpa
mengingatnya terus menerus.19 Selain itu zikir juga merupakan bukti kecintaan
seseorang kepada Allah, seseorang yang cinta kepada sesuatu maka cenderung untuk
menyebut-nyebut namanya dan senantiasa mengingatnya. Karena itu, siapapun yang
dalam hatinya telah bersemayam cinta kepada Allah, maka di situlah tempat
kediaman zikir yang terus menerus.20 Ada beberapa tingkatan zikir dalam tarekat ini
yaitu, mubtadi, musta’id, ahl- ‘azm dan zikir yang dilakukan secara berjamaah
(khatam khwajagan).

16
Kharisuddin Aqib, Al-Hikmah: Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, (Surabaya: Dunia
Ilmu, 1998), h. 100
17
Sri Mulyati (et.al), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mu’tabarah di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2004), h. 10
18
Michael Gilsenan, Saint and Sufi ini Modern Egypt An Essay in The Sosiology of Religion, (Oxford: The
Clarendon Press, 1973), h. 176
19
Annimarie Schimel, Mystical Dimensions..., h. 167
20
Annimarie Schimel, Mystical Dimensions..., h. 213

18
c) Muraqabah dan Rabitah
Muraqabah merupakan salah satu dasar dari beberapa dasar tarekat
Naqsyabandi. Di antara beberapa dasar yang lainnya seperti berkeyakinan ahl
alsunnah, meninggalkan yang rukhshah, melaksanakan azimah, suluk dengan
mendalami ilmu-ilmu agama, berhias dengan perhiasan orang mu’min dan
berakhlak sebagai mana akhlaq Rasulullah.21 Sasaran dan maksud dari
muraqabah/ rabitha syarif adalah untuk memperagakan kehadiran terus
menerus ke dalam realitas syaikh.22 Semakin seseorang memelihara pelatihan
ini, semakin terungkapkan manfaatnya dalam kehidupan sehari-harinya
sampai pada titik dia mencapai tataran fana dalam hadirat syaikh.

d) Ziarah

Ziarah kubur, apakah itu kubur seorang wali atau seorang keramat
biasa, mempunyai tradisi yang berakar panjang dalam sejarah perkembangan
agama Islam. Perdebatan pun tentang tradisi ini bergaung jauh dalam sejarah.
Dari ibn Jauzi dan Ibn Taimiyah pada abad ke-12 hingga ke -13, sampai pada
Ibn ‘Abd alWahab, Rashid Rida, dan Sayyid Qutb pada abad ke-19 hingga
abad ke-20, perilaku keagamaan ini dikecam dengan gigih sebagai praktek
syirik.23

e) Suluk
Suluk adalah latihan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu
untuk memperoleh suatu keadaan mengenai ihwal dan maqam dari orang yang

21
Rabitah berarti seorang murid secara terus menerus “bertatap muka” dengan syekh (surah-i asy-syaykh) dalam
pikirannya, tidak saja supaya dia dapat mencapai tingkat kepatuhan penuh pada syekh tetapi juga agar dia
merasa seolah-olah terus bersamanya. Praktis seketika itu sang murid kehilangan dirinya dan menyatu dalam
diri sang syekh dan karena itu ia akan mencapai tingkat “peleburan diri dalam diri syekh” (fana fi asy-syaykh),
yang pada akhirnya akan membawa mereka pada “peleburan diri dalam diri Tuhan” (fana bi Allah). Nasr,
Warisan, h. 551
22
Rabbani Sufi Institute, Imam Mahdi AS & Nabi Isa (Yesus Christ AS), (Jakarta:Rabbani Sufi Institute, t.t.), h.
50. Pengertian yang lain,”meditasi adalah sebagai suatu kondisi psikofisiologis dimana individu mengalami
kepasifan yang aktif dan diam yang kreatif. Ketika melakukan meditasi, pada saat mengambil nafas dengan
tenang, menarik dan menghembuskan satu suku kata yang dalam sufisme disebut zikir, atau mantra dalam yoga.
Juga diinstuksikan untuk menentukan perhatian pada satu objek tunggal, bisa berupa bunyi (mantra), ide-ide,
gambar, perasan, atau fungsi fisiologis. Dalam tarekat menentukan perhatian pada satu objek tunggal ini bisa
disebut dengan rabitah. Mohammad Shafii, Psikoanalisis & Sufisme, (Yogyakarta: Campus Press, 2004), h.
106-109.
23
Deliar Noer, Gerekan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 56

19
melakukan tarekat.24 Suluk merupakan istilah yang lazim dipakai di Indonesia,
yang dalam bahasa parsi disebut cilla, yang artinya adalah empat puluh hari,
menunjukkan jumlah bilangan hari yang ditempuh dalam kegiatan suluk. 25 Di
dalam tarekat Naqsyabandhi umumnya, juga Haqqani, suluk dilakukan selama
sepuluh hari, dua puluh hari, sampai empat puluh hari. 26 Adapun waktu
pelaksanaannya bermacam-macam. Beberapa tarekat Naqsyabandi yang rural
umumnya mengadakan pada bulan Ramadhan.

f) Peringatan Hari-Hari Besar Islam

Terdapat beberapa hari besar yang diperingati oleh tarekat


Naqsyabandi Haqqani, di antaranya; hari Asyura tanggal 10 Muharam, hari
Isra’ Mi’raj, 27 Rajab, masih pada bulan Rajab, dikenal dengan “Laylah al-
Raghȃib”, Nisfu Sya’ban (laylah al-Barȃ’ah), dan Laylah al-Qadr di bulan
Ramadhan. Setiap momen-momen ini diperingati dengan cara berjamaah dan
melakukan adab pada masing-masing amalan.

g) Imam Mahdi

Sayyidina al-Mahdi telah disebutkan dalam sebanyak 40–50 hadits


Nabi dan kesemuanya keasliannya terbukti bagi Sunni dan Syiah. Dan tidak
ada yang dapat berdalih dari hadits-hadits tersebut karena keasliannya dan
pada tahun 1980, ketika Mahdi yang salah muncul di Makkah dan mengambil
alih al-Haram, orangorang Hijaz mulai menanyakan tentang al-Mahdi dan
bertanya kepada pemerintahan Saudi, “Anda tidak pernah memberitahukan
kami tentang Mahdi.”27

h) Whirling Dervishes

Nama tarian itu adalah Mevlevi Sema Ceremony atau lebih akrab
disebut Semȃ (dalam bahasa Arab berarti “mendengar”, atau jika diterapkan
24
H. Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat Uraian Tentang Mistik, (Solo: Ramadhani, 1990), h. 121
25
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandhi..., h. 88
26
H.A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, (Jakarta: PT. Alhusna Zikra, 1996), h. 79
27
Shuhbah oleh Maulana Syekh Muhammad Hisham Kabbani q.s. 22 Februari 2006, Oakland, Amerika Serikat,

20
dalam definisi lebih luas adalah bergerak dalam suka cita sambil
mendengarkan nadanada musik sembari berputar-putar sesuai dengan arah
putaran alam semesta). Di Barat, tarian ini lebih dikenal sebagai “Whirling
Dervishes” atau para Darwis yang berputar, dan digolongkan sebagai divine
dance.28

BAB III

PENUTUP

28
Diakses tanggal 28 Juli 2008 dari http://www.haqqanirabbani.asia/home-id.html

21
Kesimpulan

Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani adalah cabang baru dari Naqsabandiyah yang


bersanad kepada Baha’ al-Din Naqsyabandi (w. 1389). Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani
dinisbatkan pada pendiri yayasan Haqqaniyah yakni Syekh Muhammad Nadzim Adil Al-
Haqqani yang memiliki pusat di Cyprus serta mempunyai banyak pengikut di belahan dunia.
Beliau sebenarnya memenuhi misi yang diembankan kepada nya. Saat ini, Tarekat
Naqsyabandiyah Haqqani memiliki banyak murid yang sudah tersebar di berbagai benua,
yakni Eropa, Amerika, Asia, dan Afrika, serta tersebar di sekitar 28 negara termasuk
indonesia. Pada prinsipnya, dakwah Islam tarekat berpola akulturatif-evolutif, sehingga
medium dakwahnya adalah budaya itu sendiri.

Para guru tarekat dituntut secara kreatif-produktif-adaptif untuk membuat simbol-


simbol budaya dalam rangka memenangkan pertandingan dengan kelompok tradisi. Tidak
terdapat perbedaan antara tarekat Naqsyabandi Haqqani dengan Naqsyabandi lainnya dalam
hal doktrin. Dari sebelas prinsip yang dianut, delapan prinsip pertama berasal dari Abd al-
Khaliq Ghujdawani, empat prinsip pertama dari yang delapan pada dasarnya berasal dari guru
Ghujdawani, Abu Ya’qub Yusuf Hamadani. Dalam ritual yang dilakukan oleh Tarekat
Naqsabandiyah Haqqani ada 8 macam ritual yang dilakukan yaitu: bay’ah, zikir, muraqobah
dan rabiah, ziarah, zuluk, peringatan hari-hari besar islam, imam mahdi dan Whirling
Dervishes.

Saran

Saya menyadari masih banyaknya kekurangan yang terdapat pada makalah ini
dikarenakan minimnya pengetahuan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya terima kasih.

22
23

Anda mungkin juga menyukai