Anda di halaman 1dari 22

MENGENAL TAREKAT NAQSABANDIYAH

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester I


Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu
Baihaqi, S.HI, MA

Oleh;
Satrio Nurbantara NIM : 12112002
Kelas : 1A

FAKULTAS SYARIAH
HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PONTIANAK
2021
MUQODDIMAH

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬


Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam atas
segala nikmat dan rahmat yang telah dicurahkan-Nya, atas nikmat sehat dan sempat,
baik berupa sehat fisik maupun sehat akal pikiran, sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah ini. Selawat serta salam senantiasa terpanjatkan kepada
junjungan alam, Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Beserta seluruh ahlul bait,
sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan seluruh umat pengikutnya.

Makalah ini disusun dalam rangka menunaikan tugas akhir mata kuliah
akhlak tasawuf, sebagai bentuk bukti akan kepahaman penulis atas apa yang telah
diajarkan selama proses perkuliahan. Maka wajar apabila masih ditemukan banyak
sekali kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik serta saran yang membangun agar dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

Terlepas dari segala kekurangan, penulis telah berusaha menyajikan tulisan


mengenai tarekat naqsyabandiyah dengan gaya bahasa sederhana yang mudah
dipahami. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menulis makalah
mengenai tarekat naqsyabandiyah ini. Dengan harapan tulisan ini dapat bermanfaat
dalam khazanah ilmu keislaman terkhusus mengenai tarekat naqsyabandiyah.

Pontianak, 24 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MUQODDIMAH ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah ................................................................. 3
B. Amalan-amalan Tarekat Naqsyabandiyah ................................................... 5
C. Sandaran Dalil Amalan Tarekat Naqsyabandiyah ..................................... 11
D. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah ............................................................... 13
E. Pelajaran ..................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18
A. Kesimpulan ................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah ............................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tak dapat dipungkiri bahwasanya tasawuf berperan penting atas meluasnya


penyebaran ajaran islam, khususnya di wilayah nusantara. Sufisme dengan
tarekatnya telah menjadi benteng otoritas umat islam dalam menjaga spirit
keislaman. Ajaran tasawuf yang identik dengan nuansa mistik, kedamaian, dan
mengedepankan kemuliaan akhlak sangat bersahabat dengan kultur masyarakat
untuk melepaskan dari kekakuan atau kehambaran dalam beragama.

Tarekat adalah jalan yang ditempuh para sufi. Dapat pula digambarkan
sebagai jalan yang berpangkal dari syari‟at, sebab jalan utama disebut syari‟
sedangkan anak jalan disebut thoriq. Tarekat juga berarti jalan atau cara untuk
mencapai maqomat dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan.1 Dalam
tasawuf, tarekat menjadi salah satu bagian penting dalam mencapai maqam
tertinggi (makrifat).

Tarekat merupakan suatu jalan spiritual yang ditempuh oleh seorang


salik/sufi untuk mencapai kemakrifatan terhadap tuhan. Ada banyak sekali tarekat-
tarekat di dunia, setiap tarekat memiliki sejarah dan kekhasannya masing-masing.
Salah satu diantaranya ialah tarekat Naqsyabandiyah.

Tarekat Naqsyabandi merupakan tarekat yang dikenal luas di seluruh dunia,


bahkan dikenal sejarah sebagai tarekat tertua di Indonesia. Syaikh Yusuf Makassar
(1626-1699) ialah ulama sufi Indonesia yang pertama kali menyebut tarekat
Naqsyabandiyah dalam tulisan-tulisannya.2 Sebelum bernama Tarekat
Naqsyabandi, tarekat ini dikenal dengan Sidiqiyah, karena dipimpin oleh Abu
Bakar Assidiq ra. Sepeninggalan Beliau, setiap Guru Tarekat ini akan memberikan
Nama Tarekat sesuai dengan Nama Guru di jaman tersebut, sehingga memiliki
Tarekat ini memiliki banyak nama.

1
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Teruna Grafica, 2012), hlm. 294
2
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei historis,
geografis, dan Sosiologis, (Bandung : Mizan,1992), hlm.34

1
Sejak jaman Syaikh Bahauddin, dilakukan pembaharuan dalam perjalanan
tarekat. Konon ketika beliau meninggal, di dadanya terukir lafadz Allah dengan
jelas. Dengan adanya kejadian tersebut, beliau diberikan gelar Naqsyabandi, yang
berarti ukiran yang sangat jelas. Sehingga setiap Guru Mursyid Tarekat ini memiliki
memiliki gelar Naqsyabandi. Selanjutnya, tarekat ini lebih dikenal oleh masyarakat
dunia dengan nama Tarekat Naqsyabandi. Untuk lebih jelasnya, akan dibahas lebih
lanjut pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Siapa pendiri tarekat Naqsyabandiyah?


2. Bagaimana bentuk amalan tarekat Naqsyabandiyah?
3. Apa sandaran dalil quran maupun hadis atas amalan-amalan tarekat
Naqsyabandiyah?
4. Bagaimana silsilah tarekat Naqsyabandiyah dari Rasulullah sampai ke
pembawa yang ada di Indonesia?
5. Pelajaran apa pada tarekat Naqsyabandiyah yang membuat pengikutnya
bisa selamat menuju jalan yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya?

C. Tujuan

1. Dapat mengenal pendiri tarekat Naqsyabandiyah lebih dalam.


2. Mengetahui amalan-amalan tarekat Naqsyabandiyah.
3. Dapat mengetahui dalil quran maupun hadis amalan-amalan tarekat
Naqsyabandiyah.
4. Memahami rantai silsilah tarekat Naqsyabandiyah mulai dari Rasulullah
sampai ke pembawa di Indonesia.
5. Dapat mengetahui dan mengambil pelajaran pada tarekat
Naqsyabandiyah yang membuat pengikutnya bisa selamat menuju jalan
yang Allah dan Rasul-Nya telah syariatkan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah

Sebagaimana pada umumnya rata-rata nama suatu tarekat pasti dinisbatkan


kepada nama sosok wali yang mendirikannya. Seperti, tarekat qadiriyah yang
mengambil nama dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani, tarekat Syattariyah yang
menisbatkan kepada Abdullah as-Syattar, tarekat Syadzilliyah kepada Abul Hasan
as-Syadzilli, maka tarekat Naqsyabandiyah juga demikian yang menisbatkan
kepada Syekh Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandi.

Syaikh Muhammad Bahauddin bin Muhammad bin Muhammad Asy Syarif


Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari dilahirkan di Qashrul Arifan, Bukhara,
Uzbekistan tanggal 15 Muharram tahun tahun 717 H atau tahun 1317 M. Beliau
merupakan seorang wali qutub yang masyhur dari bukhara, uzbekistan (wilayah
Rusia).

Dia memiliki posisi penting sebagai pemimpin spiritual setelah sebelumnya


mendalami tasawuf dan ilmu tarekat pada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari. Menurut
Dr. Ahmad Aziz, pada dasarnya tarekat ini bersumber dari Abu Ya’qub Yusuf al-
Hamdani, sufi yang hidup sezaman dengan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.3 Julukan
Naqsyabandi yang dinisbatkan pada nama beliau memiliki arti sebagai “pengukir”
yang bermakna “dia sebagai pengukir agama yang indah”. Namun, adapula yang
mengatakan Naqsyabandi merujuk pada peristiwa ketika ia wafat terdapat ukiran
lafadz Allah secara jelas di dadanya.

Pada awalnya ia belajar tasawuf kepada Syekh Muhammad Baba as Samasi


(seorang wali besar dari Samas,sekitar 4km dari Bukhara), namun secara
penahbisan ia mengambil tarekat kepada Amir Kulal, khalifah (wakil) dari Baba
Samas. Sehingga, jika dirunut mata rantai keilmuan (tarekat) Naqsyabandi bisa
dijajarkan ke atas seperti ini: Syekh Bahauddin Naqsyabandi > Syekh Amir Kulal
> Syekh Baba Samas > Syekh Ali Ramitani > Syekh Mahmud Faghnawi > Syekh

3
Dr.H.Ahmad Amir Aziz, Teologi Kaum Tarekat, (Yogyakarta : Trussmedia
Grafika, 2020) hlm.61

3
Arif Riwakari > Syekh Abdul Khaliq Ghujdwani > Syekh Yusuf Hamadani > Syekh
Abu Ali Farmadhi> Syekh Abul Hasan Kharqani > Abu Yazid Bustami > Imam
Ja’far Shadiq > Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr > Salman al-Farisi > Abu
Bakar as-Shiddiq > Rasululllah Muhammad Saw. *(pembahasan mengenai silsilah
akan dibahas lebih lanjut pada poin berikutnya).

Bahauddin mengabdi kepada penguasa Samarkand, Sultan Khalil, selama


12 tahun. Ketika sang penguasa digulingkan pada tahun 748 H/ 1347 M, ia
mengungsi ke Ziwartun. Di sana ia menjadi penggembala ternak selama tujuh
tahun, dan kemudian bekerja dalam proyek perbaikan jalan selama tujuh tahun lagi.
Pengabdian semacam ini merupakan bagian dari pelatihan rohaninya, sebelum
memasuki lingkungan mistis secara lebih intens. Meski dikenal dekat dengan
penguasa dan memiliki pengaruh yang besar terhadap mereka, ia tetap mengambil
jarak terhadap pergaulan kalangan bangsawan. Syekh hidup secara sederhana dari
hasil kepemilikan sepetak tanah yang dikerjakan orang lain. Ia hidup dengan
kezuhudan, bahkan ia pernah ditanya mengapa tidak mengambil budak untuk
diperkejakan, ia menjawab “rasa memiliki atas sesuatu tidak pantas bersatu dengan
kewalian”.

Setelah wafatnya Syekh Baba Samasi, Muhammad Baha'uddin


Naqsyabandi diambil kakeknya untuk diajak pergi Samarkand, berziarah dan
bertemu dengan para shalihin, para quthub untuk memperoleh barakah mereka.
Setelah itu, beliau datang ke Bukhara dan dinikahkan, menekuni ibadah
menjalankan syariat dan menekuni hakikat. Ia kemudian juga bersahabat dan belajar
kepada Sayyid Amir Kullal yang memiliki kemuliaan dalam men-tarbiyah murid, yang
juga murid dan menggantikan kedudukan Baba Samasi. Pada saat bersama Sayyid Amir
Kullal ini, Syekh Naqsyaband juga mengalami jadzbah dan mendengar hatif.
Dari jadzbah ini kemudian dibangun dasar-dasar tarekat Naqsyabandi.

Para murid Sayyid Amir Kullal al-Bukhari berdzikir dengan dzikir jahr, bila
bersama-sama, dan bila sendiri dengan dzikir khafi. Syekh Naqsyabandi kemudian
memilih dzikir khafi, dan dzikir khafi disebutnya sebagai: “aula wa aqwa”. Syekh
Bahauddin Naqsyabandi merupakan penerus Syekh Amir Kulal, ini mungkin bisa
dianggap sebagai penanda pengikutnya kelak disebut pejalan thoriqoh

4
Naqsyabandiyah, yang ajarannya didapat dari Abdul Khaliq Ghajdawani, yang
ujungnya berasal dari Khalifah Abu Bakar diperoleh dari Nabi Muhammad. Syah
Naqsyaband, menambahkan 8 asas yang telah diletakkan oleh Khawaja Abdul
Khaliq al-Ghuzdawani di dalam bahasa Persia, dengan 3 asas lagi, yaitu: wuquf-
izamani, wuquf-i adadi, wuquf-iqalbi. Sejak masa beliau ini, silsilah Khawajagan
kemudian dikenal dengan Naqsyabandiyah.

Syeikh Bahauddin an-Naqsyabandi wafat pada bulan Rabiul Awwal tahun


791 H. (1388 M.), dan ketika sakit menjelang wafat, para muridnya membacakan
surat Yasin sampai sempurna kewafatannya. Beliau dimakamkan di kebunnya
sendiri, sebagaimana wasiatnya, dan di kuburannya itu oleh para murid dan
pengikutnya, dibangun sebuah qubbah. Ia meninggalkan beberapa risalah dan kitab
yang diberi judul: al-Aurad al-Baha’iyah, dan diberi syarah oleh para muridnya
diberi judul Manbaul Asrar; Tanbihul Ghafilin, Sulukul Anwar, dan Hidayatus
Salikin wa Tuhfatuth Thalibin.

B. Amalan-amalan Tarekat Naqsyabandiyah

Seperti tarekat-tarekat yang lain, tarekat Naqsyabandiyah pun mempunyai


sejumlah tata cara peribadatan, teknik spiritual, dan ritual tersendiri. Memang dapat
juga dikatakan bahwa tarekat Naqsyabandiyah terdiri atas ibadah, teknik, dan
ritual, sebab demikianlah makna dasar dari istilah thariqah.

Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas thariqah. Delapan dari


asas itu dirumuskan oleh 'Abd Al-Khaliq Ghujdawani, sedangkan sisanya adalah
penambahan oleh Bahauddin Naqsyabandi. Asas-asas tersebut ditulis dalam bahasa
persia, yakni sebagai berikut;

1. Hush dar dam, “sadar sewaktu bernafas”. Maksudnya, saat latihan


konsentrasi seorang sufi haruslah sadar bahwa pada setiap tarikan nafasnya,
setiap hembusan, setiap berhenti maupun mengalir, harus sadar akan
keberadaan Allah.
2. Nazar bar Qadam, “menjaga langkah”. Maksudnya, pada setiap langkahnya
seorang murid harus senantiasa menjaga langkahnya, saat duduk harus lurus

5
menghadap ke depan, agar tidak buyar terganggu oleh hal-hal yang tidak
berfaedah.
3. Safar dar watan, “melakukan perjalanan dari tanah kelahiran”. Perjalanan
ini dapar diartikan menjadi dua. Pertama diartikan sebagai perjalanan batin,
kedua diartikan sebagai perjalan dzahir (bersafar ke negeri-negeri yang
jauh).
4. Khalwat dar anjuman, “sunyi di tengah keramaian". Maksudnya tidak
terpengaruh / terpedaya oleh hingar bingar duniawi.
5. Yad kard, "ingat", "menyebut". Terus-menerus berdzikir mengulangi Asma
Allah.
6. Baz gasyt, "kembali", "memperbarui". Bertaubat demi mengendalikan hati
supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang.
7. Nigah do.syt, "waspada”. Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-
menerus sewaktu melakukan dzikir.
8. Yad do.syt,"mengingat kembali".
9. Wuqufi Zamani, “mengingat waktu”. Mengamati secara teratur bagaimana
seseorang menghabiskan waktunya.
10. Wuquf-i 'adadi, "memeriksa hitungan dzikir seseorang". Dengan hati-hati
berapa kali seseorang mengulangi kalimah zikir (tanpa pikirannya
mengembara ke mana-mana).
11. Wuquf-i qalbi, "menjaga hati tetap terkontrol". Dengan membayangkan hati
seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan) berada di
hadirat Allah.4

Asas-asas tersebut menjadi pegangan para penganut tarekat Naqsyabandiyah dalam


mengamalkan zikir dan wiridnya.

Tarekat Naqsyabandiyah memiliki ajaran-ajaran zikir yang sederhana


namun mendalam. Sebagaimana ajaran utama pada tarekat umumnya ialah pasti
berupa dzikir. Namun, Naqsyabandiyah memiliki metode dzikir tersendiri yang
membedakannya dengan tarekat lain. Yang pertama, tarekat Naqsyabandiyah
membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal zikir yang umumnya adalah zikir

4
Van Bruinessen, Op-Cit, hlm.78

6
diam ( khafi “tersembunyi” atau qalbi "dalam hati"), sebagai lawan dari zikir keras
(iahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kedua, jumlah hitungan zikir yang
diamalkan lebih banyak pada tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan tarekat
Iain.5

Zikir-zikir dapat dilakukan secara berjamaah maupun perorangan. Banyak


diantara penganut tarekat ini yang melakukan zikir secara sendiri-sendiri. Namun,
bagi mereka yang hidup dekat dengan syaikh biasanya lebih cenderung ikut serta
secara teratur dalam pertemuan-pertemuan dimana dilakukan zikir secara
berjamaah.

Sejatinya zikir dalam tarekat Naqsyabandiyah secara garis besar terbagi


menjadi 2, yaitu;

1. Zikir bil lisan, menyebut “Allah” dengan jelas bersuara, dilakukan seribu
kali dalam sehari semalam. Sebelum melakukan zikir ismu zat
(Allah..Allah..) ini ada beberapa tata cara yang harus dilakukan terlebih
dahulu. Yakni :
a. Membaca Istigfar (astagfirullāha rabbī min kulli żanbin wa atūbu
ilaihi) 5 X.
b. Membaca Salawat (Allahhumma Ṣalli ‘ala sayyidina muḥammadin
wa ‘alā āli sayyidina Muḥammad) 5 X.
c. Membaca Surat Al Fatiḥah untuk guru 1 X.
d. Membaca Surat Al Ikhlas (Qul Huwallahu Aḥad) 3 X.
e. Membaca ismu zat (Allah) 1000 X.

f. Membaca doa ‫حمبتك ومعرفتك‬ ‫اهلي انت مقصودي ورضاك مطلويب اعطين‬

di dalam hati.

Namun zikir lisan ini sulit untuk dilakukan terus menerus, hal ini karena adanya
kesibukan aktivitas lain yang harus dikerjakan. Maka, untuk menutupi kekurangan
zikir lisan ini diajarkanlah zikir Qalbi.

5
Ibid

7
2. Zikir Qalbi (hati), zikir dengan hati bagi para pengamal tarekat
Naqsyabandiyah menjadi amaliah sir (rahasia) yang dipandang memiliki
banyak fadilah (keistimewaan). Zikir qalbi yang dimaksud ialah mengingat
atau menyebut “Allah” dalam hati, tanpa huruf dan tanpa bersuara. Zikir
qalbi tidak akan menganggu ataupun terganggu atas kesibukan aktivitas
duniawi, selain itu zikir ini juga memiliki potensi keriya’an yang sangat
minim. Oleh karena itu, penganut Tarekat Naqsyabandiah lebih cenderung
memilih zikir qalbi.6

Zikir qalbi merupakan bentuk tafakkur mengingat Allah, merenungi rahasia


ciptaan-Nya secara mendalam dan merenungi tentang zat dan sifat Allah Yang
Maha Mulia.

Adapun tafkur sendiri dalam tarekat Naqsyabandiyah terbagi menjadi tiga:

1. Tafakur Murat, yaitu dengan memperhatikan atau merenungkan segala


seuatu ciptaan Allah swt yang ada alam semesta ini yang dapat
menghantarkan seorang salik kepada kecintaan Allah swt.
2. Tafakur ‘Aini, artinya senantiasa mengingat Allah swt dalam segala hal dan
ahwal.
3. Tafakur Nafas, yaitu menjaga keluar masuknya nafas untuk senantias
mengingat Allah swt. Tafkur ini caranya yaitu, keluarnya nafas ‘Huw’ dan
masuknya nafas ‘Allah’.7

Selain zikir, amalan tingkat lanjut yang diajarkan bagi penganut tarekat
Naqsyabandiyah ialah muraqabah. Muraqabah ini hanya diajarkan kepada murid
yang tingkatannya lebih tinggi, biasanya kepada mereka yang telah menguasai zikir
pada semua lathaif. Latihan tahap ini disebut dengan muraqabah atau pengendalian
diri. Ini lebih cenderung ke metode meditasi dan konsentrasi. Ahmad Dhiya' Al-
Din Gumusykhanawi menyebutkan sepuluh tingkat (maqam) muraqabah berturut-

6
Samidi, TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI PONTIANAK (Studi Naskah Nukilan
Tarekat Naqsyabandiyah),(Jurnal “Analisa” Volume XVI, No. 02, Juli - Desember 2009)
hlm.144-145
7
Ibid

8
turut yakni ihsan, ahadiyah, aqrabiyah, bashariyah, 'ilmiyah, fa'iliyah, malikiyah,
hayatiyah, mahbudiyah dan tauhid syuhudi.8

Tarekat Nasyabandiyah juga memiliki beberapa serangkaian wirid, ayat,


selawat, dan doa khas yang menutup setiap pertemuan zikir berjamaah. Serangkaian
bacaan ini disebut dengan Khatm i khwajagan. Khatm ini disusun oleh Abdul
Khaliq Al-Ghujdawani dan menjadi pilar ketiga tarekat Naqsyabandiyah setelah
zikir ismul dzat dan zikir nafiy wa itsbat.

Pembacaan khatm ini dilakukan ditempat tertutup, tak seorangpun boleh


ikut serta tanpa seizin syaikh terlebih dahulu, dan peserta harus dalam keadaan
berwudhu. Muhammad Amin al-Kurdi menyebutkan, khatm i khwajagan ini terdiri
dari:

1. 15 atau 25 kali istighfar, didahului oleh sebuah doa pendek;


2. Melakukan rabithah bi al·syaikh. sebelum berzikir;
3. 7 kali surah Al-Fatihah;
4. 100 shalawat, misalnya Allahumma salli'ala sayyidina Muhammadin al-
nabiyyi al-ummiyyi wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam;
5. 79 kali surahAlam nasyrah (surah ke-94);
6. 1001 surab.Al-Ikhlas;
7. 7 kali surab.Al-Fatihah;
8. l 00 shalawat lagi;
9. Sebuah doa panjang untuk ruh Nabi Muhammad saw. Dan para syaikh
tarekat-tarekat besar, khususnya Abdul Khaliq, Bahauddin, Abdallah
Dihlawi, Maulana Khalid, dan syaikh terakhir dari silsilah pengarang seperti
Utsman Siraj Al-Din, 'Umar dan Muhammad Amin al-Kurdi;
10. Membaca ayat tertentu dari Alquran.9

Kemudian sebagaimana tarekat lainnya, dalam tarekat Naqsyabandiyah pun


ada yang namanya baiat, ijazah, dan khalifah. Seperti tarekat-tarekat lainnya,

8
Van Bruinessen,Op-Cit, hlm,82
9
Ibid

9
tarekat Naqsyabandiyah pun mustahil dimasuki tanpa melalui pintu pembaiatan.
Seseorang hanya dapat menjadi anggota setelah melalui upacara pembaiatan.

Persisnya bentuk upacara tersebut beragam-ragam di tempat yang berbeda,


dimulai dengan sang murid harus melakukan tobat, yaitu dengan mengingat segala
dosa-dosa di masa lampau, memohon pengampunan dan bertekad untuk tidak.
mengulangi 1agi semua kebiasaan jelek yang diperbuat dulu. Pada bagian inti
upacara tersebut, sang murid menyatakan sumpah setia kepada Syaikhnya, dan
setelah itu ia akan ditalqin. Apabila sang murid telah mempelajari dasar-dasar
tarekat dan telah memperlihatkan kemajuan yang memadai untuk melak.sanakan
latihan-latihan sendiri, gurunya akan memberikan ijazah.

Ada tiga tingkatan ijazah. Setelah yang pertama, yang dasar sekali (ijazah
untuk melakukan amalan tarekat), ada ijazah yang lebih bergengsi lagi yang mampu
memberikan wewenang kepada sang murid untuk bertindak. sebagai wakil
syaikhnya dalam memberi pelajaran dan membimbing murid-murid lain. Kemudian
jazah yang tertinggi berupa kebolehan memberikan wewenang kepada penerimanya
untuk bertindak sendiri sebagai seorang syaikh dan mengambil baiat bakal calon
murid atas namanya sendiri.10

Kemudian yang dimaksud dengan khalifah pada tarekat Naqsyabandiyah


ialah diberikan kepada murid yang telah mencapai minimal tingkatan ijazah yang
kedua. Ia ditugaskan oleh Syaikhnya untuk menyebarluaskan ajaran tarekat ke
tempat yang telah ditentukan. Namun, istilah khalifah ini jarang dikenal melainkan
malah dikenal dengan istilah badal.

Kemudian terdapat satu amalan yang tidak diwajibkan dalam ajaran tarekat
Naqsyabandiyah. Namun, sangat dianjurkan ialah untuk berkhalwat atau suluk. Ini
adalah kegiatan untuk menepi atau menghindarkan diri dari kerumunan duniawi
untuk sementara waktu. Biasanya dilaksanakan dalam kurun waktu 40 hari. Pada
masa khalwat, seorang salik akan disibukkan dengan zikir dan doa kepada Allah,
dan berpuasa.

10
Ibid

10
C. Sandaran Dalil Amalan Tarekat Naqsyabandiyah

Secara garis besar, amalan tarekat Naqsyabandiyah lebih kepada penekanan


terhadap zikir secara terus-menerus. Hal ini sebenarnya sejalan dengan firman
Allah, sebagai berikut;

‫َيا أايُّهاا الَّذِينا آمانُوا اذْكُرُوا اَّللَّا ذِكْرًا كاثِريًا‬

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)


Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab : 41).

ِ‫الَّذِينا ياذْكُرُونا اَّللَّا قِياامًا واقُعُودًا واعالاىٰ جُنُوِبِمْ واياتافاكَّرُونا ِفِ خا ْلقِ السَّمااواات‬

ِ‫وااْلْارْضِ رابَّناا ماا خا ال ْقتا هاٰذاا َباطًِلً سُبْحااناكا افقِناا عاذاابا النَّار‬

Artinya, “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali
Imran : 191).

ً‫وااذْكُ ِر اسْما رابِكا واتاب َّات ْل إِلا ْيهِ تابْتِيًل‬

Artinya, “Dan sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan


sepenuh hati." (QS. Al-Muzzammil: 8).

Ayat-ayat diatas telah menjadi dalil akan ajaran tarekat Naqsyabandiyah untuk terus
berdzikir.

Lalu bagaimana dengan zikir khusus seperti zikir ismu dzat (zikir
mengulang lafadz Allah terus menerus), apakah zikir seperti ini diperbolehkan?
Memang terdapat beberapa pihak yang menganggap jika zikir ini ialah bentuk
kesesatan, seringkali juga zikir tuduhan terhadap zikir ini mereka jadikan cara untuk
menjatuhkan citra tasawuf terkhusus tarekat Naqsyabandiyah.

11
Permasalahan ini pernah diulas oleh KH. Abdul Wahhab Ahmad di situs NU
Online, ia menyatakan salah satu perintah Allah dalam QS Muzammil : 8 sudah
secara jelas memerintahkan untuk menyebut nama Tuhannya Nabi Muhammad,
yang tak lain tak bukan ialah Allah.11 Pernyataan ini juga didukung oleh pernyataan
Syekh Ali Jum’ah, salah satu mufti kontemporer dari Mesir.

Dalam salah satu video ceramahnya menerangkan bahwa ayat ini sama
sekali tidak menyuruh untuk menyucikan Allah dengan ucapan tasbih,
mengagungkan Allah dengan ucapan takbir, mentauhidkan Allah dengan ucapan
tahlil dan sebagainya tetapi hanya memerintahkan untuk menyebut nama Tuhan,
yakni Allah saja. Ayat ini adalah dalil yang sangat jelas bahwa menyebut nama
Allah berulang kali adalah kebaikan, dan sama sekali bukan hal tercela. Maka
sebenarnya satu ayat ini sudah bisa membantah tuduhan terhadap zikir Allah ini.

Hal ini diperkuat lagi oleh sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim
dari jalur Anas bin Malik;

‫ " َلا تاقُومُ السَّا اعةُ حاَّتَّ َلا يُقاالا‬:‫ أانَّ راسُو ال هللاِ صالَّى هللاُ عالا ْيهِ واسالَّ ام قاالا‬،ٍ‫اعنْ أاناس‬

ُ‫ هللا‬،ُ‫ هللا‬:ِ‫ِفِ اْلْارْض‬

Artinya, “Dari Anas, bahwasanya Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Kiamat tak akan terjadi
hingga di muka bumi tak disebut: Allah, Allah.” (HR. Muslim).

Lalu bagaimana dengan amalan-amalan tarekat Naqsyabandiyah yang lain


seperti solawat 1000x, Alfatihah 7 kali, 1001 Alikhlas, dzikir jamaah, dan
semacamnya apakah Rasul pernah melakukan hal tersebut? Sebenarnya untuk
menjawab pertanyaan tersebut cukup dengan menyajikan sebuah kaidah ushul
fikih;

ِ‫تارْكُ الشَّ ْىءِ َلا يادُلُّ عالاى ما ْنعِه‬

11
Abdul Wahhab Ahmad dalam: https://islam.nu.or.id/shalawat-wirid/dzikir-
dengan-mengulang-allah-allah-allah-dalam-islam-GBI8I , (diakses pada 25 Januari 2022
22:23 )

12
“"Tidak melakukan sesuatu tidak berarti menunjukkan sesuatu tersebut terlarang".12

Dari kaidah ini menyatakan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi atau oleh
generasi salafussaleh bukan berarti sesuatu itu menjadi terlarang. Selagi tidak ada
dalil lain yang menyatakan keharaman nya maka ia tetap boleh dilakukan apalagi
kalau sesuatu itu mengandung nilai kebaikan.

D. Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah

Sebagaimana telah disinggung pada awal tulisan ini, bahwa tarekat


Naqsyabaniyah memiliki hubungan sanad keilmuan yang sampai kepada
Rasulullah SAW melalui jalur Abu Bakar As-Shiddiq, sehingga pada awalnya nama
tarekat ini juga dikenal dengan tarekat Shiddiqiyah. Bahkan penamaan tarekat ini
selalu berganti-ganti menyesuaikan siapa wali besar yang memimpinnya, hingga
ketika setelah Syaikh Bahauddin an-Naqsyabandi barulah nama tarekat ini tetap
menisbatkan kepadanya menjadi Naqsyabandiyah. Meskipun kemudian juga akan
beranak pinak menyesuaikan siapa yang memimpin, hingga ada yang dikenal
dengan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Naqsyabandiyah Haqqani, dan lain-
lain.

Silsilah dalam dunia tarekat tidak berbeda dengan sanad dalam ilmu hadis
dari segi fungsi, sama-sama menjelaskan bahwa sesuatu yang diterima memiliki
mata rantai antara penerima dan pemberi. Namun, dari segi metodologi antara
silsilah dalam tarekat dengan sanad dalam ilmu hadis berbeda. Dalam sanad hadis
antara si pemberi dan penerima harus bertemu secara langsung atau sanadnya harus
muttashil (bersambung) dan perawinya (si pemberi) harus tsiqah, jika si pemberi
dimungkinkan tidak hidup dimasa si penerima sedangkan dalam sanadnya bertemu,
dimungkinkan ada seorang pemberi yang tidak tercantumkan dalam sanad itu,
dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah munqati’, hal ini dalam periwayatan hadis
tertolak.13

Sedangkan dalam dunia tarekat, sanad (silsilah) tidak harus muttashil,


bertemu secara ruhaniyah dengan Syekh yang telah wafat (barzakhi) juga bisa

12
Nur Rohmad, dalam: https://islam.nu.or.id/syariah/jawaban-metodologis-untuk-orang-
yang-gemar-menvonis-bidah-H7oE3, (diakses pada 25 Januari 2022 23:04)
13
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Kairo : Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyah).

13
diterima. Karena ilmu tarekat ini adalah ilmu yang bersumber dari Allah yang
ditambatkan kedalam hati. Hal ini diungkapan oleh Syekh Abu Yazid al-Bustami,
ketika ia ditanya tentang muhadith: “Bertanya seseorang kepada Abu Yazid al
Busthami, siapa muhadith itu?” dijawab oleh Abu Yazid “(anda akan mengenal
mereka) jika mereka diberi kabar oleh si fulan dari si fulan. Sedangkan kami diberi
kabar oleh hati yang diterima dari Tuhan”.14

15
Coba perhatikan silsilah pada bagan berikut ini;

Bagan 1 Silsilah Tarekat Naqsyabandiyah

14
Adz Dzahabi, Siar A’lam an Nubala, (Kairo : Darul Hadis).
15
Van Bruinessen, Op-cit, hlm.50

14
Silsilah tarekat secara barzakhi16 dapat dilihat pada silsilah no 5 Imam Ja’far al-
Shadiq (w.148 H), Abu Yazid al-Bustami (w.261 H) dan Abu Hasan ‘Ali ibn Ja’far
al-Kharqani (w.425 H). Diperhatikan jarak antara Syeikh Abu Hasan al Kharqani
dengan Abu Yazid Bustami mempunyai rentang waktu yang jauh, Syekh al
Kharqani lahir jauh setelah wafatnya Shakh Abu Yazid. Maka satu-satunya cara
pertemuan mereka ialah melalui alam ruh, karena ruh tidaklah mati ia tetap hidup.
Begitu juga antara Syekh Abu Yazid dengan Imam Ja’far al-Shadiq, mereka tidak
hidup dimasa yang sama dan hanya bertemu secara ruhaniyah, karena ketika Imam
Ja’far wafat Syekh Abu Yazid belum lahir.

Abdul Khaliq al-Ghujdawani seringkali dianggap sebagai pendiri pertama


Naqsyabandiyah. Dialah yang merumuskan delapan asas Latihan spiritual yang
masih dianggap sebagai paling mendasar: husy dar dam, nazar bar qadam, safar
dar watan, khalwat dar anjuman, yad kard, baz gasyt, nigah dasyt dan yad dasyt.17
Abdul Khaliq dan guru-guru berikutnya, yang semuanya tinggal dan mengajar di
Asia Tengah, terkenal dengan sebutan Khwajagan (diucapkan: Khajagan) yang
berarti tuan guru. Periode Khwajagan inilah Naqsyabandiyah memperoleh bentuk
yang jelas sebagai sebuah tarekat. Proses ini dianggap selesai dengan
kegiatan·kegiatan yang dilakukan Bahauddin an-Naqsyabandi. Oleh karena itu,
tarekat ini menisbatkan kepada nama Syaikh Bahauddin an-Naqsyabandi.

Setelah sekian lama berkembang, Naqsyabandiyah melahirkan generasi


baru, mursyid-mursyid sebagai tokoh yang kemudian menjadi semacam aliran baru
karena ada penambahan nama di belakangnya. Salah satunya adalah
Naqsyabandiyah Mazhariyah. Nama lengkap tarekat ini adalah Naqsyabandiyah
Mujaddidiyah Ma’shumiyah Ahmadiyah Mazhariyyah. Di Indonesia disingkat
namanya menjadi Tarekat Naqsyabandiyah Al Muzhariyah. Tarekat Naqsyabandi
cabang Muzhariyah ini berasal dari India. Masuk ke kawasan Indonesia sudah 2
abad yang lampau, tidak langsung dari India, akan tetapi melalui kota suci Mekkah.
Gerakan tarekat sufi ini sampai sekarang masih subur berkembang di Indonesia.

16
Pertemuan secra ruh atau alam barzakh dengan Syeikh yang sudah wafat.
17
Asas ini sudah dibahas sebelumnya.

15
Dengan demikian munculnya cabang Muzhariyah, Khalidiyah,
Sulaimaniyah, Haqqani, dan sebagainya adalah karena disandarkan kepada syekh-
syekh yang berpengaruh dalam silsilah tarekat itu. Selain Muzhariyah, contoh yang
juga berkembang di Indonesia adalah Naqsyabandiyah Khalidiyah. Pengikut
tarekat Naqsyabandi cabang khalidiyah ini dinisbatkan kepada syekh Maulana
Khalid Kurdi (wafat pada tahun 1826 di Damaskus). Maulana Khalid adalah
khalifah dari Abdallah ad Dahlawi untuk daerah Kurdistan.Syaikh Khalid Kurdi
mendapatkan silsilah tarekat juga melalui proses barzakhi /pertemuan ruh kepada
Imam Ja’far Shadiq dan Abu Yazi al Bustomi. Selain melalui barzakhi, ia juga
melakukan pertemuan jasmani kepada Imam Ali Ridha, yang mana Imam Ali Ridha
mendapat dari ayahnya, yaitu Imam Musa al Kazhim, kemudian Imam Musa al
kazhim merupakan putra dari Imam Ja’far Shadiq. Syekh-syekh Naqsyabandi
sekarang yang memperoleh jalur isnad atau garis silsilah dari Syekh Maulana
Khalid menamakan dirinya pengikut tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.

Belakangan ini muncul Tarekat Naqsybandiyah Nazimmiyah, yang


berkembang di tanah air pada tahun 1997 yang ditandai dengan kunjungan syekh
utama tarekat ini, Syekh Nazim Adil al-Haqqani al-Qubrusi an-Naqshbandi.
Awalnya tarekat ini Bernama Naqsybandiyah Ḥaqqaniah (Ḥaqq: ‘kebenaran‘),
kemudian berganti menjadi Tarekat Naqsybandiyah Nazimmiyah setelah Syekh
Nazim meninggal dunia pada tanggal 7 Mei 2014. Nama terakhir tarekat ini,
“Nazimmiyah”, menjadi penanda pendiri tarekat ini sekaligus wujud penghormatan
kepadanya.

E. Pelajaran

Secara umum, tarekat Naqsyabandiyah memiliki 6 ajaran pokok, yaitu


taubat, uzlah, zuhud, takwa, qanaah, dan taslim. Selain itu, tarekat ini juga
mendoktrinkan 6 rukun yang harus dipenuhi penganutnya; Ilmu, maksudnya
berilmu pengetahuan tentang segala yang berhubungan dengan agama. Hilm, yaitu
penyantun, lapang hati, tidak mudah marah yang bukan karena Allah SWT. Sabar
atas segala cobaan dan musibah yang menimpa ketika dalam melaksanakan ibadah,
taat kepada Allah, maupun ketika menjauhi segala larangan-Nya. Rida atau rela

16
terhadap segala sesuatu yang ditakdirkan Allah SWT. Ikhlas dalam setiap amal dan
perbuatan yang dilakukan. Berakhlak yang baik.

Ada pula enam ketentuan yang dijadikan pegangan, yaitu:

1. Makrifat kepada Allah SWT.


2. Yakin.
3. Sakha, yaitu murah hati dan selalu memberikan sebagian hartanya di jalan
Allah.
4. Shiddiq, yaitu selalu berbuat dan berkata benar.
5. Syukur, yaitu selalu berterima kasih kepada Allah SWT.
6. Tafakur, yaitu memikirkan segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT.

Sedangkan enam kewajiban yang harus dikerjakan adalah:

1. Zikir kepada Allah SWT.


2. Meninggalkan hawa nafsu yang menginginkan sesuatu.
3. Meninggalkan segala perhiasan dunia dalam bentuk apa pun.
4. Melakukan ajaran agama dengan sungguh-sungguh.
5. Ihsan atau berbuat baik terhadap semua makhluk ciptaan Allah SWT.
6. Mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan meninggalkan hal-hal
yang jahat.

Konon, Syeikh Bahauddin an-Naqsyabandi pernah bercerita, bahwa suatu


hari saat ia bermuraqabah pintu langit terbuka dan terdengar suara bergema “Wahai
Baha'uddin, apa saja yang kau inginkan, Kami akan berikan.” Kemudian ia amat
gembira lalu berkata, “Aku mau diberikan suatu jalan Thariqat yang siapapun dapat
menempuhnya untuk wushul ke Hadirat Yang Maha Suci. ” Dan Ia berkata “aku
telah mengalami Musyahadah yang hebat dan mendengar suara berkata, “Engkau
telah diberikan apa yang telah kamu minta”.18

18
https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Naqsyabandiyah

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tarekat Naqsyabandiyah merupakan sebuah aliran tarekat yang cenderung


mengedepankan ajaran zikir qalbu sebagai jalan muraqabah mencapai makrifar ke
hadirat Allah. Zikir dalam tarekat Naqsyabandiyah sebenarnya terbagi menjadi
2,yaitu zikir bil lisan (diucapkan) dengan zikir qalbi (dalam hati). Hanya saja sangat
sulit untuk melakukan zikir bi lisan secara terus menerus dikarenakan kesibukan
aktivitas duniawi. Maka untuk menutupi kekurangan zikir bil lisan tersebut
dilakukanlah zikir terus menerus di dalam hati (Zikir Qalbu). Zikir yang terkenal
pada tarekat Naqsyabandiyah ini salah satunya ialah zikir Ismu Dzat (menyebut
lafadz Allah secara berulang). Banyak dalil yang mendasari amalan untuk berzikir,
salah satunya pada ayat berikut:

‫َيا أايُّهاا الَّذِينا آمانُوا اذْكُرُوا اَّللَّا ذِكْرًا كاثِريًا‬

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)


Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab : 41).

Tarekat ini disandarkan kepada Syekh Bahauddin an-Naqsyabandi dengan silsilah


spiritual yang sampai kepada Rasulullah melalui jalur Abu Bakar as-Shiddiq
berbeda dengan jalur tarekat lainnya yang melalui Ali bin Abi Thalib Karamalllahu
Wajhah. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari ajaran tarekat Naqsyabandiyah,
diantaranya pembentukan akhlakul karimah dan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).

18
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Naqsyabandiyah
Ahmad, A. W. (2019, Oktober 4). NU Online. Diambil kembali dari Islam.nu.or.id:
https://islam.nu.or.id/shalawat-wirid/dzikir-dengan-mengulang-allah-allah-
allah-dalam-islam-GBI8I
al-Nisabur, A. a.-H.-H.-Q. (t.thn.). Shahih Muslim. Kairo: Maktabah al-Tsaqafah
al-Diniyah.
Aziz, A. A. (2020). Teologi Kaum Tarekat. Yogyakarta: Trussmedia Grafika.
Bruinessen, M. V. (1992). Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei
historis,geografis, dan sosiologis. Bandung: Mizan.
Dzahabi, A. (t.thn.). Siar A'lam an Nubala. Kairo: Darul Hadis.
Rohmad, N. (2017, Oktober 1). NU Online. Diambil kembali dari islam.nu.or.id:
https://islam.nu.or.id/syariah/jawaban-metodologis-untuk-orang-yang-
gemar-menvonis-bidah-H7oE3
Samidi. (2009). Tarekat Naqsyabandiyah di Pontianak (Study Naskah Nukilan
Tarekat Naqsyabandiyah). Jurnal “Analisa” Volume XVI, No. 02, 144-145.

19

Anda mungkin juga menyukai