Hasil Penelitian
1. Gambaran Objek Penelitian
a. Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah di Pondok Pesantren
Suryalaya
1
Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) Hal. 184
2
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme
Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah di Pulau Jawa (Banudung: Pustaka Hidayah, 2002) hal. 47
3
Abu Bakar Aceh, Penghantar Ilmu Tarekat, (Solo: Ramadhani,1996) hal. 67
4
Ris’an Rusli, op. cit hal.185
dan menjauhkan diri dari sikap yang mempermudah pada apa yang
memang tidak boleh dipermudah.5
- Zamakhsyari dhofier berpendapat bahwa tarekat diartiakan sebagai
suatu istilah generic, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih
lengkap lagi “jalan menuju surga” dimana waktu melakukan amalan-
amalan tarekat tersebut si pelaku berusaha mengangkat dirinya
melampaui batas batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan
dirinya ke sisi Allah.6
Adapun dalam tinjauan terminology tasawuf, bahwa tarekat berarti
perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Allah dengan cara
menyucikan diri atau perjalanan khusus bagi para bagi para seseorang
yang menempuh jalan menuju kepada Allah Swt. Perjalanan yang
ditempuh mengikuti jalur yang ada dengan melalui tahap dan seluk
beluknya. Dengan tujuan ingin bertemu sang Khaliq. Secara turun temurun
sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai berantai. 7
Pandangan lain tentang pengertian tarekat dapat dikatakan sebagai suatu
jalan atau system yang di rancang oleh seorang syeikh untuk muridnya,
berupa syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban dan metode yang harus
dipegang oleh para pengikutnya secara ketat dan konsisten. 8Sebab tarekat
adalah cara yang tepat dalam melaksanakan syariat, untuk mencapai jalan
menuju terminal haqiqah.
Secara singkat dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa tarekat adalah metode yang dilalui untuk membersihkan jiwa dan
diupayakan oleh seseorang atau kelompok orang dengan bimbingan
seorang mursyid atau pimpinan thariqoh, melalui pelaksanaan amaliyah
dan ajaran tertentu dan khas yang mempunyai mata rantai, turun temurun
sambung menyambung sampai Nabi Saw, dengan tujuan untuk mencapai
ma’rifat kepada Allah, yakni kenal atau dekat dengan Allah Swt, yang di
5
A. Bachrun Rifa’I dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2010) hal.
233
6
Zamakhsyari Dhofier, Tradsis Pesantren, (Jakarta:Amzah,2015, cet.ke-03) Hal. 290
7
Abu Bakar Aceh, op. cit hal. 67
8
Laila Binti Abdillah, Mewaspadai Tasawuf, (Jakarta: PT. Wacana Lazuardi Amanah,1995) hal. 37
lakukan sendiri atau berjamaah. Setelah disimpulkan pengertian tarekat
secara singkat, selanjutnya perlu dipahami terkait pengertian tarekat
Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah secara khusus dan mendalam. Berikut
mengenai uraian singkat tentang Tarekat Qodiriyah dan Tarekat
Naqsabandiyah yang memiliki pengikut terbanyak di Indonesia
a. Tarekat Qodiriyah
Tarekat qodiriyah yaitu suatu tarekat yang dinisbatkan kepada
pendirinya Syekh Abdul Jaelani yang hidup pada tahun 1077-1166 (470-
561). Tarekat ini didirikan oleh Syeikh Abdul Qadir Jaelani yang nama
panjangnya yaitu Muhy At Din Abu Muhammad Abdul al-Qadir Ibn Ibi
Sahib Zangi Dos al-Jaelani.9 Tarekat Qodiriyah berkembang dan berpusat
di Iraq dan Syria kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang tersebar
di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Syekh Muhyiddin Abu
Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi, adalah urutan ke-17
dari masa emas mursyid tarekat. Tarekat Qodiriyah dikenal luwes, yakni
apabila murid sudah mencapai derajat Syekh, maka murid tidak
mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya.
Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam
tarekatnya. Hal demikian seperti tampak pada ungkapan Abdul Qodir
Jelani Sendiri, “Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka
dia jadi mandiri sebagai syekh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk
seterusnya.10
Keistimewaan tarekat Qodiriyah dzikir dengan menyebut nama-
nama Tuhan.Tarekat Qodiriyah mementingkan kasih sayang terhadap
semua makhluk, rendah hati dan menjauhi fanatisme dalam keagamaan
maupun politik.11
b. Tarekat Naqsyabandiyah
9
Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta,
Kencana,2004.0071)hal. 256
10
Ibid. hal 34
11
Ibid. hal 39
Tarekat naqsabandiyah merupakan suatu tarekat yang diambil dari
nama pendirinya yaitu Syaikh Muhammad Bahauddin Naqsyabandi, yang
hidup pada tahun (717-791 H).12 Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti
kebanyakan tarekat lainnya adalah dzikir dengan berulang-ulang menyebut
nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha illallah. Tujuan latihan
itu ialah untuk mecapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan
permanen.13
Antara Tarekat Qodiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah memiliki
keistimewaan masing-masing, dan memungkinkan keduanya dapat terjadi
penggabungan. Hal ini dikarenakan keluesan ajaran Tarekat Qodiriyah
yang memungkinkan syeikhnya bersifat mandiri tanpa terikat oleh tarekat
gurunya yang terdahu, atau memodifikasi keduanya yang kemudian
disatukan, inilah yang digunakan oleh Syekh Ahmad KhatibSambas
seorang tokoh dari kedua Tarekat Qodiriyah dan Tarekat Naqsabandiyah,
untuk mengembangkan tarekat yang baru yaitu, menjadi Tarekat
Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah.
c. Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah
Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah adalah perpaduan dari dua
buah tarekat besar, yaitu Tarekat Qodiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah.
Penggabungan tarekat dilakukan di Mekkah pada tahun 1857 M. Tarekat
Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah didirikanoleh seorang Sufi Syaikh besar
Ahmad Khatib Ibn Abd Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (w.1878 M). Beliau
adalah seorang ulama besar dari Indonesia yang tinggal sampai akhir
hayatnya di Makkah.Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid
TarekatQadiriyah, di samping itu juga mursyid dalam Tarekat
Naqsyabandiyah. Tarekat baru ini disempurnakan oleh Syaikh Ahmad al-
khatib dengan pokok ajaran : kesempurnaan suluk, adab, ajaran tentang
zikir, dan muraqabah.14
12
Ibid. hal 257
13
Ibid. hal 28
14
Sokhi Huda, Tasawuf Kultural Fenomena Wahidatul Wujuh. (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta,
2008) hal.6
Pada dasarnya inti dari ajaran penggabungan kedua tarekat tersebut
karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat tersebut
memiliki inti ajaran yang saling melengkapi, terutama jenis dzikir dan
metodenya.Kedua tarekat tersebut memiliki kecenderungan yang sama,
yakni dalam menekankan pentingnya syariat dan menentang faham
wahdatul wujud. Tarekat Qadiriyah mengajarkan Dzikir Jahr Nafi Itsbat,
sedangkan tarekat Naqsyabandiyah mengajarkan Dzikir Sirri Ism Dzat.
Dengan demikian penggabungan kedua jenis tarekat tersebut diharapkan
para muridnya akan mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi dengan
cara yang lebih mudah dan efektif dan efisien. 15 Akan tetapi pada dasarnya
penggabungan tarekat tersebut terdiri dari lima tarekat, yaitu Tarekat
Qodiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Junaidiyah Tarekat Anfasiyah dan
Tarekat Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang di utamalan adalah ajaran
Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka Tarekat tersebut
dinamai dengan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
2. Sejarah dan Perkembangan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Pada mulanya tarekat dilalui oleh seorang sufi secara individual,
namun seiring dengan perjalanannya, tarekat diajarkan baik secara
individual maupun secara kolektif. Pengajaran tarekat kepada orang lain
ini sudah dimulai sejak al-Hallaj (858-922 M0 dan dilakukan pula oleh
sufi-sufi besar lainya. Dengan demikian, timbullah dalam sejarah islam
kumpulan sufi ynag mempunyai syaikh yang menganut tarekat tertentu
sebagai amalannya dan mempunyai pengikut.16
Di Indonesia banyak terdapat tarekat-tarekat yang terkenal, dan
diantaranya yang paling dikenal dan terbesar adalah Tarekat Qadiriyah
Naqsabandiyah (TQN).Tarekat ini merupakan tarekat gabungan dari Tarekat
Qadiriyah dan Tarekat Naqsabandiyah.Tarekat ini dianggap sebagai sebagai
tarekat terbesar di pulau Jawa. 17Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib
Sambas (1802-1872) yang dikenal sebagai penulis Kitab Fath al-‘Arifin.Beliau
15
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan,1995) hal. 217
16
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf. (Jakarta: Amzah, 2015, cet ke-03) hal. 290
17
Prof Dr Harun Nasution, Thoriqot Qodiriyah Naqsabandiyah, (Bandung:IAILM
Tasikmalaya,1990) hal.57
dilahirkan di Sambas sebelah utara Pontianak, Kalimantan Barat pada tahun
1217/1802.Setelah menyelesaikan pendidikan agama tingkat dasar di kota
asalnya, beliau pergi ke Makkah pada usia sembilan belas tahun untuk
melanjutkan studi dan menetap hingga beliau wafat pada tahun 1872 M. 18 Di kota
suci inilah beliau belajar berbagai ilmu agama Islam hingga dia menjadi seorang
ulama’ besar yang mengajar di Masjidil Haram Makkah.
Menurut Dhofier, Syekh Ahmad Khatib Sambas merupakan
seorang syekh dari dua Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah namun tidak
mengajarkan kedua tarekat tersebut secara terpisah tetapi
mengkombinaksikan keduanya, sehingga tarekat kombinasinya dapat
dilihat sebagai sebuah tarekat baru, berbeda dari kedua tarekat
asalnya.19Kedua tarekat ini memiliki keunikan masing-
masing.Penggabungan keduanya kemungkinan didasari oleh berbagai
ajaran dan pengalaman dalam sejarah perkembangannya. Keluwesan
ajaran Qadiriyah, yang memungkinkan seorang murid ketika sudah
mencapai maqamat tertinggi seperti gurunya diperbolehkan menentukan
tarekat selanjutnya untuk dikembangkan tanpa terikat dengan tarekat
syekhnya terdahulu, atau dengan kata lain mengizinkan seorang syekh
Qadiriyah untuk memodifikasi ajaran tarekat lainnya kedalam tarekat baru
yang mau dikembangkannya. Dengan izin demikian inilah yang barangkali
digunakan oleh Ahmad Khatib Sambas mengembangkan tarekat baru
bernama Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah.
Perkembangan Tarekat Qadiriyah di Indonesia, diperkirakan sejak
paruh kedua abad-19 yaitu sejak tibanya kembali murid syekh Ahmad
Khatib Al Sambasi di tanah air. Di kalimantan barat, daerah asal syekh
Khatib Sambas Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah disebarkan oleh dua
muridnya, yaitu syekh Nuruddin (Filipina) dan syekh Muhammad Saad
putra asli Sambas. Karena penyebaran tarekat ini tidak melalui semacam
lembaga pendidikan formal seperti pesantren, maka Tarekat Qadiriyah
18
Dr. Hj. Sri Mulyani MA, Peran Edukasi Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah dengan Referensi
Utama Suralaya, (Jakarta:Kencana Perdana Grup, 2010) hal 36
19
Ibid , hal 39
Naqsabandiyah hanya tersebar dikalangan orang awam sehingga tidak
memperoleh kemajuan berarti. Sedangkan di pulau Jawa, Tarekat
Qadiriyah Naqsabandiyah di sebarkan melalui pondok pesantren yang
didirikan dan dipimpin Syekh Ahmad Khatib Sambas memiliki banyak
murid dari nusantara karenanya.
Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah tersebar di berbagai daerah
seperti Bogor, Tangerang, Solok, Sambas,Bali, Madura dan Banten 20
Kecuali Madura semua pengikut Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di
daerah tersebut mendapat bimbingan dari syekh Abdul Karim dan
pemimpin Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Madura adalah syekh
‘Abdadmuki putra asli Madura. oleh para pengikutnya, maka
perkembangannya pesat sekali, sehingga kini merupakan tarekat yang
paling besar dan berpengaruh.
Tarekat ini berkembang dengan cukup pesat setelah Syaikh Ahmad
Khatib Sambas digantikan oleh Syaikh Abd al-Karim Banten sebagai
syaikh tertinggi tarekat tersebut.Syaikh Abd al-Karim adalah pemimpin
pusat terakhir yang diakui dalam tarekat ini.Sejak wafatnya, tarekat ini
terpecah menjadi sejumlah cabang yang masing-masing berdiri sendiri dan
berasal dari ketiga khalifah pendirinya tersebut diatas.Syekh Ahmad
Khatib Sambas memiliki banyak murid dari nusantara karenanya Tarekat
Qadiriyah Naqsabandiyah tersebar di berbagai daerah seperti Bogor,
Tangerang, Solok, Sambas,Bali, Madura dan Banten.21
Penyebaran Tarekat Qadiriah wa Naqsyabandiyah (TQN) didaerah
Sambas (asal daerah Syaikh Ahmad Khatib), dilakukan oleh Syaikh Yasin
dan „Abd Latif bin Abd al-Qadir al-Sarawaki yakni salah seorang khalifah
Syaikh Sambas dari Pontianak. Sebagaimana pesantren di pulau jawa
kurang berhasil, sehingga sampai sekarang ini keberadaanya tidak begitu
dominan. Setelah wafatnya Syaikh Ahmad Khatib, maka kepemipinan
Tarekat Qadiriah wa Naqsyabandiyah di Mekkah dipegang oleh Syaikh
20
Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnyadi Nusantara,(Surabaya:
Al-Ikhlas,1980) hal. 180
21
Ibid 180
Abd. Karim al-Bantani dan semua khalifah Syaikh Ahmad Khatib
menerima kepemimpinan inu, tetapi setelah Syaikh Abd Karim al-Bantani
meniggal, maka khalifah tersebut kemudian melepaskan diri dan masing-
masing bertindak sebagai mursyid yang tidak terikat kepada mursyid yang
lain. Dengan demikian berdirilah kemursyidan-kemursyidan baru yang
berdiri sendiri.
Menurut Dhoifer, lima pondok pesantren di Jawa yang sekarang
menjadi pusat penyebaran TQN di Indonesia yaitu22:
1. Pesantren Pegentongan di Bogor (Jawa Barat)
K.H. Thahir Falaq mendirikan pusat penyebaran tarekat Qodiriyah wa
Naqsabandiyah di Pagentongan Bogor, dengan melanjutkan
kemursyidan yang dirintis oleh Syaikh Talhah.
2. Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya (Jawa Barat)
K.H. Abdullah Mubarak mendirikan pusat penyebaran tarekat ini
diwilayah Tasikmalaya (Suryalaya).
3. Pesantren Mranggen di Semarang (Jawa Tengah)
TQN di Mranggen dibawa oleh K.H. Ibrahim al-Brumbungi,
khalifah Syaikh Abd al-Karim al-Bantani.Beliau bertindak
sebagaimursyid yang mandiri.TQN berkembang di Mrangen dibawah
kemursyidan K.H. Muslih ibn Abd al-Rahman, seorangmursyid dan
guru utama yang mengajar di Pesantren al-Futuhiyah, Mranggen.K.H.
Muslih mempunyai garis keguruan ganda dalam TQN. Ia lebih
mengutamakan gurunya yang di Banten, dari Abd al-Karim melalui
kiyai Asnawi Banten dan Kiyai Abd al-Latif Banten, tetapi ia juga
menyebutkan seorang guru dari daerahya sendiri, Mbah Abd al-Rahan
dari Menur (sebelah Timur Mranggen), yangmemperoleh ijazah dari
Ibrahim A-Brumbungi (dari Brombong, daerah yang sama), yang juga
merupakan sorang khalifah Abd al-Karim. Setelah K.H. Muslih
wafatpada tahun 1981, kepemimpinan tarekat ini dipegang oleh
22
Prof Dr Harun Nasution. Op. cit 85-88
putranya yang bernama M. Luthfi Hakim sampai saat ini.Sepulang dari
Makkah, Syaikh Zarkasyi bermukim di Desa Balendo Kedungo,
Purworejo dan berguru kepada K.H. Shaleh Darat di Semarang untuk
memperdalam ilmu syari‟at.
4. Pesantren Rejoso di Jombang (Jawa Timur)
Pusat penyebaran Tarekat Qadiriah Wa Naqsyabandiyah (TQN)
yang sangat besar adalah Pondok PesantrenRojoso, Jombang. Dari sini
Tarekat Qadiriah Wa Naqsyabandiyah menyebar keberbagai penjuru
ditanah air. Tarekat ini berkembang melalui Syaikh ahmad Hasbullah,
berasal dari Madura dan salah satu Khalifah Syaikh Ahmad Khatib,
tetapi belau juga tinggal di Mekkah sampai wafatnya. Tarekat ini
kemudian dibawa ke Jombang oleh K.H. Khalil dari Madura (menantu
K.H. Tamin, pendiri Pondok Pesantren Darul„Ulum Jombang), yang
telah memperoleh ijazah dari K.H. Ahmad Hasbullah di
Makkah.Selanjutnya, K.H. Khalil menyerahkan kepemimpinan ini
kepada iparnya yaitu K.H. Ramli Tamin.Setelah K.H. Ramli wafat,
panji kemursyidan diganti oleh K.H. Musta‟in Ramli (anak K.H.
Ramli sendiri).Kemudian dilanjutkan oleh adiknya yaitu K.H. Rifai‟i
Ramli. Sepeninggal K.H. Rifa‟i, jabatan Mursyid selanjutnya dipegang
oleh adik K.H. Mustain yang lain, yaitu K.H. Dimyati.
5. Pesantren Tebuireng di Jombang (Jawa Timur)
Sejak Syaikh Zarkasyi menjadi mursyid (1860-1914), ia memiliki
sejumlah murid dari berbagai daerah seperti, Magelang, Tamanggung,
Purworejo dan daerah sekitanya, bahkan dari Johor, Malaysia. Pada masa
Sultan Abu Bakar (Tumenggung Abu Bakar) berkuasa di kesultanan
Johor, beliau pernah berkirim surat kepada Syaikh Zarkasyi Berjan, yang
pada intinya memohon kepada syaikh itu untuk berkenan mengirimkan
seorang guru TQN. Meyikapi permohnan tersebut, maka Syaik Zarkasyi
mengirimkan seorang muridnya yang bernama Syaikh Sirat untuk
mengajarkan Tarekat Qadiriah wa Naqsyabandiyah di Johor, Malaysia.
Syaikh Siratberasal dari Dusun Buntil sebuah dusun disebelah Utara
Dusun Berjan dan masih dalam wilayah Desa Gintungan, Kecamatan
Gebang, Purworejo, Jawa Tengah.23
25
Ibid, h. 6
Islam bagi manusia seperti halnya matahari menyinari jagat raya ini. Atau dengan
harapan, mudah-mudahan pesantren ini maju terus dan tidak ada yang mampu
menghalanginya seperti halnya matahari tidak aka nada satu makhluk pun yang
mampu menghentikannya.26
Kompleks Pondok Pesantren Suryalaya terletak di sebuah lembah yang
sangat indah, diapit oleg dua pegunungan, Gunung Cakrabuana dan Gunung
Sawal. Dibelakangnya mengalir sungai Citanduy, batas teritorial yang alami
antara kabupaten Ciamis Tasikmalaya. Letak Pesantren merupakan wilayah yang
subur dan sangat sejuk udaranya. Selama bertahun-tahun menjadi pusat wilayah
yang dikuasai oleh pergerakan Darul Islam, yang dipimpin oleh
Kartosuwiryo, yang menjadi tempat berlindung pada tahun 1950-an. Pesantren
Suryalaya terletak 9,5 kilometer dari jalan utama Bandung-Tasikmalaya, sekitar
30 kilometer sebelah utara sebelum Tasikmalaya. Jalan kecil ini mengarah ke
Pesantren dan kota Suryalaya dan juga melewati desa/kampung yang ramai,
berpenghuni padat. Rute ini tidaklah terpencil karena masih bisa dilewati dengan
kendaraan.27
Pada saat memasuki kompleks Pesantren Suryalaya, kita akan temukan
deretan bangunan yang mengelilingi masjid besar 2 lantai, yang diberi nama
Nurul Asrar. Pada sisi kiri, depan masjid, ada sebuah rumah di mana Abah Anom
dan sekeluarga bertempat tinggal. Puncak menara masjid dihiasi dengan lafadz
“Allah”. Sebuah tulisan Arab yang bersinar diterangi oleh lampu di malam hari,
menyala di tengah-tengah lembah yang gelap. Lafadz “Allah” dilihat sebagai
lambang cahaya kesucian di hati manusia yang merupakan inti
sari pengajaran di pesantren tersebut.28
Modal pertama Pondok Pesantren Suryalaya berupa sebuah Masjid yang
dijadikan tempat mengaji dan mengajarkan TQN. Masjid itu dibangun atas restu
Syaikh Thalhah. Cikal bakal pesantren itu diberi nama “Patapan Suryalaya
Kejembaran Rahmaniyah”, disingkat “Suryalaya”. Masjid itu diresmikan pada
26
Ibid, h.1
27
Sri Mulyati, Peran Edukasi TQN dengan referensi utama Suryalaya, (Jakarta :
Kencana Prenada Group, 2010), h. 208
28
Ibid, h. 209
tanggal 7 Rajab 1323 H/5 September 1905 M. Tanggal tersebut kemudian
dijadikan titimangsa kelahiran (milad) Pondok Pesantren Suryalaya. Meskipun
nama godebag terkait dengan banyak peristiwa penting sehingga bagi sementara
orang member kesan yang cukup mendalam, namun Suryalaya itu selanjutnya
lebih dikenal umum dan lebih popular.
Masa awal perjalanan Pondok Pesantren Suryalaya sebagai lembaga
pendidikan Islam dengan cirri khusus dan spesialisasi pengajian, pengamalan,
dan pengembangan TQN tidak berjalan mulus begitu saja, karena ada
kesalahpahaman sebagian masyarakat, ditambah kebijakan pemerintah kolonial
Belanda yang kurang mendukung berkembangnya tarekat pada umumnya.
Pemerintah Belanda melihat dan mencatat bahwa Kyai Tarekat termasuk santri
dan pesantrennya sebagai provokator, penyulut tumbuhnya kekacauan seperti
Perang Banten (1658-1682), Perang Padri (1821-1838), Perang Aceh (1873-
1903), Perang Diponegoro (1825-1830), dan pemberontakan Cilegon-Banten
(1888) serta pemberontakan di Kedongdong Cirebon (1893).29Setelah Abah Sepuh
wafat pada tahun 1956, Pimpinan Pondok Pesantren Suryalaya di wariskan
kepada Abah Anom (Putra Abah Sepuh). Abah Anom harus mandiri sepenuhnya
dalam memimpin Pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladanan, Abah
Anom gigih menyebarluaskan ajaran Islam melalui metode TQN ke berbagai
pelosok tanah air walaupun ketika itu masih terus mendapat ancaman keamanan
terutama dari Darul Islam yang masih merajalela. Pondok Pesantren Suryalaya,
dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor pembangunan
perekonomian rakyat, melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan
pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik.30
Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada
Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah
agama dan Negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung
pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya. Disamping
melestarikan dan menyebarluaskan ajaran Islam melalui mertode TQN, Abah
29
Ibid, h 6-7
30
Ibid, h.14
Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga
di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai dari TK, SMP Islam, Madrasah
Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), SMU, dan
Perguruan Tinggi (IALM dan STIE), dan Pondok Remaja Inabah. Didirikannya
Pondok Remaja Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap kebutuhan
umat dan merasa berkewajiban untuk menolong umat yang sedang tertimpa
musibah. Berdirinya Pondok Remaja
31
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Basaha, 2008),
h. 1287
32
A.W. Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya : Pustaka.
Progressif, 1997), h. 592
33
Purwadi dkk, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, (Jakarta :Penerbit Buku Kompas, 2006), h.
3
34
A.W. Munawir, op. cit, h. 1085
Sedangkan kuburan adalah tanah tempat menguburkan mayat; makam. 35
Ada juga yang berpendapat bahwa ziarah artinya datang untuk bertemu
dan kubur artinya tempat untuk menguburkan manusia. Dengan demikian
ziarah kubur adalah mendatangi / menziarahi seseorang yang telah
dikuburkan, dikebumikan atau disemayamkan dalam kubur.36
Dalam syari‟at Islam, ziarah kubur itu bukan sekedar menengok
kubur bukan pula sekedar tahu dan mengerti dimana ia di kubur, atau
untuk mengetahui keadaan kubur atau makam, akan tetapi kedatangan
seorang ke kubur adalah dengan maksud untuk mendoakan kepada yang di
kubur muslim dan mengirim pahala untuknya atas bacaan ayat-ayat al-
Quran dan kalimat-kalimat Tayyibah seperti tahlil, tahmid, tasbih,
shalawat dan lainya.37 Banyak masyarakat Indonesia yang melakukan
ziarah ke tempat-tempat orang-orang sholeh atau seorang wali. Dalam
pengertiaannya wali adalah (jamaknya awliya) yaitu orang yang dianggap
dekat dan bersahabat dengan Allah (akar kata Arab WLY, dekat).
Dalam buku Kasyf al-Mahjub yang ditulis pada abad ke-11, al-
Hujwiri menyebutkan ayat-ayat al-Qur‟an yang dijadikan acuan oleh
tradisi mistis Islam untuk mengembangkan konsep kesucian khas Islam itu
“Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (10:63); “Allah pelindung
(wali) orang-orang yang beriman” (2:258).38 Data historis menunjukkan,
praktik ziarah ke makam sudah ada sejak sebelum Islam datang, namun
bobotnya dilebih-lebihkan, sehingga di masa awal Islam (610-622), Nabi
Muhammad melarangnya. Seiring dengan perkembangan Islam yang
dibarengi dengan pemahaman yang cukup, maka tradisi ziarah dihidupkan
kembali, bahkan dianjurkan oleh Nabi, karena hal tersebut dapat
35
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., h. 766
36
M. Hanif Muslih, Kesahihan Dalil Ziarah Kubur, ( Semarang : Ar-Ridha, 1998), h. 7
37
M. Afnan Chafidh dan A. Ma‟ruf Asrori, Tradisi Islam : Panduan Prosesi Kelahiran –
Perkawinan - Kematian, (Surabaya: khalista, 2009), Cet. 4, h. 230.
38
Henri Chambert-Loir dan Claude Guillot, Ziarah dan Wali di Dunia Islam, (Jakarta : PT
Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 394
mengingatkan kepada hari akhir, sehingga diharapkan pelakunya dapat
melakukan kontrol diri.
b. Dasar-Dasar Ziarah Lubur
Menurut banyak hadist yang disampaikan, ziaroh kubur menjadi
anjuran yang dilakukan, diantaranya hadist Nabi Muhammad yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.,
َق ْب َر ُِّأم ِه َفبَ َكى َوَأبْ َكى َم ْن-ص لى اهلل علي ه وس لم- ال َز َار النَّبِ ُّى
َ ََع ْن َأبِى ُه َر ْي َرةَ ق
ِ ِ ِ ِ
َ اس تَْأ َذ ْنتُهُ فى َأ ْن َُأز
ور ْ َأسَت ْغف َر ل ََه ا َفلَ ْم يُْؤ َذ ْن لى َو ُ ْاستَْأ َذن
ْ ت َربِّى فى َأ ْن ْ « ال
َ َح ْولَهُ َف َق
ِ ار ِة قَب ِْر اُ ِّم ِه فَ ُزوْ رُوْ هَا فَاِنَّهَا تُ َذ ِّكر ُْا
آلخ َرة َ َت نَهَ ْيتُ ُك ْم ع َْن ِزيَا َر ِة ْالقُبُوْ ِر فَقَ ْد اُ ِذنَ لِ ُم َح َّم ٍد فِى ِزي
ُ قَ ْد ُك ْن
Artinya :“Sungguh aku dulu melarang kalian dari ziarah kubur, maka
sungguh Muhammad telah diizinkan menziarahi kubur ibunya, maka
ziarahilah kubur, karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan
39
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shahih At-Targhib Wa At-Tarhib (6)
Hadits-hadits Shahih tentang Anjuran dan Janji Pahala, Ancaman dan Dosa, diterjemahkan dari
“Shahih at-Targhib wa at-Tarbib” oleh Izzudin Karimi, dkk, (Jakarta: Darul Haq, 2012), cet. 2, h.
278
akhirat.” Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, beliau mengatakan, “Hadist
hasan Shohih”.40
40
Ibid, h. 279
41
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits 3 ; Shahih Muslim
1, diterjemahkan oleh Ferdinand Hasmand dkk, (Jakarta : Almahira, 2012), h. 442
Artinya : Abu Bakar bin Abu Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin
Numair dan Muhammad bin al-Mutsanna menyampaikan kepada kami –
lafaz milik Abu Bakar dan Ibnu Numair – dari Muhammad bin Fudhail,
dari Abu Sinan, Dhinar bin Murrah, dari Muharib bin Distar, dari Ibnu
Buraidah, dari ayahnya bahwa Rasulullah Saw, bersabda, “Aku pernah
melarang kalian menziarahi kuburan. Namun sekarang, berziarahlah, aku
juga pernah melarang kalian menyimpan daging kurban di atas tiga hari.
Namun sekarang, simpanlah sesuai kebutuhan kalian. Aku pun pernah
melarang kalian membuat nabidz kecuali di bejana air dari kulit. Namun
sekarang, nabidz, minumlah nabidz dari segala macam tempat
penyimpanan air, Dan janganlah minum yang memabukkan!.” (lihat hadits
no.5207). Ibnu Numair menyebutkan dalam riwayatnya. “Dari Abdullah
bin Buraidah dari ayahnya.42
Selanjutnya hadist ziaroh kubur yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim
42
Ibid, h. 442-443
Artinya : Dari Buraidah ra., berkata : Rasulullah saw. bersabda :
“Tadinya aku melarang kalian untuk berziarah kubur, tetapi sekarang
berziarahlah kalian!” (HR. Muslim)43
3. Tata Cara dalam Ziaroh Kubur
Pada waktu ziarah kubur kita harus mematuhi ketentuan ketentuan
(sunnah) Rasulullah supaya tidak terseret kepada tradisi bid’ah.
Sebagaimana diperingatkan bahwa, “Jangan sekali kali berziaroh kubur,
siapapun dengan tujuan meminta syafaat, sebab tidak ada kubur yang
dapat memberikan syafaat. Dengan demikian berziaroh kubur harus
dilakukan sebagaimana mestinya sehingga bernilai pelaksanaan sunnah
Rasulullah Saw dan niscaya mendapat pahala.44
Adapun tata cara dalam berziarah kubur adalah sebagai berikut:45
a. Hendaklah berwudlu dahulu sebelum menuju ke makam untuk
berziarah
b. Setelah seorang peziarah sampai ke kubur, hendaklah memberi salam
serta mendoakannya.
c. Ketika sampai pada makam yang dituju, kemudian menghadap ke arah
muka mayit (menghadap ke arah timur), seraya mengucapkan salam
khusus (kepada si mayit : kepada ayah atau ibu atau seseorang)
d. Sesudah mengucapkan salam tersebut, dilanjutkan dengan berdoa,
dengan membaca doa ketika masuk areal pemakaman maka ia
dimintakan ampunan (maghfirah) oleh semua orang mukmin yang
telah meninggal sejak Nabi Adam.
e. Bacalah ayat-ayat (surat-surat) dari al-Qur‟an, seperti membaca surat
Yasin, Ayat kursi atau membaca Tahlil dan lain-lain.
43
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin : Perjalanan Menuju Taman Surga,
diterjemahkan dari Riyadhus Shalihin oleh Zenal Mutaqin dkk, (Surabaya : Jabal, 2013), Cet.
6, h. 227
44
Abbas Hasan, Pedoman Penyelenggaraan Jenazah,, (Jakarta: Harmonis, 1982), cet III,
hal.93
45
Imam Nawawi, op.cit. hal. 231-235
f. Setelah itu, berdo‟a yang dimaksud, bukanlah minta kepada kuburan,
tetapi memohon kepada Allah untuk mendo‟akan dirinya sendiri dan
yang diziarahi. Atau bila ziarah ke makam wali dan ulama, berdoa
untuk dirinya dengan wasilah (perantaraan) para wali dan ulama,
dengan harapan doanya mudah terkabul berkat wasilah kepada para
kekasih Allah tersebut.
g. Dalam berziarah, hendaknya dilakukan dengan penuh hormat dan
khidmat serta khusyu‟ (tenang).
h. Hendaklah dalam hati ada ingatan bahwa aku pasti akan mengalami
seperti dia (mati).
i. Hendaklah tidak duduk di nisan kubur dan melintasi di atasnya,
karena hal itu merupakan perbuatan idza‟ (menyakitkan) terhadap
mayit.
4. Hal- hal Yang Bersinggungan dengan Ziaroh Kubur
a. Membaca al-quran, dzikir dan tahlil
Istilah tahlil berasal dari Arab “Tahlil” yang berarti membaca
La illaha illallah. Tahlil pada umumnya membaca serangkaian
kalimat yang terdiri dari 46:
1) Ayat-ayat al-Qur‟an (biasanya terdiri dari : Surat Al- Fatihah,
surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq, Surat An- Nass, kemudian
awal surat Al-Baqarah, ayat Kursi dan dua atau tiga ayat-ayat
surat Al-Baqarah)
2) Shalawat kepada Nabi Muhammad s.a.w. dengan sighah /
bentuknya yang tidak dibakukan.
3) Dzikir / tahlil (bacaan La Ilaha Illallah, dan sering kali
ditambah dengan bacaan Ya Allah Ya Rahim, atau Ya
Rahmanu Ya Rahim).
4) Tasbih dan tahmid (membaca Subhanallah wa Bihamdihi
Subhanallahi al-„Adhim, atau kalimat lain yang searti)
46
Muhammad Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jama’ah : Dalam Persepsi dan Tradisi
NU, (Jakarta : Lantabora Press – Jakarta Indonesia, 2005) cet. 3. Hal 237-238
5) Istighfar (memohon ampun kepada Allah, untuk dirinya
sendiri maupun untuk orang lain, baik yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal).
6) Do‟a, sesuai dengan tujuan masing-masing individu
b. Tawassul
Kata tawassul berasal dari bahasa Arab yaitu tawassala-
yatawassalu-tawassulan yang memiliki arti mengambil wasilah
atau perantara. Sedangkan wasilah adalah jalan atau sebab yang
mendekatkan diri kepada yang lain, tentunya dalam hal ini yang
dimaksud adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seperti
Firman Allah SWT. di dalam Al-Qur‘an surat Al-Maidah ayat 35,
yaitu:
58
Ibid
59
Muhammad Al-Maliki Al-Hasani, Meluruskan Kesalahpahaman Keistimewaan
Rasulullah: Hakikat Nubuwwah, Hakikat Basyariyyah dan Tabaruk, di terjemahkan oleh Tarmana
Abdul Qosim dari “Mafahim Yajib An Tushahhah”, ( Bandung: PT Remaja Rosdaka, 2002) cet.2
h.51
60
Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al Hasan, Fiqh Kubur: Kupas Tuntas Amalan-Amalan
Yang Berkaitan Dengan Kubur ditinjau dari perspektif Al-Quran dan Hadits diterjemahkan oleh
M. Sholehuddin dan Shofwan dari “Tahqiqul Amal Yanfau” Lil mayit Minal A’mal”, (Jombang;
Darul Hikmah, 2008), h.124
akhirat, menjauhi kejelekan, dan bersegera melakukan taubat
kepada Allah dari segala amal kejelekan bila ia melakukannya.61
Justru orang yang benar-benar takut kepada kematian, akan
memperbaiki dirinya sendiri, memfokuskan diri untuk betaubat,
beribadah, bermunajat kepada Allah swt. Agar disaat dipanggil
keharibaan Allah swt, ia meninggalkan dunia fana ini dengan
khusnul khotimah.
Jadi, orang yang takut mati itu seharusnya bisa mengubah
dirinya dalam segala hal agar menjadi lebih baik dan justru
menjauhkan dari sifat putus asa. Yang tadinya malas bekerja, jadi
semangat bekerja, karena hasil kerjanya nanti diniatkan untuk
beribadah, menambah amal sholeh, seperti menyantuni anak yatim
dan fakir miskin, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt.
Lalu yang tadinya senang terhadap perbuatan maksiat,
menarik diri, agar dosa yang membebaninya tidak bertambah.
Kemudian ia berupaya untuk bertaubat kepada Allah swt. Agar
pada saat kematian tiba, ia mengakhiri hidup dengan khusnul
khotimah dan ruhnya membawa iman, Islam dan amal shaleh.62
5. Hikmah Ziaroh Kubur
Di samping maksud utama ziarah kubur untuk mendo‟akan
terhadap mayit yang diziarahi agar mendapatkan maghfiroh (ampunan)
dari Allah Swt., mendapatkan rahmat dan pahala, juga mengandung
hikmat yang sangat bermanfaat bagi yang berziarah sendiri, di
antaranya ialah63:
1) Mengingat Alam Akhirat
Bahwa kelak di alam akhirat, manusia dibangunkan
(dihidupkan) kembali oleh Allah Swt. untuk menerima keadilan
dan balasan atas segala amal perbuatan manusia semasa hidup
di dunia,baik itu amal yang baik (saleh) yang dibalas dengan
61
Ibid . 130
62
Tim Majlis Khoir, op.cit h.187-188
63
Muhammad Tholhah Hasan, op.cit, h.237-238
pahala, maupun amal yang buruk (jelek) yang akan dibalas
dengan siksa (neraka), semuanya akan mendapat pembalasan
yang seadil- adilnya.
2) Untuk dapat berzuhud terhadap dunia
Zuhud terhadap dunia yaitu meninggalkan dunia untuk
berbakti kepada Allah swt., artinya orang jangan sampai
terpikat hati dan pikirannya dengan tipu muslihat dunia, tetapi
ia dapat menyalurkan harta benda yang diperolehnya dengan
jalan yang halal untuk beramal saleh yang diridhai oleh Allah
swt.seperti sedekah, infaq dan zakatkan tersebut itulah harta
yang hakiki dan abadi, yang akan dapat diambil manfaatnya
kelak di akhirat, sedang harta selai itu hanya titipan dan tidak
akan dibawa saat ajal menjemput.
Berlaku zuhud dalam dunia dan qonaah (berkecukupan dan
merasa puas dengan apa yang ada) sehingga ia berlaku
sederhana dalam segala hal, tidak sombong atau keras kepala
dan lain lain. Hadits Nabi, “Perbanyaklah mengingat mati yang
memutuskan segala macam kelezatan, karena ia membersihkan
hati dan menjadikan seorang berlaku zuhud didalam dunia,
cukuplah maut itu sebagai juru nasihat”.64
3) Untuk diambil suri tauladan
Setiap manusia pasti akan mengalami kematian, yang
waktunya tidak seorangpun yang mengetahui kecuali Allah
Swt. Oleh karena datangnya ajal yang tidak terduga tersebut,
maka seharusnya seseorang menyiapkan sejak dini bekal yang
akan dibawa bila ajal menjemput, bukan harta yang akan
dibawa, tetapi amal-amal saleh yang akan dapat menolong.
K.H. Ahmad Shohibul Wafa (Abah Anom) sebagai Mursyid Tarekat
Qadiriyah Naqsyabandiyah
a. Riwayat Hidup Abah Anom
64
M. Ali Usman, Mut dan Segala Persoalannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) cet I. h.87
Dalam mengupas sejarah dan pemikiran tasawuf di Indonesia, kita tidak
bisa menafikan tokoh penting seperti K.H.A. Shohibulwafa Tajul Arifin, yang
biasa dikenal dengan sebutan Abah Anom (Kyai Muda) dan ayahnya yang
bernama Syaikh Haji Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, yang terkenal
sebagai Abah Sepuh (Kyai Tua), beliau meninggal pada 25 Januari 1956.
Syaikh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad, yang biasa dipanggil Abah
Sepuh dilahirkan pada tahun 1836 di kampong Cicalung, Desa Tanjungkerta,
Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kampung
kelahiran beliau itu letaknya sekitar 3 kilometer dari Pondok Pesantren
Suryalaya yang ada sekarang ini.
Nur Muhammad, ayahanda Abah Sepuh, adalah dikenal dengan
panggilan Eyang Upas, karena pada tahun 1836 beliau menjadi Upas, yang
zaman itu umumnya menjadi kebanggaan dan idaman setiap pemuda. Abah
Sepuh mempelajari ilmu syariah dan ilmu-ilmu penunjang lainnya di tanah air
dan juga di Makkah, sampai mendirikan Pondok Pesantren di Kampung
Godebag dengan menamakan Pondok Pesantren Suryalaya sekarang ini, yang
menyebabkan hampir nama Godebag tidak kedengaran lagi, karena nama
Suryalaya lebih masyhur dalam ingatan umum.65
Abah Anom nama aslinya H.A. Shohibulwafa Tajul Arifin, dilahirkan
pada tanggal 1 Januari 1915, sepuluh tahun setelah pendirian Pesantren
Suryalaya. Pria yang tidak makan daging, dan selalu minum air putih ini,
adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Beliau memang disiapkan
ayahnya untuk meneruskan kepemimpinan di Suryalaya.66 Sebutan Abah Anom
merupakan sebutan orang Sunda yang artinya “Ayah Muda/Kiyai Muda”, nama
yang diberikan ketika beliau masih muda dan sudah menjadi kiyai. Abah Anom
lahir adalah putra kelima dari Abah Sepuh, Pendiri Pesantren Suryalaya.
Ibunya Adalah Hj. Juhriyah. Nama lain Abah Anom menurut saudarinya Didah
Rasidah Mubarok, adalah Mumun Zakarmudji (H. Shohib).67
65
M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),
h. 213-214
66
Ibid, h. 218
67
Sri Mulyati, Peran Edukasi Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah dengan Refrensi Utama
Suryalaya, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet ke-1, h 212
Abah Anom, dengan tinggi badan 169 cm, menikah dua kali. Pertama
dengan H. Euis Siti Ru‟yanah (sudah wafat), kemudian dengan Masri Sofiah.
Kini, tokoh yang murah senyum ini menjadi ayah dari 14 anak-anaknya. Dari
perkawinannya dengan Ibu Euis Ru‟yanah (yang meninggal tahun 1978) beliau
mempunyai 13 anak-anak: Dudun Nursaidudin, Aos Huni Falah, Nonong,
Didin Hidir Arifin, Noneng Hesyati, Endang Ja‟far Sidiq, Otin Khadijah,
Kankan Zulkarnaen, Memet Ruhimat, Ati Unsuryati, Ane Utia Rohane, Baban
Ahmad Jihad, dan Nia Nur Iryanti. Dari Istri keduanya, Yoyoh Sofiah yang
beliau nikahi tahun 1978, beliau mempunyai satu orang putra, Ujang
Muhammad Mubarok Qodiri, yang dilahirkan tahun 1986.68
Ketika berusia 35 tahun, Abah Anom membantu ayahnya untuk
membimbing pesantren. Usia ini adalah relative anom (muda) untuk memimpin
sebuah pesantren dan sebuah tarekat sufi. Pada masa itu Abah Sepuh, Ayahnya,
telah berumur lebih dari seratus tahun, sebuah usia yang dilihat dari sudut
pandang mana pun dipandang sebagai sepuh (tua). Jadi istilah Anom dan
Sepuh biasa digunakan untuk membedakan kedua pemimpin ini. Di bawah
kepemimpinan Abah Anom, Pesantren Suryalaya mengalami perkembangan
yang signifikan, dengan perbaikan kapasitas pendidikan formal, yang sekarang
ini terdiri dari pelbagai jenjang pendidikan, dari taman kanak-kanak sampai
pada Pendidikan Tinggi Islam. Sebagai seorang anak Syaikh karismatik, Abah
Anom telah mewarisi karisma ayahnya, Abah Sepuh. Di samping memelihara
dan mengembangkan warisan itu, Abah Anom adalah pakar dalam tiga cabang
keilmuan Islam yang penting: tauhid (teologi Islam), fiqih (hukum Islam), dan
tasawuf (sufisme). Keunggulannya dalam bahasa Arab, sebuah syarat penting
bagi seorang kyai dalam tradisi pesantren, serta dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Sunda juga mendukung keberhasilannya dalam memimpin pesantren
dan tarekat sufi.
Abah Anom dan Pesantren Suryalaya dewasa ini menjadi pesantren
yang banyak diteliti dan dikaji oleh banyak orang, baik yang mengatasnamakan
pribadi maupun lembaga. Bahkan banyak peneliti Barat yang tertarik
68
Ibid, h. 214
melakukan penelitian di Pesantren Suryalaya ini. Para pengkaji tasawuf begitu
akrab mengenal Pesantren Suryalaya ini sebagai penyebar Tarekat Qadiriyyah
wa Naqsyabandiyah. Pesantren Suryalaya mengajarkan ilmu TQN, yang
intinya berupa ajaran agama Islam agar manusia hidup dan mati tetap dalam
keridhaan Allah SWT., Dengan bersumber kepada Al-Qur‟an, hadis, ijma‟
dan qiyas. TQN merupakan teori agar kita lebih cepat dan tepat dalam
menggali api Islam, iman, dan ikhsan dengan tidak meninggalkan hukum-
hukum syariat.69
Abah Anom seorang pemimpin yang mempunyai wawasan intelektual
yang luas, pengetahuan yang banyak dan ketakwaan yang mendalam. Beliau
juga telah mengalami banyak kesulitan dalam kehidupannya, tetapi beliau
sangat sabar, berani dan rendah hati. Beliau dikenal konsisten dan setia
terhadap ajaran Abah Sepuh dan juga sebagai seorang pemimpin yang suka
bekerja keras.70
b. Latar belakang pendidikan
Di Suryalaya, pengajaran Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyyah
dikembangkan oleh dua figur, Abah Sepuh dan pengganti yang notabene
adalah putranya, K.H. A. Shohibulwafa Tajul Arifin, yang akrab dan lebih
dikenal dengan nama Abah Anom. Abah Sepuh mengajar murid-muridnya
melalui pidato-pidatonya dalam masjid dan kumpulan informal di rumah-
rumah masyarakat. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bahwa pengajaran
tarekat ini tidak terdata dengan rapi selama beberapa periode. Hal ini berbeda
dengan putranya, karena Abah Anom telah menuliskan dan mengembangkan
pengajaran secara berangsur-angsur dan dari waktu ke waktu mengumpulkan
ke dalam sebuah kitab. Beliau mengikuti pendidikan umum di Sekolah Dasar
Zaman Belanda (Vevorleg School) di Ciamis (1923-1929), masuk Madrasah
Tsanawiyah di Ciawi Kabupaten Tasikmalaya (1929-1931).71
69
M. Solihin, op. Cit , h. 219-221
70
Zainal Abidin Anwar, IAILM Pondok Pesantre Suryalaya Tasikmalaya, (Tasikmalaya : PT
Mawadah Warahmah), h. 12
71
Unang Sunardjo, Sejarah pondok Pesantren Suryalaya, (Tasikmalaya : Yayasan Serba Bakti
Pondok Pesantren Suryalaya), h. 47
Pada umur 18 tahun, beliau telah diberi wewenang Abah Sepuh untuk
memberikan talqin.72 Ia kemudian belajar Agama Islam di Pesantren yang
berbeda-beda di Jawa Barat seperti di Cicariang (daerah Cianjur), kemudian di
Pesantren Gentur dan Jambudipa, kemudian di Pesantren Cireungas Cimalati
(daerah Sukabumi) di mana beliau memperoleh ilmu hikmah dan tarekat.
Beliau juga belajar seni bela diri yang dikenal dengan pencak silat. Abah
Anom juga belatih ritual rohaniah (riyadhah) di bawah bimbingan ayahnya.
Beliau juga sering mengunjungi (ziarah) makam prang-orang suci (awliya’)
ketika belajar di pesantren Kaliwungu, Kendal (Jawa Tengah). Kemudian
beliau pergi ke Bangkalan ditemani oleh kakanya, H.A Dahlan dan wakil talqin
Abah Sepuh, K.H. Faqih untuk daerah Talaga Majalengka.73
Abah Anom nama aslinya H.A. Shohibulwafa Tajul Arifin adalah anak
kelima dari delapan bersaudara. Beliau memang disiapkan ayahnya untuk
meneruskan kepemimpinan di Suryalaya. Setelah dua tahun bersekolah di SD,
beliau meneruskan pendidikan di pesantren orangtuanya. Abah Anom
melanjutkan ke Tsanawiyah (SLTP) di Ciamis selama dua tahun. Dari tahun
1930 sampai 1931 beliau melanjutkan pendidikannya di Pesantren Cicariang,
tempat beliau belajar Fiqih, Al-Qur‟an dan Hadis Nabi. Setelah itu, Abah
Anom mempelajari Nahwu, Sharaf, dan Balaghah (sastra Arab) di Pesantren
Jambudipa selama satu setengah tahun. Kemudian Abah Anom belajar pada
beberapa guru tarekat, antara lain Kyai Gentur di Cianjur, Kyai Djunaidi di
Pesantren Citengah Panjalu (Ciamis), Ajengan Aceng Mumu yang terkenal
karena ilmu hikmah di pesantren Cireunghas di Sukabumi, dan Syaikh Ramli
di Makkah. Antara tahun 1938 dan 1939, Abah Anom pergi ke Makkah untuk
menunaikan ibadah haji dan tinggal di sana selama tujuh tahun. Selama periode
ini Abah Anom berpartisipasi dalam halaqah (bandongan) di Mesjid al-Haram,
tempat beliau mempelajari tafsir dan hadis. Menurut gambaran Juhaya S. Praja
di Jabal Qubaisy seorang khalifah Abah Sepuh dari Garut, yang bernama
Syaikh Ramli, sering mengadakan diskusi tentang sufisme, terutama buku Sirr
72
Talqin secara harfiah berarti intruksi. Di sini berarti bahwa Abah Anom mewakilkan ayahnya
dalam membai‟at murid-murid baru.
73
Sri Mulyati, op. Cit , h. 212-213
al-Asrar dan Ghaniyyah al-Thalibin karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
(pendiri Tarekat Qadiriyyah), dan Abah Anom juga ikut serta dalam diskusi-
diskusi ini.74 Di Mekkah selama 7 bulan memperdalam ilmu Tasawuf dan
Tarekat kepada Syekh H. Romli asal Garut, wakil abah sepuh yang bermukim
di Jabal Gubeys, Mekkah.75 Di bawah kepemimpinan Abah Anom, Pesantren
Suryalaya mengalami perkembangan yang signifikan, dengan perbaikan
kapasitas pendidikan formal, yang sekarang ini terdiri dari pelbagai jenjang
pendidikan, dari taman kanak-kanak sampai pada Pendidikan Tinggi Islam.
Sebagai seorang anak Syaikh karismatik, Abah Anom telah mewarisi karisma
ayahnya, Abah Sepuh. Di samping memelihara dan mengembangkan warisan
itu, Abah Anom adalah pakar dalam tiga cabang keilmuan Islam yang
penting: tauhid (teologi Islam), fiqih (hukum Islam), dan tasawuf (sufisme).
Keunggulannya dalam bahasa Arab, sebuah syarat penting bagi seorang kyai
dalam tradisi pesantren, serta dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda juga
mendukung keberhasilannya dalam memimpin pesantren dan tarekat sufi.76
Abah Anom dipercaya oleh pengikutnya karena memiliki kharisma dan
kesaktian, seperti banyak cerita para pengikutnya yang aneh dan mistikal,
sebagaimana kelaziman adanya tentang kekuatan aneh yang dimiliki oleh para
guru tarekat yang lain. Pada hari tertentu terdapat antrian orang berjajar
memanjang sampai puluhan meter ba‟da shalat fardu, sambil membawa air
mineral dalam botol yang terbuka tutupnya. Antrian ini semakin memanjang
setelah shalat subuh pada acara sawelasan, yaitu acara manaqiban yang
diselenggarakan Pesantren Suryalaya satu bulan sekali setiap tanggal sebelas
bulan HIjriyah. Mereka menunggu dengan sabar untuk bisa bertemu dengan
Abah Anom walaupun sekedar bertemu atau mengharapkan sentuhan anggota
badan Abah Anom, terutama tangan yang dipercayai mengandung barakah dan
membawa keberhasilan sesuai dengan maksud dan keinginan mereka masing-
masing.
74
M. Solihin, op. Cit , h. 219
75
Unang Sunardjo, Loc. Cit, h. 47
76
M. Solihin, op. Cit , h. 220-221
Secara psikososiologi, kekuatan kharismatik ini memang dapat
mempengaruhi orang, baik secara individual maupun massal, tanpa melibatkan
dimensi-dimensi rasio. Ia lebih didasarkan pada semangat emosi keagamaan
yang tumbuh secara perlahan-lahan akibat terjadinya proses internalisasi nilai-
nilai ke dalam perilaku yang diperankannya, sehingga banyak orang yang
datang tanpa mengenal waktu hanya untuk bertemu dan memperoleh kepuasan
psikologis tersendiri. Akhirnya, karena kondisi dan kesehatan Abah Anom
sendiri yang semakin uzur, beberapa waktu terakhir ini perjumpaan dengan
beliau mulai dibatasi.
Biasanya para pengunjung diterima di ruang tamu. Mereka duduk
bersila di atas lantai berkarpet hijau polos. Begitu duduk, dihidangkan air
minum teh panas dan makanan kecil khas Priangan. Abah Anom duduk besila
di atas alas setebal 2 cm; lalu setiap orang maju untuk mendekat dan
mengemukakan maksudnya dengan sangat singkat, rata-rata hanya sekitar 15
detik, baik dalam bahasa Sunda ataupun bahasa Indonesia. Setiap orang tidak
merasa segan memohon doa dengan menyebut maksudnya dengan secara
terbuka, tidak khawatir terdengar orang lain. Tamu demi tamu mendekat
kepada Abah Anom secara terus-menerus. Jika telah merasakan kelelahan,
Abah Anom mengisyaratkan asisten pribadinya agar menghentikan dulu
kedatangan para tamunya kemudian dilanjutkan setelah istirahat beberapa saat.
Perjumpaan dengan Abah Anom, menurut keyakinan para pengikut TQN
Pondok Pesantren Suryalaya mempunyai keuntungan tiga hal.
Pertama,pertemuan dengan guru dan bertatap muka merupakan
kesempatan langka. Walaupun telah menunggu berjam-jam atau bahkan
berhari-hari, kalau tidak dikehendaki Tuhan, pertemuan itu pun tidak akan
pernah terjadi. Pertemuan ini dipandang sangat penting, mengingat dalam
kehidupan para pengikut tarekat, sosok guru harus selalu hadir dalam dirinya.
Setiap kali berzikir, para pengikut TQN dianjurkan terlebih dahulu melakukan
rabithah mursyid, yaitu membayangkan wajah guru, seraya berusaha
menghadirkan roh guru ditempatnya.
Kedua, bertemu sekaligus dekat dengan guru walaupun sesaat, diyakini
akan menghilangkan dosa dan kesalahan yang telah ia perbuat. Melalui
kekuatan charisma yang dimiliki sang guru, ada semacam kesadaran bertobat
ketika bertemu dan memperoleh nasihat darinya. Sebab, seperti pada umumnya
kesadaran agama, kesadaran para pengikut tarekat ini, terutama ketika
berjumpa dengan seorang figure yang dihormatinya mampu menembus dan
tenggelam dalam suasana damai sesuai dengan harapan-harapannya.
Ketiga, dengan bertemu guru, seorang pengikut dapat mengharapkan
barakah77 dan karamah78 dari guru. Barakah dan karamah selaku dicari karena
dipandang sangat membantu dalam usaha mencapai keberhasilan serta dalam
menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Menurut pengkuan hamper semua
pengunjung, barakah dan karamah ini telah dirasakan berkali-kali oleh mereka.
Oleh karena itu, setiap ada persoalan yang menyangkut hajat hidup
sehari-hari, mereka selalu datang dan memohon doa dari Abah. Setelah
bertemu dengan Abah dan minta barakah melalui sebotol air yang disentuhkan
ke tubuhnya, secara sugestif mereka yakin akan mendapat barakah. 79
Gerakan tarekat pimpinan Abah Anom meliputi daerah yang sangat
luas maka diangkatlah wakil-wakil setempat yang disebut “badal” (pengganti)
atau “khalifah”. Abah Anom dari Pesantren Suryalaya ini mempunyai lebih
dari enam ratus khalifah atau badal yang tersebar di berbagai wilayah untuk
melayani para muridnya dari kota solo di timur sampai Singapura di barat.
Silsilah tarekat yang dikembangkan di Pesantren Suryalaya ini, guru-murid-
guru-murid dan seterusnya dari TQN, yang dikutip Imam Suhadi dari buku
Sinar Keemasan 2 karangan Prof Dr.Syaikh Jallaluddin (Mursyid ke-35,
Thariqah Naqsyabandiyah- Khalidiyah) adalah sebagai berikut:
77
Barakah ialah kekuatan mistik Syaikh atau guru yang menyebabkan segala sesuatu yang dimiliki
murid terus bertambah berlipat ganda. Melalui barakah dari guru, harta benda akan bermanfaat dan
bertambah setiap waktu. Pangkat dan kedudukan akan naik dan bertahan. Kesehatan akan semakin
prima dan keluarga bertambah tentram dan saling mencintai.
78
Karamah ialah pengetahuan dan amalan luar biasa dari guru yang biasa melintasi dimensi ruang
dan waktu. Oleh karena itu, perkataan guru mempunyai makna yang amat dalam serta dapat
dirasakan pada waktu singkat atau pada waktu yang akan datang. Dengan kata lain, karamah ialah
kekuatan guru yang penuh rahasia dan multidimensi
79
Dadang Kahmad, Tarekat dalam Islam, Spiritualitas Masyarakat Modern, (Bandung: Pustaka
Setia, 2002), h. 106-108
1) Nabi Muhammad Saw;
2) Ali Karamallahu Wajhahu r.a.;
3) Husein bin Ali r.a.;
4) Zainal Abidin r.a.;
5) Muhammad Baqir r.a.;
6) Imam Ja‟far Ash Siddieq r.a.;
7) Imam Musa Al Kazim r.a.;
8) Abu Hasan bin Musa r.a.;
9) Ma‟rufal Kurkhi r.a.;
10) Sirri al-Siqti r.a.;
11) Abil Qasim Al-Junaid Al Baghdadi r.a.;
12) Abu Bakar Al-Syibli r.a.;
13) Abdul Wahab Al-Tamimi r.a.;
14) Abul Faradi Al Tususi r.a.;
15) Abul Hasan Ali bin Yusuf r.a.;
16) Abil Said Al-Mubarak r.a.;
17) Abdul Qadir Al Jailani r.a.;
18) Abdul Aziz r.a.;
19) Muhammad Al-Hartak r.a.;
20) Syamsuddin r.a.;
21) Syarafoeddin r.a.;
22) Nurdin r.a.;
23) Waliyuddin r.a.;
24) Hasanuddin r.a.;
25) Yahya r.a.;
26) Abu Bakar r.a.;
27) Abdul Rahim r.a.;
28) Usman r.a.;
29) Abdul Fattah r.a.;
30) Muhammad Murad r.a.;
31) Syamsuddin r.a.;
32) Achmad chatib Sambas bin Abdul Ghafar r.a.;
33) Thalhah bin H. Tolabuddin r.a. (Kalisapu, Terusmi, Cirebon);
34) Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad;
35) H. Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
Doktrin TQN yang diajarkan oleh Pesantren Suryalaya pada dasarnya
merupakan ajaran pendirinya, Syaikh Ahmad Khatib Sambas. Pemimpin-
pemimpin Pesantren Suryalaya ini menegaskan bahwa tarekat sufinya
didasarkan atas Al-Quran dan Hadis. Dalam buku Miftah al-Shudur (Kunci
Pembuka Dada), Abah Anom mengutip banyak ayat Al-Qur‟an dan hadis
sebagai dasar tarekat sufi. Mereka mengacu pada materi-materi seperti zikir,
talqin (instruksi), bai‟ah (sumpah setia), dan silsilah. Untuk mendukung
ajarannya, beliau juga mengacu kepada pemikiran beberapa sufi kenamaan
seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani, Syaikh Baha al-Din al-Naqsyabandi, dan
al-Ghazali. Di mata para pengikut tarekat sufi Indonesia, TQN yang berpusat
di Pesantren Suryalaya, mengklaim tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran
dasar Islam, tidak juga merupakan unsur tambahan padanya. Tarekat ini
mempunyai akar-akar yang sangat mendalam pada doktrin Islam.
Pada bab ini peneliti akan megurakan data dan hasil penelitian tentang
permasalahan yang telah dibahas pada rumusan BAB sebelumnya, Hasil
penelitian ini didapatkan dengan teknik wawancara secara mendalam dengan
beberapa informan sebagai salah satu bentuk pencarian data dan dokumentasi
langsung di lapangan yang kemudian akan peneliti analisis. analaisis ini
terfokuskan pada Tarekat Qodirian wa Naqsabandiah, yang kemudian
dikaitkan dengan beberapa unsur ataupun identifikasi masalah. agar penelitan
ini lebih objektif serta akurat, maka peneliti mencari informasi-informasi
tambahan dengan melakukan wawancara secara mendalam dengan beberapa
informan untuk melihat lansung bagaimana Konsep Diri Peziarah Tarekat
Qadiriyah Naqsyabandiyah. selain hal demikian, peneliti juga melakukan
wawancara dengan sigificant other dan referece group. wawancara yang
dilakukan oleh penelii agar mampu memperoleh data informasi yang
dibutuhkan, memerlukan waktu kurang lebih 3 minggu. wawancara
denganpara informan dimulai dari tanggal ........
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data berupa
kata-kata yang tertulis dan lisan didasari oleh orang atau perilaku yang
diamati. dalam penelitian jenis ini menggunakan pendekatan yang mampu
diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). untuk tahapan
analisis, yang harus dilakukan oleh peneliti adalah membuat daftar pertanyaan
untuk wawancara, pengumpulan data, dan analisis data yang dilakukan sendiri
oleh peneliti. sehingga mampu dilihat sejauh mana data yang diberikan oleh
informan penelitian, dalam hal ini peneliti menggunakan beberapa tahap :
1. membuat draf pertanyaan wawancara dari beberapa unsur yang
kredibilitasnya akan ditanyakan pada narasumber atau informan yang
bersangkutan.
2. melakukan wawancara dengan jam’iyah Tarekat Qadiriyah
Naqsyabandiyah, significant other dan reference group.
3. melakukan dokumentasi secara langsung dilapangan guna melengkapi
data-data yang bersangkutan dengan penelitian.
4. memindahkan data penelitian yang berbentuk daftar dari semua pertanyaan
yang diajukan terhadap narasumber atau informan.
5. menganalisis data hasil dari wawancara yang sudah dilakukan.
agar pembahasan dalam penelitian ini lebih sistematis dan terarah, maka peneliti
membagi dalam 3 pembahasan, yaitu :
1. profil informan
2. analisis deskriptif hasil penelitian
3. pembahasan