Anda di halaman 1dari 10

TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu: M. In’amuzzahidin, Dr. H, M. Ag

Disusun oleh:
Susi Iffatur Rosyidah (103111098)
Syafikur Rohman (103111099)
Taat Rifani (103111100)

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
I. PENDAHULUAN
Ordo Tarekat pada awalnya merupakan perkumpulan para murid
mengelilingi guru sufisme terkenal untuk mencari pelatihan melalui persatuan
dan kebersamaan dan tidak terkait dengan upacara tatabrata atau bai’at
apapun. Selanjutnya ordo tarekat menjadi suatu ikatan yang sangat ketat dan
adanya berbagai aturan seperti bai’at, ijazah, silsilah, dan sebagainya.
Secara relatif tarekat merupakan tahap paling akhir dari perkembangan
tasawuf, tetapi menjelang penghujung abad ke tigabeas, ketika orang islam
mulai berpaling dari Islam, tarekat justru sedang berada di puncak
kejayaanya.1 Berbagai wajah tarekat tumbuh dan menghiasi kalung mistik
Islam Indonesia. Tarekat-tarekat tersebut pun masih berkembang dan eksis
sebagai anutan para sufi di Indonesia.
Untuk lebih jelasnya kami akan mencoba memaparkan apa itu tasawuf
dan bagaimana perkembangannya di Indonesia. Semoga kajian ini dapat
memberikan kita tentang pengetahuan tarekat dan perkembangannya di
Indonesia.

II. RUMUSAN MASALAH


A. Apa Pengertian dan Tujuan Tarekat?
B. Bagaimana Tata Cara Pelaksanaan Tarekat?
C. Bagaimana Ekses Negatif Tarekat?
D. Baggaimana Tarekat di Indonesia?

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Tujuan Tarekat
Istilah Tarekat berasal dari kata “At-Thariq” yang artinya jalan
menuju kepada hakekat. Atau dengan kata lain pemgalaman syariat yang
disebut”Al Jaraa” atau “Al Amal’, sehingga Syeikh Muhammad Amin Al
qurdy mengemukakan tiga macam definisi, yaitu:

1
Martin van Bruineses, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan anggota IKAPI,
1996) hlm 15
Pertama, Tarekat adalah prngalaman syareat, melaksanakan beban ibadah
dengan tekun dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah ibaeah yang
seharusnya tidak boleh di perandah.
Kedua, Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah tuhan
sesuai dengan kesanggupannya, baik larangan dan perintah yang nyata
maupun yang tidak.
Ketiga, Tarekat adalah meninggalkan sesuatu yang haram dan makruh
memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadilah,
menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan disunahkan, sesuai dengan
kesanggupan (pelaksanaan) dibawah bimbingan seseorang arif (syekh)
dari (sufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.2
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tarekat itu
sendiri jalan yang bersifat spiritual bagi seseorang sufi yang di dalamnya
berisi amalan ibadah dan lainnya yang bertemakan menyebut nama Allah
dan sifat-sifatnya di sertai penghayatan yang mendalam.
Dalam perkembangan selanjutnya, tarekat sebagai disebutkan
Harun Nasution mengandung arti organisasi yang mempunyai Syekh.
Guru dalam tarekat yang sudah melembaga disebut Mursyid atau Syekh
dan wakilnya disebut kholifah. Adapun pengikutnya disebut murid.
Dan karena Tarekat itu merupakan jalan yang harus dilalui untuk
mendekatkan diri kepada Allah, maka orang yang menjalankan tarekat itu
harus menjalankan syari’at dan simurid harus memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Mempelajari Ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
syari’at agama.
2. Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk
mengikuti jejak guru dan menjalankan perintahnya dan menjauhi
larangannya.
3. Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar
tercapai kesempurnaan yang hakiki.

2
Mahjuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: kalam Mulia, 1991), hlm. 109-110
4. Terbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin guna
wirid dan Do’a untuk mencapai kemantapan dan kekhusuan dalam
mencapai derajat yang paling tinggi.
5. Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan
yang dapat menodai amal.
Pada dasarnya tarekat mempunyai hubungan substansial dan
fungsional dengan tasawuf. Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam
mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan sekelompok yang menjadi
pengikut bagi seorang Syekh. Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-
lembaga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan
aturan-aturan sebagaimana disebutkan di atas dengan kata lain tarekat
adalah tasawuf yang melembaga.
B. Tata Cara Pelaksanaan Tarekat
1. Zikir, yaitu iman yang terus menerus kepada
Allah dalam hati serta menyebutkan namanya dengan lisan. Zikir ini
berguna sebagai alat control bagi hati, ucapan dan perbuatan agar tidak
menyimpang dari garis yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.
2. Ratib, yaitu mengucap lafadz la ilaha illa Allah
dengan dengan gaya, gerak dan irama tertentu.
3. Muzik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid
dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian (Instrumentalia)
seperti memukul rabana.
4. Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi
wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan
kekhidmatan.
5. Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada
waktu melakukan zikir tertentu.3
C. Ekses Negatif Tarekat
Semula tarekat merupakan respon alat terhadap elitisasi tasawuf
(tasawuf hanya dinikmati kaum khawas, elit) serta munculnya tasawuf

3
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 271-278
falsafi yan cenderung keluar dari koridor syari’at. Namun dalam
perkembangannya, tarekat itu sendiri membawa ekses negatif yang muncul
dari pengikutnya yang kebanyakan awam itu. Awamisasi tasawuf dan guru
sentris yang menjadi ciri tarekat memunculkan kultus (pendewaan)
individu pada sang guru. Akibatnya berbagai laku bid’ah, khurufat dan
tahayyul muncul.
Pendewaan terhadap seorang syekh tertentu melampaui syekh-
syekh yang lain bahkan seorang nabi dan sahabatnya hampir terjadi.
Harapannya kepada sang syekh untuk menolong baik urusan dunia
maupun akhirat begitu besar. Harapan-harapan itu diwujudkan dalam
bentuk-bentuk ritual seperti membaca teks yang bercerita tentang sejarah
sang syekh meskipun semua ini tidak pernah diajarkan oleh sang syekh.
Lagi-lagi tasawuf mendapat godaan penyelewengan tujuan. Semula
tarekat bertujuan untuk membantu orang awam agar lebih dekat kepada
Allah namun justru dibelokkan untuk lebih dekat kepada sang syekh
dengan berbagai harapan disertai dengan puji-pujian dan khidmah kepada
sang syekh.
Ekses negatif lainnya dari tarekat adalah munculnya perpecahan
diantara umat Islam, karena masing-masing aliran tarekat fanatik terhadap
aliran yang dianutnya dan cenderung menyalahkan aliran tarekat lainnya.4
D. Tarekat di Indonesia
1. Perkembangan Terekat di Indonesia
Pertumbuhan dan perkembangan tarekat di Indonesia berjalan
seiring dengan perkembangannya di negara-negara Islam. Setiap putra
Indonesia yan kembali dari menuntut ilmu di makkah dapat dipastikan
membawa ijazah dari syekhnya untuk mengajarkan tarekat tertentu di
Indonesia. Fansuri, misalnya, adalah syekhnya tarekat Qodiriyah; Al-
Raniri adalah syeikh tarekat Syattariyah; ’Abd Al-Ra’uf Sinkel adalah
syaikh tarekat Syattariyah; dan Al-Palimbani adalah syaikh tarekat
Sammaniyah. Bahkan, yang disebut terakhir mengarang buku khusus

4
Nasiruddin, pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group, 2009) hlm. 117-118
untuk menjelaskan kaidah dan syarat-syarat untuk menjadi pengikut
Sammaniyah. Yang merupakan syaikh yang memeperkenalkan tarekat
tersebut di Indonesia.
Dalam komentarnya mengenai perkembangan tarekat di
Indonesia, orientalis Johns mengatakan:
”sungguh terjadi dalam periode perkembangan kehidupan
sepiritual di Indonesia bahwa seseorang tidak dianggap
menganut Islam jika tidak berafiliasi kepada salah satu tarekat”.
Ikut memperkuat pernyataan ini, martin Van Bruinessen menulis,
”sesungguhnya wajah Islam di Indonesia bervariasi. Seberapa jauh
perbedaan tersebut, sebesar itu pula variabel praktik pelaksanaan
ajaran agama, namun ciri utama dan warna tersendiri sepanjang sejarah
Indonesia sampai kini adalah kecenderungan Tasawuf.5
2. Tarekat yang berkembang di Indonesia
Perubahan tasawuf kedalam tarekat sebagai lembaga dapat
dilihat dari perseorangannya, yang kemudian berkembang menjadi
tarekat yang lengkap dengan simbol-simbol dan unsurnya sebagaimana
disebutkan di atas.
Dari sekian banyak tarekat yang ada terdapat sekurang-
kurangnya tujuh aliran tarekat yang berkembang di Indonesia, yaitu
tarekat Qadariyah, Rifaiyah, Naksabandiyah, Samaniyah,
Kholwakiyah, Al-hadad, dan Tarekat Khalidiyah.
Tarekat Qadariyah didirikan oleh syaikh Abdul Qadir Jailani
(1077-1166) dan ia sering disebut al-Jilli. Tarekat ini banyak tersebar
di dunia timur, Tiongkok sampai ke jawa. Pengaruh tarekat ini cukup
banyak meresap di hati masyarakat Indonesia yang dituturkan dalam
bacaan Manaqib pada acara tertentu.
Selanjutnya Tarekat Rifa’iyah yang didirikan oleh Syaikh
Ahmad bin Ali bin Abbas atau sering dikenal syaikh rifa’i. Tarekat ini
banyak tersebar di daerah Aceh, Jawa, Sumatra Barat, Sulawesi, dan

5
Alwi Shihab, Akar Tasawuf di Indonesia, (Depok: Pustaka IIMaN, 2009), hlm. 186
daerah-daerah lainnya di Indonesia. Ciri tarekat ini adalah penggunaan
tabuhan rebana dalam wiridnya yang diikuti dengan tarian dan diiringi
permainan debus, yaitu menikam diri dengan sepotong senjata tajam
yang diiringi dengan zikir-zikir tertentu.
Adapun Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Muhammad bin
Bhauddin al-Uwaisi al-Bukhari (727-791 H). Ia disebut Naqsyabandi
diambil dari kata naqsyaband yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam
memberikan lukisan kehidupan yang gaib-gaib. Tarekat ini tersebar di
Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi.6
Tarekat ini membedakan dirinya dengan tarekat lain dalam hal
dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam (Khafi, ”tersembunyi” , atau
Qalbi, ”dalam hati”), sebagai lawan dari zikir keras (jahri) yang lebih
disukai tarekat-tarekat lain. Tanpa kekecualian: beberapa wali
terkemuka dari tarekat ini di ketahui juga melakukan zikir keras, tapi
dalam aturan di sebutkan tegas-tegas zikir diam.7
Tarekat naqsyabandiyah berikut tiga cabangnya merupakan
tarekat terbesar di Indonesia, yaitu Naqsyabandiyah Madzhariyah,
Naqsyabandiyah, dan Qadariyah Naqsyabandiyah.8
Selanjutnya Tarekat Samaniyah didirikan oleh Syaikh saman
yang meninggal pada tahun 1720 di Madinah. Tarekat ini banyak
tersebar luas di Aceh, dan mempunyai pengaruh yang dalam di daerah
ini, juga di Palembang, dan daerah lainnya di Sumatra. Di Jakarta
tarekat ini sangat besar pengaruhnya terutama dipinggiran kota.
Selanjutnya Tarekat Kholwatiyah didirikan oleh zahiruddin
beliau wafat di khurasan tahun 1397 M. Tarekat ini merupakan cabang
dari tarekat Suhrawardi yang didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir
Suhrowardi. Tarekat ini mula-mula tersiar di Banten oleh Syaikh yusuf
al-Kholwati al-Makasari pada masa pemerintahan Sultan Agung
Tirtayasa.
6
Abuddin Nata, Op.cit, hlm. 273-274
7
Martin van bruineses, Op.cit, hlm 80
8
Alwi Shihab, Op.cit, hlm. 188
Adapun tarekat al-Hadad didirika oleh Sayyid Abdullah bin
Alwi bin Muhammad al-Hadad ia lahir di Tarim yang terletak di
hadramaut tahun 1044. ia banyak mengarang kitab-kitab tasawuf,
diantaranya kitab yang berjudul Nashaihud Diniyah (Nasihat-nasihat
Agama) dan al-Mu’awanah fi Suluk Thariq Akhirah (Panduan
mencapai hidup di Akhirat). Tarekat ini banyak dikenal di Hadramaut,
Indonesia, India, Hijaz, Afrika Timut, dan lain-lain.
Selanjutnya Tarekat Khalidiyah adalah salah satu cabang dari
tarekat Naqsyabandiyah yang ada di Turki yang berdiri pada abad
XIX. Pokok-pokok tarekat Khalidiyah dibangun oleh Syaikh Sulaiman
al-Zuhdi al-Khalidi. Tarekat ini banyak berkembang di Indonesia
seperti di Banjar Masin dan daerah lainnya.9

IV. KESIMPULAN
Tarekat itu sendiri merupakan jalan yang bersifat spiritual bagi
seseorang sufi yang di dalamnya berisi amalan ibadah dan lainnya yang
bertemakan menyebut nama Allah dan sifat-sifatnya di sertai penghayatan
yang mendalam. Tarekat mempunyai hubungan fungsional dengan tasawuf
karena Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada
Allah dan digunakan sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang Syekh.
Pertumbuhan dan perkembangan tarekat di Indonesia berjalan seiring
dengan perkembangannya di negara-negara Islam di Indonesia. Beberapa
Tarekat yang berkembang di Indonesia yaitu tarekat Qadariyah, Rifaiyah,
Naksabandiyah, Samaniyah, Kholwakiyah, Al-hadad, dan Tarekat Khalidiyah.

V. PENUTUP
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena kami telah berhasil
mnyelesaikan makalah ini tanpa adanya halangan yang berarti. Kami rasa
makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penulisan ataupun yang
lainya. Untuk itu kritik dan saran yang mebangun kami harapkan sebagai

9
Abuddin Nata, Op.cit, hlm. 275-276
modal kami dalam pembuatan makalah berikutnya agar lebih baik. Semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi kami khususnya dan para pembaca
umumnya. Amin.....
DAFTAR PUSTAKA
Mahjuddin. 1991. Kuliah Akhlaq Tasawuf. Jakarta: kalam Mulia.
Nata, Abuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nasiruddin. 2009. pendidikan Tasawuf. Semarang: Rasail Media Group.
Shihab, Alwi. 2009. Akar Tasawuf di Indonesia. Depok: Pustaka IIMaN.
van Bruineses, Martin. 1996. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia. Bandung:
Mizan anggota IKAPI

Anda mungkin juga menyukai