Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEKHALIFAHAN UTSMAN dan KEBIJAKAN-KEBIJAKANNYA

Disusun untuk memenuhi tugas UTS


Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen pengampu : Dr. H. Nashihun Amin, M.Ag

Di susun oleh :
Muhammad Ashimuddin (1704016047)
Kelas : AFI B1

PROGRAM STUDI
AQIDAH dan FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN dan HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Alhamdhulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Alah yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah serta inayahnya kepada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “UTSMAN BIN AFFAN dan KEBIJAKAN-KEBIJAKANNYA”. Sholawat serta
salam kita haturkan kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW yang sudah
menyamoaian petunjk Allah SWT untuk kita semua, sebuah petunjuk yang paling benar yakni
syari’ah Agama Islam yang sempurna dan satu-satunya karunia paling besar kepada seluruh
alam semesta. Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan, saya berharap supaya makalah ini
bisa berguna kepada setiap pembaca. Saya mohon kritik dan saran untuk makalah ini supaya
selanjutnya bisa saya revisi kembali. Saya menyadari dengan sangat, bahwa makalah yang
saya tulis ini masih banyak kekurangan. Kurang lebihnya saya minta maaf.

Terimmakasih.

Wassalamualaikum wr wb

Semarang, 12 November 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Utsman bin Affan merupakan khalifah ketiga dari urutan khulafaur Rosyidin, beliau
termasuk salah seorang tokoh yang sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat. Selain
berkedudukan tinggi, dia juga sangat kaya raya, pemalu, dan ucapannya enak didengar.
Sehingga, masyarakat sangat mencintainya. Utsman ibnu Affan ibnu Abil Ash ibnu Umayyah
dilahirkan waktu Rosulullah SAW berusia lima tahun dan masuk Islam atas seruan Abu Bakar
Ash Shiddiq beliau terhitung saudagar besar dan kaya dan sangat murah menafkahkan
kekayaannya untuk kepentingan Agama Islam.

Pada masa khalifahnya banyak kebijakan-kebijakan yang dilakukan yang juga


mengandung pro dan kontra. Utsman juga sangat bejasa dalam mengumpulkan Al-Qur’an
pada masa khalifahnya. Hingga pada akhirnya beliau dibunuh yang sampai saat ini belum
diketahui siapa pelakunya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Biografi Utsman bin Affan
2. Bagaimana proses pengangkatan Utsman bin Affan sebagai khalifah
3. Apa saja konflik-konflik yang terjadi pada masa ke khalifahan Utsman bin affan
4. Apa saja kebijakan-kebijakan khalifah Utsman bin Affan
5. Bagaimana terbunuhnya Utsman bin Affan

C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui bagaimana Biografi Utsman bin Affan
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pengangkatan Utsman bin Affan sebagai
khalifah
3. Untuk mengetahui apa saja konflik-konflik yang terjadi pada masa ke khalifahan
Utsman bin affan
4. Untuk mengetahui apa saja kebijakan-kebijakan khalifah Utsman bin Affan
5. Untuk mengetahui bagaimana terbunuhnya Utsman bin Affan
BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi Utsman bin Affan


Utsman adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 70 tahun)
hingga 656 (selama 12 tahun). Selain itu, sahabat Nabi yang satu ini memiliki sifat yang
sangat pemalu.
Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi juga khalifah ketiga dalam Khulafaur
Rosyidin. Ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonomi yang handal namun sangat
dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikan kepada umat Islam di awal dakwah
Islam. Ia mendapat julukan Dzun Nurain yang berarti memili dua cahaya. Julukam ini
didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rosulullah yaitu
Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
Utsman bin Affan lahir pada tahun ke-6 setelah lahirnya Rosulullah SAW di kota
Mekkah dari golongan Bani Umayah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Ia
masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqunal al-Awwalun
(golongan yang pertama-tama masuk Islam. Rosulullah SAW sendiri menggambarkan
Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara kaum
muslimin.

2. Proses pengangkatan Utsman bin Affan sebagai khalifah


Sebelum Umar bin Khattab meninggal, Umar bin Khattab telah menunjuk enam
anggota dewan syura untuk memusyawarahkan pemilihan khalifah sepeninggalnya. Ia
berwasiat agar khalifah setelahnya dipilih dari enam calon tersebut. Mereka adalah Utsman
ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdurrahman ibn Auf, Sa‘ad ibn Abi Waqqash, Zubair ibn
al-Awwam, dan Thalhah ibn Ubaidillah. Mereka diminta berkumpul di sebuah rumah
dipandu oleh Abdullah ibn Umar yang tidak termasuk anggota dewan. Mereka
bermusyawarah di sana selama tiga hari dan selama waktu itu Suhaib diminta untuk
memimpin shalat kaum muslim. Abu Thalhah al-Anshari dan al-Miqdad, yang termasuk
panitia pemilihan, mengumpulkan keenam orang itu dan memandu jalannya musyawarah.
Setelah mereka berkumpul Abdurrahman ibn Auf berkata, “Pilihlah tiga orang di antara
kalian.”
Zubair berkata, “Aku memilih Ali.”
Thalhah berkata, “Aku memilih Utsman.”
Sa'd berkata, “Aku memilih Abdurrahman ibn Auf.”
Abdurrahman ibn Auf berkata kepada Ali dan Utsman, “Aku akan memilih salah
seorang di antara kalian yang sanggup memikul tanggung jawab ini. Jadi, sampaikanlah
pendapat kalian mengenai hal ini.”
Karena keduanya tak memberikan jawaban, Abdurrahman ibn Auf berkata, “Apa
kalian hendak memikulkan tanggung jawab ini kepadaku? Bukankah yang paling berhak
memikulnya adalah yang terbaik di antara kalian?”
Mereka berdua berkata, “Benar.”1
Ibn Auf berpaling kepada para sahabat yang hadir meminta pandangan mereka.
Kemudian ia berkata kepada Ali, “Jika kau tidak mau kubaiat, sampaikan pandanganmu.”
Ali berkata, “Aku memilih Utsman ibn Affan.”
Lalu Ibn Auf berpaling kepada Utsman dan berkata, “Jika kau tidak mau kubaiat,
sampaikan pandanganmu.”
Utsman berkata, “Aku memilih Ali ibn Abu Thalib.”
Musyawarah tidak mencapai kata sepakat karena dua sahabat terpilih sama-sama tidak
mau mengajukan dirinya untuk dibaiat. Selama masa penetapan itu Abdurrahman ibn Auf
berkeliling meminta pendapat para sahabat terkemuka, para pemimpin pasukan, para
pendatang di Madinah, termasuk juga kepada kaum wanita, anak-anak, dan para budak
ternyata kebanyakan memilih Utsman. Pada malam Rabu, malam terakhir dari waktu yang
ditentukan Abdurrahman ibn Auf pergi ke rumah keponakannya, al-Miswar ibn
Makhrammah. Ia mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban karena al-Miswar telah
terlelap tidur. Ibn Auf mangetuk pintu lebih keras membangunkan al-Miswar. Ibn Auf
berkata, “Mengapa kau begitu lelap tidur? Aku minta agar malam ini engkau tidak terlalu
lama tidur. Panggilkan Zubair dan Sa’ad.”
Al-Miswar segera beranjak memanggil keduanya. Ketiga sahabat terkemuka itu
berkumpul dan bermusyawarah. Usai bermusyawarah Abdurrahman menyuruh al-Miswar
untuk memanggil Ali. Ali segera datang dan berbicara dengan lbn Auf sampai tengah
malam. Setelah Ali pergi, al-Miswar diminta memanggil Utsman, yang segera datang dan
berbicara sampai azan Subuh berkumandang.
Pagi itu, Rabu terakhir bulan Zulhijjah 23 H, kaum muslim berjamaah di Masjid Nabi
dipimpin oleh Suhaib. Enam anggota dewan syura telah berkumpul semua, begitu pula
wakil kaum Muhajirin, Anshar, dan para pemimpin pasukan. Usai berjamaah dan semua
1
H.R. al-Bukhari dalam Kitab Fadha’il aI-Shahabah (nomor 3700)
orang telah duduk tenang, Abdurrahman ibn Auf mangucapkan syahadat dan
berkata,“Ahmad ba‘ad. Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat berbagai
kalangan dan ternyata mereka memilih Utsman. Aka berharap engkau menerima ketetapan
ini”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdurrahman Ibn Auf berkata kepada Ali
sambil memegang tangannya. “Engkau punya hubungan kerabat dengan Resulullah Dan
sebagaimana diketahui, engkau lebih dulu masuk Islam. Deml Allah, jika aku memilihmu,
engkau mesti berbuat adil. Dan jika aku memilih Utsman, engkau mesti patuh dan taat.”
Kemudian Ibn Auf menyampaikan hal yang sama kepada lima sahabat lainnya.
Setelah itu ia berkata kepada Utsman, “Aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan
Rasul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.”
Utsman berkata, “Baiklah.”
Abdurrahman langsung membaiatnya,2 saat itu juga diikuti oleh para sahabat dan
kaum muslim. Orang kedua yang membaiat Utsman adalah Ali ibn Abi Thalib. Dengan
demikian, kaum muslim bersepakat menerima Utsman sebagai khalifah setelah Umar ibn
Khattab.
Harits ibn Mudhrab berkata, “Aku berhaji pada masa Umar. Kaum muslim saat itu
tidak merasa ragu bahwa khalifah berikutnya adalah Utsman.”3

3. Konflik-konflik yang terjadi pada masa kekhalifahan Utsman bin affan


Dalam pemerintahan Khalifah Usman Tergolong sukses pada enam tahun awal dari
pemerintannya, namun sesuai dengan cacatan sejarah bahwa enam kedepan banyak terjadi
perubahan-perubahan termasuk tuntutan rakyat, dimana adanya Nefotisme ditubuh
pemerintahan Utsman sangat meresahkan kehidupan rakyat.4

Ketika Usman mengangkat Marwan ibnu Hakam, sepupu khalifah yang dituduh
sebagai orang yang mementingkan diri sendiri dan suka intrik, menjadi sekertaris
utamanya, dan ketika itu spontan rakyat emosi tak percaya terhadap keputusan yang
diambil oleh Usman tersebut. Begitu pula penempatan Muawiyah, Walid ibnu Uqbah dan

2
H.R. al-Bukhari dalam Kitab al-Ahkam (nomor 8207). Li-hat juga Fath al-Bari (13/209-210).

3
H.R Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushnaf (14/558).

4
Bakti, Dirasah.h.6 
Abdullah ibnu Sa’ad masing-masing menjadi Gubernur Suriah, Irak, dan Mesir, sangat
tidak disukai oleh umum.
Ditambah lagi tuduhan-tuduhan keras bahwa kerabat Khalifah memperoleh harta
pemerintah dengan mengorban kekayaan umum dan tanah Negara. Hakam ayah Marwan
mendapatkan tanah Fadah dan Marwan sendiri menyalah gunakan harta Baitul Mal
( dipakai untuk kepentinagn prirbadi dan dibrikan juaga untuk kaum kirabat lainnya dan
seakan-akan beliau tidak sadar bahwa harta Baitul Mal adalah Harta Kaum Muslimun)
Muawiyah mengambil alih tanah Negara Suriah dan Khalifah mengijinkan Abdullah untuk
mengambil untuk dirinya sendiri seperlima dari harta rampasan perang Tripoli.
Situasi itu benar-benar semakin mencekam, bahkan usaha-usaha yang bertujuan baik
dan mempunyai alasan kuat untuk kemaslahatan ummat disalah fahami dan melahirkan
perlawanan dari masyarakat. Penulisan Al-Qur’an yang diperkirakan sebagi langkah yang
efektif malah menjadi menambah permasalahan dan bahkan mengundang kecaman, dan
juga Usman malah dituduh Tidak punya otoritas untuk menetapkan edisi Al-Qur’an yang
dibakukan itu. Rasa tidak puas terhadap Khalifah Usman semakin besar dan menyeluruh 5,
di Kuffah dan Basrah, yang dikuasai oleh Thalhah dan Zubair, rakyat bangkit menentang
Gubernur yang diangkat Oleh Khalifah. Selain ketidaksetian rakyat terhadap Abdullah
ibnu Sa’ad saudara angkat Khalifah sebagi penggati Gubernur ‘Amr ibn Ash juga karena
komplik soal pembagian ganimah.6

4. Kebijakan-kebijakan khalifah Utsman bin Afffan


a) Kodifikasi Mushaf Al-Qur'an

Setelah Khalifah Abu Bakar As-Shidiq melakukan usaha kodiflkasi (pembukuan) Al-
Qur’an dan disimpan oleh salah satu istri Rasulullah SAW yaitu Hafsah binti Umar, putri
dari Umar bin Khattab. Khalifah Usman bin Affan melakukan pembaharuan, hal itu
didasari adanya kekhawatiran Khalifah Usman bin Affan kemungkinan terjadinya
perbedaan metode pengajaran Al Qur’an terutama perbedaan susunan surat-surat dan
lafalnya karena wilayah kekuasaan Islam sudah sangat Iuas. Sehingga di pelosok-pelosok
daerah pemukiman Kaum Muslimin sulit tersentuh.

5
A.Salaby,Sejarah.h.277

6
Fiqh Siasah, Kontektualisasi Politik Islam( Jakarta, Gaya Media)h.7y3 
Ketika Rasulullah SAW masih hidup permasalahan terhadap perbedaan itu masih
dalam pemantauan beliau dan beliau memberi kemudahan agar Al Qur'an dihafal dengan
cepat oleh kaum Musiimin. Tetapi, seiring dengan semakin meluasnya kekuasaan islam
maka perbedaan dialek setiap daerah sangat tampak. Contoh kekhawatiran itu dialami
oleh seorang sahabat Huzaifah bin Yaman yang menyaksikan perbedaan pendapat antara
kaum Musiimin dan mereka bersikukuh bahwa pendapat mereka adalah yang paling
benar. Hal itu terjadi ketika kaum Muslimin menundukkan wilayah Armenia dan
Azerbaijan. Kesaksian Huzaifah bin Yaman itu kemudian sampai kepada Khalifah
Utsman bin Affan. Maka segera Khalifah Utsman bin Affan membentuk suatu kepanitiaan
yang bertugas menyusun Al Qur'an yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit dan beranggotakan
Abdullah bin Zubair dan Abdulrahman bin Haris.

Panitia tersebut bertugas menyusun ulang surat-surat Al Qur'an kemudian dibukukan


dalam sebuah buku yang disebut mushaf. Metodologi penyusunan didasarkan pada bacaan
para penghafal Al Qur'an, kemudian jika terjadi perbedaan dalam bacaan, maka yang
ditetapkan dalam mushaf adalah bacaan yang berdialek Quraisy. Sebagaimana diketahui
wahyu Al Qur'an turun kepada Nabi saw yang berkebangsaan Quraiys sehingga dialeknya
juga dialek Quraiys. Hasil usaha itu kemudian disebut dengan Al-Mushaf. Kumpulan Al-
Mushaf itu kemudian disalin dan diperbanyak menjadi 4 buah. AI-Mushaf asli disimpan
di Madinah, disebut Mushaf Al-lmam atau Mushaf Usmani. Sedangkan salinannya
dikirim ke Mekah, Suriah, Basrah, dan Kuffah.

Naskah salinan yang ditulis sesuai dengan aslinya itu menjadi pedoman dalam
penyalinan Al-Mushaf berikutnya di daerah-daerah tersebut. Apabila naskah salinan di
daerah-daerah tidak sama dengan Mushaf Al-lmam maka dinyatakan sebagai mushaf yang
tidak sah. Tetapi, ternyata hingga sekarang masih terjadi perbedaan bacaan AI Qur'an.
Keadaan ini bisa dimaklumi dan dibenarkan apabila didukung oleh sebuah riwayat yang
mutawatir.

b) Renovasi Masjid Nabawi

Seni bangunan diterapkan pada pengembangan Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini
didirikan pertama kali oleh Rosulullah setelah tiba di Madinah. Masjid ini kemudian tidak
hanya dijadikan tempat ibadah, juga tempat musyawarah dalam memutuskan banyak hal
yang berkaitan dengan pengembangan Islam keluar kota Madinah. Diperkirakan pada
tahun ke-7 H, Masjid ini diperluas menjadi 50-3- meter dengan 3 buah pintu. Kemudian
pada tahun ke-17 H pada masa khalifah Umar bin Khattab, terjadi lagi perluasan
bangunan. Pengembangan ini terus dilakukan pada masa khalifah Utsman bin Affan,
bahkan diperindah. Dindingnya diganti dengan batu, dan bidang-bidang dindingnya di
hiasi dengan berbagai ukiran. Tiang-tiang dibuat dengan beton bertulang dan ditatah
dengan ukiran, plafonnya dibuat dari kayu pilihan. Ketika itulah mulai diperlihatkan unsur
estetisitas atau keindahan seni bangunan dalam masjid ini.

c) Pembentukan Angkatan Laut

Sebagaimana diketahui bahwa ketika Usman bin Affan menjadi Khalifah, daerah
kekuasaaan Islam merambah hingga Afrika, Cyprus, dan Konstantinopel. Daerah-daerah
tersebut dikelilingi oleh Iautan luas. Maka atas usul dari Muawiyah bin Abu Sofyan yang
ditunjuk menjadi gubernur Suriah ketika itu, agar pemerintah menguasai Iautan, disambut
baik oleh Khalifah Usman bin Affan. Usul tersebut dianggap rasional karena dengan
menguasai Iautan akan dapat menjaga keamanan secara umum. Khalifah Usman bin Affan
segera membentuk angkatan laut yang kuat. Kelak dengan kekuatan angkatan laut tersebut
sangat berperan dalam dakwah dan perkembangan lslam di seluruh dunia, misalnya di
Negara-negara Eropa termasuk merambah juga ke Indonesia.

d) Perluasan Wilayah

Perluasan wilayah kekuasaan lslam pada pemerintahan Khalifah Usman bin Affan ini
semakin dioptimalkan. Hal itu terbukti dengan keberhasilan pasukan kaum Muslimin yang
dikomandani oleh Said bin Ash dan Huzaifah bin Yaman menundukkan Azerbaijan dan
wilayah Armenia berhasil dikuasai oleh pasukan yang dipimpin oleh Salam bin Robiah
Al-Bahiy. Dengan keberhasilan menundukkan Armenia maka menjadi angin segar bagi
para penduduk karena mereka telah lama menderita berada dalam cengkeraman
pemerintahan Romawi sehingga mereka sangat berharap atas kedatangan pasukan kaum
Muslimin dan berada di bawah kekhalifahan Islam.

5. Terbunuhnya Utsman bin Affan

Munculnya fitnah pada zaman Sahabat Utsman bin Affan Radhiyallahu’anhu terjadi
setelah terbunuhnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu ; masa
sebelum wafat beliau ibarat sebuah pintu yang terkunci dari berbagai fitnah. Ketika
Utsman bin Affan Radhiyallahu’anhu terbunuh, muncullah berbagai fitnah yang besar, dan
muncullah orang-orang yang berseru kepadanya (fitnah) dari kalangan orang yang belum
tertanam keimanan dalam hatinya, dan dari kalangan orang-orang munafik yang
sebelumnya menampakkan kebaikan di hadapan manusia, padahal mereka
menyembunyikan kejelekan dan makar terhadap agama ini.

Dijelaskan dalam ash-Shahiihain dari Hudzaifah Radhiyallahu’anhu, bahwasanya


Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu berkata:

“Siapakah di antara kalian yang hafal sabda Rasulullah SAW tentang fitnah?” Lalu
Hudzaifah berkata, “Aku hafal seperti yang beliau sabdakan.” (Umar) berkata, “Kemarilah,
engkau memang berani.” Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Fitnah
seorang laki-laki (yang ada) pada keluarganya, hartanya, dan tetangganya, bisa dihapus
dengan shalat, shadaqah, dan amar ma’ruf nahi munkar.” Beliau (Umar) berkata, “Bukan
yang ini, akan tetapi yang bergelombang seperti gelombang ombak di lautan.” Dia
(Hudzaifah) berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Hal itu tidak jadi masalah bagimu,
sesungguhnya di antara engkau dengannya ada pintu yang tertutup.” Beliau (‘Umar)
bertanya, “Pintu itu dibuka atau dirusak?” Dia menjawab, “Tidak, bahkan dirusak.” Beliau
berkata, “Pintu itu pantas untuk tidak ditutup.” Kami (Syaqiq) bertanya, “Apakah beliau
tahu apakah pintu itu?” Dia menjawab, “Betul, sebagaimana (dia tahu) bahwa setelah esok
hari ada malam, sesungguhnya aku meriwayatkan hadits dan bukan cerita bohong.” Lalu
kami sungkan untuk bertanya kepadanya, dan kami memerintahkan Masruq agar ia
bertanya kepada beliau, lalu dia berkata, “Siapakah pintu itu?” Dia (Hudzaifah) menjawab,
Umar.”7

Itulah yang pernah dikabarkan oleh Rasulullah SAW. ‘Umar telah terbunuh, pintu
telah dirusak, muncullah berbagai fitnah dan terjadilah banyak musibah. Fitnah yang
pertama kali muncul adalah terbunuhnya Khalifatur Rasyid, Dzun Nuraini, ‘Utsman bin
‘Affan Radhiyallahu anhu oleh para penyeru kejelekan, yang berkumpul untuk
menghadapinya dari Irak dan Mesir. Mereka mema-suki Madinah dan membunuhnya
sementara beliau berada di rumahnya Utsman Radhiyallahu’anhu.8 Nabi SAW
menjelaskan kepada Utsman bin Affan bahwa musibah akan menimpanya, karena itulah
beliau bersabar dan melarang para Sahabat agar tidak memerangi orang-orang yang

7
Shahiih al-Bukhari, kitab al-Manaaqib, bab ‘Alaamatun Nubuwwah (VI/603-604, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim,
kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/ 16-17, Syarh an-Nawawi).

8
kitab al-Bidaayah wan Nihaayah (VII/170- 191).
membangkang kepadanya, sehingga tidak ada pertumpahan darah karenanya Utsman bin
Affan Radhiyallahu’anhu.9

Dijelaskan dalam hadits Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu’anhu, ia berkata:

“Pada suatu hari Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wa sallam masuk ke sebuah kebun
dari kebun-kebun Madinah… lalu datang ‘Utsman, aku berkata, ‘Tunggu dulu! Sehingga
aku memohon izin (kepada Rasulullah SAW) untukmu, kemudian Nabi SAW berkata,
‘Izinkanlah ia, berilah kabar kepadanya dengan Surga, bersamanya ada musibah yang
menimpanya.’10

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Utsman bin Affan merupakan khalifah ketiga dari urutan khulafaur Rosyidin, beliau termasuk
salah seorang tokoh yang sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat. Selain
berkedudukan tinggi, dia juga sangat kaya raya, pemalu, dan ucapannya enak didengar.
Sehingga, masyarakat sangat mencintainya. Utsman ibnu Affan ibnu Abil Ash ibnu Umayyah
dilahirkan waktu Rosulullah SAW berusia lima tahun dan masuk Islam atas seruan Abu Bakar
Ash Shiddiq beliau terhitung saudagar besar dan kaya dan sangat murah menafkahkan
kekayaannya untuk kepentingan Agama Islam.

Sebelum Umar bin Khattab meninggal, Umar bin Khattab telah menunjuk enam
anggota dewan syura untuk memusyawarahkan pemilihan khalifah sepeninggalnya. Ia
berwasiat agar khalifah setelahnya dipilih dari enam calon tersebut. Mereka adalah Utsman
ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdurrahman ibn Auf, Sa‘ad ibn Abi Waqqash, Zubair ibn
al-Awwam, dan Thalhah ibn Ubaidillah. Mereka diminta berkumpul di sebuah rumah
dipandu oleh Abdullah ibn Umar yang tidak termasuk anggota dewan. Mereka
bermusyawarah di sana selama tiga hari dan selama waktu itu Suhaib diminta untuk
memimpin shalat kaum muslim. Abu Thalhah al-Anshari dan al-Miqdad, yang termasuk
panitia pemilihan, mengumpulkan keenam orang itu dan memandu jalannya musyawarah.

9
al-‘Awaashim minal Qawaashim (hal. 132-137) tahqiq dan ta’liq Muhibbuddin al-Khatib.

10
Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab al-Fitnah allati Tamuuju ka Maujil Bahri (XIII/48, al-Fath).
Setelah mereka berkumpul Abdurrahman ibn Auf berkata, “Pilihlah tiga orang di antara
kalian.”
Dalam pemerintahan Khalifah Usman Tergolong sukses pada enam tahun awal dari
pemerintannya, namun sesuai dengan cacatan sejarah bahwa enam kedepan banyak terjadi
perubahan-perubahan termasuk tuntutan rakyat, dimana adanya Nefotisme ditubuh
pemerintahan Utsman sangat meresahkan kehidupan rakyat.

Kebijakan-kebijakan khalifah Utsman bin Afffan yaitu Kodifikasi Mushaf Al-Qur'an,


Renovasi Masjid Nabawi, Pembentukan Angkatan Laut, dan Perluasan Wilayah.

Munculnya fitnah pada zaman Sahabat Utsman bin Affan Radhiyallahu’anhu terjadi
setelah terbunuhnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu ; masa
sebelum wafat beliau ibarat sebuah pintu yang terkunci dari berbagai fitnah. Ketika
Utsman bin Affan Radhiyallahu’anhu terbunuh, muncullah berbagai fitnah yang besar, dan
muncullah orang-orang yang berseru kepadanya (fitnah) dari kalangan orang yang belum
tertanam keimanan dalam hatinya, dan dari kalangan orang-orang munafik yang
sebelumnya menampakkan kebaikan di hadapan manusia, padahal mereka
menyembunyikan kejelekan dan makar terhadap agama ini.

Anda mungkin juga menyukai