DOSEN PENGAJAR :
AZIMAH DIANAH S.E., M.Si.,Ak.
Disusun Oleh
KELOMPOK 4 :
ROSA SELVIANA PUTRI ( 190602038)
EKA FITRI ( 190602043)
ROSA YULIA ULZIATI (190602037)
FERA JULITA (190602045)
RIZA NAZILA (190602121)
HALLIZA MEY TASYA (190602036)
AIYU IKRIMA (180602067)
TEGUH FADHILLAH (190602050)
Kata Pengantar
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah Swt, karena telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pengajar ibu
AZIMAH DIANAH S.E., M.Si.,Ak. dan teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan materi dan pengajaran sehingga makalah ini bisa saya susun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan teman-teman dan para
pembaca. Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah berhasil kami susun ini bisa dengan
mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami meminta maaf bila mana
terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan. Serta tak lupa saya juga berharap
adanya masukan serta kritikan yang membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................3
Saham syariah..............................................................................................................................4
Konvensional...............................................................................................................................4
3.1 KESIMPULAN.........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
Keberadaan pasar modal syariah merupakan fenomena yang menarik dalam industri pasar
modal di tanah air. Seperti pendirian bank syariah, pasar modal syariah didirikan berdasarkan
pada kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Di antara jutaan muslim
tersebut mempunyai kelebihan dana (surplus unit) serta mereka susah menginvestasikannya dan
salah satu penyebabnya adalah mereka enggan investasi di pasar modal konvensional karena
pasar modal yang ada tersebut hanya merupakan tempat manipulasi pasar dan cenderung
dipenuhi transaksi spekulatif.
Kegiatan utama dari pasar modal yang ada umumnya hanya kegiatan dalam bentuk short
selling. Membeli saham di pagi hari untuk kemudian menjualnya di sore hari bila memungkinkan
mendapatkan gain capital. Kegiatan tersebut jauh sekali dari tujuan awal pendirian pasar modal
yaitu sebagai perantara penyediaan modal bagi perusahaan penerbit efek yang kemudian
digunakan untuk perluasan usaha. Ekspansi atau perluasan usaha tersebut dapat menambah
lapangan pekerjaan dan dalam jangka panjang dapat menggerakkan perekonomian. Dan
kemudian pasar modal syariah hadir untuk memenuhi fungsi utama dari pasar modal tersebut.
Dalam melakukan kegiatan investasi khususnya di pasar modal islam tidak hanya melihat
optimalisasi atau maksimalisasi akhir. Namun niat awal dan proses yang dijalani harus tetap di
jalan syariah. Norma islam secara garis besar mengedepankan kehalalan instrumen dan
pemanfaatan dan kemaslahatan. Termasuk di dalamnya larangan riba, gharar, maisir, insider
trading, margin trading, goreng menggoreng saham, dan spekulasi.
1.3 Tujuan
1. Agar memahami pengertian pasar modal syariah.
PEMBAHASAN
Saham syari’ah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan
yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha maupun cara pengelolaannya tidak
bertentangan dengan prinsip syari’ah. Saham merupakan surat berharga yang
merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Sementara dalam prinsip
syari’ah, penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar
prinsip syari’ah, seperti perjudian, riba, serta memproduksi barang yang diharamkan.
Penyertaan modal dalam bentuk saham tersebut dapat dilakukan berdasarkan akad musyarakah
dan mudharabah. Akad musyarakah pada umumnya dilakukan pada perusahaan yang bersifat
privat, sedangkan akad mudharabah umumnya dilakukan pada saham perusahaan publik
(Soemitra, 2009: 138). Saham menurut Dewan Syari’ah Nasional didefinisikan sebagai suatu
bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk
saham yang memiliki hak-hak istimewa (Yuliana, 2010: 71).
2.2 Perbedaan dan Persamaan Saham Syariah dan Konvensional
Saham syariah
a) Investasi terbatas pada sektor tertentu (sesuai dengan
syariah), dan tidak atas dasar utang.
b) Didasarkan pada prinsip syari’ah (penerapan loss-profit sharing).
c) Melarang berbagai bentuk bunga, spekulasi dan judi.
d) Adanya syari’ah guidline yang mengatur berbagai aspek
seperti alokasi aset, praktek investasi, perdagangan dan
distribusi pendapatan.
e) Terdapat mekanisme screening perusahaan yang harus
mengikuti prinsip syari’ah.
Konvensional
a) Investasi bebas pada seluruh sektor.
b) Didasarkan pada prinsip bunga.
c) Membolehkan spekulasi dan judi yang pada gilirannya
akan mendorong fluktuasi pasar yang tidak terkendali.
d) Guidline investasi secara umum pada produk hukum
pasar modal.
Selain mendapatkan keuntungan seperti yang telah disebutkan di atas pemegang saham
juga memiliki beberapa resiko, di antaranya:
a) Credit risk atau ownership risk adalah resiko yang terjadi bila emiten tidak mampu
mempertahankan usahanya atau bangkrut;
b) Market risk, yaitu resiko harga pasar dari saham yang dibeli
c) Likuiditas risk merupakan resiko akibat sulitnya penjual
saham ketika memerlukan dana.
Adapun kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip- prinsip syariah antara
lain:
a. Perjudian dan kegiatan lain yang tergolong judi
b. Perdagangan yang dilarang syariah, antara lain
c. Jasa keuangan ribawi, antara lain:
d. Jual beli yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) atau judi (maysir),
seperti asuransi konvensional;
e. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, atau menyediakan
f. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap.
Saham syariah dapat diperjualbelikan juga bisa dengan akad kerja sama. Saham dapat
diperjualbelikan karena saham sesuai dengan terminologi yang melekat padanya yang dapat
diartikan dengan kepemilikan asset dalam perusahaan tersebut.
Para pembeli saham membayarkan uang pada perusahaan dan mereka menerima
sebuah sertifikat saham sebagai tanda bukti kepemilikan mereka atas saham-saham.
Kepemilikan mereka dicatat dalam daftar saham perusahaan. Melalui pembelian saham
dalam jumlah tertentu tersebut, pihak pemegang saham (shareholder) memiliki hak dan
kewajiban untuk berbagi hasil dan resiko (profit and loss sharing) dengan para pengusaha,
menghadiri Rapat Umum.
Sedangkan untuk lebih rincinya tentang mekanisme saham syariah adalah sebagai
berikut: Suatu emiten yang akan melakukan jual beli sahamnya di pasar modal, sebelumnya
harus melalui beberapa proses yang diantaranya ialah sebagai berikut:
Pertama, Emiten mengajukan permohonan pencatatan ke bursa dan bursa akan
menilai permohonan tersebut apakah sesuai dengan ketentuan pencatatan. Setelah itu emiten
diminta mempresentasikan kinerja perusahaannya.
Kedua, Jika memenuhi syarat, bursa akan memberikan surat persetujuan prinsip
pencatatan yang dikenal dengan istilah “Perjanjian Pendahuluan”.
Ketiga, Selanjutnya emiten mengajukan Pernyataan Pendaftaran ke Bapepam.
Dalam mengajukan pernyataan pendaftaran, emiten harus menghubungi perantara emisi
yang terdiri atas: Penjamin Emisi, Akuntan, dan Perusahaan Penilai yang akan memberikan
layanan sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Keempat, Bila telah mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam, emiten bisa
melakukan proses penawaran umum IPO (Initial Publik Offering) agar nanti efeknya bisa
dijual.
Kelima, Emiten membayar biaya pencatatan.
Keenam, Bursa efek mengumumkan pencatatan efek tersebut di bursa. Dengan
adanya pengumuman ini berarti emiten bisa langsung memulai penjualan efek.
Satu, Pemodal beli (pemodal yang ingin membeli efek) memesan (mengorder) saham yang
akan di beli kepada perusahaan efek. Pesanan tersebut dapat disampaikan secara tertulis atau
lewat telepon kepada sales/dealer yang berada di perusahaan efek.
Kedua, Pesanan harus jelas menyebutkan; efek apa yang dibeli, berapa jumlahnya, dan
berapa harga yang diinginkan. Sebagai contoh, seorang pemodal menelepon ke dealer yang
menyampaikan keinginan untuk membeli saham ABC sebanyak 3 lot = 1500 saham (1 lot =
500 saham, pembelian saham minimal 1 lot), dengan harga Rp3.000,- per saham.
Ketiga, Kemudian, pesanan tersebut akan diteliti oleh perusahaan efek, apakah saham yang
dibeli ada, bagaimana dengan batas limit perdagangan, dan lain-lain.
Keempat, Setelah selesai, barulah pesanan tersebut disampaikan kepada pialang beli di
lantai bursa (floor trader) untuk dilaksanakan. Di lantai bursa ada Wakil Perantara
Perdagangan Efek (WPPE) yangakan memasukkan semua pesanan ke terminal (sambungan)
yang sesuai. Kelima, Dengan menggunakan sistem komputerisasi perdagangan yang disebut
JATS, semua pesanan diolah oleh komputer yang akan melakukan matching (pencocokan)
dengan mempertimbangkan prioritas harga atau waktu.
Keenam, Ini berarti sistem perdagangan di bursa adalah sistem lelang secara terbuka yang
berlangsung terus- menerus selama jam bursa. Dan dalam kegiatan lelang ini terjadilah
tawar-menawar.
Selanjutnya penyelesaian transaksi dilakukan oleh dua lembaga lain selain bursa; yaitu
Lembaga Kliring dan Penjamin (LKP) serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
(LPP). Di Indonesia, peran dua lembaga tersebut dijalankan oleh PT KPEI (Kliring
Pinjaman Efek Indonesia) dan PT KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia). Di pasar
modal Indonesia, penyelesaian transaksi menggunakan skema T + 3 yang berarti
penyerahan efek dan pembayarannya dilakukan tiga hari setelah terjadinya transaksi.
Transaksi di Bursa Efek dilakukan pada hari Senin sampai dengan Jumat yang disebut
dengan hari bursa
Transaksi pembelian dan penjualan saham di pasar modal syari’ah tidak boleh dilakukan
secara langsung dan dilarang dalam Islam. Hal tersebut dikarenakan pada penjualan saham di
pasar modal konvensional, investor dapat membeli dan menjual saham secara langsung dengan
menggunakan jasa broker atau pialang. Sehingga memungkinkan bagi para spekulan untuk
mempermainkan harga. Hal ini mengakibatkan perubahan harga saham sudah ditentukan oleh
kekuatan pasar, bukan karena nilai intrinsik saham itu sendiri lagi. Oleh karena itu, emiten
memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa pada proses perdagangan saham syari’ah. Lalu
agen tersebut bertugas mempertemukan antara emiten dan calon investor namun bukan untuk
menjual dan membeli saham secara langsung. Pada tahapan berikutnya, saham tersebut dijual
atau dibeli karena sahamnya memang tersedia dan berdasarkan prinsip first come –first served.
Proses penawaran umum pada pasar modal terdiri dari proses emisi dan perdagangan di
bursa efek. Pada proses emisi, Perusahaan mengajukan permohonan pendaftaran kepada
Bapepam di Jakarta melalui penjamin emisi (underwriter), dengan melampirkan:anggaran dasar/
akte pendirian perusahaan, prospektus, laporan keuangan yang telah diaudit, perjanjian emisi
efek, comfort letter, legal opinion, serta dokumen-dokumen lain yang dibuat dalam rangka emisi.
Apabila menurut hasil evaluasi BAPEPAM perusahaan tersebut telah memenuhi persyaratan
untuk go public maka proses terakhir yang harus dilakukan adalah pendapat akhir yang bersifat
terbuka untuk umum. Selanjutnya adalah perdagangan di bursa efek, yakni pencatatan efek-efek
dari perusahaan yang wajib dicatat di bursa efek untuk diperdagangkan. Transaksi dilakukan
oleh perantara perdagangan efek.Mekanisme perdagangan disini terdiri dari pasar primer dan
pasar sekunder. Pasar primer merupakan transaksi antara emiten dan investor sebelum saham-
saham diperdagangkan di pasar sekunder. Harga saham merupakan harga pasti yang tidak bisa
ditawar dan merupakan kesepakatan antara perusahaan penjamin emisi dan emiten.
2) Masa Penawaran
3) Masa Penjatahan
5) Penyerahan Efek
6) Pencatatan Efek
Pada pasar sekunder, perdagangan terjadi ketika perdagangan saham sudah melewati
masa penawaran umum di pasar perdana, dan saham-saham tersebut telah tercatat di bursa efek
untuk diperdagangkan. Harga saham di pasar sekunder sangat ditentukan oleh teori permintaan
dan penawaran serta kondisi perusahaan yang menerbitkan saham (emiten). Harga saham disini
adalah harga jual saham dari satu investor kepada investor yang lainnya. Harga saham yang
ditawarkan pada kedua pasar ini berbeda dan pada mayoritasnya harga saham di pasar sekunder
lebih tinggi dibandingkan dengan pasar perdana. Oleh karena itu perdagangan saham di pasar
sekunder lebih mendekati pada unsur spekulasi dengan risiko tinggi yang mengandung unsur
gambling yang dilarang dalam Islam .
Perdagangan saham di pasar sekunder sangat dipengaruhi oleh unsur insider trading. Hal
ini menyebabkan terjadinya kompetisi yang tidak sehat di kalangan investor. Sikap insider
trading ini sama dengan yang dilakukan oleh orang-orang kota ketika melakukan transaksi
dengan mendatangi langsung orangorang desa, yang di dalamnya terdapat unsur penipuan karena
orang desa (produsen) belum mengetahui secara pasti harga komoditas yang sebenarnya).
1. Memuat ketentuan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usaha dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah di pasar modal di dalam anggaran dasarnya.
2. Semua jenis usaha, akad, aset yang dikelola, cara pengelolaan oleh emiten, produk dan
jasanya tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah.
3. Emiten dan perusahaan publik tersebut memiliki anggota direksi dan komisaris yang
mengerti dan paham mengenai kegiatan-kegiatan yang bertentangan dan tidak
bertentangan dengan prinsip syari’ah.
Pertama, saham yang dinyatakan memenuhi kriteria seleksi saham syariah berdasarkan
peraturan OJK Nomor 35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Kedua adalah saham yang dicatatkan sebagai saham syariah oleh emiten atau perusahan
publik syariah berdasarkan peraturan OJK no. 17/POJK.04/2015.
Semua saham syariah yang terdapat di pasar modal syariah Indonesia, baik yang tercatat
di BEI maupun tidak, dimasukkan ke dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan oleh
OJK secara berkala, setiap bulan Mei dan November. Saat ini, kriteria seleksi saham syariah oleh
OJK adalah sebagai berikut;
d. jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir),
antara lain asuransi konvensional.
o barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi) yang ditetapkan
oleh DSN MUI.
a) total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45%
(empat puluh lima per seratus).
b) total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total
pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per
seratus).
Ada beberapa isu dan permasalahan pada saham syari’ah dan mekanisme operasionalnya.
permasalahan ini terjadi karena pertentangan antara teori dan praktik pada saham syari’ah
sendiri serta pertentangan dengan nilai dan prinsipprinsip syari’ah. Salah satu permasalahannya
adalah saham syari’ah yang boleh masuk ke JII disyaratkan memiliki nilai ketidakhalalan
(haram/riba) maksimal sebesar 15%. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah
karena Islam mengajarkan umat muslim untuk tidak memakan yang haram walaupun sedikit.
Sementara pada proses jual beli saham syari’ah, para pemain saham akan membeli saham
jika harga saham sedang turun dan akan menjualnya pada saat harga naik. Hal ini bertentangan
dengan nilai-nilai etika dalam Islam. Islam juga melarang untuk menikmati keuntungan diatas
kerugian orang lain. Pada prinsipnya, saham itu nilainya adalah 1:1. Jika salah satu pihak
mendapatkan keuntngan maka pihak lainnya akan mengalami kerugian. Begitu seterusnya,
sehingga keberadaan saham syari’ah ini juga masih dalam perdebatan para ulama.Pada saham
syari’ah, sebagian investor sengaja melempar harga saham sehingga harganya menjadi jatuh
karena terlalu banyak penawaran. Pemilik saham yang kecil kemudian segera menjual kembali
saham dengan harga yang sangat murah karena khawatir harga saham tersebut akan semakin
jatuh dan mereka semakin rugi.
Pada akhirnya harga saham akan terus turun. Pada saat itu para investor besar akan
berkesempatan untuk membelinya kembali dengan harga yang sangat murah dengan harapan
akan bisa meninggikan kembali harga saham tersebut dengan banyaknya permintaan. Hal ini
menyebabkan para investor besar tersebut mengalami keuntungan yang sangat besar dan para
investor kecil lah yang menanggung kerugiannya dikarenakan perbuatan para investor besar
yang berpura-pura melempar kertas saham (al-Mushlih, 2004).Perdebatan mengenai keberadaan
efek syari’ah ini berdasarkan pada kekhawatiran bahwa pasar ini akan menyebabkan hilangnya
modal besar-besaran dalam waktu singkat dan di sisi lain akan menyebabkan munculnya orang
kaya baru yang tanpa mengeluarkan keringat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pasar dalam perekonomian.
Di pasar modal, larangan syari’ah diatas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan
main yang mencegah praktek spekulasi, riba, gharar, dan maysir. Salah satunya adalah dengan
menetapkan minimum holding period atau jangka waktu memegang saham minimum. Dengan
aturan ini, saham tidak bisa diperjualbelikan setiap saat, sehingga meredam motivasi mencari
untung dari pergerakan harga saham semata. Pembatasan ini memang meredam spekulasi tetapi
juga membuat investasi di pasar modal menjadi tidak liquid. Padahal tidak mungkin seorang
investor yang rasional betul-betul membutuhkan likuiditas mendadak sehingga harus mencairkan
sahamnya yang dipegangnya, sedangkan ia terhalang belum lewat masa minimum holding
period-nya. Metwally mengusulkan minimum holding period setidaknya satu pekan. Selain itu,
Ia juga memandang perlu adanya celling price berdasarkan nilai pasar perusahaan. Lebih lanjut
Akram Khan melengkapi, untuk mencegah spekulasi di pasar modal maka jual beli saham harus
diikuti dengan serah terima bukti kepemilikan saham yang diperjual belikan (Huda, 2008).
Mengenai keberadaan pasar sekunder, pada hakikatnya saham syari’ah tidak memiliki
pasar sekunder karena dikhawatirkan akan berdampak pada spekulasi. Namun dalam praktiknya,
saham syari’ah tetap menggunakan pasar sekunder sebagai instrumennya. Permasalahan lainnya
mengenai mekanisme operasional saham syari’ah di Indonesia, yaknipada artikel yang ditulis
oleh Mamduh H. Hanafi dan Syafiq Mahmadah Hanafi, dalam jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
pada Tahun 2012, berdasarkan hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
antara penyaringan saham syari’ah dan saham konvensional di Indonesia. Saham syari’ah
diwakili oleh JII dan saham konvensional oleh LQ45(Hanafi M. M., 2012). Hal ini menjadi
permasalah yang penting karena jika tidak ada perbedaan yang signifikan antara keduanya maka
pada hakikatnya investor muslim juga sudah terjerumus dalam konsep riba, gharar, dan maysir
yang dilarang oleh syari’at.Perbedaan mengenai penetapan kriteria kesyari’ahan perusahaan di
suatu negara sebenarnya juga menjadi permasalahan.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Saham syari’ah merupakan salah satu instrumen dalam pasar modal syari’ah yang
dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Mekanisme operasional dari saham syari’ah
terdiri dari proses emisi dan perdagangan di bursa efek. Perdagangan di bursa efek ini terdiri dari
perdagangan di pasar primer dan pasar sekunder. Pada pasar primer, harga saham bersifat pasti.
Berbeda dengan pasar sekunder yang harga sahamnya bersifat fluktuatif berdasarkan demand
dan suply serta perusahaan yang menerbitkan saham sendiri.
Ada dua jenis saham syariah yang diakui di pasar modal Indonesia. Pertama, saham yang
dinyatakan memenuhi kriteria seleksi saham syariah berdasarkan peraturan OJK Nomor
35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah, kedua adalah saham yang
dicatatkan sebagai saham syariah oleh emiten atau perusahan publik syariah berdasarkan
peraturan OJK no. 17/POJK.04/2015.
Pada JII, tingkat likuiditasnya harus berada di rentang 17-49%, dengan pendapatan bunga
berada di kisaran antara 5-15%, dan utang tidak boleh lebih dari 33%.Pada DJIM, sebuah
perusahaan akan dikeluarkan dari DJIM jika total utang/total aset sama dengan atau lebih besar
dari 33%; total piutang/total aset sama dengan atau lebih besar dari 47%; dan Non operating
interest income/operating income sama dengan atau lebih besar dari 9%. Sementara KLSI
berbeda lagi dalam penetapan kriteria kesyari’ahan saham syari’ahnya karena terdiri dari
batasan-batasan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
http://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/ebis/article/download/28/27/
https://www.idx.co.id/idx-syariah/produk-syariah/
https://media.neliti.com/media/publications/287405-saham-syariah-teori-dan-implementasi-
0ea6b84f.pdf
https://id.scribd.com/doc/313947981/Makalah-Pasar-Modal-Syariah