Pada masa Khalifah Umar bin Khattab (13-24 H/634-644 M), wilayah
pemerintahan Islam telah meliputi Irak, Iran, Syiria dan Mesir. Pada
pemerintahan Umar, dana perolehan pemerintah tidak dapat dibagikan habis,
melainkan harus dilakukan perencanaan keuangan dengan baik dalam tatanan
perbendaharaan Negara (Baitul Mal). Abdullah bin al-Arqam adalah Orang
yang pertama ditunjuk (636 M) sebagai kepala perbendaharaan dengan
dibantu oleh Abdur Rahman bin Ubaid dan Mu‟aqqib.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Abu Hurairah yang ketika
itu menjabat Harisul Kharajdi Bahrain (tahun 16 H), datang mengunjungi
Madinah dengan membawa uang sebanyak 500.000 dirham. Jumlah itu
terbilang sangat besar pada masa itu. Khalifah Umar memanggil seluruh
anggota syura untuk bersidang tentang penggunaan uang itu. Ali Bin Abi
Thalib cenderung uang itu dibagikan habis, sebagaimana yang dicontohkan
Rasul dan Abu Bakar. Namun Walid bin Mughirah mengusulkan kepada
Khalifah Umar agar tidak dibagikan habis, tetapi ditahan sebahagian dan
diadministrasikansecara khusus. Umar menyetujui pendapat itu dan lembaga
Perbendaharaan Umat islam mulai dioperasikan secara nyata. Inilah yang
dikenal dengan sistim Diwan. Diwan berasal dari bahasa Persia yang artinya
pencatatan dalam bentuk daftar. Daftar pada ketika itu berisi nama-nama
prajurit untuk pembayaran gaji dan pensiun. K. Ali memaknai Diwan dengan
Departement of Finance (Departemen Keuangan). Diwan ini mengatur
penerimaan dan pengeluaran negara.
Khalifah Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M) juga relatif tidak
melakukan perubahan terhadap sistim Administrasi, sebab disibukkan
menghadapi perpecahan didalam negeri atas perseteruan dengan Muawiyah
Bin Abi Sufyan, yang tidak mau tunduk dibawah kepemimpinan Ali Bin Abi
Thalib.
Pada masa Dinasti Abbasiyah yang kedua, Abu Ja‟far al-Mansur yang
memerintah tahun 754-775 M, dikenal adanya Khitabat al Rasul was Sirr,
yaitu pencatatan rahasia. Untuk menjamin dilaksanakannya berbagai aturan
maka di bentuk shahib al-Shurta. Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur telah
meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara dengan baik dan
terkendali. Tidak pernah terjadi defisit anggaran.
Buku lainnya dikenal dengan nama “al-Auraj” atau yang saat ini
dikenal dengan nama Accounts Receivable Susidiary Ledger. Buku ini adalah
catatan tagihan pajak. Pembagian buku piutang terdiri dari Ar-Raij minal mal
(collectable Debt) atau piutang lancar. Al-Munkasir minal Mal (Uncollectable
Debts), piutang macet. Al-Muta’azir wal Mutahayyir wal muta’aqqid minal
mal adalah piutang ragu-ragu (doubtfull Debts).
Terdapat pula buku pedoman akuntansi baitul mal yang bernama “al-
Khar±j wa Shin±ʽat al-Kit±bah.”, yang disusun oleh Qudamah bin Ja‟far bin
Qudamah bin Ziyad al-Baghdady(w. 337 H/918 M).
Beberapa prinsip yang terdapat pada kitab Qudamah bin Ja‟far antara
lain:
a. Tanggal transaksi
b. Tempat transaksi
c. Nama Pembayar
d. Nama Penerima
e. Alakosi yang tepat untuk item transaksi
f. Spesifikasi pembayaran
g. Jumlah uang atau equivalen sesuai jenis
h. Bahagian dari pembayaran untuk memverifikasi jumlah
total pembayaran.
i. Segel resmi (Official Seal)